*📚✒مُخْتٙصٙرُ الرِّسٙالٙةِ فِيْ تٙجْهِيْهِ الْجٙنٙازٙةِ عِنْدٙ الْقُرْأٓنِ وٙالسُّنّٙةِ وٙالْمٙذٙاهِبِ وٙعٙادٙةِ الْجٙاوٙةِ | Ŕì§äĹäĤ §ìñĞĶäŤ МèñĞúŔú§ ĴèñäŹäĤ МèñúŔúŤ QúŔ'äñ ĤäðìŤ§ ĹìñŤä§ МäðŹĤäß ðäñ äðäŤ ĴäŴä ✍📓*
KANTOR MWC NU KEC. SRUMBUNG
Oleh : Muhammad Abdul Hakim & Team
Edisi revisi : Jum'at pahing, 16 Februari 2018 M | 30 Jumadil Awwal 1439 H
*📚DΛFTΛЯ ISI*
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
📌• Kata pengantar ...
📌• Sekapur sirih ...
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
*A)• ♻✍ Menyiapkan Tempat, Perkakas, Dan Bahan Bahan Modern Ataupun Tradisional Untuk Kepentingan Memandikan Mayyit*
*_1⃣. Tempat yang jauh dari pandangan manusia (pekiwan : Jawa)._*
*_i)• Tempat Yang Paling Utama Untuk Memandikan Mayyit._*
*_ii)• Larangan Memandikan Mayyit Didalam Masjid._*
*_2⃣. Air Hangat Secukupnya, untuk menghilangkan kotoran atau keringat - keringat yang mengkristal dipori - pori mayyit. Atau karena ada hajat dan karena dipicu hawa yang dingin._*
*_3⃣. Air Suci Mensucikan Secukupnya untuk mewudlukan mayyit sebelum dihilangkan najis - najisnya lalu dimandikan._*
*_4⃣. Sarir atau Lauh yakni meja panjang yang sudah didesain 2 kaki depan lebih tinggi dibandingkan 2 kaki belakang, atau rata namun sudah dilubangi papannya dengan beberapa lubang sehingga air yang untuk memandikan bisa langsung turun kebawah._*
*_5⃣. Menyediakan beberapa potongan kedebok pisang raja (rojo témén : jawa),_*
*_6⃣. Kain Basahan (telèsan : Jawa) tebal panjang halus sekitar 2 meter sebagai penutup mayyit saat dibersihkan najisnya dan saat dimandikan diguyur air,_*
*_7⃣. Kain Handuk tebal panjang halus berfungsi untuk menyeka sisa air pemandian agar mayyit tidak kedinginan, dan untuk menutupi seluruh badan mayyit sehingga mayyit tidak malu karena sudah tertutup auratnya dan merasa hangat karenanya._*
*```↗• Pendapat pertama :*``` Menyeka badan setelah wudhu hukumnya boleh.
*```↘• Pendapat kedua;*``` Menyeka anggota badan setelah wudhu hukumnya makruh.
*```💾👉• KESIMPULANNYA :*```
*_``` Mengelap anggota badan setelah wudhu hukumnya khilaf, ada yang menyatakan makruh dan tidak, namun disunnahkan untuk tidak dilakukan, kecuali bila hajat, seperti dalam kondisi yang dingin,_*```
*_8⃣. Daun Bidara (godhong dadap srép : jawa) atau Sabun sebagai pengganti daun bidara jika tidak diketemukan lagi,_*
↪• Dalilnya : *```Yang Pertama.*``` termasuk Sunnah.
↪• *```Yang Kedua :*``` karena sesungguhnya maksud dan tujuan dari mandi adalah tandziif/pembersihan,
*_9⃣. Mérang Padi (godhong pari : jawa), yang sudah dibakar dan dihaluskan atau shampoo sebagai penggantinya jika mérang sudah tidak ada,_*
*_🔟. Sisir yang bergigi renggang berfungsi untuk menyisir rambut mayyit agar mudah menyisirnya dan rambut tidak rontok,_*
*_1⃣1⃣. Pemotong kuku, untuk merapikan kuku - kuku mayyit_*
▶• *```Pendapat Pertama :*``` *DIMAKRUHKAN*
▶• *```Pendapat Kedua:*```
*DISUNNAHKAN*
*_1⃣2⃣. Cottonbud,_*
*_1⃣3⃣. Gunting, untuk mengguting rambut, kuku, atau kain kafan mayyit._*
*_1⃣4⃣. Cebuk, Cerèk, atau Selang, untuk menyiram mayyit tergantung dengan selera dan keadaan,_*
*📚✍• ΚΛTΛ PΣПGΛПTΛЯ*
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
حٙامِدًا لِلّٰهِ تٙبٙارٙكٙ وٙتٙعٙالٙى وٙمُصٙلِّيًا عٙلٙى رٙسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ💚 أٙمّٙا بٙعْدُ :
Sebagai orang yang selalu memuji kepada Allah, dan selalu membacakan shalawat atas Rasulillah ﷺ💞, setelah mengucapkan semua itu :
Kami dengan segenap kerendahan hati dan segala kekurangan, kami nukil dan susun risalah ini dengan maksud dan tujuan menyebarkan sedikit wacana ilmu yang kami miliki dan berdakwah untuk kemaslahatan ummat yang hiterogen dengan ilmu dan amal yang berbeda beda sehingga diharapkan bisa saling mengerti, saling mengisi, dan menghargai satu dan yang lainnya sehingga tidak terjadi perdebatan atau permusuhan yang tidak ada gunanya.
Kiranya kami cukupkan sekian pengantar kami semoga risalah ini bisa diterima dikalangan manapun dari kalangan zaman old (lama) dan kalangan zaman now (sekarang). Atas perhatiannya kami haturkan terimakasih.
والسلام عليكم و رحمة الله وبركاته
طالب العلم
محمد عبد الحكيم الماجلانجي
*📚✍• SΣΚΛPЦЯ SIЯIΉ*
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
حٙامِدًا لِلّٰهِ تٙبٙارٙكٙ وٙتٙعٙالٙى وٙمُصٙلِّيًا عٙلٙى رٙسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ💖 أٙمّٙا بٙعْدُ :
Kami haturkan terima kasih kepada yang mulia Murabbi Arwaahana KHM. Suja'i Mashduqi, *_dan Kami khususkan Mitsil Pahalanya, Pahala Orang Yang Membacanya dan Yang Menggunakannya kepada Almarhumah Ibu Ny. Hajjah Nasyi'ah tercinta yang telah meninggalkan kami baru-baru ini, dan bagi semua saudaraku santri atau alumni Yayasan Pon. Pes. As Sålåfìyyåh yang sudah tiada_*, beserta keluarga selaku Pengasuh Yayasan Ma'had As Sålåfìyyåh Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta.
Terima kasih kepada Murobbi Arwaahana Abina KHM. Ihya' Ulumuddin Suhari dan Dua Ummina kami tercinta beserta keluarga selaku Pengasuh Ma'had Pengembangan dan Dakwah Nurul Haromain Jl. Brigjen Abdul Manan Wijaya 141 Ngroto Pujon Malang Jatim.
Kami haturkan terima kasih kepada Teman dan Sahabat kami Raden Mas Ronggo Panuntun sebagai pembimbing Ilmu Hakikat kami beserta keluarga tercinta. Tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada sanak saudara sahabat, orang orang yang berjasa dalam tersusunnya risalah ini, dan juga handai taulan dimana saja berada sehingga dengan segala kekurangannya tersusunlah buku ini.
Kritik dan saran yang membangun selalu kami nantikan agar dapat memberikan semangat kepada kami, menjadi motivasi bagi kami, dan kami bisa menghasilkan susunan rangkuman ilmu dan teori amaliyyah yang bisa diterima dikalangan manapun. Atasv perhatian dan kritiknya kami haturkan terima kasih.
والسلام عليكم و رحمة الله وبركاته
طالب العلم
محمد عبد الحكيم الماجلانجي
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
*A)• ♻✍ Menyiapkan Tempat, Perkakas, Dan Bahan Bahan Modern Ataupun Tradisional Untuk Kepentingan Memandikan Mayyit*
*_1⃣. Tempat yang jauh dari pandangan manusia (pekiwan : Jawa)._*
*_i)• Tempat Yang Paling Utama Untuk Memandikan Mayyit._*
*💾🎙• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
" وَيُسْتَحَبُّ نَقْلهُ إلى مَوْضِعٍ خَالٍ وَسَتْرُهُ عَنْ العُيُونِ، وَهَذَا لا خِلافَ فِيهِ ". انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ه ص ١٢٥. للإمام النووي الشافعي}.
*📒✒• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Dan disunnahkan memindah mayyit ditempat yang sepi dan menutupinya dari pandangan orang banyak, dan ini tidak ada perbedaan satupun didalamnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 125. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📒🌴• ﻭﻓﻲ كتاب ﺍﻟﻐﺮﺭ ﺍﻟﺒﻬﻴﺔ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺒﻬﺠﺔ ﺍﻟﻮﺭﺩﻳﺔ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ، ﺯﻳﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺑﻮ ﻳﺤﻴﻰ ﺍﻟﺴﻨﻴﻜﻲ ،ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ : ٩٢٦ ﻫـ ) ، ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻏﺴﻞ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﻣﺎ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ :*
ﻭَﺍﻟْﺄَﻭْﻟَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺗَﺤْﺖَ ﺳَﻘْﻒٍ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺳْﺘَﺮُ . ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{انظر كتاب ﺍﻟﻐﺮﺭ ﺍﻟﺒﻬﻴﺔ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺒﻬﺠﺔ ﺍﻟﻮﺭﺩﻳﺔ : ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺯﻛﺮﻳﺎ الأنصاري الشافعي}.
*📗👌• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Gharari Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah ":*
Dan *```LEBIH UTAMA*``` adanya prosesi memandikan mayyit tersebut dibawah atap, karena hal itu lebih menutupi (aurat mayyit).
{Lihat Kitab Al Ghararu Al Bahiyyah Al Bahjah Al Wardiyyati. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى، المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى :*
(وَ) يُسَنُّ (سَتْرُهُ) أَيْ الْمَيِّتِ حَالَةَ الْغُسْلِ (عَنْ الْعُيُونِ) لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ بِهِ عَيْبٌ يَسْتُرُهُ فِي حَيَاتِهِ أَوْ تَظْهَرُ عَوْرَتُهُ , وَكَانَ ابْنُ سِيرِينَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَكُونَ الْبَيْتُ الَّذِي يُغَسَّلُ فِيهِ الْمَيِّتُ مُظْلِمًا , ذَكَرَهُ أَحْمَدُ وَأَنْ يُغَسَّلَ (تَحْتَ سِتْرٍ أَوْ سَقْفٍ وَنَحْوِهِ) كَخَيْمَةٍ، لِئَلَّا يَسْتَقْبِلَ السَّمَاءَ بِعَوْرَتِهِ. اهـ
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ٩٢. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📘🎙• Berkata Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' ":*
*_Dan DISUNNAHKAN MENUTUPI MAYYIT KETIKA MEMANDIKANNYA dari pandangan manusia (orang banyak), hal tersebut seumpama ada cacat pada mayyit dapat menutupinya didalam hidupnya, atau jelas auratnya, dan Ibnu Sirin menyukai apabila tempatnya adalah rumah tertutup yang didalamnya digunakan untuk memandikan mayyit, dan Imam Ahmad telah menyebutkan agar mayyit dimandikan dibawah penutup atau langit - langit atap dan semacamnya seperti dimandikan didalam tenda, Karena hal itu agar aurat mayyit tidak menghadap langit._*
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 92. Karya Imam Manshur Al Bahutiy Al Hanbaliy}.
*💾👌 • وفي كتاب ﻣﻄﺎﻟﺐ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﻩ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ ﺷﻬﺮﺓ، ﺍﻟﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻰ ﻣﻮﻟﺪﺍ ﺛﻢ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ، ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ : ١٢٤٣ ﻫـ ) ، ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ :*
وَ سَنُّ (سَتْرُهُ) أَيْ الْمَيِّتِ حَالَةَ الْغُسْلِ (عَنْ الْعُيُونِ) لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ بِهِ عَيْبٌ يَسْتُرُهُ فِي حَيَاتِهِ أَوْ تَظْهَرُ عَوْرَتُهُ تَحْتَ سِتْرٍ أَوْ سَقْفٍ فِيْ خَيْمَةٍ اٙوْ بٙيْتٍ إِنْ أٙمْكٙنٙ، لِأٙنّٙهُ أٙسْتٙرٙ، وٙلِئَلَّا يَسْتَقْبِلَ بِعَوْرَتِهِ أٙلسّٙمٙاءٙ. ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{انظر كتاب ﻣﻄﺎﻟﺐ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ : ج ص للشيخ ﺍﻟﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻰ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ}.
*📓✒• Berkata Syaikh Rahibaniy Al Hanbaliy hafidzohullaahu ta'ala dalam kitabnya " Mathalibu Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha ":*
*_Disunnahkan menutupi mayyit ketika memandikannya dari pandangan manusia, hal tersebut seumpama ada cacat pada mayyit dapat menutupinya didalam hidupnya, atau jelas auratnya dibawah penutup atau langit - langit atap didalam tenda atau rumah jika dimungkinkan. Karena hal itu dianggap lebih menutupi dan mayyit dengan auratnya tidak menghadap langit._*
{Lihat Kitab Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha. Karya Imam Ar Rahibaniy Al Hanbaliy}.
*_ii)• Larangan Memandikan Mayyit Didalam Masjid._*
*📘✍ • ﻗﺎﻝ الإمام ﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻓﻲ كتابه " ﻛﺸﺎﻑ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ ﻋﻦ ﻣﺘﻦ ﺍﻹﻗﻨﺎﻉ " :*
"( ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ [ ﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ ] ﻭَﻟَﺎ ﻳُﻐَﺴَّﻞُ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻴِّﺖٌ ) ؛ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﻣَﻈِﻨَّﺔُ ﺗَﻨْﺠِﻴﺴِﻪِ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻦْ ﺟَﻮْﻓِﻪِ ﻭَﺻَﻮْﻥُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻋَﻦْ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺎﺕِ ﻭَﺍﺟِﺐٌ " ﺍﻧﺘﻬﻰ .
*📘🎤• Imam Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Kasyafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' " :*
Berkata Syaikh (Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy) dan jangan mayyit dimandikan didalam masjid, karena hal itu merupakan prediksi mayyit membuat masjid terkena najis sebab perkara yang keluar dari perutnya, dan menjaga masjid - masjid dari najis - najis adalah wajib.
{Lihat Kitab Kasyafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' : juz 1 hal 108. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📒🎤• ﻗﺎﻝ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﺑﻌﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺒﺼﺎﻕ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ :*
" ﻭﻟﻴﺲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻧﺠﺴﺎ، ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﺟﺐ ﺗﻨﺰﻳﻬﻬﺎ ﻋﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ ﺗﺴﺘﻘﺬﺭﻩ ﺍﻟﻨﻔﺲ ". ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ " ﺍﻻﺳﺘﺬﻛﺎﺭ " : ﺝ ٧ ﺹ ١٨٣ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ}.
*📓🌴• Imam Ibnu Abdil Barr Al Malikiy rahimahullahu ta'ala setelah menuturkan larangan meludah di masjid :*
Tidak ada sesuatu dari hal itu najis, namun masjid - masjid wajib steril dari setiap perkara yang orang menganggapnya jijik.
{Lihat Kitab Al Istidzkaar : juz 1 hal 183. Karya Imam Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy}.
*_2⃣. Air Hangat Secukupnya, untuk menghilangkan kotoran atau keringat - keringat yang mengkristal dipori - pori mayyit. Atau karena ada hajat dan karena dipicu hawa yang dingin._*
*📔🖍 • ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ " :*
ﺃﻥ ﻳﻐﺴﻞ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺍﻟﺒﺎﺭﺩ ﺇﻻ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻛﺸﺪﺓ ﺑﺮﺩ ﺃﻭ ﺇﺯﺍﻟﺔ ﻭﺳﺦ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺑﺎﺭﺩﺍ ﺃﻭ ﺳﺎﺧﻨﺎ ,
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺍﻟﺴﺎﺧﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎﻝ .
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ : ﺝ ١ ﺹ ٧٨٩ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ }.
*📕🖊 • Berkata Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala didalam kìtabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati " :*
Supaya memandikan mayyit dengan air yang dingin, kecuali ada hajat keinginan seperti karena hawa yang sangat dingin, atau untuk menghilangkan kotoran yang melekat, dan ini disepakati oleh Pengikut Madzhab Syafi'iy dan Pengikut Imam Ahmad bin Hambal.
Adapun Pengikut Madzhab Malikiy mengatakan : Tidak ada perbedaan diantara menggunakan air hangat atau dingin.
Dan adapun Pengikut Madzhab Imam Abi Hanifah berkata : Air hangat lebih utama dalam setiap situasi.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzhabi Al Arba'ati : juz 1 hal 789. Karya Imam Jaziriy}.
*_3⃣. Air Suci Mensucikan Secukupnya untuk mewudlukan mayyit sebelum dihilangkan najis - najisnya lalu dimandikan._*
*📕👌 • ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ " :*
ﻳﻨﺪﺏ ﺃﻥ ﻳﻮﺿﺄ ﻛﻤﺎ ﻳﺘﻮﺿﺄ ﺍﻟﺤﻲ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﻔﻌﻼﻥ ﻓﻲ ﻭﺿﻮﺀ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻟﺌﻼ ﻳﺪﺧﻞ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﻓﻴﺴﺮﻉ ﻓﺴﺎﺩﻩ ﻭﻟﻮﺟﻮﺩ ﻣﺸﻘﺔ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻠﻒ ﺍﻟﻐﺎﺳﻞ ﺧﺮﻗﺔ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﺎﺑﺘﻪ ﻭﺇﺑﻬﺎﻣﻪ ﻭﻳﺒﻠﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺛﻢ ﻳﻤﺴﺢ ﺑﻬﺎ ﺳﻨﺎﻥ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﻟﺜﺘﻪ ﻭﻣﻨﺨﺮﻳﻪ ﻓﻴﻘﻮﻡ ﺫﻟﻚ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻣﺬﻫﺒﻴﻬﻤﺎ ﺗﺤﺖ ﺍﻟﺨﻂ ( ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﻮﺿﺄ ﻳﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻭﺃﻥ ﺗﻨﻈﻴﻒ ﺃﺳﻨﺎﻧﻪ ﻭﻣﻨﺨﺮﻳﻪ ﺑﺎﻟﺨﺮﻗﺔ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﻭﻻ ﻳﻐﻨﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ).
{انظر ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ : ﺝ ١ ﺹ ٧٩٥ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ }.
*💾🎙 • Berkata Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala didalam kìtabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati ":*
*_Disunnahkan apabila mayyit diwudlukan terlebih dahulu sebelum dimandikan seperti wudlunya orang yang hidup ketika akan mandi janabah kecuali berkumur dan menyedot air hidung karena keduanya tidak dikerjakan dalam mewudlukan mayyit supaya air tidak masuk kedalam perutnya kemudian cepat merusakkan mayyit dan karena adanya kesulitan didalam hal tersebut. Namun disunnahkan supaya orang yang memandikan memilin jari telunjuk dan jempolnya dengan kain kemudian membasahi keduanya dengan air, lalu mengusap gigi - gigi mayyit ، gusinya, dan tempat menggigitnya. Maka hal itu menempati berkumur dan menyedot air hidung, dan ini disepakati oleh Pengikut Imam Abi Hanifah dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal,_*
*_```Adapun Pengikut Madzhab Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy maka lihatlah pendapat madzhab keduanya didalam kurung (Pengikut Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy berkata : Mayyit diwudlukan dengan berkumur dan menyedot air hidung, dan membersihkan gigi - giginya, gusinya, dan tempat mengunyahnya dengan kain DISUNNAHKAN dan tidak bisa tercukupi dari sekedar berkumur dan menyedot air hidung)._*```
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzhabi Al Arba'ati : juz 1 hal 795. Karya Imam Al Jaziriy}.
