Bismillahirrohmaanirrohiim

Tampilkan postingan dengan label HADITS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HADITS. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Februari 2014

KASIH SAYANG, PERHATIAN, DAN KELEMBUTAN RASULULLAH | terhadap anak kecil sampai dalam keadaan shalat dan berkhutbah sekalipun


حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَبِيعٍ ، ثنا ابْنُ مُعَاوِيَةَ ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ شُعَيْبٍ ، أَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عُبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَّامٍ الطَّرَسُوسِيُّ ، ثنا يَزِيدُ بْنُ
هَارُونَ ، أَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ الْبَصْرِيُّ   عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شداد رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا، فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَوَضَعَهُ، ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ، فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا، قَالَ أَبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلَاةَ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ قَالَ : ” كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ”
[رواه احمد و النسائي 1129 والحاكم 4759 وصححه ووافقه الذهبي. وانظر هذا الحديث في كتاب المحلى بالآثار للإمام ابن حزم الظاهري : " كِتَابُ الصَّلاةِ " أقسام التطوع، فَصْلٌ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ، رقم الحديث: 400}

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Robi'.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mu'awiyyah.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Syu'aib (aku adalah Abu Al Qasim Abdurrahman bin Muhammad bin Salam Al Thorasusiyyu).
Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun (aku adalah Jarir bin Hazimin.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Ya'qub Al Bashriy. Dari Abdullah bin Syaddad radliyyallahu 'anhu, beliau mengatakan:

Suatu ketika Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam pernah datang kepada kami dalam salah satu sholat fardhu malamnya (maghrib atau isya’), sambil menggendong Hasan atau Husein, lalu Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- maju ke depan (untuk mengimami), beliau pun menurunkannya (Hasan atau Husein), lalu bertakbir untuk memulai sholatnya, di tengah-tengah sholatnya beliau sujud dengan sujud yang panjang.

Syaddad mengatakan: maka aku pun mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil (Hasan atau Husein) di atas punggung Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud.

Setelah Rosululloh menyelesaikan sholatnya, para sahabatnya bertanya: Wahai Rosululloh, sungguh engkau telah bersujud dg sujud yg panjang di tengah-tengah sholatmu, sehingga kami mengira terjadi sesuatu, atau ada wahyu yg turun kepadamu?

Beliau menjawab: Bukan karena itu semua, akan tetapi cucuku (Hasan atau Husein) menunggangiku, dan aku tidak ingin segera menyudahinya sampai ia puas dg keinginannya.
{HR. Ahmad. Nasa'I no. 1129 Dan Hakim no. 4759, dan beliau menshahihkannya, dan disepakati oleh Imam Dzahabi. Lihat juga riwayat ini dalam Kitab Al Muhalla Karya Imam Ibnu Hazm Al Dzohiriy dalam Kitab Shalat, Pasal Fi Rok'ataini Qoblal Maghrib, no hadits. 400}

قال النووي في المنهاج : هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل ، وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم ، وَالْمُنْفَرِد ، وَحَمَلَهُ أَصْحَاب مَالِك - رَضِيَ اللَّه عَنْهُ - عَلَى النَّافِلَة ، وَمَنَعُوا جَوَاز ذَلِكَ فِي الْفَرِيضَة ، وَهَذَا التَّأْوِيل فَاسِد ، لِأَنَّ قَوْله : يَؤُمّ النَّاس صَرِيح أَوْ كَالصَّرِيحِ فِي أَنَّهُ كَانَ فِي الْفَرِيضَة ، وَادَّعَى بَعْض الْمَالِكِيَّة أَنَّهُ مَنْسُوخ ، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ خَاصّ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ كَانَ لِضَرُورَةٍ ، وَكُلّ هَذِهِ الدَّعَاوِي بَاطِلَة وَمَرْدُودَة ، فَإِنَّهُ لَا دَلِيل عَلَيْهَا وَلَا ضَرُورَة إِلَيْهَا ، بَلْ الْحَدِيث صَحِيح صَرِيح فِي جَوَاز ذَلِكَ ، وَلَيْسَ فِيهِ مَا يُخَالِف قَوَاعِد الشَّرْع ؛ لِأَنَّ الْآدَمِيَّ طَاهِر ، وَمَا فِي جَوْفه مِنْ النَّجَاسَة مَعْفُوّ عَنْهُ لِكَوْنِهِ فِي مَعِدَته ، وَثِيَاب الْأَطْفَال وَأَجْسَادهمْ عَلَى الطَّهَارَة ، وَدَلَائِل الشَّرْع مُتَظَاهِرَة عَلَى هَذَا . وَالْأَفْعَال فِي الصَّلَاة لَا تُبْطِلهَا إِذَا قَلَّتْ أَوْ تَفَرَّقَتْ ، وَفَعَلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - هَذَا - بَيَانًا لِلْجَوَازِ ، وَتَنْبِيهًا بِهِ عَلَى هَذِهِ الْقَوَاعِد الَّتِي ذَكَرْتهَا ، وَهَذَا يَرُدُّ مَا اِدَّعَاهُ الْإِمَام أَبُو سُلَيْمَان الْخَطَّابِيُّ أَنَّ هَذَا الْفِعْل يُشْبِه أَنْ يَكُون مِنْ غَيْر تَعَمُّد ، فَحَمَلَهَا فِي الصَّلَاة لِكَوْنِهَا كَانَتْ تَتَعَلَّق بِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمْ يَدْفَعهَا فَإِذَا قَامَ بَقِيَتْ مَعَهُ ، قَالَ : وَلَا يُتَوَهَّم أَنَّهُ حَمَلَهَا وَوَضَعَهَا مَرَّة بَعْد أُخْرَى عَمْدًا ؛ لِأَنَّهُ عَمَل كَثِير وَيَشْغَل الْقَلْب ، وَإِذَا كَانَتْ الْخَمِيصَة شَغَلَتْهُ فَكَيْف لَا يَشْغَلهُ هَذَا ؟ هَذَا كَلَام الْخَطَّابِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَهُوَ بَاطِل ، وَدَعْوَى مُجَرَّدَة ، وَمِمَّا يَرُدّهَا قَوْله فِي صَحِيح مُسْلِم فَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا .

وَقَوْله : ( فَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُود أَعَادَهَا )،

وَقَوْله فِي رِوَايَة مُسْلِم : ( خَرَجَ عَلَيْنَا حَامِلًا أُمَامَةَ فَصَلَّى ) فَذَكَرَ الْحَدِيث . وَأَمَّا قَضِيَّة الْخَمِيصَة فَلِأَنَّهَا تَشْغَل الْقَلْب بِلَا فَائِدَة ، وَحَمْل أُمَامَةَ لَا نُسَلِّم أَنَّهُ يَشْغَل الْقَلْب ، وَإِنْ شَغَلَهُ فَيَتَرَتَّب عَلَيْهِ فَوَائِد ، وَبَيَان قَوَاعِد مِمَّا ذَكَرْنَاهُ وَغَيْره ، فَأُحِلّ ذَلِكَ الشَّغْل لِهَذِهِ الْفَوَائِد ، بِخِلَافِ الْخَمِيصَة . فَالصَّوَاب الَّذِي لَا مَعْدِل عَنْهُ : أَنَّ الْحَدِيث كَانَ لِبَيَانِ الْجَوَاز وَالتَّنْبِيه عَلَى هَذِهِ الْفَوَائِد ، فَهُوَ جَائِز لَنَا ، وَشَرْع مُسْتَمِرّ لِلْمُسْلِمِينَ إِلَى يَوْم الدِّين . وَاللَّهُ أَعْلَم .

“Hadits ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i dan yang sepakat dengannya, bahwa bolehnya shalat sambil menggendong anak kecil, laki atau perempuan, begitu pula yang lainnya seperti hewan yang suci, baik shalat fardhu atau sunah, baik jadi imam atau makmum.

Kalangan Maliki mengatakan bahwa hal itu hanya untuk shalat sunah, tidak dalam shalat fardhu. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab sangat jelas disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memimpin orang banyak untuk menjadi imam, peristiwa ini adalah pada shalat fardhu, apalagi jelas disebutkan itu terjadi pada shalat shubuh.

Sebagian kalangan Maliki menganggap hadits ini mansukh (dihapus hukumnya) dan sebagian lagi mengatakan ini adalah kekhususan bagi Nabi saja, dan sebagian lain mengatakan bahwa Beliau melakukannya karena darurat. Semua pendapat ini tidak dapat diterima dan mesti ditolak, sebab tidak keterangan adanya nasakh (penghapusan), khusus bai Nabi atau karena darurat, tetapi justru tegas membolehkannya dan sama sekali tidak menyalahi aturan syara’. Bukankah Anak Adam atau manusia itu suci, dan apa yang dalam rongga perutnya dimaafkan karena berada dalam perut besar, begiru pula mengenai pakaiannya. Dalil-dalil syara’ menguatkan hal ini, karena perbuatan-perbuatan yang dilakukan ketika itu hanya sedikit atau terputus-putus. Maka, perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu menjadi keterangan tentang bolehnya berdasarkan norma-norma tersebut. Dalil ini juga merupakan koreksi atas apa yang dikatakan oleh Imam Al Khathabi bahwa seakan-akan itu terjadi tanpa sengaja, karena anak itu bergelantungan padanya, jadi bukan diangkat oleh Nabi. Namun, bagaimana dengan keterangan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak berdiri yang kedua kalinya, anak itu diambilnya pula. Bukankah ini perbuatan sengaja dari Beliau? Apalagi terdapat keterangan dalam Shahih Muslim: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit dari sujud, maka dinaikkannya anak itu di atas pundaknya.” Kemudian keterangan Al Khathabi bahwa memikul anak itu mengganggu kekhusyu’an sebagaimana menggunakan sajadah yang bergambar, dikemukakan jawaban bahwa memang hal itu mengganggu dan tidak ada manfaat sama sekali. Beda halnya dengan menggendong anak yang selain mengandung manfaat, juga sengaja dilakukan oleh Nabi untuk menyatakan kebolehannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa yang benar dan tidak dapat disangkal lagi, hadits itu menyatakan hukum boleh, yang tetap berlaku bagi kaum muslimin sampai hari kemudian.” Wallahu A’lam.
{Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim : 2/307. Karya Imam Nawawi. Mawqi’ Ruh Al Islam}

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
{رواه أبو داود برقم : 918}

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ- يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ- حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُولُ بَيْنَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ جُلُوسٌ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْمِلُ أُمَامَةَ بِنْتَ أَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيعِ وَأُمُّهَا زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ صَبِيَّةٌ يَحْمِلُهَا عَلَى عَاتِقِهِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ عَلَى عَاتِقِهِ يَضَعُهَا إِذَا رَكَعَ وَيُعِيدُهَا إِذَا قَامَ حَتَّى قَضَى صَلاَتَهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ بِهَا
{رواه أبو داود رقم الحديث : 919، واللفظ له. و النسائي 704. والبيهقي}

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah (yaitu Ibnu Sa'id). Telah menceritakan kepada kami Al Laits. Dari Sa'id bin Abi Sa'id. Dari 'Amrin bin Sulaim Al Zuroqiy, sesungguhnya beliau mendengar Abu Qotadah radliyyallaahu 'anhu mengatakan:

Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- muncul ke arah kami sambil menggendong Umamah binti Abil Ash, -ibunya adalah Zainab binti Rosululloh shollallohu alaihi wasallam-, ketika itu Umamah masih kecil (belum disapih)-, beliau menggendongnya di atas pundak, kemudian Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- mengerjakan sholat, sedang Umamah masih di atas pundak beliau, apabila ruku’ beliau meletakkan Umamah, dan apabila berdiri beliau menggendongnya kembali, beliau melakukan yang demikian itu hingga selesai sholatnya.
{HR. Abu Dawud no. 783 dan Nasa'i no. 704}

و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ أَنَسٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ مَعَ أُمِّهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَقْرَأُ بِالسُّورَةِ الْخَفِيفَةِ أَوْ بِالسُّورَةِ الْقَصِيرَةِ.
{رواه مسلم برقم : 722}

Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Tsabit al-Bunani dari Anas, Anas berkata, "Dahulu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mendengar tangisan seorang anak kecil bersama ibunya, sedangkan beliau dalam keadaan shalat, lalu beliau membaca surat yang ringan atau surat yang pendek."
{HR. Muslim no. 722}

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَالٍ الضَّرِيرُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَدْخُلُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ. {رواه البخاري برقم : 666. و مسلم برقم : 723، واللفظ له}

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Minhal adh-Dharir telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abi 'Arubah dari Qatadah dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam bersabda, 'Aku memasuki shalat dengan maksud untuk memanjangkannya, lalu aku mendengar tangisan seorang anak kecil, lalu kuringankan shalat karena aku sadar atas kegusaran ibunya terhadapnya'."
{HR. Bukhariy no. 666 dan Teks Hadits Riwayat Muslim no. 723}

وقال الشوكاني رحمه الله : " وَفِيهِ جَوَازُ إدْخَالِ الصِّبْيَانِ الْمَسَاجِدَ...
{انظر كتاب نيل الأوطار للإمام الشوكاني : 3 / 128 - 129 الشاملة}

Imam Syaukaniy rahimahullaah mengatakan : Dalam hadits ini menunjukkan akan bolehnya memasukkan anak-anak dalam masjid-masjid.
{Lihat Kitab Nailu Al Author karya Imam Syaukaniy : 5/ 48}

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، قال : حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى ، عَنْ حُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، قال : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا , وَعَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ يَعْثُرَانِ فِيهِمَا ، فَنَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَطَعَ كَلَامَهُ , فَحَمَلَهُمَا ثُمَّ عَادَ إِلَى الْمِنْبَرِ ، ثُمَّ قَالَ : " صَدَقَ اللَّهُ إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ (سورة التغابن آية : 15), رَأَيْتُ هَذَيْنِ يَعْثُرَانِ فِي قَمِيصَيْهِمَا ، فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ كَلَامِي فَحَمَلْتُهُمَا " .
{رواه النسائي في سنن الصغرى برقم : 1396، واللفظ له. وابن ماجه 3590}.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdil Aziz, beliau berkata : Telah menceritakan kepada kami Al Fadlu bin Musa. Dari Husain bin Waqidin. Dari Abdillaah bin Buraidata. Dari bapaknya, beliau telah berkata :