*_4⃣. Sarir atau Lauh yakni meja panjang yang sudah didesain 2 kaki depan lebih tinggi dibandingkan 2 kaki belakang, atau rata namun sudah dilubangi papannya dengan beberapa lubang sehingga air yang untuk memandikan bisa langsung turun kebawah._*
*💾✍ • ﻗﺎﻝ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ " :*
ﻭﻳﺠﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﺮﻳﺮ ﺃﻭ ﻟﻮﺡ ﺣﺘﻰ ﻻ ﺗﺼﻴﺒﻪ ﻧﺪﺍﻭﺓ ﺍﻷﺭﺽ ﻓﺘﻐﻴﺮﻩ.
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ / ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﺋﺰ / ﺗﻐﻤﻴﺾ ﻋﻴﻨﻲ ﺍﻟﻤﻴﺖ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ}.
*📓✏• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy Rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
*_```Dan menjadikan mayyit diatas keranda atau meja panjang sehingga hewan kecil kecil bumi tidak bisa mencapai mayyit lalu merusaknya._*```
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab / Kitabu Al Jana'izi / Babu Taghmiidlu Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_5⃣. Menyediakan beberapa potongan kedebok pisang raja (rojo témén : jawa),_* menurut adat Jawa yang dibelah kemudian dipotong seukuran lebar badan mayyit berfungsi sebagai ganjal tubuh mayyit, yang ditaruh dibeberapa tempat dibawah tubuh mayyit yang diperkirakan mayyit tidak merasa sakit dan nilai filosofinya menggunakan kedebok pisang jenis ini mungkin akan membuat suasana pemandian jenazah lebih tenang, rilex, dan stabil. Dalam Islam boleh tafa'ul (mengambil kebaikkan dari apa saja yang bersifat baik), konon orang Jawa menggunakan kedebok pisang raja ini sebagai alas memandikan mayyit mungkin juga karena bertafa'ul (mengambil berkah dari hal yang baik) dengan pohon tersebut.
Secara medis pisang yang dihasilkan kandungan didalamnya membawa manfaat seperti salah satunya : Senyawa asam amino dalam pisang raja membantu tubuh untuk memproduksi zat serotin. Zat ini berfungsi sebagai neurotransmitter. Artinya zat ini membantu anda merasa lebih tenang atau releks sehingga suasana hati anda menjadi stabil secara alami.
Konon bekas gedebog ini gak boleh di banting, di injak atau dipukul. Karena rasa sakitnya akan kena ke mayat yang tadi di mandikan.
*_6⃣. Kain Basahan (telèsan : Jawa) tebal panjang halus sekitar 2 meter sebagai penutup mayyit saat dibersihkan najisnya dan saat dimandikan diguyur air,_* hikmahnya agar mayyit tidak telanjang dan yang memandikan tidak melihat aurat mayyit.
*📿💾• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسَنُّ تجريدُ الميِّتِ من ثيابِه، وهو مذهَبُ الجمهورِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة: أوَّلًا: من السُّنَّة
عن عائشةَ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت:
((لَمَّا أرادوا غُسلَ النبيِّ ﷺ💚، قالوا: واللهِ ما ندري: أَنُجَرِّدُ رسولَ الله ﷺ💘 من ثيابِه كما نُجَرِّدُ موتانا، أم نُغَسِّلُه وعليه ثيابُه؟)).
وَجهُ الدَّلالةِ:
دلَّ قولُهم: أَنُجَرِّدُ رسولَ الله ﷺ❤ مِن ثيابِه كما نُجَرِّدُ موتانا؛ أنَّ عادتَهم كانت تجريدَ موتاهم للغُسلِ في زَمَنِه ﷺ💙.
ثانيًا: لأنَّ ذلك أَمْكَنُ في تغسيلِه .
ثالثًا: لأنَّ ذلك أبلَغُ في تطهيرِه .
رابعًا: لأنَّ ذلك أَصْوَنُ له مِنَ التَّنجيسِ
يجبُ سَتْرُ عورةِ المَيِّتِ عند الشُّروعِ في غُسلِه، ولا يجوزُ النَّظَرُ إلى عَورتِه.
الأدلَّة: أولًا: من السنَّةِ عمومُ حديثِ أبي سعيدٍ الخُدْرِي رَضِيَ اللَّهُ عنه، أنَّ رسولَ الله ﷺ💞 قال:
((لا ينظُرُ الرَّجُلُ إلى عورةِ الرَّجُلِ، ولا المرأةُ إلى عورةِ المَرْأةِ)) .
ثانيًا: من الإجماع
نقَلَ الإجماعَ على وجوبِ سَتْرِ عَوْرَتِه، وحُرمَةِ النَّظَر إليها: ابنُ عبدِ البَرِّ ، وابنُ قدامةَ ، والحطَّاب .
*📿💾• Disebutkan dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*```Disunnahkan menanggalkan semua pakaian mayyit*``` dan itu merupakan madzhab mayoritas ulama : Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabillah. Dalilnya :
Pertama : *TERMASUK SUNNAH* dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha, beliau berkata :
((tatkala mereka hendak memandikan Rasulullah ﷺ❤ mereka mengatakan; demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menelanjangi Rasulullah ﷺ💙 dari pakaiannya sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal diantara kita atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya? Tatkala mereka berselisih, Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorangpun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata; mandikan Nabi ﷺ💜 dalam keadaan memakai pakaiannya. Kemudian mereka bangkit menuju kepada Rasulullah ﷺ💚 dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya))
Pengertian dalil : Perkataan mereka menunjukkan melepaskan Rasulullaahu ﷺ💞 dari pakaiannya seperti kami melepas pakaian orang - orang yang mati diantara kami, sesungguhnya adat mereka melepas pakaian mereka untuk dimandikan dizaman Rasulullaahu ﷺ💙.
Yang kedua : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih aman dalam memandikannya.
Yang ketiga : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih tuntas dalam Mensucikannya.
Yang keempat : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih menjaganya dari terkena najis.
Wajib menutup aurat mayyit ketika menjalankan dalam memandikan mayyit, dan tidak boleh melihat auratnya.
Dalilnya : Yang pertama : Termasuk dari Sunnah umumnya hadits Abi Sa'id Al Khudri radliyyAllahu 'anhu : Sesungguhnya Rasulullaah ﷺ💜, pernah bersabda : ((Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya))
Yang kedua : Termasuk dari jima'/kesepakatan ulama' menukil kesepakatan menutup auratnya, dan haram melihatnya, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Qudamah, dan Hathaabiy.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_7⃣. Kain Handuk tebal panjang halus berfungsi untuk menyeka sisa air pemandian agar mayyit tidak kedinginan, dan untuk menutupi seluruh badan mayyit sehingga mayyit tidak malu karena sudah tertutup auratnya dan merasa hangat karenanya._*
Dalam hal ini untuk orang mati hukumnya sama dengan boleh dan tidaknya mengelap anggota wudlunya setelah berwudlu atau diwudlukan.
*```↗• Pendapat pertama :*``` Menyeka badan setelah wudhu hukumnya boleh. Ini merupakan salah satu pendapat dalam Madzhab Syafii, dan juga pendapat madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Imam Ibnul Mundzir menjelaskan bahwa pendapat ini juga dinyatakan oleh utsman bin Affan, Husain bin Ali, Anas bin Malik, Bisyr bin Abu Mas'ud, Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Alqomah, Al-Aswad, Masruq, Adh-Dhohak, Ats-Tsauri dan Ishaq.
Diantara dalil mereka adalah sebagai berikut :
1. Hadis dari Aisyah radhiyyAllahu 'anha, beliau mengatakan:
كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ❤ خِرْقَةٌ يُنَشِّفُ بِهَا بَعْدَ الوُضُوءِ
“Rasulullah ﷺ💘memiliki handuk kecil yang beliau gunakan untuk mengeringkan anggota badan setelah wudhu.”
(Sunan Turmudzi, No.53 dan Sunan Nasai, no.701).
2. Hadis dari Salman al-Farisi radhiyyAllahu 'anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💙 تَوَضَّأَ، فَقَلَبَ جُبَّةَ صُوفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ، فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ
*_```"Bahwa Nabi ﷺ💚 pernah berwudhu, kemudian beliau membalik jubah wol yang beliau pakai dan beliau gunakan untuk mengusap wajahnya."_*```
(Sunan Ibnu Majah, no.468)
*```↘• Pendapat kedua;*``` Menyeka anggota badan setelah wudhu hukumnya makruh. Ini juga merupakan pendapat sebagian ulama’ madzhab syafi'i. Pendapat ini juga dipilih Ibnu Abi Laila, Sa’id bin Musayyab, An-Nakho’i, Mujahid, Abul Aliyah.
Alasan lainnya sebab hal tersebut akan menghilangkan bekas ibadah yang telah dikerjakan. Sedangkan dalilnya antara lain hadis dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau menjelaskan tata cara mandi junub Nabi ﷺ💙. Dalam hadis tersebut, Maimunah mengatakan:
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
*_```“Kemudian aku memberikan handuk untuk beliau, namun beliau tidak menggunankannya.”_*```
(Shahih Bukhari, no.276 dan Shahih Muslim, no.317).
*📕✒• قال الإمام النووي الشافع رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
حكم تنشيف ففيه طرق متباعدة للأصحاب يجمعها خمسة أوجه الصحيح منها أنه لايكره لكن المستحب تركه
*👌•Imam Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Al-Majmu’ Syarhu Al Muhadzab menjelaskan :*
Dalam madzhab syafi’i terrdapat 5 pendapat yang berbeda mengenai masalah menyeka anggota badan sesudah wudhu, adapun pendapat yang ashoh/paling benar *_hukumnya tidak makruh,_* namun disunahkan untuk tidak melakukannya.*
*👌• Namun dalam Syarah Shohih Muslim beliau menyatakan bahwa hukumnya mubah secara mutlak.*
*👌•Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menambahkan, hukum tersebut mengecualikan apabila kondisinya dingin, khawatir menempelnya najis, atau sesudahnya akan melakukan tayammum, maka dalam kondisi ini menyeka anggota badan malah dianjurkan.*
*👌• Mengelap (mengeringkan) air wudhu setelah berwudhu hukumnya Makruh jika tidak ada udzur (hajat),* jika ada hajat seperti terlalu dingin, terlalu panas dan khawatir tertempel najis maka tidak lagi dimakruhkan. Meskipun ada juga ulama yang berpendapat Boleh, namun menurut Qoul Aujah yang shohih hukumnya MAKRUH karena atsar al-'Ibaadah (menghilangkan bekas ibadah).
قال الإمام ابن حجر الهيتمي رحمه الله تعالى :
و منها ترك النشيف بلا عذر لأنه يزيل أثر العبادة أما بعذر كبرد و خوف التصاق نجاسة و إرادة تيمم عقب الوضوء فلاكراهة
Dan sebagian kesunnahan setelah wudhu adalah tidak mengusap anggota wudhu dengan kain tanpa adanya udzur, karna hal tersebut dapat menghilangkan bekas ibadah,jika ada udzur semisal kedinginan,khawatir tertempel perkara najis,atau ia hendak tayammum setelah wudhu maka tdk makruh baginya melakukan hal tersebut (tansyif/mengelap anggota wudhu).
{Lihat Kitab Hasyiyah al-Bajuri : juz I hal 62. Karya Syaikh Ibrahim Al Bajuri Asy Syafi'iy}.
*```💾👉• KESIMPULANNYA :*```
*_``` Mengelap anggota badan setelah wudhu hukumnya khilaf, ada yang menyatakan makruh dan tidak, namun disunnahkan untuk tidak dilakukan, kecuali bila hajat, seperti dalam kondisi yang dingin,_*```
*_8⃣. Daun Bidara (godhong dadap srép : jawa) atau Sabun sebagai pengganti daun bidara jika tidak diketemukan lagi,_* fungsinya untuk membuat normal kondisi tubuh mayyit (pérét : jawa) setelah digosok denganya dan setelah diguyur air.
*💾✍ • جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُغَسَّل الميِّتُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة:
أوَّلًا: من السُّنَّة
1- عن ابنِ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنهما، قال: ((أقبلَ رجُلٌ حَرامًا مع النبيِّ ﷺ❤, فخَرَّ مِن بَعيرِه، فوُقِصَ وَقْصًا، فمات، فقال رسولُ اللهِ ﷺ💙 :
((اغْسِلُوه بماءٍ وسِدْرٍ وأَلْبِسوه ثوبَيْهِ، ولا تُخَمِّروا رَأْسَه؛ فإنَّه يأتي يومَ القيامةِ يُلَبِّي)) .
2- عن أمِّ عطيَّةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت: دخل علينا رسولُ الله ﷺ💓 حين تُوفِّيَتْ ابنَتُه، فقال:
((اغْسِلْنَها ثلاثًا، أو خمسًا، أو أكثَرَ من ذلك إنْ رَأَيْتُنَّ ذلك، بماءٍ وسِدْرٍ، واجْعَلْنَ في الآخِرَةِ كافورًا- أو شيئًا من كافورٍ- فإذا فرَغْتُنَّ فآذِنَّنِي)) .
ثانيًا: لأنَّ المقصودَ من الغُسْل التنظيفُ، فيُستعانُ بما يزيدُ فيه التَّطهيرُ .
*💾✏• Disebutkan dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Mayyit dimandikan dengan air dan daun bidara (dadap serep : jawa), dan ini merupakan kesepakatan dari empat Madzhab : Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah (Hanafiyah), Pengikut Madzhab Imam Malik (Malikiyah), Pengikut Madzhab Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah), dan Pengikut Madzhab Imam Ahmad (Hanabillah).
↪• Dalilnya : *```Yang Pertama.*``` termasuk Sunnah.
1. Dari Ibnu 'Abbas radliyyAllahu 'anhuma, beliau berkata :
*_```👉• ((Seorang laki-laki melakukan Ihram bersama Nabi ﷺ💖, lalu ia tersungkur jatuh dari Unta hingga lehernya patah dan meninggal seketika itu. maka Rasulullah ﷺ💜 pun bersabda: "Mandikanlah jenazahnya dengan air bercampur daun bidara. Lalu kafanilah ia dengan kedua helai kain (ihram) -nya. Dan janganlah kalian menutupi kepala dengan surban, karena ia akan datang kelak di hari kiamat dalam keadaan Ihram))_*```
2. Dari Ummu 'Athiyyah seorang wanita Anshar radliyyAlahu 'anha, beliau berkata: Rasulullah ﷺ💙 menemui kami saat kematian puteri kami, lalu bersabda:
*_```👉(("Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian) atau yang sejenis. Dan bila kalian telah selesai beritahu aku"))_*```
↪• *```Yang Kedua :*``` karena sesungguhnya maksud dan tujuan dari mandi adalah tandziif/pembersihan, lalu diharapkan pertolongannya dengan sesuatu yang mensucikan bertambah didalamnya.
*_9⃣. Mérang Padi (godhong pari : jawa), yang sudah dibakar dan dihaluskan atau shampoo sebagai penggantinya jika mérang sudah tidak ada,_* fungsinya untuk mengeramasi rambut kepala mayyit, dan mérang yang masih utuh bisa untuk membersihkan kotoran dibawah kuku kaki dan tangan mayyit. Adapun manfaat merang yang sudah terbukti di masyarakat jawa adalah untuk menghitamkan rambut, kesehatan rambut, menghaluskan dan rambut dapat bebas dari ketombe.
Dan termasuk dari rangkaian perawatan kepala orang hidup ataupun yang sudah mati dizaman sekarang yang paling sederhana adalah merapikan rambut dengan dishamphoo kemudian disisir. Berkenaan dengan kerapian rambut atau mencuci pakaian Rasulullah pernah memerintahkannya :
حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا مِسْكِينٌ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، ح وحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ وَكِيعٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، نَحْوَهُ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 فَرَأَى رَجُلًا شَعِثًا قَدْ تَفَرَّقَ شَعْرُهُ فَقَالَ:
*```«أَمَا كَانَ يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ، وَرَأَى رَجُلًا آخَرَ وَعَلْيِهِ ثِيَابٌ وَسِخَةٌ، فَقَالَ أَمَا كَانَ هَذَا يَجِدُ مَاءً يَغْسِلُ بِهِ ثَوْبَهُ».*```
{رواه ابو داود / ٣١ - كتاب اللباس / باب في غسل الثوب وفي الخلقان / رقم الحديث : ٤٠٦٢. و[حكم الالبانى] : صحيح النسائي (٥٢٣٦) // (٤٨٣٢)}.
Telah menceritakan kepada kami : Nufaili, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Miskin. Dari Al Auza'i. -(dalam jalur lain disebutkan)- Telah menceritakan kepada kami : 'Utsman bin Abu Syaibah. Dari Waki'. Dari Al Auza'i seperti itu. Dari Hassan bin Athiah. Dan Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💚 mendatangi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang rambutnya acak-acakkan. Maka beliau bersabda:
*_```"Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu yang dapat digunakan untuk merapikan rambutnya?" Kemudian beliau juga mendapati seorang laki-laki yang bajunya kotor, beliau bersabda: "Tidakkah orang ini mendapatkan air hingga ia dapat mencuci bajunya?"_*```
{HR. Abu Dawud / 31 - Kitabu Al Libaasi / Babu Fi Ghusli Ats Tsaubi Wa Fi Al Hilqaani / No. 4062. Dan Albaniy Shahih}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عِيسَى عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ : أَتَانَا النَّبِيُّ ﷺ💞 فَرَأَى رَجُلًا ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ :
*«```أَمَا يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ»*```
{رواه النسائي / ٤٨ - كتاب الزينة / تسكين الشعر / رقم الحديث : ٥٢٣٦}.
Telah mengabarkan kepada kami : Ali bin Khasyram ia berkata; Telah memberitakan kepada kami : Isa. Dari Al Auza'i. Dari Hassan bin Athiah. Dari Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Jabir bin Abdullah bahwasanya ia berkata : "Nabi ﷺ💓 datang menemui kami dan melihat seorang laki-laki yang rambutnya tampak kusut, maka beliau bersabda:
*_```"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat merapikan rambutnya."_*```
{HR. Nasaa'i / 38 - Kitabu Az Zayyinah / Taskiinu Asy Sya'ri / No. 5236}.
*_🔟. Sisir yang bergigi renggang berfungsi untuk menyisir rambut mayyit agar mudah menyisirnya dan rambut tidak rontok,_* dan jika terjadi kerontokkan, rambut yang rontok harus ikut dikuburkan bersama mayyit.
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ مُقَدَّمٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : كَانَتْ لَهُ جُمَّةٌ ضَخْمَةٌ فَسَأَلَ النَّبِيَّ ﷺ💖 فَأَمَرَهُ أَنْ يُحْسِنَ إِلَيْهَا وَأَنْ يَتَرَجَّلَ كُلَّ يَوْمٍ
{رواه النسائي / كتاب الزينة / تسكين الشعر / رقم الحديث : ٥٢٣٧}.
Telah mengabarkan kepada kami : Amru bin Ali, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami : 'Umar bin Ali bin Miqdam, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id. Dari Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Abu Qatadah, ia berkata :
*```"Bahwasanya ia mempunyai rambut yang panjang, ia lalu bertanya Nabi ﷺ❤ mengenai rambutnya. Maka beliau pun memerintahkan kepadanya untuk merawatnya dengan baik, dan menyisirnya setiap hari."*```
{HR. Nasaa'i / 38 - Kitabu Az Zayyinah / Taskiinu Asy Sya'ri / No. 5237}.
*_1⃣1⃣. Pemotong kuku, untuk merapikan kuku - kuku mayyit_* dan sisa potongan kuku - kuku tersebut harus dikubur bersama mayyit.
*📿💾 جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
اختلف أهلُ العِلمِ في تقليمِ أظْفارِ المَيِّت وقَصِّ شارِبِه على قولين:
القول الأول: يُكْرَه تقليمُ أظْفارِ المَيِّت وقَصُّ شاربِه، وهو مذهبُ الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، وقولٌ للشافعيَّةِ صحَّحَه بعضُهم، واختاره النوويُّ ، ومال إليه ابن المُنْذِر ؛ وذلك لأنَّه يُفْعَلُ للزِّينةِ، والمَيِّتُ ليس بمحَلِّ الزِّينةِ.