Suatu saat Nabi -shollallohu alaihi wasallama- berkhutbah, lalu datanglah Hasan dan Husain radliyyallaahu 'anhuma yg memakai baju merah, keduanya berjalan tertatih-tatih dg baju tersebut, maka beliau pun turun (dari mimbarnya) dan memotong khutbahnya, lalu beliau menggendong keduanya dan kembali ke mimbar, lalu mengatakan: “Maha benar Alloh dalam firman-Nya: ‘Sungguh harta-harta dan anak-anak kalian itu adalah fitnah (cobaan)’, aku melihat kedua anak ini tertatih-tatih dengan bajunya, maka aku tidak sabar, hingga aku memotong khutbahku, lalu aku menggendong keduanya”.
{HR. Nasa'i Fi Sunan Al Shugro no. 1396. Dan Ibnu Majah no. 3590}

حَدَّثَنَا عَفَّانُ ، حَدَّثَنَا مُبَارَكُ بْنُ فَضَالَةَ ، عَنِ الْحَسَنِ ، أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرَةَ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي ، فَإِذَا سَجَدَ وَثَبَ الْحَسَنُ عَلَى ظَهْرِهِ وَعَلَى عُنُقِهِ ، فَيَرْفَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفْعًا رَفِيقًا لِئَلَّا يُصْرَعَ ، قَالَ : فَعَلَ ذَلِكَ غَيْرَ مَرَّةٍ ، فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، رَأَيْنَاكَ صَنَعْتَ بالْحَسَنِ شَيْئًا مَا رَأَيْنَاكَ صَنَعْتَهُ ! قَالَ : " إِنَّهُ رَيْحَانَتِي مِنَ الدُّنْيَا ، وَإِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ ، وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ " .
{رواه أحمد في الْعَشَرَةِ الْمُبَشَّرِينَ بِالْجَنَّةِ ...، برقم : 19611 و 20026، بإسناد جيد. وابن ديزيل في كتابه جزء الحافظ بن ديزيل، برقم : 15}.

Telah menceritakan kepada kami 'Affan. Telah menceritakan kepada kami Mubarok bin Fadlilah. Dari Al Hasan. Telah menceritakan kepadaku Abu Bakrah :
Abu Bakroh radliyyallaahu 'anhu :

Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- suatu ketika pernah sholat, jika beliau sujud, Hasan melompat ke atas punggung dan leher beliau, maka beliau pun mengangkatnya dengan lembut agar dia tidak tersungkur (jatuh)… Beliau melakukan hal itu tidak hanya sekali… Maka seusai beliau mengerjakan sholatnya, para sahabatnya bertanya: “Wahai Rosululloh, kami tidak pernah melihat engkau memperlakukan Hasan sebagaimana engkau memperlakukannya (hari ini)”… Beliau menjawab: “Dia adalah permata hatiku dari dunia, dan sungguh anakku ini adalah sayyid (seorang pemimpin), semoga dengannya Alloh tabaroka wa ta’ala mendamaikan dua kelompok kaum muslimin (yg bertikai)”.
{HR. Ahmad no. 19611 dan 20026, dengan Sanad Jayyid (bagus). Dan Ibnu Dizil no. 15, dalam Kitabnya Juz Al Hafidz Ibn Dizil}

Sabtu, 07 Desember 2013

CABANG IMAN PALING RENDAH DERAJATNYA


إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ من أذنا الايمان | Menyingkirkan Penghalang (Sampah Atau Benda Yang Dapat Mencelakakan) Dijalan Adalah Paling Rendahnya Iman

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Marwazi ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ali bin Husain ia berkata; telah menceritakan kepadaku Bapakku ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdulloh bin Buridah ia berkata, “Aku mendengar Abu Buraidah berkata, “Aku mendengar Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada diri manusia itu terdapat tiga ratus enam puluh persendian, maka hendaklah ia memberi sedekah untuk setiap persendiannya tersebut.” Para sahabat berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapa yang akan mampu melakukannya!” beliau bersabda: “Mengubur ludah dalam masjid atau sesuatu yang engkau buang dari jalan (adalah sedekah), jika tidak mendapatinya maka dua rakaat dhuha sudah cukup bagimu.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ ح و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبَّادٍ وَهَذَا لَفْظُهُ وَهُوَ أَتَمُّ عَنْ وَاصِلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ ابْنِ آدَمَ صَدَقَةٌ تَسْلِيمُهُ عَلَى مَنْ لَقِيَ صَدَقَةٌ وَأَمْرُهُ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيُهُ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُهُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ وَبُضْعَتُهُ أَهْلَهُ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِي شَهْوَةً وَتَكُونُ لَهُ صَدَقَةٌ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ وَضَعَهَا فِي غَيْرِ حَقِّهَا أَكَانَ يَأْثَمُ قَالَ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ كُلِّهِ رَكْعَتَانِ مِنْ الضُّحَى قَالَ أَبُو دَاوُد لَمْ يَذْكُرْ حَمَّادٌ الْأَمْرَ وَالنَّهْيَ
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ عَنْ وَاصِلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدِّيلِىِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ بِهَذَا الْحَدِيثِ وَذَكَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسْطِهِ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid. (Dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’ dari Abbad bin Abbad -ini adalah lafadz darinya, dan ini lebih lengkap- dari Washil dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar dari Abu Dzar dari Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap hari setiap persendian anak Adam harus disedekahi, salam yang diberikan kepada orang yang dijumpainya adalah sedekah, setiap perintahnya kepada kebaikan adalah sedekah, setiap larangannya dari yang munkar adalah sedekah, membuang hal yang mengganggu jalan adalah sedekah, dan persetubuhannya dengan isteri adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasululloh, mendatangi isteri dengan syahwat juga dihitung sebagai sedekah!” beliau menjawab: “Apa pendapatmu jika itu ia lakukan kepada yang bukan haknya, apakah ia berdosa?” Beliau lalu bersabda lagi: “Dan itu semua bisa diganti dengan dua rakaat dhuha.” Abu Dawud berkata, “Hammad tidak menyebutkan memerintahkan dan melarang (amar ma’ruf).” Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah berkata, telah mengabarkan kepada kami Khalid dari Washil dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar dari Abul Aswad Ad Dili dari Abu Dzar dengan hadits yang sama. Dan ia menyebutkan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam pada bagian tengahnya (hadits).

حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ نَزَعَ رَجُلٌ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ غُصْنَ شَوْكٍ عَنْ الطَّرِيقِ إِمَّا كَانَ فِي شَجَرَةٍ فَقَطَعَهُ وَأَلْقَاهُ وَإِمَّا كَانَ مَوْضُوعًا فَأَمَاطَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ بِهَا فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ

Telah menceritakan kepada kami Isa bin Hammad berkata, telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari Muhammad bin Ajlan dari Zaid bin Aslam dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seorang laki-laki lelaki yang mengambil dahan yang berduri di jalan -meskipun ia belum pernah beramal shalih sekaligus-, baik dahan tersebut berada di atas pohon lalu ia memotong dan membuangnya, atau dahan berduri tersebut ada di jalan lalu ia menyingkirkannya. Sehingga Alloh berterima kasih kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga.