القول الثاني: يُستحَبُّ تقليمُ أظْفار المَيِّت وقَصُّ شارِبِه، وهو مذهَبُ الحَنابِلَة ، وقولٌ للشافعيَّة ، وهو قولُ طائفةٍ مِنَ السَّلَفِ، واختاره ابنُ بازٍ ، وابنُ عثيمينَ.
وذلك للآتي:
أولًا: لأنَّه تنظيفٌ لا يتعلَّقُ بقَطْعِ عُضوٍ، أشْبَهَ إزالةَ الوَسَخِ والدَّرَن.
ثانيًا: لأنَّه سُنَّةٌ في حياتِه.
*🌴💾• Tersebut didalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Ahli Ilmu berselisih pendapat dalam kasus memotong kuku mayyit dan mencukur kumis mayyit, atas dua pendapat :
▶• *```Pendapat Pertama :*``` *DIMAKRUHKAN* memotong kuku mayyit dan menggunting kumis mayyit, dan itu adalah Madzhab Pengikut Madzhab Abi Hanifah, dan Pengikut Madzhab Imam Malikiy, dan sebuah pendapat Pengikut Madzhab Syafi'iy, sebagian mereka *```MENSHAHIHKANNYA*``` dan Imam Nawawiy memilihnya, dan Ibnu Al Mundziri condong kepadanya. Semua itu karena hal itu dilakukan untuk berhias, dan mayyit bukanlah ajang untuk berhias.
▶• *```Pendapat Kedua:*```
*DISUNNAHKAN* memotong kuku mayyit, dan menggunting kumis, dan itu pendapat Pengikut Pengikut Imam Ahmad, dan pendapat Pengikut Imam Syafi'iy, dan pendapat sebagian Ulama Salaf, Ibnu Bazz dan Ibnu Utsaimin (keduanya tokoh wahhabiy) memilihnya.
Dan semua itu seperti yang akan disebutkan :
*👌Pertama :* karena itu membersihan bukan berhubungan dengan memotong anggota badan mayyit.
*👌Kedua :* karena itu *```PERKARA SUNNAH*``` didalam hidupnya.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_1⃣2⃣. Cottonbud,_* berfungsi untuk membersihkan lubang telinga, hidung, ataupun untuk menghilangkan kotoran - kotoran dibawah kukui kaki tangan mayyit.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*«```عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ»*```
قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ زَادَ قُتَيْبَةُ قَالَ وَكِيعٌ انْتِقَاصُ الْمَاءِ يَعْنِي الِاسْتِنْجَاءَ و حَدَّثَنَاه أَبُو كُرَيْبٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ قَالَ أَبُوهُ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ.
{رواه مسلم / كتاب الطهارة / باب خصال الفطرة / رقم الحديث : ٢٦١}.
Telah menceritakan kepada kami : Qutaibah bin Sa'id dan Abu Bakar bin Abu Syaibah serta Zuhair bin Harb mereka berkata : "Telah menceritakan kepada kami Waki'. Dari Zakariya bin Abu Zaidah. Dari Mush'ab bin syaibah. Dari Thalq bin habib. Dari 'Abdullah bin Az Zubair. Dari 'Aisyah, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💓 bersabda:
*```"Ada sepuluh perkara dari fitrah; 1). mencukur kumis, 2). memanjangkan jenggot, 3). bersiwak, 4). beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), 5). memotong kuku, 6). bersuci dengan air, 7). mencabut bulu ketiak, 8). mencukur bulu kemaluan dan 9). beristinja' dengan air."*```
Zakariya berkata : Mush'ab berkata,
*```"Dan aku lupa yang kesepuluh, kecuali ia adalah 10). berkumur-kumur."*```
Qutaibah menambahkan, " Waki' berkata :
*'Bersuci dengan air maksudnya beristinja'."*
Dan telah menceritakannya kepada kami : Abu Kuraib. Telah mengabarkan kepada kami : Ibnu Abu Zaidah. Dari Bapaknya. Dari Mush'ab bin Syaibah dengan sanad ini, seperti hadits tersebut, hanya saja dia menyebutkan, "Bapaknya berkata, 'Dan saya lupa yang kesepuluh.'
{HR. Muslim / Kitabu Ath Thaharah / Baabu Khishaalu Al Fithrati / No. 261}.
*💾📿• قال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ غَسْلُ رُءُوسِ الْأَصَابِعِ بَعْدَ قَصِّ الْأَظْفَارِ , وَقَدْ قِيلَ : إنَّ الْحَكَّ بِالْأَظْفَارِ قَبْلَ غَسْلِهَا يَضُرُّ بِالْجَسَدِ . وَفِي حَدِيثِ عَائِشَةَ " غَسْلُ الْبَرَاجِمِ " فِي تَفْسِيرِ الْفِطْرَةِ , فَيُحْتَمَلُ أَنَّهُ, أَرَادَ ذَلِكَ ,
وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ : الْبَرَاجِمُ : الْعُقَدُ الَّتِي فِي ظُهُورِ الْأَصَابِعِ , وَالرَّوَاجِبُ : مَا بَيْنَ الْبَرَاجِمِ . وَمَعْنَاهُ قَالَ : تَنْظِيفُ الْمَوَاضِعِ الَّتِي تَتَشَنَّجُ وَيَجْتَمِعُ فِيهَا الْوَسَخُ . وَيُسْتَحَبُّ دَفْنُ مَا قَلَّمَ مِنْ أَظْفَارِهِ أَوْ أَزَالَ مِنْ شَعْرِهِ , لِمَا رَوَى الْخَلَّالُ بِإِسْنَادِهِ { عَنْ مِيلَ بِنْتِ مِشْرَحٍ الْأَشْعَرِيَّةِ قَالَتْ : رَأَيْت أَبِي يُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ وَيَدْفِنُهَا , وَيَقُولُ : رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚 يَفْعَلُ ذَلِكَ } . وَعَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ , { عَنْ النَّبِيِّ ﷺ💙 قَالَ : كَانَ يُعْجِبُهُ دَفْنُ الدَّمِ } . وَقَالَ مُهَنَّا : سَأَلْت أَحْمَدَ عَنْ الرَّجُلِ يَأْخُذُ مِنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ أَيَدْفِنُهُ أَمْ يُلْقِيهِ ؟ قَالَ : يَدْفِنُهُ , قُلْت : بَلَغَك فِيهِ شَيْءٌ ؟ قَالَ : كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَدْفِنُهُ . وَرُوِّينَا عَنْ النَّبِيِّ ﷺ💞 { أَنَّهُ أَمَرَ بِدَفْنِ الشَّعْرِ وَالْأَظْفَارِ , وَقَالَ : لَا يَتَلَاعَبُ بِهِ سَحَرَةُ بَنِي آدَمَ } . أو كما قال : ولأنه من أجزائه ، فاستحب دفنه كأعضائه .
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٣٧ / فصل: غسل رءوس الأصابع بعد قص الأظافر / للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📿🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya Al Mughniy :*
Fashal : Dan *DISUNNAHKAN* mencuci pucuk pucuk jari jemari setelah mengguntingi kuku, sungguh telah dikatakan : Sesungguhnya menggaruk dengan kuku sebelum dicuci dapat membahayakan pada tubuh. Dalam hadits 'Aisyah : *_" bersuci dengan air "_* dalam penafsiran Al fitrah, maka tersimpan didalamnya bahwasannya itulah yang dimaksud,
Al Hathaabiy berkata : Al Barajim yakni ikatan yang berada diujung jari jemari, dan Ar Rawajib yakni sesuatu diantara Al Barajim. Yang maksudnya Al Hathaabiy berkata : Membersihkan tempat - tempat yang menjadi berkerut dan berkumpul kotoran didalamnya. Dan disunnahkan menguburkan potongan kuku yang telah dipotong, atau rambut yang telah dipangkas, karena berdasarkan riwayat yang telah diriwayatkan oleh Al Khallal dengan sanadnya : ((Dari Mila binti Misyraah Al 'Asy'ariyyah berkata : Aku melihat ayahku memotongi kuku beliau, kemudian menguburkannya, dan bapakku berkata : Aku melihat Rasulullah ﷺ💜 melakukan semua itu)). Dan dari Ibnu Juraij : ((Dari Nabi ﷺ💜 beliau bersabda : Adalah membuatnya takjub memendam darah)). Dan Muhannan berkata : Aku bertanya kepada (imam) Ahmad mengenai seorang lelaki yang sedang memungut potongan rambut dan kukunya, apakah dipendam ataukah dibuang begitu saja? Imam Ahmad menjawab : Dikuburkan. Aku bertanya lagi : Apakah dalam hal ini sampai sesuatu kepada anda? Imam Ahmad berkata : Adalah Ibnu 'Umar menguburkannya. Dan telah diriwayatkan kepada kami, dari Nabi ﷺ💓, bahwasannya beliau memerintahkan agar mengubur rambut dan kuku, dan beliau bersabda : Ahli sihir tidak bisa memain - mainkannya. Atau seperti beliau juga pernah bersabda : bahwasannya itu termasuk bagian dari tubuhnya, maka *SUNNAH* menguburkannya seperti mengubur anggota badannya)).
{Lihat Kitab Al Mughni : juz 2 hal 337 / Fashlu Ghusli Ru'uusi Al Ashaabi'i Ba'da Qashshi Al Adzaafiri. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*_1⃣3⃣. Gunting, untuk mengguting rambut, kuku, atau kain kafan mayyit._*
*📿🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
وفي تقليم أظفاره وحف شاربه وحلق عانته قولان: أحدهما: يفعل ذلك لأنه تنظيف، فشرع في حقه كإزالة الوسخ.
الثاني: يكره وهو قول المزني لأنه قطع جزء منه فهو كالختان.
ثم ذكر النووي أن المختار عندهم ترك ذلك ونقل قول الشافعي: من أصحابنا من رأى حلق الشعر وتقليم الأظفار ومنهم من لم يره ، وقال الشافعي وتركه أعجب إلي..... إلى أن قال: فحصل أن المذهب أو الصواب ترك هذه الشعور والأظفار، لأن أجزاء الميت محرمة فلا تنتهك بهذا، ولم يصح عن النبي ﷺ💖 والصحابة في هذا شيء فكره فعله. انتهى.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / تقليم أظفار الميت وحف شاربه وحلق عانته. للإمام النووي الشافعي}.
*📿💾• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' ":*
Dalam masalah memotong kuku mayyit menggunting kumisnya, dan mencabuti bulu yang tumbuh disekitar alat kelamin (wulu kêmpung, jembut : jawa), ada dua pendapat :
▶• *```(Pendapat Pertama)*``` hal tersebut dilakukan karena dengan tujuan tandziif/kebersihan, maka disyari'atkan didalam haknya seperti menghilangkan kotoran.
▶• *```(Pendapat Kedua)*``` DIMAKRUHKAN itu merupakan pendapat Al Muzaniy, karena hal itu sama saja dengan memotong bagian tubuh mayyit, maka hal itu seperti khitan.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*```💾📿• Menurut Qaul Qadim (perkataan Imam Syafi'iy diirak) rambut, kuku, kumis yang terdapat pada mayat dibiarkan begitu saja namun menurut Qaul Jadid (perkataan Imam Syafi'iy dimesir) sunah dipotong dengan rincian sebagai berikut :*```
*📿🎙• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوى الكبير " :*
مسألة: قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
«وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ رَأَى خَلْعه الشَّعْرِ وَتَقْلِيمَ الأَظْفَارِ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يَرَهُ (قال المزني) وَتَرْكُهُ أَعْجَبُ إِلَيَّ لأَنَّهُ يَصِيرُ إِلَى بِلىً عَنْ قَلِيلٍ وَنَسْأَلُ اللَّهُ حُسْنَ ذَلِكَ الْمَصِيرِ».
قٙالٙ اٙلْمٙاوٙرْدِيُّْ : أَمَّا أَخْذُ شَعْرِهِ وَتَقْلِيمُ ظُفُرِهِ فَغَيْرُ مَأْمُورٍ بِهِ إِذَا كَانَ يَسِيرًا ، وَإِنْ طَالَ ذَلِكَ وَفَحُشَ فَأَخْذُهُ غَيْرُ وَاجِبٍ ، وَفِي اسْتِحْبَابِهِ قَوْلَانِ :
أَحَدُهُمَا : وَهُوَ قَوْلُهُ فِي الْقَدِيمِ : إِنَّ أَخْذَهُ مَكْرُوهٌ وَتَرْكَهُ أَوْلَى ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَالْمُزَنِيِّ ؛ لِأَنَّهُ لَمَّا كَانَ الْخِتَانُ الْوَاجِبُ فِي حَالِ الْحَيَاةِ لَا يُفْعَلُ بَعْدَ الْوَفَاةِ كَانَ هَذَا أَوْلَى ، وَلِأَنَّهُ لَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ بِعَظْمٍ نَجِسٍ كَانَ مَأْخُوذًا بِقَلْعِهِ فِي الْحَيَاةِ وَلَا يُؤْمَرُ بِقَلْعِهِ بَعْدَ الْوَفَاةِ فَهَذَا أَوْلَى ، قَالَ الْمُزَنِيُّ : لِأَنَّهُ يَصِيرُ إِلَى بِلًى عَنْ قَلِيلٍ ، وَنَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرَ ذَلِكَ الْمَصِيرِ
وَالْقَوْلُ الثَّانِي : وَهُوَ قَوْلُهُ فِي الْجَدِيدِ أَنَّ أَخْذَهُ مُسْتَحَبٌّ وَتَرْكَهُ مَكْرُوهٌ ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) اصْنَعُوا بِمَيِّتِكُمْ مَا تَصْنَعُونَ بِعَرُوسِكُمْ " وَلِأَنَّ تَنْظِيفَ سِنٍّ فِي حَالِ الْحَيَاةِ مِنْ غَيْرِ أَلَمٍ ، فَوَجَبَ أَنْ يُسْتَحَبَّ بَعْدَ الْوَفَاةِ كَإِزَالَةِ الْأَنْجَاسِ ، فَعَلَى هَذَا يُخْتَارُ أَنْ يُؤْخَذَ شَعْرُ عَانَتِهِ وَإِبِطَيْهِ بِالنَّوْرَةِ لَا بِالْمُوسَى الميت ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ أَرْفَقُ بِهِ ، وَيُقَصِّرُ شَعْرَ شَارِبِهِ وَلَا يَحْلِقُ ، وَيَتْرُكُ لِحْيَتَهُ وَلَايَمَسَّهَا ، فَأَمَّا شَعْرُ رَأْسِهِ فَإِنْ كَانَ ذَا جُمَّةٍ فِي حَيَاتِهِ تُرِكَ ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَا جُمَّةٍ حُلِقَ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَ أَطْرَافِهِ ، ثُمَّ حُكِيَ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ أَنَّ ذَلِكَ يُدْفَنُ مَعَهُ ، وَالِاخْتِيَارُ عِنْدَنَا أَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيهِ خَبَرٌ يُعْمَلُ عَلَيْهِ وَلَا أَثَرٌ يُسْتَنَدُ إِلَيْهِ.
{انظر كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ١٧١ - ١٧٢ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الرجل امرأته والمرأة زوجها. للإمام الماوردي الشافعي}.
*🌴🎙• Berkata Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir " :*
*```👉Berkata Asy-Syafi’i :*```
“Diantara madzhab kami ada yang memberlakukan memotong rambut dan kuku-kuku mayat dan diantara kami terdapat pendapat yang tidak mengerjakannya”.
*```👉Al-Mazani berkata :*```
“Meninggalkannya membuatku kagum karena artinya menjadikan kelusuhan sedikit dan kami memohon pada Allah kebaikannya tempat kembali”.
*```👉Al-Mawardi berkata :*```
“Sedang dalam mengambil rambut dan memotong kuku-kuku jenazah maka tidak diperintahkan bila ia sedikit dan bila panjang dan jorok mengambilnya juga tidak wajib, sedang dalam kesunahannya terdapat dua pendapat :
*```1.🌴 MENURUT QAUL QADIM HUKUM MENJALANKANNYA MAKRUH,*``` lebih baik tidak dilakukan, pendapat ini sesuai dengan madzhab Imam Malik, al-Mazani karena khitan yang diwajibkan saat hidup saja tidak dikerjakan kala ia sudah meninggal maka dalam masalah ini tentu lebih utama juga untuk tidak dikerjakan disamping karena alasan bila tulangnya tersambung dengan tulang najis maka harus dipisah saat ia masih hidup dan yang demikian tidak diperintahkan saat ia telah meninggal maka dalam masalah ini tentu lebih utama juga untuk tidak dikerjakan, al-Mazani berkata “ karena artinya menjadikan kelusuhan sedikit dan kami memohon pada Allah kebaikannya tempat kembali”.
*```2.🌴 MENURUT QAUL JADID YANG DEMIKIAN DISUNAHKAN,*``` meninggalkannya makruh hukumnya berdasarkan sabda nabi “Kerjakanlah oleh kalian pada orang-orang mati kalian apa yang kalian lakukan untuk pengantin-pengantin kalian” dan karena kebersihan disunahkan juga dikerjakan saaat masih hidup dengan catatan tidak menyakitkan maka sudah selayaknya bila yang demikian juga dianjurkan saat sudah meninggal seperti menghilangkan aneka najis pada diri jenazah.
Dengan demikian maka dianjurkan mengambil bulu-bulu ketiak dan kemaluannya dengan memakai batu kapur tidak dengan memakai gunting agar lebih berbuat kelembutan dengannya, bulu kumisnya dipendekkan tapi tidak dicukur habis dan jangan lakukan apapun dan menyentuh bulu jenggotnya.
Sedang untuk rambut kepalanya bila semasa hidupnya dia orang yang senang dengan rambut yang menjuntai maka jangan memotongnya bila bukan maka potonglah.
Sedang untuk kukunya maka potonglah bahkan Imam al-Auzaa’i menganjurkan menguburkan potongan-potongan kukunya dengannya namun kami lebih memilih yang demikian tidak beralasan dan berpedoaman dalil hadits sama sekali.
{Lihat Kitab Al-Haawi al-Kabiir : juz III hal 171-172 . Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📿🎙• قال الإمام الزيلعي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية ":*
( ولا يسرح شعر الميت ولا لحيته ، ولا يقص ظفره ولا شعره ) لقول عائشة رضي الله عنها: علام تنصون ميتكم ، ولأن هذه الأشياء للزينة ، وقد استغنى الميت عنها ، وفي الحي كان تنظيفه لاجتماع الوسخ تحته ، وصار كالختان .
{انظر كتاب نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية / كتاب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام جمال الدين عبد الله بن يوسف الزيلعي الحنفي}.
*💾👌• Berkata Imam Zaila'iy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nashbu Ar Rayaati Fi Takhriiji Ahaaditsu Al Hidayah ":*
(Tidak boleh rambut mayyit disisir, dan begitu juga jenggotnya, kukunya tidak boleh digunting, dan begitu juga rambutnya), berdasarkan perkataan Sayyidatuna 'Aisyah radliyyAlahu 'anha :
Atas dasar apa kalian menyisir kepala orang yang mati diantara kalian? Dan perkara ini untuk berhias, dan sesungguhnya mayyit sudah tidak membutuhkannya lagi, didalam hidupnya hal itu adalah cara kebersihannya karena berkumpulnya kotoran dibawahnya, dan malah menjadi seperti khitan.
{Lihat Kitab Nashbu Ar Rayaati Fi Takhriiji Ahaaditsi Al Hidayah / Kitabu Al Jana'izi / Fashlu Fi Al Ghusli. Karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy}.
*♻👌• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " المؤلف : جماعة من علماء الهند برئاسة الشيخ نظام الدين البرنهابوري بأمر من سلطان الهند محيي الدين محمد أورنك زيب الملقب باسم عالَم كَير :*
وَلَا يُسَرَّحُ شَعْرُ الْمَيِّتِ وَلَا لِحْيَتُهُ وَلَا يُقَصُّ ظُفْرُهُ وَلَا شَعْرُهُ، كَذَا فِي الْهِدَايَةِ وَلَا يُقَصُّ شَارِبُهُ وَلَا يُنْتَفُ إبِطُهُ وَلَا يُحْلَقُ شَعْرُ عَانَتِهِ وَيُدْفَنُ بِجَمِيعِ مَا كَانَ عَلَيْهِ، كَذَا فِي مُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ، وَإِنْ كَانَ ظُفْرُهُ مُنْكَسِرًا فَلَا بَأْسَ بِأَنْ يَأْخُذَهُ، كَذَا فِي الْمُحِيطِ.
{انظر كتاب: الفتاوى الهندية - المعروفة بالفتاوى العالمكيرية
فى مذهب الامام الاعظم ابى حنيفة النعمان للإمام نظام الدين البلخي}.
*📓🌴• Terdapat dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyah fi Madzhab al-Imam al-A'dham Abu Hanifah al-Nu'man - Karya Jama'ah Ulama' India Pimpinan Syaikh Nidhamuddin al-Balkhi :*
Dan tidak boleh menyisir rambut mayyit, tidak boleh menyisir jenggotnya, tidak boleh memotong kukunya, dan mencukur rambutnya, seperti ini dalam " Al Hidayah " dan tidak boleh dicukur kumisnya, tidak boleh dicabuti bulu ketèk/ketiaknya, dan tidak boleh dicukur bulu disekitar kemaluannya, dan dikuburkan bersama semua perkara yang ada padanya, beginilah dalam kitab " Muhith " As Sarakhsiy, dan apabila kukunya pecah maka tidak mengapa apabila memotongnya, beginilah dalam " Al Muhith ".
{Lihat Kitab Fatawa Al Hindiyyah (Fatawa Al 'Alimkiriyyah) : Karya Jama'ah Ulama' India Pimpinan Syaikh Nidhamuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*🌴📿• وقال الامام الكمال بن الهمام الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه "
وَلَا يُسَرَّحُ شَعْرُ الْمَيِّتِ وَلَا لِحْيَتُهُ وَلَا يُقَصُّ ظُفْرُهُ وَلَا شَعْرُهُ،
{انظر كتاب فتح القدير في شرح الهداية / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام ابن الهمام الحنفي}.
*💾🎤• Berkata Imam Al Kamal Ibnu Al Hammam Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Qadiir Fi Syarhi Al Hidayah " :*
Dan tidak boleh menyisir rambut mayyit, tidak boleh menyisir jenggotnya, tidak boleh memotong kukunya, dan mencukur rambutnya.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadiir Fi Syarhi Al Hidayah / Kitab Ash Shalat / Babu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Ghusli. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy}.
*💾🎙• وذهب الأحناف والمالكية إلى كراهة فعل ذلك بالميت، جاء في المدونة قال ابن القاسم :*
قَالَ مَالِكٌ : أَكْرَهُ أَنْ يُتْبَعَ الْمَيِّتُ بِمِجْمَرَةٍ أَوْ تُقَلَّمَ أَظْفَارُهُ أَوْ تُحْلَقَ عَانَتُهُ ، وَلَكِنْ يُتْرَكُ عَلَى حَالِهِ ، قَالَ : وَأَرَى ذَلِكَ بِدْعَةً مِمَّنْ فَعَلَهُ . انتهى.
{انظر كتاب المدونة في فروع الفقه المالكي : ج ١ ص ١٨٠. للإمام مالك بن أنس بن مالك الأصبحي}.
*🌴🎙• Pengikut Madzhab Imam Abi Hanifah dan Pengikut Madzhab Imam Malik berpendapat tentang *```DIMAKRUHKANNYA*``` melakukan hal tersebut terhadap mayyit. Tersebut dalam kitab Al Madunah Ibnu Al Qasim berkata : Malik berkata :
Aku tidak suka apabila mengikuti mayyit dengan membawa bara api yang dinyalakan, atau memotong kukunya, atau mencabut bulu yang tumbuh disekitar kemaluannya, akan tetapi meninggalkan perilakunya, beliau juga berkata : Aku berpendapat itu semua *```BID'AH*``` dari orang yang melakukannya.
{Lihat Kitab Al Madunah : juz 1 hal 180. Karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy}.
*📿🎙• قال الشيخ الرحيبانى الحنبلي (وهو مصطفى بن عبده السيوطي شهرة الرحيبانى مولدا ثم الدمشقي الحنبلي ، المتوفى: ١٢٤٣ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى ":*
(وَ) حَرُمَ (أَخْذُ) شَعْرِ (عَانَةٍ) ، لِمَا فِيهِ مِنْ مَسِّ الْعَوْرَةِ وَنَظَرِهَا، وَهُوَ مُحَرَّمٌ، فَلَا يُرْتَكَبُ لِمَنْدُوبٍ. (كَ) مَا يَحْرُمُ (خَتْنُ) مَيِّتٍ أَقْلَفَ؛ لِأَنَّهُ قَطْعُ بَعْضِ عُضْوٍ مِنْهُ، وَقَدْ زَالَ الْمَقْصُودُ مِنْهُ.
*📒🖍• Imam Rahibaniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghayatu Al Muntaha ":*
Dan *```DIHARAMKAN*``` mengambil rambut yang tumbuh disekitar kemaluan mayyit, karena perkara/persoalan didalamnya termasuk dari menyentuh aurat dan melihatnya, dan itu diharamkan, makanya tidak dikategorikan menjadi perbuatan pada level sunnah.
Seperti *```KEHARAMANNYA*``` mengkhitan mayyit yang dipotong qulfahnya, karena itu termasuk memutus sebagian anggota tubuh mayyit, dan hilanglah maksud tujuan (kebersihan) dari sebab kasus itu.
{Lihat Kitab Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghaayati Al Muntaha. Karya Imam Rahii aniy Al Hanbaliy}.
*📿🖍• وجاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يَحْرُم حَلْقُ شَعْرِ عانَةِ الميِّت ، وهو مذهَبُ الحَنابِلَة ؛ وذلك لِمَا فيه مِنْ مَسِّ العورةِ ونَظَرِها، وهو مُحَرَّمٌ .
*📁✒• Tersebut didalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Dan *```HARAM*``` mencukur rambut yang tumbuh disekitar kemaluan mayyit, dan itu adalah Madzhab Pengikut Imam Ahmad, dan semua itu dikarenakan perkara didalamnya termasuk menyentuh aurat dan melihatnya dan itu *```DIHARAMKAN*```.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_1⃣4⃣. Cebuk, Cerèk, atau Selang, untuk menyiram mayyit tergantung dengan selera dan keadaan,_* namun yang pasti perkirakan jangan sampai menyakiti mayyit.
Dan apabila memandikan mayyitnya dengan menggunakan air yang ditampung atau tidak mengalir semisal dalam ember tertutup atau semacamnya Sahabat *_Abi Hurairah mengajarkan mengambil airnya dengan cara diciduk._*
و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ وَأَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى جَمِيعًا عَنْ ابْنِ وَهْبٍ قَالَ هَارُونُ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّ أَبَا السَّائِبِ مَوْلَى هِشَامِ بْنِ زُهْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*```«لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ».*```
*```فَقَالَ : كَيْفَ يَفْعَلُ يَا أَبَا هُرَيْرَة؟,َ قَالَ : يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلًا».*```
{رواه مسلم / ٢ - كتاب الطهارة / (٢٩) باب النهي عن الاغتسال في الماء الراكد / رقم الحديث : ٢٨٣}.
Dan telah menceritakan kepada kami : Harun bin Sa'id Al-Aili dan Abu Ath-Thahir serta Ahmad bin Isa, semuanya dari Ibnu Wahab, Harun berkata : Telah menceritakan kepada kami : Ibnu Wahab. Telah mengabarkan kepada kami : 'Amru bin al-Harits. Dari Bukair bin al-Asyajj bahwa Abu as-Sa'ib (mantan budak Hisyam bin Zuhrah), Telah menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Abu Hurairah] berkata : "Rasulullah ﷺ💚 bersabda:
*```"Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam keadaan junub."*```
Seseorang lalu bertanya :
"Apa yang mesti dia perbuat wahai Abu Hurairah?"
Abu Hurairah menjawab :
*_"Hendaklah dia menciduk (untuk menyiramkannya)."_*
{HR. Muslim / 2 - Kitabu Ath Thaharati / (29) - Babu An Nahyi 'An Al Istighsaali Fi Al Maa'i Ar Raakidi / No. 283}.
*📿🎙• قال الحافظ العراقي رحمه الله تعالى في كتابه " طرح التثريب في شرح التقريب ":*
" اسْتَدَلَّ بِهِ الشَّافِعِيُّ وَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْمُسْتَعْمَلَ مَسْلُوبُ الطَّهُورِيَّةِ ، فَلَا يَتَطَهَّرُ بِهِ مَرَّةً أُخْرَى ، وَلَوْلَا أَنَّ الِاغْتِسَالَ فِيهِ يُخْرِجُهُ عَنْ كَوْنِهِ يَغْتَسِلُ بِهِ مَرَّةً أُخْرَى لَمَا نَهَى عَنْهُ "، انتهى
{انظر كتاب طرح التثريب في شرح التقريب : ج ٢ ص ٣٤. للحافظ العراقي}.
*💾🎙• Al Hafidz Al Iraqi rahimahullaahu ta'ala didalam Kitabnya " Tharhu At Tatsrib min Syarhi At Taqrib " mengatakan:*
“Syafi’iyyah dan jumhur ulama berpendapat bahwa air musta’mal telah hilang sifat thahuriyah-nya. Maka tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi. Karena andai mandi di air yang tidak mengalir tidak menghilangkan keabsahannya untuk mandi di situ sekali lagi, tentu tidak akan Nabi larang”.
{Lihat Kitab Tharhu At Tatsrib min Syarhi At Taqrib : juz 2 hal 34. Karya Al Hafidz Al 'Iraqiy}.
*📿🎙• قال الحافظ ابن حجر العسقلاني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح الباري شرح صحيح البخاري " :*
" وَيَزِيدُ ذَلِكَ وُضُوحًا قَوْلُهُ فِي رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ( يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلًا ) ، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْمَنْعَ مِنَ الِانْغِمَاسِ فِيهِ لِئَلَّا يَصِيرَ مُسْتَعْمَلًا ، فَيَمْتَنِعُ عَلَى الْغَيْرِ الِانْتِفَاعُ بِهِ ، وَهَذَا مِنْ أَقْوَى الْأَدِلَّةِ عَلَى أَنَّ الْمُسْتَعْمَلَ غَيْرُ طَهُورٍ" انتهى
{انظر كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري : ج ١ ص ٣٤٧. للإمام ابن حجر العسقلاني الشافعي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata didalam kìtabnya Fathu Al Baari Syarhu Shahih Al Bukhariy :*
Perkataan Abi Hurairah dalam riwayat Muslim (hendaklah dia menciduk untuk menyiramkannya) menambah hal tersebut semakin jelas, menunjukkan bahwasanya pencegahannya adalah mencelupkan kêdalamnya supaya tidak menjadikannya musta'mal, maka orang lain menjadi terhalang untuk memanfaatkannya. Dan ini termasuk dalil yang paling kuat bahwasannya air musta'mal tidak bisa untuk bersuci.
{Lihat Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : juz 1 hal 347. Karya Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
" وَفِي هَذَا الِاسْتِدْلَالِ نَظَرٌ ؛ لِأَنَّ الْمُخْتَارَ وَالصَّوَابَ أَنَّ الْمُرَادَ بِهَذَا الْحَدِيثِ النَّهْيُ عَنْ الِاغْتِسَالِ فِي الدَّائِمِ وَإِنْ كَانَ كَثِيرًا لِئَلَّا يُقَذِّره ، وَقَدْ يُؤَدِّي تَكْرَارُ ذَلِكَ إلَى تَغَيُّرِهِ" انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ١ ص ١٥٤. للإمام النووي الشافعي}.
*💾🎙• Imam An Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'la mengatakan dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
“pendalilan ini perlu dikritisi, karena pendapat yang terpilih dan *_pendapat yang lebih tepat adalah bahwa maksud hadits ini yaitu larangan mandi pada air yang tidak mengalir walaupun jumlah airnya banyak karena khawatir ia akan menjadi kotor,_* dan jika dilakukan berulang-ulang akan mengubah sifat air tersebut”.
{Lihat Kitab Al Majmu Syarhu Al Muhadzab : juz 1 hal 154. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي رحمه الله تعالى :*
" أَنَّ كُلَّ مَا وَقَعَ عَلَيْهِ اسْمُ الْمَاءِ فَهُوَ طَاهِرٌ طَهُورٌ سَوَاءٌ كَانَ مُسْتَعْمَلاً فِي طُهْرٍ وَاجِبٍ أَوْ مُسْتَحَبٍّ. " انتهى
{انظر كتاب مجموع الفتاوى : ج ١٩ ص ٢٣٦. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📿🎙• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala mengatakan :*
“Bahwasannya semua yang disebut dengan sebutan ‘air’ maka ia suci dan mensucikan. Baik ia musta’mal (telah digunakan) untuk bersuci yang wajib atau bersuci yang sunnah, atau bersuci yang tidak sunnah (mubah)”.
{Lihat Kitab Majmu’ Al Fatawa : juz 19 hal 236. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
To be countinew
⤵1/ VII
KANTOR MWC NU KEC. SRUMBUNG
Oleh : Muhammad Abdul Hakim & Team
Edisi revisi : Jum'at pahing, 16 Februari 2018 M | 30 Jumadil Awwal 1439 H
*📚DΛFTΛЯ ISI*
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
📌• Kata pengantar ...
📌• Sekapur sirih ...
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
*A)• ♻✍ Menyiapkan Tempat, Perkakas, Dan Bahan Bahan Modern Ataupun Tradisional Untuk Kepentingan Memandikan Mayyit*
*_1⃣. Tempat yang jauh dari pandangan manusia (pekiwan : Jawa)._*
*_i)• Tempat Yang Paling Utama Untuk Memandikan Mayyit._*
*_ii)• Larangan Memandikan Mayyit Didalam Masjid._*
*_2⃣. Air Hangat Secukupnya, untuk menghilangkan kotoran atau keringat - keringat yang mengkristal dipori - pori mayyit. Atau karena ada hajat dan karena dipicu hawa yang dingin._*
*_3⃣. Air Suci Mensucikan Secukupnya untuk mewudlukan mayyit sebelum dihilangkan najis - najisnya lalu dimandikan._*
*_4⃣. Sarir atau Lauh yakni meja panjang yang sudah didesain 2 kaki depan lebih tinggi dibandingkan 2 kaki belakang, atau rata namun sudah dilubangi papannya dengan beberapa lubang sehingga air yang untuk memandikan bisa langsung turun kebawah._*
*_5⃣. Menyediakan beberapa potongan kedebok pisang raja (rojo témén : jawa),_*
*_6⃣. Kain Basahan (telèsan : Jawa) tebal panjang halus sekitar 2 meter sebagai penutup mayyit saat dibersihkan najisnya dan saat dimandikan diguyur air,_*
*_7⃣. Kain Handuk tebal panjang halus berfungsi untuk menyeka sisa air pemandian agar mayyit tidak kedinginan, dan untuk menutupi seluruh badan mayyit sehingga mayyit tidak malu karena sudah tertutup auratnya dan merasa hangat karenanya._*
*```↗• Pendapat pertama :*``` Menyeka badan setelah wudhu hukumnya boleh.
*```↘• Pendapat kedua;*``` Menyeka anggota badan setelah wudhu hukumnya makruh.
*```💾👉• KESIMPULANNYA :*```
*_``` Mengelap anggota badan setelah wudhu hukumnya khilaf, ada yang menyatakan makruh dan tidak, namun disunnahkan untuk tidak dilakukan, kecuali bila hajat, seperti dalam kondisi yang dingin,_*```
*_8⃣. Daun Bidara (godhong dadap srép : jawa) atau Sabun sebagai pengganti daun bidara jika tidak diketemukan lagi,_*
↪• Dalilnya : *```Yang Pertama.*``` termasuk Sunnah.
↪• *```Yang Kedua :*``` karena sesungguhnya maksud dan tujuan dari mandi adalah tandziif/pembersihan,
*_9⃣. Mérang Padi (godhong pari : jawa), yang sudah dibakar dan dihaluskan atau shampoo sebagai penggantinya jika mérang sudah tidak ada,_*
*_🔟. Sisir yang bergigi renggang berfungsi untuk menyisir rambut mayyit agar mudah menyisirnya dan rambut tidak rontok,_*
*_1⃣1⃣. Pemotong kuku, untuk merapikan kuku - kuku mayyit_*
▶• *```Pendapat Pertama :*``` *DIMAKRUHKAN*
▶• *```Pendapat Kedua:*```
*DISUNNAHKAN*
*_1⃣2⃣. Cottonbud,_*
*_1⃣3⃣. Gunting, untuk mengguting rambut, kuku, atau kain kafan mayyit._*
*_1⃣4⃣. Cebuk, Cerèk, atau Selang, untuk menyiram mayyit tergantung dengan selera dan keadaan,_*
*📚✍• ΚΛTΛ PΣПGΛПTΛЯ*
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
حٙامِدًا لِلّٰهِ تٙبٙارٙكٙ وٙتٙعٙالٙى وٙمُصٙلِّيًا عٙلٙى رٙسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ💚 أٙمّٙا بٙعْدُ :
Sebagai orang yang selalu memuji kepada Allah, dan selalu membacakan shalawat atas Rasulillah ﷺ💞, setelah mengucapkan semua itu :
Kami dengan segenap kerendahan hati dan segala kekurangan, kami nukil dan susun risalah ini dengan maksud dan tujuan menyebarkan sedikit wacana ilmu yang kami miliki dan berdakwah untuk kemaslahatan ummat yang hiterogen dengan ilmu dan amal yang berbeda beda sehingga diharapkan bisa saling mengerti, saling mengisi, dan menghargai satu dan yang lainnya sehingga tidak terjadi perdebatan atau permusuhan yang tidak ada gunanya.
Kiranya kami cukupkan sekian pengantar kami semoga risalah ini bisa diterima dikalangan manapun dari kalangan zaman old (lama) dan kalangan zaman now (sekarang). Atas perhatiannya kami haturkan terimakasih.
والسلام عليكم و رحمة الله وبركاته
طالب العلم
محمد عبد الحكيم الماجلانجي
*📚✍• SΣΚΛPЦЯ SIЯIΉ*
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
حٙامِدًا لِلّٰهِ تٙبٙارٙكٙ وٙتٙعٙالٙى وٙمُصٙلِّيًا عٙلٙى رٙسُوْلِ اللّٰهِ ﷺ💖 أٙمّٙا بٙعْدُ :
Kami haturkan terima kasih kepada yang mulia Murabbi Arwaahana KHM. Suja'i Mashduqi, *_dan Kami khususkan Mitsil Pahalanya, Pahala Orang Yang Membacanya dan Yang Menggunakannya kepada Almarhumah Ibu Ny. Hajjah Nasyi'ah tercinta yang telah meninggalkan kami baru-baru ini, dan bagi semua saudaraku santri atau alumni Yayasan Pon. Pes. As Sålåfìyyåh yang sudah tiada_*, beserta keluarga selaku Pengasuh Yayasan Ma'had As Sålåfìyyåh Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta.
Terima kasih kepada Murobbi Arwaahana Abina KHM. Ihya' Ulumuddin Suhari dan Dua Ummina kami tercinta beserta keluarga selaku Pengasuh Ma'had Pengembangan dan Dakwah Nurul Haromain Jl. Brigjen Abdul Manan Wijaya 141 Ngroto Pujon Malang Jatim.
Kami haturkan terima kasih kepada Teman dan Sahabat kami Raden Mas Ronggo Panuntun sebagai pembimbing Ilmu Hakikat kami beserta keluarga tercinta. Tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada sanak saudara sahabat, orang orang yang berjasa dalam tersusunnya risalah ini, dan juga handai taulan dimana saja berada sehingga dengan segala kekurangannya tersusunlah buku ini.
Kritik dan saran yang membangun selalu kami nantikan agar dapat memberikan semangat kepada kami, menjadi motivasi bagi kami, dan kami bisa menghasilkan susunan rangkuman ilmu dan teori amaliyyah yang bisa diterima dikalangan manapun. Atasv perhatian dan kritiknya kami haturkan terima kasih.