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً, فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ, وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ)).
{رواه الترميدي}

Dari Abi Hurairata radliyyallaahu 'anhu, beliau berkata : Rasulullaah shalallaahu 'alaihi wasallama telah bersabda :
Iman itu ada tujuh puluh sekian 1 cabang. Cabang yg paling utama adl ucapan ‘tak ada sesembahan yg haq kecuali Allah’ yg paling rendah menghilangkan gangguan dari jalan dan malu itu salah satu cabang keimanan.”
{HR. Tirmidzi}

عن أَبي بَرْزَةَ الأسلمي قَالَ : قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَنْتَفِعُ بِهِ قَالَ : ( اعْزِلْ الْأَذَى عَنْ طَرِيقِ الْمُسْلِمِينَ ) .
{رواه مسلم}

Dari Abi Barzah Al Aslamiy radliyyallaahu 'anhu, beliau berkata :

Aku bertanya Ya Nabiyyallaah ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengan sesuatu itu aku bisa mengambil manfaatnya? Rasulullaah shalallaahu 'alaihi wasallama bersabda : Ambilah sampah (atau sesuatu yang bisa membahayakan) dari jalan orang-orang islam.
{HR. Muslim}

HADITS TONGKRONG DI JALAN JALAN


حديث الْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ HADITS TONGKRONG DIJALAN JALAN 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ r قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ .
{البخاري - (ج 8 / ص 351)}

Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ))، فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا، قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا))، قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ، قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ)).

“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi) jalanan,” mereka (para sahabat) berkata,”Sesungguhnya kami perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang.” Beliau berkata,”Jika kalian tidak bisa melainkan harus duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut,” mereka bertanya,”Apa hak jalan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Menundukkan (membatasi) pandangan, tidak mengganggu (menyakiti orang), menjawab salam, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar”.

TAKHRIJ PENGELUARAN HADITS

Muttafaun ‘alaihi. Hadits ini diriwayatkan oleh al Bukhari dalam Shahih-nya (di kitab Fathul Bari) di kitab al Mazhalim wal Ghashab, hadits no. 2465 dan di kitab al Isti’dzan, hadits no. 6229; Muslim dalam Shahih-nya (dengan syarah an Nawawi) di kitab al Libaas waz Ziinah, hadits no. 2121 dan di kitab as Salam, hadits no. 2161.

BIOGRAFI PERAWI HADITS

Abu Sa’id Al Khudri Radhiyalllahu 'anhu. Beliau bernama Sa’ad bin Malik bin Sinan bin ‘Ubaid dari Bani Khudrah -al Abjar- bin ‘Auf al Khazraji al Anshari, lebih dikenal dengan sebutan Abu Sa’id al Khudri. Dilahirkan di kota Madinah. Beliau dan ayahnya termasuk sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia.

Pada saat terjadi peperangan Uhud, beliau masih kecil, sehingga tidak dapat ikut serta dalam peperangan, namun ayahnya, Malik bin Sinan mengikutinya dan mati syahid dalam peperangan tersebut.

Setelah perang Uhud, beliau ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam 12 peperangan dimulai dari perang Khandak. Beliau salah satu ulama dan fuqaha para sahabat, banyak mendengar dan meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari beberapa sahabat lain.

Beliau wafat di Madinah pada tahun 74 H, atau ada pula yang menyebutkan beliau wafat 10 tahun sebelumnya, yaitu antara tahun 63-65H. Wallahu a’lam.
{Lihat Kitab al Ishabah : 3/66. Al Bidayah wan Nihayah : 9/4. Dan Al Taqrib, hlm. 232 urutan no. 2253).

MAKNA TEKS HADITS SECARA RINGKAS

Suatu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan melewati beberapa orang sahabat yang sedang duduk-duduk di pekarangan rumah salah seorang dari mereka. Di antara mereka adalah Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu, lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menegur mereka agar tidak melakukan hal itu. Namun para sahabat menyampaikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa mereka perlu duduk-duduk untuk memperbincangkan suatu urusan. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada mereka, bahwa jika memang hal itu diperlukan dan tidak bisa ditinggalkan, maka mereka wajib memenuhi hak-hak orang lain yang melewati mereka, di antaranya yang disebutkan dalam hadits ini ada empat macam hak. Yaitu, (pertama), menundukkan (membatasi) pandangan (dari melihat para wanita yang bukan mahramnya yang melewatinya atau hal-hal yang diharamkan); (kedua), tidak mengganggu (menyakiti) orang dengan ucapan maupun perbuatan; (ketiga), menjawab salam; (keempat), memerintahkan (manusia) kepada kebaikan dan mencegah (mereka) dari perbuatan mungkar.

SANAD KEDUDUKAN HADITS
Al Imam an Nawawi Al Syafi'i berkata :

Hadits ini banyak mengandung pelajaran yang penting dan termasuk di antara sederetan hadits-hadits jami’ (yang ringkas tetapi penuh makna), lagi jelas hukum-hukumnya.”
[Lihat Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi : 14/86].

MAKNA PENJELASAN DAN FAIDAH-FAIDAH HADITS
• Kata-kata (إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ...) metode seperti ini, biasanya digunakan untuk memberi peringatan sebagai perintah agar menjauhi sesuatu yang buruk dan maknanya sama dengan melarangnya. Jadi maknanya adalah “jauhilah oleh kalian hal tersebut” atau “janganlah kalian melakukan hal itu”. Seperti dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ((إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ)) yang artinya [1], “jauhilah perkataan dusta” atau “janganlah kalian berdusta”.

Tapi apakah suatu perintah itu harus berarti wajib, atau apakah suatu larangan harus berarti haram? Kita akan simak jawabannya pada penjelasan berikutnya dalam tulisan ini.

• Kata (الطُّرُقَات) adalah bentuk jamak dari (الطُّرُق), sedangkan (الطُّرُق) adalah bentuk jamak dari (الطَّرِيق) yang artinya adalah jalan.

Al Imam al Bukhari menyebutkannya dalam judul bab untuk hadits ini di kitab al Mazhalim dengan ungkapan (الصُّعُدَات) guna menunjukkan kesamaan makna antara keduanya. Hal itu dikuatkan oleh hadits Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu dalam Shahih Muslim, hadits no. 2161 ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengungkapkan dengan kata (الصُّعُدَات) dan Imam Muslim menyebutkannya dalam judul bab untuk hadits ini di kitab as Salam dengan kata (الطَّرِيقِ).

Kemudian Imam al Bukhari -dalam judul bab yang sama di kitab al Mazhalim- menyebutkan kata (أَفْنِيَة الدُّورِ), yang artinya adalah pekarangan (halaman rumah), guna menunjukkan kesamaan hukumnya dengan jalanan (selama pekarangan atau halaman rumah tersebut terbuka dan biasa dilewati oleh orang banyak).