والسلام عليكم و رحمة الله وبركاته
طالب العلم
محمد عبد الحكيم الماجلانجي
*📚BAG VII*
*📚✍ VII• MΣMΛПDIΚΛП JΣПΛZΛΉ.*
*A)• ♻✍ Menyiapkan Tempat, Perkakas, Dan Bahan Bahan Modern Ataupun Tradisional Untuk Kepentingan Memandikan Mayyit*
*_1⃣. Tempat yang jauh dari pandangan manusia (pekiwan : Jawa)._*
*_i)• Tempat Yang Paling Utama Untuk Memandikan Mayyit._*
*💾🎙• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
" وَيُسْتَحَبُّ نَقْلهُ إلى مَوْضِعٍ خَالٍ وَسَتْرُهُ عَنْ العُيُونِ، وَهَذَا لا خِلافَ فِيهِ ". انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ه ص ١٢٥. للإمام النووي الشافعي}.
*📒✒• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Dan disunnahkan memindah mayyit ditempat yang sepi dan menutupinya dari pandangan orang banyak, dan ini tidak ada perbedaan satupun didalamnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 125. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📒🌴• ﻭﻓﻲ كتاب ﺍﻟﻐﺮﺭ ﺍﻟﺒﻬﻴﺔ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺒﻬﺠﺔ ﺍﻟﻮﺭﺩﻳﺔ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ، ﺯﻳﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺑﻮ ﻳﺤﻴﻰ ﺍﻟﺴﻨﻴﻜﻲ ،ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ : ٩٢٦ ﻫـ ) ، ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻏﺴﻞ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﻣﺎ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ :*
ﻭَﺍﻟْﺄَﻭْﻟَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺗَﺤْﺖَ ﺳَﻘْﻒٍ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺃَﺳْﺘَﺮُ . ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{انظر كتاب ﺍﻟﻐﺮﺭ ﺍﻟﺒﻬﻴﺔ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺒﻬﺠﺔ ﺍﻟﻮﺭﺩﻳﺔ : ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺯﻛﺮﻳﺎ الأنصاري الشافعي}.
*📗👌• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Gharari Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah ":*
Dan *```LEBIH UTAMA*``` adanya prosesi memandikan mayyit tersebut dibawah atap, karena hal itu lebih menutupi (aurat mayyit).
{Lihat Kitab Al Ghararu Al Bahiyyah Al Bahjah Al Wardiyyati. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى، المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى :*
(وَ) يُسَنُّ (سَتْرُهُ) أَيْ الْمَيِّتِ حَالَةَ الْغُسْلِ (عَنْ الْعُيُونِ) لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ بِهِ عَيْبٌ يَسْتُرُهُ فِي حَيَاتِهِ أَوْ تَظْهَرُ عَوْرَتُهُ , وَكَانَ ابْنُ سِيرِينَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَكُونَ الْبَيْتُ الَّذِي يُغَسَّلُ فِيهِ الْمَيِّتُ مُظْلِمًا , ذَكَرَهُ أَحْمَدُ وَأَنْ يُغَسَّلَ (تَحْتَ سِتْرٍ أَوْ سَقْفٍ وَنَحْوِهِ) كَخَيْمَةٍ، لِئَلَّا يَسْتَقْبِلَ السَّمَاءَ بِعَوْرَتِهِ. اهـ
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ٩٢. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📘🎙• Berkata Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' ":*
*_Dan DISUNNAHKAN MENUTUPI MAYYIT KETIKA MEMANDIKANNYA dari pandangan manusia (orang banyak), hal tersebut seumpama ada cacat pada mayyit dapat menutupinya didalam hidupnya, atau jelas auratnya, dan Ibnu Sirin menyukai apabila tempatnya adalah rumah tertutup yang didalamnya digunakan untuk memandikan mayyit, dan Imam Ahmad telah menyebutkan agar mayyit dimandikan dibawah penutup atau langit - langit atap dan semacamnya seperti dimandikan didalam tenda, Karena hal itu agar aurat mayyit tidak menghadap langit._*
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 92. Karya Imam Manshur Al Bahutiy Al Hanbaliy}.
*💾👌 • وفي كتاب ﻣﻄﺎﻟﺐ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﻩ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ ﺷﻬﺮﺓ، ﺍﻟﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻰ ﻣﻮﻟﺪﺍ ﺛﻢ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ، ﺍﻟﻤﺘﻮﻓﻰ : ١٢٤٣ ﻫـ ) ، ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ :*
وَ سَنُّ (سَتْرُهُ) أَيْ الْمَيِّتِ حَالَةَ الْغُسْلِ (عَنْ الْعُيُونِ) لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ بِهِ عَيْبٌ يَسْتُرُهُ فِي حَيَاتِهِ أَوْ تَظْهَرُ عَوْرَتُهُ تَحْتَ سِتْرٍ أَوْ سَقْفٍ فِيْ خَيْمَةٍ اٙوْ بٙيْتٍ إِنْ أٙمْكٙنٙ، لِأٙنّٙهُ أٙسْتٙرٙ، وٙلِئَلَّا يَسْتَقْبِلَ بِعَوْرَتِهِ أٙلسّٙمٙاءٙ. ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{انظر كتاب ﻣﻄﺎﻟﺐ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺘﻬﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ : ج ص للشيخ ﺍﻟﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻰ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ}.
*📓✒• Berkata Syaikh Rahibaniy Al Hanbaliy hafidzohullaahu ta'ala dalam kitabnya " Mathalibu Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha ":*
*_Disunnahkan menutupi mayyit ketika memandikannya dari pandangan manusia, hal tersebut seumpama ada cacat pada mayyit dapat menutupinya didalam hidupnya, atau jelas auratnya dibawah penutup atau langit - langit atap didalam tenda atau rumah jika dimungkinkan. Karena hal itu dianggap lebih menutupi dan mayyit dengan auratnya tidak menghadap langit._*
{Lihat Kitab Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha. Karya Imam Ar Rahibaniy Al Hanbaliy}.
*_ii)• Larangan Memandikan Mayyit Didalam Masjid._*
*📘✍ • ﻗﺎﻝ الإمام ﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ ﻓﻲ كتابه " ﻛﺸﺎﻑ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ ﻋﻦ ﻣﺘﻦ ﺍﻹﻗﻨﺎﻉ " :*
"( ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ [ ﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ ] ﻭَﻟَﺎ ﻳُﻐَﺴَّﻞُ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻴِّﺖٌ ) ؛ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﻣَﻈِﻨَّﺔُ ﺗَﻨْﺠِﻴﺴِﻪِ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻦْ ﺟَﻮْﻓِﻪِ ﻭَﺻَﻮْﻥُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻋَﻦْ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺎﺕِ ﻭَﺍﺟِﺐٌ " ﺍﻧﺘﻬﻰ .
*📘🎤• Imam Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Kasyafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' " :*
Berkata Syaikh (Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy) dan jangan mayyit dimandikan didalam masjid, karena hal itu merupakan prediksi mayyit membuat masjid terkena najis sebab perkara yang keluar dari perutnya, dan menjaga masjid - masjid dari najis - najis adalah wajib.
{Lihat Kitab Kasyafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' : juz 1 hal 108. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📒🎤• ﻗﺎﻝ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﺑﻌﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺒﺼﺎﻕ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ :*
" ﻭﻟﻴﺲ ﺷﻲﺀ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻧﺠﺴﺎ، ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﺟﺐ ﺗﻨﺰﻳﻬﻬﺎ ﻋﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ ﺗﺴﺘﻘﺬﺭﻩ ﺍﻟﻨﻔﺲ ". ﺍﻧﺘﻬﻰ .
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ " ﺍﻻﺳﺘﺬﻛﺎﺭ " : ﺝ ٧ ﺹ ١٨٣ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ}.
*📓🌴• Imam Ibnu Abdil Barr Al Malikiy rahimahullahu ta'ala setelah menuturkan larangan meludah di masjid :*
Tidak ada sesuatu dari hal itu najis, namun masjid - masjid wajib steril dari setiap perkara yang orang menganggapnya jijik.
{Lihat Kitab Al Istidzkaar : juz 1 hal 183. Karya Imam Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy}.
*_2⃣. Air Hangat Secukupnya, untuk menghilangkan kotoran atau keringat - keringat yang mengkristal dipori - pori mayyit. Atau karena ada hajat dan karena dipicu hawa yang dingin._*
*📔🖍 • ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ " :*
ﺃﻥ ﻳﻐﺴﻞ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺍﻟﺒﺎﺭﺩ ﺇﻻ ﻟﺤﺎﺟﺔ ﻛﺸﺪﺓ ﺑﺮﺩ ﺃﻭ ﺇﺯﺍﻟﺔ ﻭﺳﺦ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﻻ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺑﺎﺭﺩﺍ ﺃﻭ ﺳﺎﺧﻨﺎ ,
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺍﻟﺴﺎﺧﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎﻝ .
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ : ﺝ ١ ﺹ ٧٨٩ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ }.
*📕🖊 • Berkata Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala didalam kìtabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati " :*
Supaya memandikan mayyit dengan air yang dingin, kecuali ada hajat keinginan seperti karena hawa yang sangat dingin, atau untuk menghilangkan kotoran yang melekat, dan ini disepakati oleh Pengikut Madzhab Syafi'iy dan Pengikut Imam Ahmad bin Hambal.
Adapun Pengikut Madzhab Malikiy mengatakan : Tidak ada perbedaan diantara menggunakan air hangat atau dingin.
Dan adapun Pengikut Madzhab Imam Abi Hanifah berkata : Air hangat lebih utama dalam setiap situasi.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzhabi Al Arba'ati : juz 1 hal 789. Karya Imam Jaziriy}.
*_3⃣. Air Suci Mensucikan Secukupnya untuk mewudlukan mayyit sebelum dihilangkan najis - najisnya lalu dimandikan._*
*📕👌 • ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ " :*
ﻳﻨﺪﺏ ﺃﻥ ﻳﻮﺿﺄ ﻛﻤﺎ ﻳﺘﻮﺿﺄ ﺍﻟﺤﻲ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﻔﻌﻼﻥ ﻓﻲ ﻭﺿﻮﺀ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻟﺌﻼ ﻳﺪﺧﻞ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﻓﻴﺴﺮﻉ ﻓﺴﺎﺩﻩ ﻭﻟﻮﺟﻮﺩ ﻣﺸﻘﺔ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻠﻒ ﺍﻟﻐﺎﺳﻞ ﺧﺮﻗﺔ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﺎﺑﺘﻪ ﻭﺇﺑﻬﺎﻣﻪ ﻭﻳﺒﻠﻬﺎ ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺛﻢ ﻳﻤﺴﺢ ﺑﻬﺎ ﺳﻨﺎﻥ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﻟﺜﺘﻪ ﻭﻣﻨﺨﺮﻳﻪ ﻓﻴﻘﻮﻡ ﺫﻟﻚ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ,
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻣﺬﻫﺒﻴﻬﻤﺎ ﺗﺤﺖ ﺍﻟﺨﻂ ( ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﻮﺿﺄ ﻳﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻭﺃﻥ ﺗﻨﻈﻴﻒ ﺃﺳﻨﺎﻧﻪ ﻭﻣﻨﺨﺮﻳﻪ ﺑﺎﻟﺨﺮﻗﺔ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﻭﻻ ﻳﻐﻨﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ).
{انظر ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ : ﺝ ١ ﺹ ٧٩٥ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﻱ }.
*💾🎙 • Berkata Syaikh 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala didalam kìtabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati ":*
*_Disunnahkan apabila mayyit diwudlukan terlebih dahulu sebelum dimandikan seperti wudlunya orang yang hidup ketika akan mandi janabah kecuali berkumur dan menyedot air hidung karena keduanya tidak dikerjakan dalam mewudlukan mayyit supaya air tidak masuk kedalam perutnya kemudian cepat merusakkan mayyit dan karena adanya kesulitan didalam hal tersebut. Namun disunnahkan supaya orang yang memandikan memilin jari telunjuk dan jempolnya dengan kain kemudian membasahi keduanya dengan air, lalu mengusap gigi - gigi mayyit ، gusinya, dan tempat menggigitnya. Maka hal itu menempati berkumur dan menyedot air hidung, dan ini disepakati oleh Pengikut Imam Abi Hanifah dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal,_*
*_```Adapun Pengikut Madzhab Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy maka lihatlah pendapat madzhab keduanya didalam kurung (Pengikut Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy berkata : Mayyit diwudlukan dengan berkumur dan menyedot air hidung, dan membersihkan gigi - giginya, gusinya, dan tempat mengunyahnya dengan kain DISUNNAHKAN dan tidak bisa tercukupi dari sekedar berkumur dan menyedot air hidung)._*```
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzhabi Al Arba'ati : juz 1 hal 795. Karya Imam Al Jaziriy}.
*_4⃣. Sarir atau Lauh yakni meja panjang yang sudah didesain 2 kaki depan lebih tinggi dibandingkan 2 kaki belakang, atau rata namun sudah dilubangi papannya dengan beberapa lubang sehingga air yang untuk memandikan bisa langsung turun kebawah._*
*💾✍ • ﻗﺎﻝ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ " :*
ﻭﻳﺠﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﺮﻳﺮ ﺃﻭ ﻟﻮﺡ ﺣﺘﻰ ﻻ ﺗﺼﻴﺒﻪ ﻧﺪﺍﻭﺓ ﺍﻷﺭﺽ ﻓﺘﻐﻴﺮﻩ.
{ﺍﻧﻈﺮ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ / ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﺋﺰ / ﺗﻐﻤﻴﺾ ﻋﻴﻨﻲ ﺍﻟﻤﻴﺖ . ﻟﻺﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ}.
*📓✏• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy Rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
*_```Dan menjadikan mayyit diatas keranda atau meja panjang sehingga hewan kecil kecil bumi tidak bisa mencapai mayyit lalu merusaknya._*```
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab / Kitabu Al Jana'izi / Babu Taghmiidlu Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_5⃣. Menyediakan beberapa potongan kedebok pisang raja (rojo témén : jawa),_* menurut adat Jawa yang dibelah kemudian dipotong seukuran lebar badan mayyit berfungsi sebagai ganjal tubuh mayyit, yang ditaruh dibeberapa tempat dibawah tubuh mayyit yang diperkirakan mayyit tidak merasa sakit dan nilai filosofinya menggunakan kedebok pisang jenis ini mungkin akan membuat suasana pemandian jenazah lebih tenang, rilex, dan stabil. Dalam Islam boleh tafa'ul (mengambil kebaikkan dari apa saja yang bersifat baik), konon orang Jawa menggunakan kedebok pisang raja ini sebagai alas memandikan mayyit mungkin juga karena bertafa'ul (mengambil berkah dari hal yang baik) dengan pohon tersebut.
Secara medis pisang yang dihasilkan kandungan didalamnya membawa manfaat seperti salah satunya : Senyawa asam amino dalam pisang raja membantu tubuh untuk memproduksi zat serotin. Zat ini berfungsi sebagai neurotransmitter. Artinya zat ini membantu anda merasa lebih tenang atau releks sehingga suasana hati anda menjadi stabil secara alami.
Konon bekas gedebog ini gak boleh di banting, di injak atau dipukul. Karena rasa sakitnya akan kena ke mayat yang tadi di mandikan.
*_6⃣. Kain Basahan (telèsan : Jawa) tebal panjang halus sekitar 2 meter sebagai penutup mayyit saat dibersihkan najisnya dan saat dimandikan diguyur air,_* hikmahnya agar mayyit tidak telanjang dan yang memandikan tidak melihat aurat mayyit.
*📿💾• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسَنُّ تجريدُ الميِّتِ من ثيابِه، وهو مذهَبُ الجمهورِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة: أوَّلًا: من السُّنَّة
عن عائشةَ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت:
((لَمَّا أرادوا غُسلَ النبيِّ ﷺ💚، قالوا: واللهِ ما ندري: أَنُجَرِّدُ رسولَ الله ﷺ💘 من ثيابِه كما نُجَرِّدُ موتانا، أم نُغَسِّلُه وعليه ثيابُه؟)).
وَجهُ الدَّلالةِ:
دلَّ قولُهم: أَنُجَرِّدُ رسولَ الله ﷺ❤ مِن ثيابِه كما نُجَرِّدُ موتانا؛ أنَّ عادتَهم كانت تجريدَ موتاهم للغُسلِ في زَمَنِه ﷺ💙.
ثانيًا: لأنَّ ذلك أَمْكَنُ في تغسيلِه .
ثالثًا: لأنَّ ذلك أبلَغُ في تطهيرِه .
رابعًا: لأنَّ ذلك أَصْوَنُ له مِنَ التَّنجيسِ
يجبُ سَتْرُ عورةِ المَيِّتِ عند الشُّروعِ في غُسلِه، ولا يجوزُ النَّظَرُ إلى عَورتِه.
الأدلَّة: أولًا: من السنَّةِ عمومُ حديثِ أبي سعيدٍ الخُدْرِي رَضِيَ اللَّهُ عنه، أنَّ رسولَ الله ﷺ💞 قال:
((لا ينظُرُ الرَّجُلُ إلى عورةِ الرَّجُلِ، ولا المرأةُ إلى عورةِ المَرْأةِ)) .
ثانيًا: من الإجماع
نقَلَ الإجماعَ على وجوبِ سَتْرِ عَوْرَتِه، وحُرمَةِ النَّظَر إليها: ابنُ عبدِ البَرِّ ، وابنُ قدامةَ ، والحطَّاب .
*📿💾• Disebutkan dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*```Disunnahkan menanggalkan semua pakaian mayyit*``` dan itu merupakan madzhab mayoritas ulama : Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabillah. Dalilnya :
Pertama : *TERMASUK SUNNAH* dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha, beliau berkata :
((tatkala mereka hendak memandikan Rasulullah ﷺ❤ mereka mengatakan; demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menelanjangi Rasulullah ﷺ💙 dari pakaiannya sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal diantara kita atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya? Tatkala mereka berselisih, Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorangpun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata; mandikan Nabi ﷺ💜 dalam keadaan memakai pakaiannya. Kemudian mereka bangkit menuju kepada Rasulullah ﷺ💚 dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya))
Pengertian dalil : Perkataan mereka menunjukkan melepaskan Rasulullaahu ﷺ💞 dari pakaiannya seperti kami melepas pakaian orang - orang yang mati diantara kami, sesungguhnya adat mereka melepas pakaian mereka untuk dimandikan dizaman Rasulullaahu ﷺ💙.
Yang kedua : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih aman dalam memandikannya.
Yang ketiga : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih tuntas dalam Mensucikannya.
Yang keempat : Karena sesungguhnya hal tersebut lebih menjaganya dari terkena najis.
Wajib menutup aurat mayyit ketika menjalankan dalam memandikan mayyit, dan tidak boleh melihat auratnya.
Dalilnya : Yang pertama : Termasuk dari Sunnah umumnya hadits Abi Sa'id Al Khudri radliyyAllahu 'anhu : Sesungguhnya Rasulullaah ﷺ💜, pernah bersabda : ((Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya))
Yang kedua : Termasuk dari jima'/kesepakatan ulama' menukil kesepakatan menutup auratnya, dan haram melihatnya, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Qudamah, dan Hathaabiy.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_7⃣. Kain Handuk tebal panjang halus berfungsi untuk menyeka sisa air pemandian agar mayyit tidak kedinginan, dan untuk menutupi seluruh badan mayyit sehingga mayyit tidak malu karena sudah tertutup auratnya dan merasa hangat karenanya._*
Dalam hal ini untuk orang mati hukumnya sama dengan boleh dan tidaknya mengelap anggota wudlunya setelah berwudlu atau diwudlukan.
*```↗• Pendapat pertama :*``` Menyeka badan setelah wudhu hukumnya boleh. Ini merupakan salah satu pendapat dalam Madzhab Syafii, dan juga pendapat madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Imam Ibnul Mundzir menjelaskan bahwa pendapat ini juga dinyatakan oleh utsman bin Affan, Husain bin Ali, Anas bin Malik, Bisyr bin Abu Mas'ud, Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Alqomah, Al-Aswad, Masruq, Adh-Dhohak, Ats-Tsauri dan Ishaq.
Diantara dalil mereka adalah sebagai berikut :
1. Hadis dari Aisyah radhiyyAllahu 'anha, beliau mengatakan:
كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ❤ خِرْقَةٌ يُنَشِّفُ بِهَا بَعْدَ الوُضُوءِ
“Rasulullah ﷺ💘memiliki handuk kecil yang beliau gunakan untuk mengeringkan anggota badan setelah wudhu.”
(Sunan Turmudzi, No.53 dan Sunan Nasai, no.701).
2. Hadis dari Salman al-Farisi radhiyyAllahu 'anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💙 تَوَضَّأَ، فَقَلَبَ جُبَّةَ صُوفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ، فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ
*_```"Bahwa Nabi ﷺ💚 pernah berwudhu, kemudian beliau membalik jubah wol yang beliau pakai dan beliau gunakan untuk mengusap wajahnya."_*```
(Sunan Ibnu Majah, no.468)
*```↘• Pendapat kedua;*``` Menyeka anggota badan setelah wudhu hukumnya makruh. Ini juga merupakan pendapat sebagian ulama’ madzhab syafi'i. Pendapat ini juga dipilih Ibnu Abi Laila, Sa’id bin Musayyab, An-Nakho’i, Mujahid, Abul Aliyah.
Alasan lainnya sebab hal tersebut akan menghilangkan bekas ibadah yang telah dikerjakan. Sedangkan dalilnya antara lain hadis dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau menjelaskan tata cara mandi junub Nabi ﷺ💙. Dalam hadis tersebut, Maimunah mengatakan:
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ
*_```“Kemudian aku memberikan handuk untuk beliau, namun beliau tidak menggunankannya.”_*```
(Shahih Bukhari, no.276 dan Shahih Muslim, no.317).
*📕✒• قال الإمام النووي الشافع رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
حكم تنشيف ففيه طرق متباعدة للأصحاب يجمعها خمسة أوجه الصحيح منها أنه لايكره لكن المستحب تركه
*👌•Imam Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Al-Majmu’ Syarhu Al Muhadzab menjelaskan :*
Dalam madzhab syafi’i terrdapat 5 pendapat yang berbeda mengenai masalah menyeka anggota badan sesudah wudhu, adapun pendapat yang ashoh/paling benar *_hukumnya tidak makruh,_* namun disunahkan untuk tidak melakukannya.*
*👌• Namun dalam Syarah Shohih Muslim beliau menyatakan bahwa hukumnya mubah secara mutlak.*
*👌•Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menambahkan, hukum tersebut mengecualikan apabila kondisinya dingin, khawatir menempelnya najis, atau sesudahnya akan melakukan tayammum, maka dalam kondisi ini menyeka anggota badan malah dianjurkan.*
*👌• Mengelap (mengeringkan) air wudhu setelah berwudhu hukumnya Makruh jika tidak ada udzur (hajat),* jika ada hajat seperti terlalu dingin, terlalu panas dan khawatir tertempel najis maka tidak lagi dimakruhkan. Meskipun ada juga ulama yang berpendapat Boleh, namun menurut Qoul Aujah yang shohih hukumnya MAKRUH karena atsar al-'Ibaadah (menghilangkan bekas ibadah).
قال الإمام ابن حجر الهيتمي رحمه الله تعالى :
و منها ترك النشيف بلا عذر لأنه يزيل أثر العبادة أما بعذر كبرد و خوف التصاق نجاسة و إرادة تيمم عقب الوضوء فلاكراهة
Dan sebagian kesunnahan setelah wudhu adalah tidak mengusap anggota wudhu dengan kain tanpa adanya udzur, karna hal tersebut dapat menghilangkan bekas ibadah,jika ada udzur semisal kedinginan,khawatir tertempel perkara najis,atau ia hendak tayammum setelah wudhu maka tdk makruh baginya melakukan hal tersebut (tansyif/mengelap anggota wudhu).
{Lihat Kitab Hasyiyah al-Bajuri : juz I hal 62. Karya Syaikh Ibrahim Al Bajuri Asy Syafi'iy}.
*```💾👉• KESIMPULANNYA :*```
*_``` Mengelap anggota badan setelah wudhu hukumnya khilaf, ada yang menyatakan makruh dan tidak, namun disunnahkan untuk tidak dilakukan, kecuali bila hajat, seperti dalam kondisi yang dingin,_*```
*_8⃣. Daun Bidara (godhong dadap srép : jawa) atau Sabun sebagai pengganti daun bidara jika tidak diketemukan lagi,_* fungsinya untuk membuat normal kondisi tubuh mayyit (pérét : jawa) setelah digosok denganya dan setelah diguyur air.
*💾✍ • جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُغَسَّل الميِّتُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة:
أوَّلًا: من السُّنَّة
1- عن ابنِ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنهما، قال: ((أقبلَ رجُلٌ حَرامًا مع النبيِّ ﷺ❤, فخَرَّ مِن بَعيرِه، فوُقِصَ وَقْصًا، فمات، فقال رسولُ اللهِ ﷺ💙 :
((اغْسِلُوه بماءٍ وسِدْرٍ وأَلْبِسوه ثوبَيْهِ، ولا تُخَمِّروا رَأْسَه؛ فإنَّه يأتي يومَ القيامةِ يُلَبِّي)) .
2- عن أمِّ عطيَّةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت: دخل علينا رسولُ الله ﷺ💓 حين تُوفِّيَتْ ابنَتُه، فقال:
((اغْسِلْنَها ثلاثًا، أو خمسًا، أو أكثَرَ من ذلك إنْ رَأَيْتُنَّ ذلك، بماءٍ وسِدْرٍ، واجْعَلْنَ في الآخِرَةِ كافورًا- أو شيئًا من كافورٍ- فإذا فرَغْتُنَّ فآذِنَّنِي)) .
ثانيًا: لأنَّ المقصودَ من الغُسْل التنظيفُ، فيُستعانُ بما يزيدُ فيه التَّطهيرُ .
*💾✏• Disebutkan dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Mayyit dimandikan dengan air dan daun bidara (dadap serep : jawa), dan ini merupakan kesepakatan dari empat Madzhab : Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah (Hanafiyah), Pengikut Madzhab Imam Malik (Malikiyah), Pengikut Madzhab Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah), dan Pengikut Madzhab Imam Ahmad (Hanabillah).
↪• Dalilnya : *```Yang Pertama.*``` termasuk Sunnah.
1. Dari Ibnu 'Abbas radliyyAllahu 'anhuma, beliau berkata :
*_```👉• ((Seorang laki-laki melakukan Ihram bersama Nabi ﷺ💖, lalu ia tersungkur jatuh dari Unta hingga lehernya patah dan meninggal seketika itu. maka Rasulullah ﷺ💜 pun bersabda: "Mandikanlah jenazahnya dengan air bercampur daun bidara. Lalu kafanilah ia dengan kedua helai kain (ihram) -nya. Dan janganlah kalian menutupi kepala dengan surban, karena ia akan datang kelak di hari kiamat dalam keadaan Ihram))_*```
2. Dari Ummu 'Athiyyah seorang wanita Anshar radliyyAlahu 'anha, beliau berkata: Rasulullah ﷺ💙 menemui kami saat kematian puteri kami, lalu bersabda:
*_```👉(("Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian) atau yang sejenis. Dan bila kalian telah selesai beritahu aku"))_*```
↪• *```Yang Kedua :*``` karena sesungguhnya maksud dan tujuan dari mandi adalah tandziif/pembersihan, lalu diharapkan pertolongannya dengan sesuatu yang mensucikan bertambah didalamnya.
*_9⃣. Mérang Padi (godhong pari : jawa), yang sudah dibakar dan dihaluskan atau shampoo sebagai penggantinya jika mérang sudah tidak ada,_* fungsinya untuk mengeramasi rambut kepala mayyit, dan mérang yang masih utuh bisa untuk membersihkan kotoran dibawah kuku kaki dan tangan mayyit. Adapun manfaat merang yang sudah terbukti di masyarakat jawa adalah untuk menghitamkan rambut, kesehatan rambut, menghaluskan dan rambut dapat bebas dari ketombe.
Dan termasuk dari rangkaian perawatan kepala orang hidup ataupun yang sudah mati dizaman sekarang yang paling sederhana adalah merapikan rambut dengan dishamphoo kemudian disisir. Berkenaan dengan kerapian rambut atau mencuci pakaian Rasulullah pernah memerintahkannya :
حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا مِسْكِينٌ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، ح وحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ وَكِيعٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، نَحْوَهُ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 فَرَأَى رَجُلًا شَعِثًا قَدْ تَفَرَّقَ شَعْرُهُ فَقَالَ:
*```«أَمَا كَانَ يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ، وَرَأَى رَجُلًا آخَرَ وَعَلْيِهِ ثِيَابٌ وَسِخَةٌ، فَقَالَ أَمَا كَانَ هَذَا يَجِدُ مَاءً يَغْسِلُ بِهِ ثَوْبَهُ».*```
{رواه ابو داود / ٣١ - كتاب اللباس / باب في غسل الثوب وفي الخلقان / رقم الحديث : ٤٠٦٢. و[حكم الالبانى] : صحيح النسائي (٥٢٣٦) // (٤٨٣٢)}.
Telah menceritakan kepada kami : Nufaili, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Miskin. Dari Al Auza'i. -(dalam jalur lain disebutkan)- Telah menceritakan kepada kami : 'Utsman bin Abu Syaibah. Dari Waki'. Dari Al Auza'i seperti itu. Dari Hassan bin Athiah. Dan Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Jabir bin Abdullah, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💚 mendatangi kami, lalu beliau melihat seorang laki-laki yang rambutnya acak-acakkan. Maka beliau bersabda:
*_```"Tidakkah orang ini mendapatkan sesuatu yang dapat digunakan untuk merapikan rambutnya?" Kemudian beliau juga mendapati seorang laki-laki yang bajunya kotor, beliau bersabda: "Tidakkah orang ini mendapatkan air hingga ia dapat mencuci bajunya?"_*```
{HR. Abu Dawud / 31 - Kitabu Al Libaasi / Babu Fi Ghusli Ats Tsaubi Wa Fi Al Hilqaani / No. 4062. Dan Albaniy Shahih}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عِيسَى عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ : أَتَانَا النَّبِيُّ ﷺ💞 فَرَأَى رَجُلًا ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ :
*«```أَمَا يَجِدُ هَذَا مَا يُسَكِّنُ بِهِ شَعْرَهُ»*```
{رواه النسائي / ٤٨ - كتاب الزينة / تسكين الشعر / رقم الحديث : ٥٢٣٦}.
Telah mengabarkan kepada kami : Ali bin Khasyram ia berkata; Telah memberitakan kepada kami : Isa. Dari Al Auza'i. Dari Hassan bin Athiah. Dari Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Jabir bin Abdullah bahwasanya ia berkata : "Nabi ﷺ💓 datang menemui kami dan melihat seorang laki-laki yang rambutnya tampak kusut, maka beliau bersabda:
*_```"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat merapikan rambutnya."_*```
{HR. Nasaa'i / 38 - Kitabu Az Zayyinah / Taskiinu Asy Sya'ri / No. 5236}.
*_🔟. Sisir yang bergigi renggang berfungsi untuk menyisir rambut mayyit agar mudah menyisirnya dan rambut tidak rontok,_* dan jika terjadi kerontokkan, rambut yang rontok harus ikut dikuburkan bersama mayyit.
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ مُقَدَّمٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ : كَانَتْ لَهُ جُمَّةٌ ضَخْمَةٌ فَسَأَلَ النَّبِيَّ ﷺ💖 فَأَمَرَهُ أَنْ يُحْسِنَ إِلَيْهَا وَأَنْ يَتَرَجَّلَ كُلَّ يَوْمٍ
{رواه النسائي / كتاب الزينة / تسكين الشعر / رقم الحديث : ٥٢٣٧}.
Telah mengabarkan kepada kami : Amru bin Ali, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami : 'Umar bin Ali bin Miqdam, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id. Dari Muhammad Ibnul Munkadir. Dari Abu Qatadah, ia berkata :
*```"Bahwasanya ia mempunyai rambut yang panjang, ia lalu bertanya Nabi ﷺ❤ mengenai rambutnya. Maka beliau pun memerintahkan kepadanya untuk merawatnya dengan baik, dan menyisirnya setiap hari."*```
{HR. Nasaa'i / 38 - Kitabu Az Zayyinah / Taskiinu Asy Sya'ri / No. 5237}.
*_1⃣1⃣. Pemotong kuku, untuk merapikan kuku - kuku mayyit_* dan sisa potongan kuku - kuku tersebut harus dikubur bersama mayyit.
*📿💾 جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
اختلف أهلُ العِلمِ في تقليمِ أظْفارِ المَيِّت وقَصِّ شارِبِه على قولين:
القول الأول: يُكْرَه تقليمُ أظْفارِ المَيِّت وقَصُّ شاربِه، وهو مذهبُ الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، وقولٌ للشافعيَّةِ صحَّحَه بعضُهم، واختاره النوويُّ ، ومال إليه ابن المُنْذِر ؛ وذلك لأنَّه يُفْعَلُ للزِّينةِ، والمَيِّتُ ليس بمحَلِّ الزِّينةِ.
القول الثاني: يُستحَبُّ تقليمُ أظْفار المَيِّت وقَصُّ شارِبِه، وهو مذهَبُ الحَنابِلَة ، وقولٌ للشافعيَّة ، وهو قولُ طائفةٍ مِنَ السَّلَفِ، واختاره ابنُ بازٍ ، وابنُ عثيمينَ.
وذلك للآتي:
أولًا: لأنَّه تنظيفٌ لا يتعلَّقُ بقَطْعِ عُضوٍ، أشْبَهَ إزالةَ الوَسَخِ والدَّرَن.
ثانيًا: لأنَّه سُنَّةٌ في حياتِه.
*🌴💾• Tersebut didalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Ahli Ilmu berselisih pendapat dalam kasus memotong kuku mayyit dan mencukur kumis mayyit, atas dua pendapat :
▶• *```Pendapat Pertama :*``` *DIMAKRUHKAN* memotong kuku mayyit dan menggunting kumis mayyit, dan itu adalah Madzhab Pengikut Madzhab Abi Hanifah, dan Pengikut Madzhab Imam Malikiy, dan sebuah pendapat Pengikut Madzhab Syafi'iy, sebagian mereka *```MENSHAHIHKANNYA*``` dan Imam Nawawiy memilihnya, dan Ibnu Al Mundziri condong kepadanya. Semua itu karena hal itu dilakukan untuk berhias, dan mayyit bukanlah ajang untuk berhias.
▶• *```Pendapat Kedua:*```
*DISUNNAHKAN* memotong kuku mayyit, dan menggunting kumis, dan itu pendapat Pengikut Pengikut Imam Ahmad, dan pendapat Pengikut Imam Syafi'iy, dan pendapat sebagian Ulama Salaf, Ibnu Bazz dan Ibnu Utsaimin (keduanya tokoh wahhabiy) memilihnya.
Dan semua itu seperti yang akan disebutkan :
*👌Pertama :* karena itu membersihan bukan berhubungan dengan memotong anggota badan mayyit.
*👌Kedua :* karena itu *```PERKARA SUNNAH*``` didalam hidupnya.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_1⃣2⃣. Cottonbud,_* berfungsi untuk membersihkan lubang telinga, hidung, ataupun untuk menghilangkan kotoran - kotoran dibawah kukui kaki tangan mayyit.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*«```عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ»*```
قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ زَادَ قُتَيْبَةُ قَالَ وَكِيعٌ انْتِقَاصُ الْمَاءِ يَعْنِي الِاسْتِنْجَاءَ و حَدَّثَنَاه أَبُو كُرَيْبٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ قَالَ أَبُوهُ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ.
{رواه مسلم / كتاب الطهارة / باب خصال الفطرة / رقم الحديث : ٢٦١}.
Telah menceritakan kepada kami : Qutaibah bin Sa'id dan Abu Bakar bin Abu Syaibah serta Zuhair bin Harb mereka berkata : "Telah menceritakan kepada kami Waki'. Dari Zakariya bin Abu Zaidah. Dari Mush'ab bin syaibah. Dari Thalq bin habib. Dari 'Abdullah bin Az Zubair. Dari 'Aisyah, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💓 bersabda:
*```"Ada sepuluh perkara dari fitrah; 1). mencukur kumis, 2). memanjangkan jenggot, 3). bersiwak, 4). beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), 5). memotong kuku, 6). bersuci dengan air, 7). mencabut bulu ketiak, 8). mencukur bulu kemaluan dan 9). beristinja' dengan air."*```
Zakariya berkata : Mush'ab berkata,
*```"Dan aku lupa yang kesepuluh, kecuali ia adalah 10). berkumur-kumur."*```
Qutaibah menambahkan, " Waki' berkata :
*'Bersuci dengan air maksudnya beristinja'."*
Dan telah menceritakannya kepada kami : Abu Kuraib. Telah mengabarkan kepada kami : Ibnu Abu Zaidah. Dari Bapaknya. Dari Mush'ab bin Syaibah dengan sanad ini, seperti hadits tersebut, hanya saja dia menyebutkan, "Bapaknya berkata, 'Dan saya lupa yang kesepuluh.'
{HR. Muslim / Kitabu Ath Thaharah / Baabu Khishaalu Al Fithrati / No. 261}.
*💾📿• قال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ غَسْلُ رُءُوسِ الْأَصَابِعِ بَعْدَ قَصِّ الْأَظْفَارِ , وَقَدْ قِيلَ : إنَّ الْحَكَّ بِالْأَظْفَارِ قَبْلَ غَسْلِهَا يَضُرُّ بِالْجَسَدِ . وَفِي حَدِيثِ عَائِشَةَ " غَسْلُ الْبَرَاجِمِ " فِي تَفْسِيرِ الْفِطْرَةِ , فَيُحْتَمَلُ أَنَّهُ, أَرَادَ ذَلِكَ ,
وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ : الْبَرَاجِمُ : الْعُقَدُ الَّتِي فِي ظُهُورِ الْأَصَابِعِ , وَالرَّوَاجِبُ : مَا بَيْنَ الْبَرَاجِمِ . وَمَعْنَاهُ قَالَ : تَنْظِيفُ الْمَوَاضِعِ الَّتِي تَتَشَنَّجُ وَيَجْتَمِعُ فِيهَا الْوَسَخُ . وَيُسْتَحَبُّ دَفْنُ مَا قَلَّمَ مِنْ أَظْفَارِهِ أَوْ أَزَالَ مِنْ شَعْرِهِ , لِمَا رَوَى الْخَلَّالُ بِإِسْنَادِهِ { عَنْ مِيلَ بِنْتِ مِشْرَحٍ الْأَشْعَرِيَّةِ قَالَتْ : رَأَيْت أَبِي يُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ وَيَدْفِنُهَا , وَيَقُولُ : رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚 يَفْعَلُ ذَلِكَ } . وَعَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ , { عَنْ النَّبِيِّ ﷺ💙 قَالَ : كَانَ يُعْجِبُهُ دَفْنُ الدَّمِ } . وَقَالَ مُهَنَّا : سَأَلْت أَحْمَدَ عَنْ الرَّجُلِ يَأْخُذُ مِنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ أَيَدْفِنُهُ أَمْ يُلْقِيهِ ؟ قَالَ : يَدْفِنُهُ , قُلْت : بَلَغَك فِيهِ شَيْءٌ ؟ قَالَ : كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَدْفِنُهُ . وَرُوِّينَا عَنْ النَّبِيِّ ﷺ💞 { أَنَّهُ أَمَرَ بِدَفْنِ الشَّعْرِ وَالْأَظْفَارِ , وَقَالَ : لَا يَتَلَاعَبُ بِهِ سَحَرَةُ بَنِي آدَمَ } . أو كما قال : ولأنه من أجزائه ، فاستحب دفنه كأعضائه .