Dan itu didukung dengan hadits Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu dalam riwayat Muslim, ketika Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu berkata:

((كُنَّا قُعُودًا بِالأَفْنِيَةِ، فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ فَقَالَ: مَالَكُمْ وَلِمَجَالِسِ الصُّعُدَاتِ))

“Ketika kami sedang duduk-duduk di halaman (pekarangan rumah), lalu datanglah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata,’Kenapa kalian duduk-duduk di (tepi) jalanan?’.”

Sa’id bin Manshur menambahkan –dengan menukil- dari Mursal Yahya bin Ya’mur ungkapan berikut:

((فَإِنَّهَا سَبِيلٌ مِنْ سُبُلِ الشَّيْطَانِ أَوِ النَّارِ))

Sesungguhnya (tepi) jalanan itu adalah salah satu dari jalan-jalan setan atau neraka.
[Lihat Fathul Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : 11/12-13].

Itulah alasan kenapa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka duduk-duduk di tepi jalanan atau semisalnya.

Termasuk pula warung-warung dan balkon-balkon yang tinggi yang berada di atas orang-orang yang lewat.
[Lihat Fathul Bari Syarhu Shahihu Al Bukhariy : 5/135].

• Perkataan para sahabat “sesungguhnya kami perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang”.
Dalam riwayat Muslim (hadits no. 2161) dari hadits Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu terdapat tambahan kata-kata “dan untuk saling mengingatkan (menasihati)”. Dan dari riwayat ini pula diketahui, bahwa yang mengucapkan perkataan tersebut adalah Abu Thalhah Radhiyallahu 'anhu.
[Lihat Fathul Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : 5/135].

Al Imam Al Qadhi ‘Iyadh Al Malikiy berkata :

Dalam perkataan sahabat tersebut terdapat dalil yang menunjukkan, bahwa perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka itu tidak untuk kewajiban, melainkan bersifat anjuran dan keutamaan. Karena, kalau mereka memahaminya sebagai kewajiban, tentu mereka tidak akan merajuk kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti itu. Dan hal ini dijadikan dalil oleh mereka yang berpendapat bahwa perintah-perintah itu tidak mengandung kewajiban.”

Ibnu Hajar rahimahullah berkomentar: “Namun, ada kemungkinan bahwa mereka mengharapkan adanya nasakh (penghapusan hukum kewajiban tersebut) untuk meringankan apa yang mereka adukan perihal keperluan mereka melakukan hal itu, dan hal ini didukung oleh apa yang tersebut dalam Mursal Yahya bin Ya’mur, di sana terdapat kata-kata ‘maka mereka mengira bahwa hal itu merupakan keharusan (kewajiban)’.”
[Lihat Kitab Fathul Bari Syarhu Shahihu Al Bukhariy : 11/13].

• Perkataan “jika kalian tidak bisa melainkan harus duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut”.
Ibnu Hajar berkata,”Dari alur pembicaraan ini jelaslah, bahwa larangan (duduk-duduk di tepi jalanan atau semisalnya, Pen.) dalam hadits ini adalah untuk tanzih (yang bermakna makruh bukan haram), agar tidak mengendurkan orang yang duduk-duduk untuk memenuhi hak (jalan) yang wajib ia penuhi”.
[Lihat Fathul Bari Syarhu Shahihu Al Bukhariy : 5/135].

Imam an Nawawi rahimahullah berkata, “… dan maksudnya adalah bahwa duduk-duduk di tepi jalanan itu dimakruhkan”.
[Lihat Kitab Syarh Shahih Muslim : 14/120].

• Perkataan “(hak jalan adalah) ghadhdhul bashar (menundukkan pandangan), kafful adza (tidak mengganggu atau menyakiti orang), menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran”.

Ibnu Hajar Al Asqalaniy rahimahullah berkata :

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan ghadhdhul bashar (menundukkan pandangan) untuk mengisyaratkan keselamatan dari fitnah karena lewatnya para wanita (yang bukan mahram) maupun yang lainnya. Menyebutkan kafful adza (tidak mengganggu atau menyakiti orang) untuk mengisyaratkan keselamatan dari perbuatan menghina, menggunjing orang lain ataupun yang serupa. Menyebutkan perihal ‘menjawab salam’ untuk mengisyaratkan keharusan memuliakan atau mengormati orang yang melewatinya. Menyebutkan perihal ‘memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran’ untuk mengisyaratkan keharusan mengamalkan apa yang disyari’atkan dan meninggalkan apa yang tidak disyari’atkan.”

Beliau melanjutkan,”Dalam hal ini terdapat dalil bagi yang berpendapat bahwa saddudz dzara-i (menutup jalan menuju keburukan) merupakan bentuk keutamaan saja bukan suatu kewajiban, karena (dalam hadits ini), pertama kali yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam larang adalah duduk-duduk (di tempat tersebut) guna memberhentikan mereka dari hal itu. Lalu ketika para sahabat mengatakan “kami perlu duduk-duduk”, barulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tujuan pokok dari larangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga diketahuilah, bahwa larangan yang pertama kali itu adalah untuk mengarahkan kepada yang lebih baik. Dari sini pula diambil kaidah, bahwa ‘mencegah keburukan lebih diutamakan daripada mendatangkan kebaikan’.”
[Lihat kitab Fathul Bari Syarhu Shahihu Al Bukhariy : 5/135].

Imam an Nawawi rahimahullah berkata,”Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengisyaratkan tentang alasan larangan beliau, bahwa hal itu dapat menjerumuskan kepada fitnah dan dosa ketika ada para wanita (yang bukan mahramnya) atau selainnya yang melintasi mereka, dan bisa berlanjut hingga memandang ke arah wanita-wanita tersebut (secara bebas), atau membayangkannya, berprasangka buruk terhadap wanita-wanita tersebut, atau terhadap setiap orang yang lewat. Dan di antara bentuk mengganggu atau menyakiti manusia adalah menghina (mengejek) orang yang lewat, berbuat ghibah (menggunjingya) atau yang lainnya, atau terkadang tidak menjawab salam mereka, tidak melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, serta alasan-alasan lainnya yang bila dia berada di rumah dapat selamat dari hal-hal seperti itu. Termasuk menyakiti (orang lain) pula bila mempersempit jalan orang-orang yang ingin lewat, atau menghalangi para wanita, atau yang lainnya yang ingin keluar menyelesaikan kebutuhan mereka dikarenakan ada orang-orang yang duduk di tepi jalanan…”
[Lihat Syarah Shahih Muslim, 14/120].

• Tentang “menundukkan (menahan pandangan)”, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغُضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ .....

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Dan katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya …”
[an Nur : 30-31].
 

MENGHADIRI UNDANGAN


من أخلاق رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم | Termasuk Akhlaq Rasulillah Shalallaahu 'Alaihi Wa Sallama

Berkenan menghadiri undangan dari siapapun, walaupun harus pergi ketempat yang jauh dan terjal medannya, dan diprediksikan hanya dijamu dengan jamuan ala kadarnya.