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٣٧ / فصل: غسل رءوس الأصابع بعد قص الأظافر / للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📿🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya Al Mughniy :*
Fashal : Dan *DISUNNAHKAN* mencuci pucuk pucuk jari jemari setelah mengguntingi kuku, sungguh telah dikatakan : Sesungguhnya menggaruk dengan kuku sebelum dicuci dapat membahayakan pada tubuh. Dalam hadits 'Aisyah : *_" bersuci dengan air "_* dalam penafsiran Al fitrah, maka tersimpan didalamnya bahwasannya itulah yang dimaksud,
Al Hathaabiy berkata : Al Barajim yakni ikatan yang berada diujung jari jemari, dan Ar Rawajib yakni sesuatu diantara Al Barajim. Yang maksudnya Al Hathaabiy berkata : Membersihkan tempat - tempat yang menjadi berkerut dan berkumpul kotoran didalamnya. Dan disunnahkan menguburkan potongan kuku yang telah dipotong, atau rambut yang telah dipangkas, karena berdasarkan riwayat yang telah diriwayatkan oleh Al Khallal dengan sanadnya : ((Dari Mila binti Misyraah Al 'Asy'ariyyah berkata : Aku melihat ayahku memotongi kuku beliau, kemudian menguburkannya, dan bapakku berkata : Aku melihat Rasulullah ﷺ💜 melakukan semua itu)). Dan dari Ibnu Juraij : ((Dari Nabi ﷺ💜 beliau bersabda : Adalah membuatnya takjub memendam darah)). Dan Muhannan berkata : Aku bertanya kepada (imam) Ahmad mengenai seorang lelaki yang sedang memungut potongan rambut dan kukunya, apakah dipendam ataukah dibuang begitu saja? Imam Ahmad menjawab : Dikuburkan. Aku bertanya lagi : Apakah dalam hal ini sampai sesuatu kepada anda? Imam Ahmad berkata : Adalah Ibnu 'Umar menguburkannya. Dan telah diriwayatkan kepada kami, dari Nabi ﷺ💓, bahwasannya beliau memerintahkan agar mengubur rambut dan kuku, dan beliau bersabda : Ahli sihir tidak bisa memain - mainkannya. Atau seperti beliau juga pernah bersabda : bahwasannya itu termasuk bagian dari tubuhnya, maka *SUNNAH* menguburkannya seperti mengubur anggota badannya)).
{Lihat Kitab Al Mughni : juz 2 hal 337 / Fashlu Ghusli Ru'uusi Al Ashaabi'i Ba'da Qashshi Al Adzaafiri. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*_1⃣3⃣. Gunting, untuk mengguting rambut, kuku, atau kain kafan mayyit._*
*📿🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
وفي تقليم أظفاره وحف شاربه وحلق عانته قولان: أحدهما: يفعل ذلك لأنه تنظيف، فشرع في حقه كإزالة الوسخ.
الثاني: يكره وهو قول المزني لأنه قطع جزء منه فهو كالختان.
ثم ذكر النووي أن المختار عندهم ترك ذلك ونقل قول الشافعي: من أصحابنا من رأى حلق الشعر وتقليم الأظفار ومنهم من لم يره ، وقال الشافعي وتركه أعجب إلي..... إلى أن قال: فحصل أن المذهب أو الصواب ترك هذه الشعور والأظفار، لأن أجزاء الميت محرمة فلا تنتهك بهذا، ولم يصح عن النبي ﷺ💖 والصحابة في هذا شيء فكره فعله. انتهى.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / تقليم أظفار الميت وحف شاربه وحلق عانته. للإمام النووي الشافعي}.
*📿💾• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' ":*
Dalam masalah memotong kuku mayyit menggunting kumisnya, dan mencabuti bulu yang tumbuh disekitar alat kelamin (wulu kêmpung, jembut : jawa), ada dua pendapat :
▶• *```(Pendapat Pertama)*``` hal tersebut dilakukan karena dengan tujuan tandziif/kebersihan, maka disyari'atkan didalam haknya seperti menghilangkan kotoran.
▶• *```(Pendapat Kedua)*``` DIMAKRUHKAN itu merupakan pendapat Al Muzaniy, karena hal itu sama saja dengan memotong bagian tubuh mayyit, maka hal itu seperti khitan.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*```💾📿• Menurut Qaul Qadim (perkataan Imam Syafi'iy diirak) rambut, kuku, kumis yang terdapat pada mayat dibiarkan begitu saja namun menurut Qaul Jadid (perkataan Imam Syafi'iy dimesir) sunah dipotong dengan rincian sebagai berikut :*```
*📿🎙• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوى الكبير " :*
مسألة: قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
«وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ رَأَى خَلْعه الشَّعْرِ وَتَقْلِيمَ الأَظْفَارِ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يَرَهُ (قال المزني) وَتَرْكُهُ أَعْجَبُ إِلَيَّ لأَنَّهُ يَصِيرُ إِلَى بِلىً عَنْ قَلِيلٍ وَنَسْأَلُ اللَّهُ حُسْنَ ذَلِكَ الْمَصِيرِ».
قٙالٙ اٙلْمٙاوٙرْدِيُّْ : أَمَّا أَخْذُ شَعْرِهِ وَتَقْلِيمُ ظُفُرِهِ فَغَيْرُ مَأْمُورٍ بِهِ إِذَا كَانَ يَسِيرًا ، وَإِنْ طَالَ ذَلِكَ وَفَحُشَ فَأَخْذُهُ غَيْرُ وَاجِبٍ ، وَفِي اسْتِحْبَابِهِ قَوْلَانِ :
أَحَدُهُمَا : وَهُوَ قَوْلُهُ فِي الْقَدِيمِ : إِنَّ أَخْذَهُ مَكْرُوهٌ وَتَرْكَهُ أَوْلَى ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَالْمُزَنِيِّ ؛ لِأَنَّهُ لَمَّا كَانَ الْخِتَانُ الْوَاجِبُ فِي حَالِ الْحَيَاةِ لَا يُفْعَلُ بَعْدَ الْوَفَاةِ كَانَ هَذَا أَوْلَى ، وَلِأَنَّهُ لَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ بِعَظْمٍ نَجِسٍ كَانَ مَأْخُوذًا بِقَلْعِهِ فِي الْحَيَاةِ وَلَا يُؤْمَرُ بِقَلْعِهِ بَعْدَ الْوَفَاةِ فَهَذَا أَوْلَى ، قَالَ الْمُزَنِيُّ : لِأَنَّهُ يَصِيرُ إِلَى بِلًى عَنْ قَلِيلٍ ، وَنَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرَ ذَلِكَ الْمَصِيرِ
وَالْقَوْلُ الثَّانِي : وَهُوَ قَوْلُهُ فِي الْجَدِيدِ أَنَّ أَخْذَهُ مُسْتَحَبٌّ وَتَرْكَهُ مَكْرُوهٌ ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) اصْنَعُوا بِمَيِّتِكُمْ مَا تَصْنَعُونَ بِعَرُوسِكُمْ " وَلِأَنَّ تَنْظِيفَ سِنٍّ فِي حَالِ الْحَيَاةِ مِنْ غَيْرِ أَلَمٍ ، فَوَجَبَ أَنْ يُسْتَحَبَّ بَعْدَ الْوَفَاةِ كَإِزَالَةِ الْأَنْجَاسِ ، فَعَلَى هَذَا يُخْتَارُ أَنْ يُؤْخَذَ شَعْرُ عَانَتِهِ وَإِبِطَيْهِ بِالنَّوْرَةِ لَا بِالْمُوسَى الميت ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ أَرْفَقُ بِهِ ، وَيُقَصِّرُ شَعْرَ شَارِبِهِ وَلَا يَحْلِقُ ، وَيَتْرُكُ لِحْيَتَهُ وَلَايَمَسَّهَا ، فَأَمَّا شَعْرُ رَأْسِهِ فَإِنْ كَانَ ذَا جُمَّةٍ فِي حَيَاتِهِ تُرِكَ ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَا جُمَّةٍ حُلِقَ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَ أَطْرَافِهِ ، ثُمَّ حُكِيَ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ أَنَّ ذَلِكَ يُدْفَنُ مَعَهُ ، وَالِاخْتِيَارُ عِنْدَنَا أَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيهِ خَبَرٌ يُعْمَلُ عَلَيْهِ وَلَا أَثَرٌ يُسْتَنَدُ إِلَيْهِ.
{انظر كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ١٧١ - ١٧٢ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الرجل امرأته والمرأة زوجها. للإمام الماوردي الشافعي}.
*🌴🎙• Berkata Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir " :*
*```👉Berkata Asy-Syafi’i :*```
“Diantara madzhab kami ada yang memberlakukan memotong rambut dan kuku-kuku mayat dan diantara kami terdapat pendapat yang tidak mengerjakannya”.
*```👉Al-Mazani berkata :*```
“Meninggalkannya membuatku kagum karena artinya menjadikan kelusuhan sedikit dan kami memohon pada Allah kebaikannya tempat kembali”.
*```👉Al-Mawardi berkata :*```
“Sedang dalam mengambil rambut dan memotong kuku-kuku jenazah maka tidak diperintahkan bila ia sedikit dan bila panjang dan jorok mengambilnya juga tidak wajib, sedang dalam kesunahannya terdapat dua pendapat :
*```1.🌴 MENURUT QAUL QADIM HUKUM MENJALANKANNYA MAKRUH,*``` lebih baik tidak dilakukan, pendapat ini sesuai dengan madzhab Imam Malik, al-Mazani karena khitan yang diwajibkan saat hidup saja tidak dikerjakan kala ia sudah meninggal maka dalam masalah ini tentu lebih utama juga untuk tidak dikerjakan disamping karena alasan bila tulangnya tersambung dengan tulang najis maka harus dipisah saat ia masih hidup dan yang demikian tidak diperintahkan saat ia telah meninggal maka dalam masalah ini tentu lebih utama juga untuk tidak dikerjakan, al-Mazani berkata “ karena artinya menjadikan kelusuhan sedikit dan kami memohon pada Allah kebaikannya tempat kembali”.
*```2.🌴 MENURUT QAUL JADID YANG DEMIKIAN DISUNAHKAN,*``` meninggalkannya makruh hukumnya berdasarkan sabda nabi “Kerjakanlah oleh kalian pada orang-orang mati kalian apa yang kalian lakukan untuk pengantin-pengantin kalian” dan karena kebersihan disunahkan juga dikerjakan saaat masih hidup dengan catatan tidak menyakitkan maka sudah selayaknya bila yang demikian juga dianjurkan saat sudah meninggal seperti menghilangkan aneka najis pada diri jenazah.
Dengan demikian maka dianjurkan mengambil bulu-bulu ketiak dan kemaluannya dengan memakai batu kapur tidak dengan memakai gunting agar lebih berbuat kelembutan dengannya, bulu kumisnya dipendekkan tapi tidak dicukur habis dan jangan lakukan apapun dan menyentuh bulu jenggotnya.
Sedang untuk rambut kepalanya bila semasa hidupnya dia orang yang senang dengan rambut yang menjuntai maka jangan memotongnya bila bukan maka potonglah.
Sedang untuk kukunya maka potonglah bahkan Imam al-Auzaa’i menganjurkan menguburkan potongan-potongan kukunya dengannya namun kami lebih memilih yang demikian tidak beralasan dan berpedoaman dalil hadits sama sekali.
{Lihat Kitab Al-Haawi al-Kabiir : juz III hal 171-172 . Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📿🎙• قال الإمام الزيلعي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية ":*
( ولا يسرح شعر الميت ولا لحيته ، ولا يقص ظفره ولا شعره ) لقول عائشة رضي الله عنها: علام تنصون ميتكم ، ولأن هذه الأشياء للزينة ، وقد استغنى الميت عنها ، وفي الحي كان تنظيفه لاجتماع الوسخ تحته ، وصار كالختان .
{انظر كتاب نصب الراية في تخريج أحاديث الهداية / كتاب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام جمال الدين عبد الله بن يوسف الزيلعي الحنفي}.
*💾👌• Berkata Imam Zaila'iy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nashbu Ar Rayaati Fi Takhriiji Ahaaditsu Al Hidayah ":*
(Tidak boleh rambut mayyit disisir, dan begitu juga jenggotnya, kukunya tidak boleh digunting, dan begitu juga rambutnya), berdasarkan perkataan Sayyidatuna 'Aisyah radliyyAlahu 'anha :
Atas dasar apa kalian menyisir kepala orang yang mati diantara kalian? Dan perkara ini untuk berhias, dan sesungguhnya mayyit sudah tidak membutuhkannya lagi, didalam hidupnya hal itu adalah cara kebersihannya karena berkumpulnya kotoran dibawahnya, dan malah menjadi seperti khitan.
{Lihat Kitab Nashbu Ar Rayaati Fi Takhriiji Ahaaditsi Al Hidayah / Kitabu Al Jana'izi / Fashlu Fi Al Ghusli. Karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy}.
*♻👌• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " المؤلف : جماعة من علماء الهند برئاسة الشيخ نظام الدين البرنهابوري بأمر من سلطان الهند محيي الدين محمد أورنك زيب الملقب باسم عالَم كَير :*
وَلَا يُسَرَّحُ شَعْرُ الْمَيِّتِ وَلَا لِحْيَتُهُ وَلَا يُقَصُّ ظُفْرُهُ وَلَا شَعْرُهُ، كَذَا فِي الْهِدَايَةِ وَلَا يُقَصُّ شَارِبُهُ وَلَا يُنْتَفُ إبِطُهُ وَلَا يُحْلَقُ شَعْرُ عَانَتِهِ وَيُدْفَنُ بِجَمِيعِ مَا كَانَ عَلَيْهِ، كَذَا فِي مُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ، وَإِنْ كَانَ ظُفْرُهُ مُنْكَسِرًا فَلَا بَأْسَ بِأَنْ يَأْخُذَهُ، كَذَا فِي الْمُحِيطِ.
{انظر كتاب: الفتاوى الهندية - المعروفة بالفتاوى العالمكيرية
فى مذهب الامام الاعظم ابى حنيفة النعمان للإمام نظام الدين البلخي}.
*📓🌴• Terdapat dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyah fi Madzhab al-Imam al-A'dham Abu Hanifah al-Nu'man - Karya Jama'ah Ulama' India Pimpinan Syaikh Nidhamuddin al-Balkhi :*
Dan tidak boleh menyisir rambut mayyit, tidak boleh menyisir jenggotnya, tidak boleh memotong kukunya, dan mencukur rambutnya, seperti ini dalam " Al Hidayah " dan tidak boleh dicukur kumisnya, tidak boleh dicabuti bulu ketèk/ketiaknya, dan tidak boleh dicukur bulu disekitar kemaluannya, dan dikuburkan bersama semua perkara yang ada padanya, beginilah dalam kitab " Muhith " As Sarakhsiy, dan apabila kukunya pecah maka tidak mengapa apabila memotongnya, beginilah dalam " Al Muhith ".
{Lihat Kitab Fatawa Al Hindiyyah (Fatawa Al 'Alimkiriyyah) : Karya Jama'ah Ulama' India Pimpinan Syaikh Nidhamuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*🌴📿• وقال الامام الكمال بن الهمام الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه "
وَلَا يُسَرَّحُ شَعْرُ الْمَيِّتِ وَلَا لِحْيَتُهُ وَلَا يُقَصُّ ظُفْرُهُ وَلَا شَعْرُهُ،
{انظر كتاب فتح القدير في شرح الهداية / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام ابن الهمام الحنفي}.
*💾🎤• Berkata Imam Al Kamal Ibnu Al Hammam Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Qadiir Fi Syarhi Al Hidayah " :*
Dan tidak boleh menyisir rambut mayyit, tidak boleh menyisir jenggotnya, tidak boleh memotong kukunya, dan mencukur rambutnya.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadiir Fi Syarhi Al Hidayah / Kitab Ash Shalat / Babu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Ghusli. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy}.
*💾🎙• وذهب الأحناف والمالكية إلى كراهة فعل ذلك بالميت، جاء في المدونة قال ابن القاسم :*
قَالَ مَالِكٌ : أَكْرَهُ أَنْ يُتْبَعَ الْمَيِّتُ بِمِجْمَرَةٍ أَوْ تُقَلَّمَ أَظْفَارُهُ أَوْ تُحْلَقَ عَانَتُهُ ، وَلَكِنْ يُتْرَكُ عَلَى حَالِهِ ، قَالَ : وَأَرَى ذَلِكَ بِدْعَةً مِمَّنْ فَعَلَهُ . انتهى.
{انظر كتاب المدونة في فروع الفقه المالكي : ج ١ ص ١٨٠. للإمام مالك بن أنس بن مالك الأصبحي}.
*🌴🎙• Pengikut Madzhab Imam Abi Hanifah dan Pengikut Madzhab Imam Malik berpendapat tentang *```DIMAKRUHKANNYA*``` melakukan hal tersebut terhadap mayyit. Tersebut dalam kitab Al Madunah Ibnu Al Qasim berkata : Malik berkata :
Aku tidak suka apabila mengikuti mayyit dengan membawa bara api yang dinyalakan, atau memotong kukunya, atau mencabut bulu yang tumbuh disekitar kemaluannya, akan tetapi meninggalkan perilakunya, beliau juga berkata : Aku berpendapat itu semua *```BID'AH*``` dari orang yang melakukannya.
{Lihat Kitab Al Madunah : juz 1 hal 180. Karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy}.
*📿🎙• قال الشيخ الرحيبانى الحنبلي (وهو مصطفى بن عبده السيوطي شهرة الرحيبانى مولدا ثم الدمشقي الحنبلي ، المتوفى: ١٢٤٣ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى ":*
(وَ) حَرُمَ (أَخْذُ) شَعْرِ (عَانَةٍ) ، لِمَا فِيهِ مِنْ مَسِّ الْعَوْرَةِ وَنَظَرِهَا، وَهُوَ مُحَرَّمٌ، فَلَا يُرْتَكَبُ لِمَنْدُوبٍ. (كَ) مَا يَحْرُمُ (خَتْنُ) مَيِّتٍ أَقْلَفَ؛ لِأَنَّهُ قَطْعُ بَعْضِ عُضْوٍ مِنْهُ، وَقَدْ زَالَ الْمَقْصُودُ مِنْهُ.
*📒🖍• Imam Rahibaniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghayatu Al Muntaha ":*
Dan *```DIHARAMKAN*``` mengambil rambut yang tumbuh disekitar kemaluan mayyit, karena perkara/persoalan didalamnya termasuk dari menyentuh aurat dan melihatnya, dan itu diharamkan, makanya tidak dikategorikan menjadi perbuatan pada level sunnah.
Seperti *```KEHARAMANNYA*``` mengkhitan mayyit yang dipotong qulfahnya, karena itu termasuk memutus sebagian anggota tubuh mayyit, dan hilanglah maksud tujuan (kebersihan) dari sebab kasus itu.
{Lihat Kitab Mathalib Ulinnuha Fi Syarhi Ghaayati Al Muntaha. Karya Imam Rahii aniy Al Hanbaliy}.
*📿🖍• وجاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يَحْرُم حَلْقُ شَعْرِ عانَةِ الميِّت ، وهو مذهَبُ الحَنابِلَة ؛ وذلك لِمَا فيه مِنْ مَسِّ العورةِ ونَظَرِها، وهو مُحَرَّمٌ .
*📁✒• Tersebut didalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
Dan *```HARAM*``` mencukur rambut yang tumbuh disekitar kemaluan mayyit, dan itu adalah Madzhab Pengikut Imam Ahmad, dan semua itu dikarenakan perkara didalamnya termasuk menyentuh aurat dan melihatnya dan itu *```DIHARAMKAN*```.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*_1⃣4⃣. Cebuk, Cerèk, atau Selang, untuk menyiram mayyit tergantung dengan selera dan keadaan,_* namun yang pasti perkirakan jangan sampai menyakiti mayyit.
Dan apabila memandikan mayyitnya dengan menggunakan air yang ditampung atau tidak mengalir semisal dalam ember tertutup atau semacamnya Sahabat *_Abi Hurairah mengajarkan mengambil airnya dengan cara diciduk._*
و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ وَأَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى جَمِيعًا عَنْ ابْنِ وَهْبٍ قَالَ هَارُونُ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ بُكَيْرِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّ أَبَا السَّائِبِ مَوْلَى هِشَامِ بْنِ زُهْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*```«لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ».*```
*```فَقَالَ : كَيْفَ يَفْعَلُ يَا أَبَا هُرَيْرَة؟,َ قَالَ : يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلًا».*```
{رواه مسلم / ٢ - كتاب الطهارة / (٢٩) باب النهي عن الاغتسال في الماء الراكد / رقم الحديث : ٢٨٣}.