عَنِ الأَعْمَشِ , عَنْ أَبِي حَازِمٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ أَوْ ذِرَاعٍ لأَجَبْتُ , وَلَوْ أُهْدَى إِلَيَّ كُرَاعٌ أَوْ ذِرَاعٌ لَقَبِلْتُ " .
{رواه احمد برقم : 7558، 9281، 9999، 10034، 10139، 10367. والبخاري برقم : 2393. ومسلم برقم : 2592. وأبو داود برقم : 2107. والنسائي في الكبرى برقم : 3182، 6373، 6375. وابن حبان برقم : 5405، 5420. والبيهقي برقم : 1010، 3817. والطبراني في الأوسط برقم : 4079. والبغوي في شرح السنة برقم : 1606. وابن أبي شيبة برقم : 21393. وأبو يعلى برقم : 5988. وأبو نعيم برقم : 3090. واسحاق بن راهوية برقم : 170}

Dari Al A'masyi, dari Abi Hazimin, dari Abi Hurairah radliyyallaahu 'anhu (semoga Allah memberikan keridhaannya), beliau berkata : Sesungguhnya Rasulullah shalallaahu 'alaihi wasallama telah bersabda :

Seandainya aku diundang pada Walimah yang disediakan sebelah kaki kambing (dalam satu riwayat : الكراع maknanya tempat yang terjal sulit dijangkau), niscaya aku akan datang. Seandainya aku diberikan hadiah sebelah kaki kambing, maka aku akan menerimanya."
{HR. Ahmad no. 7558، 9281، 9999، 10034، 10139. Teks hadits riwayat Bukhariy no. 2380, 2393. Muslim no. 2592. Abu Dawud no. 2107. Nasa'i Fi Al Kubra no. 3182, 6373, 6375. Ibnu Hibban no. 5405, 5420. Baihaqiy no. 1010, 3817. Thabaraniy Fi Al Ausath no. 4079. Baghawiy Fi Syarhu Al Sunnah no. 1606. Ibnu Syaibah no. 21393. Abu Ya'la no. 5988. Abu Nu'aim no. 3090. Dan Ishaq bin Rahuyah no. 170}

وأَخْبَرَنَا الْحَكَمُ بْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُعَاذٍ الْأَشْهَلِيِّ عَنْ جَدَّتِهِ يُقَالُ لَهَا حَوَّاءُ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ يَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ إِحْدَاكُنَّ لِجَارَتِهَا وَلَوْ كُرَاعُ شَاةٍ مُحَرَّقٌ.

Telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Al Mubarak,
Telah menceritakan kepada kami Malik, dari Yazid bin Aslam, dari ‘Amru bin Muadz Al Asyhali, dari neneknya beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku :

Wahai para wanita yang beriman janganlah salah seorang wanita dari kalian meremehkan (pemberian) tetangganya walaupun hanya berupa betis kambing yang dibakar.”
(Shahih karena dikuatkan oleh hadits sesudahnya)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ هُوَ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

Telah menceritakan kepada kami Abdullaah bin Yusufa,
Telah menceritakan kepada kami Al Laitsu,
Telah menceritakan kepada kami Sa'iidun dia adalah Al Maqburiyyu, dari bapaknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata : “Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

Wahai para wanita muslimah! Wahai para wanita muslimah! Janganlah salah seorang di antara kalian meremehkan tetangganya meskipun [pemberiannya] hanya berupa kaki domba.”
(Shahih) Lihat: [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 30-Bab Takhunu Jaaroh Lijarotiha. Muslim: 12-Kitab Az Zakah, hal. 90]

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ.
{رواه البخاري برقم : 5672}

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'iidin,
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Ahfash, dari Abi Hashinin, dari Abi Shaalih, dari Abi Hurairata radliyyallaahu 'anhu, beliau berkata :

Barang siapa beirman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamumu. Barang siapa beirman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik, atau diamlah.
{HR. Bukhariy no. 5672} 

PALING DIMINATI

Kategori

SHALAT (8) HADITS (5) WANITA (5) ADAB DAN HADITS (3) FIQIH HADIST (3) WASHIYYAT DAN FAWAID (3) 5 PERKARA SEBELUM 5 PERKARA (2) AQIDAH DAN HADITS (2) CINTA (2) PERAWATAN JENAZAH BAG VII (2) SIRAH DAN HADITS (2) TAUSHIYYAH DAN FAIDAH (2) TAWAJUHAT NURUL HARAMAIN (2) (BERBHAKTI (1) 11 BAYI YANG BISA BICARA (1) 12 BINATANG YANG MASUK SURGA (1) 25 NAMA ARAB (1) 7 KILOGRAM UNTUK RAME RAME (1) ADAB DAN AKHLAQ BAGI GURU DAN MURID (1) ADAB DAN HADITS (SURGA DIBAWAH TELAPAK KAKI BAPAK DAN IBU) (1) ADAT JAWA SISA ORANG ISLAM ADALAH OBAT (1) AIR KENCING DAN MUNTAHAN ANAK KECIL ANTARA NAJIS DAN TIDAKNYA ANTARA CUKUP DIPERCIKKI AIR ATAU DICUCI (1) AJARAN SUFI SUNNI (1) AKIBAT SU'UDZON PADA GURU (1) AL QUR'AN (1) AMALAN KHUSUS JUMAT TERAKHIR BULAN ROJAB DAN HUKUM BERBICARA DZIKIR SAAT KHUTBAH (1) AMALAN NISFHU SYA'BAN HISTORY (1) AMALAN SUNNAH DAN FADHILAH AMAL DIBULAN MUHARRAM (1) AMALAN TANPA BIAYA DAN VISA SETARA HAJI DAN UMRAH (1) APAKAH HALAL DAN SAH HEWAN YANG DISEMBELIH ULANG? (1) AQIDAH (1) ASAL MULA KAUM KHAWARIJ (MUNAFIQ) DAN CIRI CIRINYA (1) ASAL USUL KALAM YANG DISANGKA HADITS NABI (1) AYAT PAMUNGKAS (1) BELAJAR DAKWAH YANG BIJAK MELALUI BINATANG (1) BERITA HOAX SEJARAH DAN AKIBATNYA (1) BERSENGGAMA ITU SEHAT (1) BERSIKAP LEMAH LEMBUT KEPADA SIAPA SAJA KETIKA BERDAKWAH (1) BIRRUL WALIDAIN PAHALA DAN MANFAATNYA (1) BOLEH SHALAT SUNNAH SETELAH WITIR (1) BOLEHNYA MENDEKTE IMAM DAN MEMBAWA MUSHAF DALAM SHALAT (1) BOLEHNYA MENGGABUNG DUA SURAT SEKALIGUS (1) BOLEHNYA PATUNGAN DAN MEWAKILKAN PENYEMBELIHAN KEPADA KAFIR DZIMMI ATAU KAFIR KITABI (1) BULAN ROJAB DAN KEUTAMAANNYA (1) DAGING KURBAN AQIQAH UNTUK KAFIR NON MUSLIM (1) DAN FAKHR (1) DAN YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA) (1) DARIMANA SEHARUSNYA UPAH JAGAL DAN BOLEHKAH MENJUAL DAGING KURBAN (1) DASAR PERAYAAN MAULID NABI (1) DEFINISI TINGKATAN DAN PERAWATAN SYUHADA' (1) DO'A MUSTAJAB (1) DO'A TIDAK MUSTAJAB (1) DOA ASMAUL HUSNA PAHALA DAN FAIDAHNYA (1) DOA DIDALAM SHALAT DAN SHALAT DENGAN SELAIN BAHASA ARAB (1) DOA ORANG MUSLIM DAN KAFIR YANG DIDZALIMI MUSTAJAB (1) DOA SHALAT DLUHA MA'TSUR (1) DONGO JOWO MUSTAJAB (1) DURHAKA (1) FADHILAH RAMADHAN DAN DOA LAILATUL QADAR (1) FAIDAH MINUM SUSU DIAWWAL TAHUN BARU HIJRIYYAH (1) FENOMENA QURBAN/AQIQAH SUSULAN BAGI ORANG LAIN DAN ORANG MATI (1) FIKIH SHALAT DENGAN PENGHALANG (1) FIQIH MADZAHIB (1) FIQIH MADZAHIB HUKUM MEMAKAN SERANGGA (1) FIQIH MADZAHIB HUKUM MEMAKAN TERNAK YANG DIBERI MAKAN NAJIS (1) FIQIH QURBAN SUNNI (1) FUNGSI ZAKAT FITRAH DAN CARA IJAB QABULNYA (1) GAYA BERDZIKIRNYA KAUM CERDAS KAUM SUPER ELIT PAPAN ATAS (1) HADITS DAN ATSAR BANYAK BICARA (1) HADITS DLO'IF LEBIH UTAMA DIBANDINGKAN DENGAN PENDAPAT ULAMA DAN QIYAS (1) HALAL BI HALAL (1) HUKUM BERBUKA PUASA SUNNAH KETIKA MENGHADIRI UNDANGAN MAKAN (1) HUKUM BERKURBAN DENGAN HEWAN YANG CACAT (1) HUKUM BERSENGGAMA DIMALAM HARI RAYA (1) HUKUM DAN HIKMAH MENGACUNGKAN JARI TELUNJUK KETIKA TASYAHUD (1) HUKUM FAQIR MISKIN BERSEDEKAH (1) HUKUM MEMASAK DAN MENELAN IKAN HIDUP HIDUP (1) HUKUM MEMELIHARA MENJUALBELIKAN DAN MEMBUNUH ANJING (1) HUKUM MEMUKUL DAN MEMBAYAR ONGKOS UNTUK PENDIDIKAN ANAK (1) HUKUM MENCIUM MENGHIAS DAN MENGHARUMKAN MUSHAF AL QUR'AN (1) HUKUM MENGGABUNG NIAT QODLO' ROMADLAN DENGAN NIAT PUASA SUNNAH (1) HUKUM MENINGGALKAN PUASA RAMADLAN MENURUT 4 MADZHAB (1) HUKUM MENYINGKAT SHALAWAT (1) HUKUM PUASA SYA'BAN (NISHFU SYA'BAN (1) HUKUM PUASA SYAWWAL DAN HAL HAL YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA (1) HUKUM PUASA TARWIYYAH DAN 'ARAFAH BESERTA KEUTAMAAN - KEUTAMAANNYA (1) HUKUM SHALAT IED DIMASJID DAN DIMUSHALLA (1) HUKUM SHALAT JUM'AT BERTEPATAN DENGAN SHALAT IED (1) IBADAH JIMA' (BERSETUBUH) DAN MANFAAT MANFATNYA (1) IBADAH TERTINGGI PARA PERINDU ALLAH (1) IBRANI (1) IMAM YANG CERDAS YANG FAHAM MEMAHAMI POSISINYA (1) INDONESIA (1) INGAT SETELAH SALAM MENINGGALKAN 1 ATAU 2 RAKAAT APA YANG HARUS DILAKUKAN? (1) ISLAM (1) JANGAN GAMPANG MELAKNAT (1) JUMAT DIGANDAKAN 70 KALI BERKAH (1) KAIFA TUSHLLI (XX) - (1) KAIFA TUSHOLLI (III) - MENEPUK MENARIK MENGGESER DALAM SHALAT SETELAH TAKBIRATUL IHRAM (1) KAIFA TUSHOLLI (XV) - SOLUSI KETIKA LUPA DALAM SHALAT JAMAAH FARDU JUM'AH SENDIRIAN MASBUQ KETINGGALAN (1) KAIFA TUSHOLLI (I) - SAHKAH TAKBIRATUL IHROM DENGAN JEDA ANTARA KIMAH ALLAH DAN AKBAR (1) KAIFA TUSHOLLI (II) - MENEMUKAN SATU RAKAAT ATAU KURANG TERHITUNG MENEMUKAN SHALAT ADA' DAN SHALAT JUM'AT (1) KAIFA TUSHOLLI (IV) - SOLUSI KETIKA LUPA MELAKUKAN SUNNAH AB'ADH DAN SAHWI BAGI IMAM MA'MUM MUNFARID DAN MA'MUM MASBUQ (1) KAIFA TUSHOLLI (IX) - BASMALAH TERMASUK FATIHAH SHALAT TIDAK SAH TANPA MEMBACANYA (1) KAIFA TUSHOLLI (V) - (1) KAIFA TUSHOLLI (VI) - TAKBIR DALAM SHALAT (1) KAIFA TUSHOLLI (VII) - MENARUH TANGAN BERSEDEKAP MELEPASKANNYA ATAU BERKACAK PINGGANG SETELAH TAKBIR (1) KAIFA TUSHOLLI (VIII) - BACAAN FATIHAH DALAM SHOLAT (1) KAIFA TUSHOLLI (XI) - LOGAT BACAAN AMIN SELESAI FATIHAH (1) KAIFA TUSHOLLI (XII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XIV) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XIX) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XVI) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XVII) - BACAAN TASBIH BAGI IMAM MA'MUM DAN MUNFARID KETIKA RUKU' (1) KAIFA TUSHOLLI (XVIII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XX1V) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXI) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXIII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXIX) - BACAAN SALAM SETELAH TASYAHUD MENURUT PENDAPAT ULAMA' MADZHAB MENGUSAP DAHI ATAU WAJAH DAN BERSALAM SALAMAN SETELAH SHALAT DIANTARA PRO DAN KONTRA (1) KAIFA TUSHOLLI (XXV) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXVI) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXVII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXVIII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXX) - (1) KAIFA TUSHOLLI (XXXI) - DZIKIR JAHRI (KERAS) MENURUT ULAMA' MADZHAB (1) KAIFA TUSHOLLI (XXXII) - (1) KAIFA TUSHOLLI (x) - (1) KEBERSIHAN DERAJAT TINGGI DALAM SHALAT (1) KEMATIAN ULAMA' DAN AKIBATNYA (1) KEPADA ORANGTUA (1) KESUNNAHAN TAHNIK/NYETAKKI ANAK KECIL (1) KEUTAMAAN ILMU DAN ADAB (1) KEWAJIBAN SABAR DAN SYUKUR BERSAMAAN (1) KHUTBAH JUM'AT DAN YANG BERHUBUNGAN (1) KIFARAT SUAMI YANG MENYERUBUHI ISTRI DISIANG BULAN RAMADHAN (1) KISAH INSPIRATIF AHLU BAIT (SAYYIDINA IBNU ABBAS) DAN ULAMA' BESAR (SAYYIDINA ZAID BIN TSABIT) (1) KISAH PEMABUK PINTAR YANG MEMBUAT SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANIY MENANGIS (1) KRETERIA UCAPAN SUNNAH MENJAWAB KIRIMAN SALAM (1) KULLUHU MIN SYA'BAN (1) KURBAN DAN AQIQAH UNTUK MAYYIT (1) LARANGAN MENYINGKAT SHALAWAT NABI (1) LEBIH UTAMA MANA GURU DAN ORANGTUA (1) MA'MUM BOLEH MEMBENARKAN BACAAN IMAM DAN WAJIB MEMBENARKAN BACAAN FATIHAHNYA (1) MA'MUM MEMBACA FATIHAH APA HUKUMNYA DAN KAPAN WAKTUNYA? (1) MACAM DIALEK AAMIIN SETELAH FATIHAH (1) MACAM MACAM NIAT ZAKAT FITRAH (1) MAKAN MINUM MEMBUNUH BINATANG BERBISA MEMAKAI PAKAIAN BERGAMBAR DAN MENJAWAB PANGGILAN ORANGTUA DALAM SHALAT (1) MALAIKAT SETAN JIN DAPAT DILIHAT SETELAH MENJELMA SELAIN ASLINYA (1) MELAFADZKAN NIAT NAWAITU ASHUMU NAWAITU USHALLI (1) MELEPAS TALI POCONG DAN MENEMPELKAN PIPI KANAN MAYYIT KETANAH (1) MEMBAYAR FIDYAH BAGI ORANG ORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA (1) MEMPERBANYAK DZIKIR SAMPAI DIKATAKAN GILA/PAMER (1) MENDIRIKAN SHALAT JUM'AT DALAM SATU DESA KARENA KAWATIR TERSULUT FITNAH DAN PERMUSUHAN (1) MENGAMBIL UPAH DALAM IBADAH (1) MENGHADIAHKAN MITSIL PAHALA AMAL SHALIH KEPADA NABI ﷺ (1) MENGIRIM MITSIL PAHALA KEPADA YANG MASIH HIDUP (1) MERAWAT JENAZAH MENURUT QUR'AN HADITS MADZAHIB DAN ADAT JAWS (1) MUHASABATUN NAFSI INTEROPEKSI DIRI (1) MUTIARA HIKMAH DAN FAIDAH (1) Manfaat Ucapan Al Hamdulillah (1) NABI DAN RASUL (1) NIAT PUASA SEKALI UNTUK SEBULAN (1) NISHFU AKHIR SYA'BAN (1) ORANG GILA HUKUMNYA MASUK SURGA (1) ORANG SHALIHPUN IKUT TERKENA KESULITAN HUJAN DAN GEMPA BUMI (1) PAHALA KHOTMIL QUR'AN (1) PENIS DAN PAYUDARA BERGERAK GERAK KETIKA SHALAT (1) PENYELEWENGAN AL QUR'AN (1) PERAWATAN JENAZAH BAG I & II & III (1) PERAWATAN JENAZAH BAG IV (1) PERAWATAN JENAZAH BAG V (1) PERAWATAN JENAZAH BAG VI (1) PREDIKSI LAILATUL QADAR (1) PUASA SUNNAH 6 HARI BULAN SYAWAL DISELAIN BULAN SYAWWAL (1) PUASA SYAWWAL DAN PUASA QADLO' (1) QISHOH ISLAMI (1) RAHASIA BAPAK PARA NABI DAN PILIHAN PARA NABI DALAM TASYAHUD SHALAT (1) RAHASIA HURUF DHOD PADA LAMBANG NU (1) RESEP MENJADI WALI (1) SAHABAT QULHU RADLIYYALLAHU 'ANHUM (1) SANAD SILSILAH ASWAJA (1) SANG GURU ASLI (1) SEDEKAH SHALAT (1) SEDEKAH TAK SENGAJA (1) SEJARAH TAHNI'AH (UCAPAN SELAMAT) IED (1) SERBA SERBI PENGGUNAAN INVENTARIS MASJID (1) SETIAP ABAD PEMBAHARU ISLAM MUNCUL (1) SHADAQAH SHALAT (1) SHALAT DAN FAIDAHNYA (1) SHALAT IED DIRUMAH KARENA SAKIT ATAU WABAH (1) SHALAT JUM'AT DISELAIN MASJID (1) SILSILAH SYAIKH JUMADIL KUBRA TURGO JOGJA (1) SIRAH BABI DAN ANJING (1) SIRAH DAN FAIDAH (1) SIRAH DZIKIR BA'DA MAKTUBAH (1) SIRAH NABAWIYYAH (1) SIRAH NIKAH MUT'AH DAN NIKAH MISYWAR (1) SIRAH PERPINDAHAN QIBLAT (1) SIRAH THAHARAH (1) SIRAH TOPI TAHUN BARU MASEHI (1) SUHBAH HAQIQAH (1) SUM'AH (1) SUNNAH MENCERITAKAN NIKMAT YANG DIDAPAT KEPADA YANG DIPERCAYA TANPA UNSUR RIYA' (1) SURGA IMBALAN YANG SAMA BAGI PENGEMBAN ILMU PENOLONG ILMU DAN PENYEBAR ILMU HALAL (1) SUSUNAN MURAQIY/BILAL SHALAT TARAWIH WITIR DAN DOA KAMILIN (1) SYAIR/DO'A BAGI GURU MUROBBI (1) SYAIR/DO'A SETELAH BERKUMPUL DALAM KEBAIKKAN (1) SYARI'AT DARI BID'AH (1) TA'JIL UNIK LANGSUNG BERSETUBUH TANPA MAKAN MINUM DAHULU (1) TAAT PADA IMAM ATAU PEMERINTAH (1) TAKBIR IED MENURUT RASULULLAH DAN ULAMA' SUNNI (1) TALI ALLAH BERSATU DAN TAAT (1) TATACARA SHALAT ORANG BUTA ATAU BISU DAN HUKUM BERMAKMUM KEPADA KEDUANYA (1) TEMPAT SHALAT IED YANG PALING UTAMA AKIBAT PANDEMI (WABAH) CORONA (1) TIDAK BOLEH KURBAN DENGAN KUDA NAMUN HALAL DIMAKAN (1) TREND SHALAT MEMAKAI SARUNG TANGAN DAN KAOS KAKI DAN HUKUMNYA (1) T̳I̳P̳ ̳C̳E̳P̳E̳T̳ ̳J̳A̳D̳I̳ ̳W̳A̳L̳I̳ ̳A̳L̳L̳O̳H̳ (1) UCAPAN HARI RAYA MENURUT SUNNAH (1) UCAPAN NATAL ANTARA YANG PRO DAN KONTRA (1) ULANG TAHUN RASULILLAH (1) URUTAN SILSILAH KETURUNAN ORANG JAWA (1) Ulama' Syafi'iyyah Menurut Lintas Abadnya (1) WAJIB BERMADZHAB UNTUK MENGETAHUI MATHLA' TEMPAT MUNCULNYA HILAL (1) YAUMU SYAK) (1) ZAKAT DIBERIKAN SEBAGAI SEMACAM MODAL USAHA (1) ZAKAT FITRAH 2 (1) ZAKAT FITRAH BISA UNTUK SEMUA KEBAIKKAN DENGAN BERBAGAI ALASAN (1)
Back To Top