Dan telah menceritakan kepada kami : Harun bin Sa'id Al-Aili dan Abu Ath-Thahir serta Ahmad bin Isa, semuanya dari Ibnu Wahab, Harun berkata : Telah menceritakan kepada kami : Ibnu Wahab. Telah mengabarkan kepada kami : 'Amru bin al-Harits. Dari Bukair bin al-Asyajj bahwa Abu as-Sa'ib (mantan budak Hisyam bin Zuhrah), Telah menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Abu Hurairah] berkata : "Rasulullah ﷺ💚 bersabda:
*```"Janganlah salah seorang di antara kalian mandi dalam air yang menggenang (diam), sedang dia dalam keadaan junub."*```
Seseorang lalu bertanya :
"Apa yang mesti dia perbuat wahai Abu Hurairah?"
Abu Hurairah menjawab :
*_"Hendaklah dia menciduk (untuk menyiramkannya)."_*
{HR. Muslim / 2 - Kitabu Ath Thaharati / (29) - Babu An Nahyi 'An Al Istighsaali Fi Al Maa'i Ar Raakidi / No. 283}.
*📿🎙• قال الحافظ العراقي رحمه الله تعالى في كتابه " طرح التثريب في شرح التقريب ":*
" اسْتَدَلَّ بِهِ الشَّافِعِيُّ وَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْمُسْتَعْمَلَ مَسْلُوبُ الطَّهُورِيَّةِ ، فَلَا يَتَطَهَّرُ بِهِ مَرَّةً أُخْرَى ، وَلَوْلَا أَنَّ الِاغْتِسَالَ فِيهِ يُخْرِجُهُ عَنْ كَوْنِهِ يَغْتَسِلُ بِهِ مَرَّةً أُخْرَى لَمَا نَهَى عَنْهُ "، انتهى
{انظر كتاب طرح التثريب في شرح التقريب : ج ٢ ص ٣٤. للحافظ العراقي}.
*💾🎙• Al Hafidz Al Iraqi rahimahullaahu ta'ala didalam Kitabnya " Tharhu At Tatsrib min Syarhi At Taqrib " mengatakan:*
“Syafi’iyyah dan jumhur ulama berpendapat bahwa air musta’mal telah hilang sifat thahuriyah-nya. Maka tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi. Karena andai mandi di air yang tidak mengalir tidak menghilangkan keabsahannya untuk mandi di situ sekali lagi, tentu tidak akan Nabi larang”.
{Lihat Kitab Tharhu At Tatsrib min Syarhi At Taqrib : juz 2 hal 34. Karya Al Hafidz Al 'Iraqiy}.
*📿🎙• قال الحافظ ابن حجر العسقلاني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح الباري شرح صحيح البخاري " :*
" وَيَزِيدُ ذَلِكَ وُضُوحًا قَوْلُهُ فِي رِوَايَةِ مُسْلِمٍ : ( يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلًا ) ، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْمَنْعَ مِنَ الِانْغِمَاسِ فِيهِ لِئَلَّا يَصِيرَ مُسْتَعْمَلًا ، فَيَمْتَنِعُ عَلَى الْغَيْرِ الِانْتِفَاعُ بِهِ ، وَهَذَا مِنْ أَقْوَى الْأَدِلَّةِ عَلَى أَنَّ الْمُسْتَعْمَلَ غَيْرُ طَهُورٍ" انتهى
{انظر كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري : ج ١ ص ٣٤٧. للإمام ابن حجر العسقلاني الشافعي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata didalam kìtabnya Fathu Al Baari Syarhu Shahih Al Bukhariy :*
Perkataan Abi Hurairah dalam riwayat Muslim (hendaklah dia menciduk untuk menyiramkannya) menambah hal tersebut semakin jelas, menunjukkan bahwasanya pencegahannya adalah mencelupkan kêdalamnya supaya tidak menjadikannya musta'mal, maka orang lain menjadi terhalang untuk memanfaatkannya. Dan ini termasuk dalil yang paling kuat bahwasannya air musta'mal tidak bisa untuk bersuci.
{Lihat Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : juz 1 hal 347. Karya Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*
" وَفِي هَذَا الِاسْتِدْلَالِ نَظَرٌ ؛ لِأَنَّ الْمُخْتَارَ وَالصَّوَابَ أَنَّ الْمُرَادَ بِهَذَا الْحَدِيثِ النَّهْيُ عَنْ الِاغْتِسَالِ فِي الدَّائِمِ وَإِنْ كَانَ كَثِيرًا لِئَلَّا يُقَذِّره ، وَقَدْ يُؤَدِّي تَكْرَارُ ذَلِكَ إلَى تَغَيُّرِهِ" انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ١ ص ١٥٤. للإمام النووي الشافعي}.
*💾🎙• Imam An Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'la mengatakan dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
“pendalilan ini perlu dikritisi, karena pendapat yang terpilih dan *_pendapat yang lebih tepat adalah bahwa maksud hadits ini yaitu larangan mandi pada air yang tidak mengalir walaupun jumlah airnya banyak karena khawatir ia akan menjadi kotor,_* dan jika dilakukan berulang-ulang akan mengubah sifat air tersebut”.
{Lihat Kitab Al Majmu Syarhu Al Muhadzab : juz 1 hal 154. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي رحمه الله تعالى :*
" أَنَّ كُلَّ مَا وَقَعَ عَلَيْهِ اسْمُ الْمَاءِ فَهُوَ طَاهِرٌ طَهُورٌ سَوَاءٌ كَانَ مُسْتَعْمَلاً فِي طُهْرٍ وَاجِبٍ أَوْ مُسْتَحَبٍّ. " انتهى
{انظر كتاب مجموع الفتاوى : ج ١٩ ص ٢٣٦. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📿🎙• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala mengatakan :*
“Bahwasannya semua yang disebut dengan sebutan ‘air’ maka ia suci dan mensucikan. Baik ia musta’mal (telah digunakan) untuk bersuci yang wajib atau bersuci yang sunnah, atau bersuci yang tidak sunnah (mubah)”.
{Lihat Kitab Majmu’ Al Fatawa : juz 19 hal 236. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
To be countinew
⤵1/ VII
⤵ 2/ VII
*_1⃣5⃣. Tiga Ember besar tertutup,_* untuk menyimpan air suci yang mensucikan yang sama sekali belum tersentuh tangan dan tertutup agar tidak terkena percikan siraman pada tubuh mayyit lantas masuk kedalamnya dan membuat air menjadi musta'mal. Dalam hal ini ulama' berbeda pendapat mengenai volume air yang sedikit, yang bisa menjadi najis atau tidak :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاق ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💜 وَهُوَ يُسْأَلُ عَنِ الْمَاءِ يَكُونُ فِي الْفَلَاةِ مِنَ الْأَرْضِ وَمَا يَنُوبُهُ مِنَ السِّبَاعِ وَالدَّوَابِّ ، قَالَ : فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 :
*```" إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ " .*```
قَالَ عَبْدَةُ : قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاق : الْقُلَّةُ هِيَ : الْجِرَارُ ، وَالْقُلَّةُ الَّتِي يُسْتَقَى فِيهَا .
قَالَ أَبُو عِيسَى : وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ , وَأَحْمَدَ , وَإِسْحَاق ، قَالُوا : إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ مَا لَمْ يَتَغَيَّرْ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ , وَقَالُوا : يَكُونُ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ قِرَبٍ .
{رواه الترمذي / ١ - أبواب الطهارة / باب منه آخر / رقم الحديث : ٦٧}
Telah menceritakan kepada kami : Hannad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Abdah. Dari Muhammad bin Ishaq. Dari Muhammad bin Ja'far bin Az Zubair. Dari 'Ubaidullah bin Abdullah bin Umar. Dari Ibnu Umar, beliau berkata; "Aku mendengar dari Rasulullah ﷺ💓 ketika beliau ditanya tentang air yang ada di tanah lapang dan sering dikunjungi oleh binatang buas dan hewan hewan lainnya, "
Ibnu Umar berkata; Maka Rasulullah ﷺ💔 menjawab:
*```"Apabila air itu mencapai dua Qulah maka tidak akan mengandung kotoran (najis)."*```
Abdah berkata; Muhammad bin Ishaq berkata; "Al Qullah adalah beberapa guci besar, dan Qullah adalah air yang biasa dipakai untuk minum."
Abu Isa berkata; "Dan itu adalah pendapat Imam Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan;
*```"Apabila air itu mencapai dua Qullah maka tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis, yaitu selama tidak berubah bau atau rasanya, dan mereka mengatakan; "kira-kira airnya sebanyak lima Qirbah (kendi)."*```
{HR. Tirmidzi / 1 - Abwaabu Ath Thaharah / Babu Minhu Akbar / No. 67}.
*💾📿• Imam Syafi'iy dalam kitab Musnad-nya berkata :
أَنْبَأَنَا الثِّقَةُ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ كَثِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💓 قَالَ:
*```«إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ نَجَسًا أَوْ خَبَثًا».*```
{رواه الشافعي / مُسْنَدُ الشَّافِعِيُّ / بَابُ مَا خَرَّجَ مِنْ كِتَابِ الْوُضُوءِ / رقم الحديث : ٢}.
Orang yang terpercaya memberitahukan kepada kami dari Al WaJid bin Katsir. Dari Muhamad bin Abbad bin Ja'far. Dari Abdullah bin Abdullah bin Umar. Dari ayahnya bahwa Rasulullah ﷺ💚 pernah bersabda :
*```"Apabila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis atau kotoran”.*```
{HR. Syafi'iy / Musnad Asy Syafi'iy / Babu Ma Kharraja Min Kitaabi Al Wudlu' / No. 2}.
*💾🎤• Dalam kitab Subul al-Salam karya al-Shan'aniy disebutkan :
عن أبي أُمَامَةَ الباهليّ ـ رضي الله عنه ـ قال: قال رسول الله ﷺ💙:
*```«إنَّ الماءَ لا يُنَجِّسُهُ شيءٌ إلا ما غلبَ على رِيحهِ وطَعْمِهِ ولَوْنِهِ».*```
{أخرجهُ ابنُ ماجهْ، وضعَّفَهُ أبو حاتم}
"(Diceritakan) dari Abi Umamah al-Bahiliy radliyyAllahu 'anhu berkata : Rasulullah ﷺ💜 bersabda :
*```”Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu yang dapat menjadikannya najis kecuali sesuatu yang mengatasi terhadap bau, rasa dan warnya”.*```
{Hadits ini dikeluarkan oleh Ibn Majah, dan *_di-dha'if-kan oleh Abu Hatim"_*}.
*📿🎙• Imam al-Nawawiy menjelaskan bahwa ulama pakar hadits sepakat menghukuminya dha'if/lemah, namun yang dha'if bukan pokok haditsnya tetapi hanya redaksi pengecualiannya saja, yakni *```"إلا ما غلب على ريحه وطعمه ولونه" (kecuali sesuatu yang mengatasi terhadap bau, rasa dan warnanya),*``` dan mengenai hukum yang terkandung dalam makna *_redaksi pengecualian ini ulama sepakat menerima._*
Oleh karena itulah Ibn al-Mundzir menyatakan :
قد أجمع العلماء: على أن الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة فغيرت له طعماً، أو لوناً، أو ريحاً فهو نجس، فالإجماع هو الدليل على نجاسة ما تغير أحد أوصافه، لا هذه الزيادة
"Sungguh para ulama telah berijma'/sepakat bahwa air yang sedikit dan yang banyak, apabila ada najis jatuh ke dalamnya lantas ia merubah rasa, warna atau baunya maka air itu najis. Ijma' ulama inilah yang merupakan dalil atas kenajisan air yang salah satu sifatnya mengalami perubahan, bukan tambahan (redaksi hadits pengecualian) itu".
*🌴👌• قال الإمام ابن المنذر رحمه الله تعالى (وهو أبو بكر محمد بن إبراهيم بن المنذر النيسابوري، المتوفى: ٣١٩ هـ)، في كتابه " الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف " :*
" أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْقَلِيلَ أَوِ الْكَثِيرَ ، إِذَا وَقَعَتْ فِيهِ نَجَاسَةٌ ، فَغَيَّرَتِ النَّجَاسَةُ الْمَاءَ ؛ طَعْمًا، أَوْ لَوْنًا، أَوْ رِيحًا أَنَّهُ نَجَسٌ مَا دَامَ كَذَلِكَ ، وَلَا يُجْزِئ الْوُضُوءُ وَالِاغْتِسَالُ بِهِ " انتهى
{انظر كتاب الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف : ج ١ ص ٢٦٠. للإمام المنذري}
*🌴🎙• Imam Ibnu Mundzir rahimahullahu ta'ala berkata didalam kìtabnya " Al Ausath Fi As Sunan Wa Al Ijtima' Wa Al Ikhtilaf ":*
"Sungguh para ulama telah berijma' bahwa air yang sedikit dan yang banyak, apabila ada najis jatuh ke dalamnya lantas najis itu merubah air, yakni ia merubah rasa, warna atau baunya maka air itu najis. Selama seperti itu, maka tidak cukup (tidak sah) berwudlu dan mandi dengan menggunakannya.
{Lihat Kitab Al Ausath Fi As Sunan Wa Al Ijma' Wa Al Ikhtilaf : juz 1 hal 260. Karya Imam Ibnu Al Mundzir}.
*📗🎤• جاء في مجموع الفتاوى لشيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي رحمه الله تعالى :*
وَقَدْ تَنَازَعَ الْفُقَهَاءُ الَّذِينَ يَقُولُونَ بِأَنَّ الْمَاءَ الْمُتَطَهَّرَ بِهِ يَصِيرُ مُسْتَعْمَلًا إذَا غَمَسَ الْجُنُبُ يَدَهُ فِيهِ : هَلْ يَصِيرُ مُسْتَعْمَلًا ؟ عَلَى قَوْلَيْنِ مَشْهُورَيْنِ . وَهُوَ نَظِيرُ غَمْسِ الْمُتَوَضِّئِ يَدَهُ بَعْدَ غَسْلِ وَجْهِهِ عِنْدَ مَنْ يُوجِبُ التَّرْتِيبَ كَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَد . وَالصَّحِيحُ عِنْدَهُمْ : الْفَرْقُ بِهِ بَيْنَ أَنْ يَنْوِيَ الْغُسْلَ أَوْ لَا يَنْوِيَهُ ;
فَإِنْ نَوَى مُجَرَّدَ الْغُسْلِ صَارَ مُسْتَعْمَلًا وَإِنْ نَوَى مُجَرَّدَ الِاغْتِرَافِ لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا ,
وَإِنْ أَطْلَقَ لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا عَلَى الصَّحِيحِ .
Bahwasannya beliau menciduk air dari sebuah wadah setelah mencuci muka beliau)), dan seperti juga yang telah tetap dari beliau : bahwasannya beliau menciduk dari wadah tersebut dalam keadaan junub, dan kaum muslimin tidak dikeluarkan dari tempat ini, akan tetapi kami tahu dan yaqin bahwasannya paling banyaknya air Wudlu' kaum muslimin dan mandi mereka pada zaman Nabi berasal dari wadah yang kecil, dan yang pasti mereka semuanya memasukkan tangan mereka dalam wudlu' dan mandi, maka barangsiapa menganggap dengan adanya kejadian tersebut air menjadi musta'mal, maka sesungguhnya dia telah menyempitkan suatu perkara yang mana Allah telah memberi keluasannya.
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ { النَّبِيِّ ﷺ💔 أَنَّهُ اغْتَرَفَ مِنْ الْإِنَاءِ بَعْدَ غَسْلِ وَجْهِهِ } كَمَا ثَبَتَ عَنْهُ أَنَّهُ اغْتَرَفَ مِنْهُ فِي الْجَنَابَةِ وَلَمْ يُحَرِّجْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ بَلْ قَدْ عَلِمْنَا يَقِينًا أَنَّ أَكْثَرَ تَوَضُّؤِ الْمُسْلِمِينَ وَاغْتِسَالِهِمْ عَلَى عَهْدِهِ كَانَ مِنْ الْآنِيَةِ الصِّغَارِ وَأَنَّهُمْ كَانُوا يَغْمِسُونَ أَيْدِيَهُمْ فِي الْوُضُوءِ وَالْغُسْلِ جَمِيعًا , فَمَنْ جَعَلَ الْمَاءَ مُسْتَعْمَلًا بِذَلِكَ فَقَدْ ضَيَّقَ مَا وَسَّعَهُ اللَّهُ .
{انظر كتاب مجموع الفتاوى للإمام ابن تيمية الحنبلي / الْفِقْهُ / الطَّهَارَةُ / بَابُ الْمِيَاهِ / مَسْأَلَة : اشْتِرَاكُ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فِي الِاغْتِسَالِ مِنْ إنَاءٍ وَاحِدٍ / اشْتَبَهَ الْمَاءُ الطَّاهِرُ بِالنَّجِس}.ِ
*📿✍• Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitab Fatawanya :*
Dan sungguh saling berbantahan para ahli fiqih yang mengatakan bahwasanya air yang bisa untuk bersuci dengannya bisa menjadi musta'mal ketika orang yang junub (berhadats besar) memasukkan tangannya didalamnya : Apakah akan menjadi musta'mal? Pada dua pendapat yang keduanya masyhur.
Yakni melihat mencelupkan tangannya orang yang berwudlu setelah membasuh mukanya menurut orang yang mewajibkan tartib seperti Imam Syafi'iy dan Imam Ahmad. Dan pendapat yang benar menurut mereka adalah : perbedaannya antara berniat mandi atau tidak berniat mandi :
*```•👉Ketika hanya semata - mata berniat untuk mandi, maka air menjadi musta'mal.*```
*```•👉Ketika hanya semata - mata berniat menciduk, maka air tidak menjadi musta'mal.*```
*```•👉Dan ketika berniat memutlakkannya (sama sekali tidak berniat apa apa), maka air tidak menjadi musta'mal menurut pendapat yang paling Shahih.*```
Dan sudah tetap dalam kitab Ash Shahih ((dari Nabi ﷺ💜 : Bahwasannya beliau menciduk air dari sebuah wadah setelah mencuci muka beliau)), dan seperti juga yang telah tetap dari beliau : bahwasannya beliau menciduk dari wadah tersebut dalam keadaan junub, dan kaum muslimin tidak dikeluarkan dari tempat ini, akan tetapi kami (mushannif) tahu dan yaqin bahwasannya paling banyaknya air Wudlu' kaum muslimin dan mandi mereka pada zaman Nabi berasal dari wadah yang kecil, dan yang pasti mereka semuanya memasukkan/mencelupkan tangan mereka dalam wudlu' dan mandi mereka, maka barangsiapa menganggap dengan adanya kejadian tersebut air menjadi musta'mal, maka sesungguhnya dia telah menyempitkan suatu perkara yang mana Allah telah memberikan keluasannya.
{Lihat Kitab Majmu' Al Fatawa / Al Fiqhu / Ath Thaharah / Babu Al Miyaah. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*🌴🎙• وقال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
ولا يصير الماء اليسير مستعملاً إذا اغترف منه المتوضئ عند غسل يديه؛ لأن المغترف لم يقصد بغمس يده إلا الاغتراف دون غسلها؛ ولأن النبي عليه السلام فيما رواه سعيد عن عثمان اغترف من إناء: «ثم غرف بيده اليمنى، فصب على ذراعه اليمنى، فغسلها إلى المرفقين ثلاثاً». انتهى.
*💾🖍• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuh ":*
Dan air yang sedikit tidak akan menjadi musta'mal ketika orang yang wudlu' menciduk dari air yang sedikit tersebut saat mencuci kedua tangannya, karena cidukkan tidaklah diniati mencelupkan tangannya.
*```📿👉• KETERANGAN*```:
Air itu terbagi menjadi 4 (empat) bagian :
*```✍1. Air suci nan mensucikan terhadap selainnya serta tidak makruh digunakan,*``` yaitu air mutlak (adalah air yang tidak terikat dengan nama tertentu, seperti air teh, kopi, dsb. Atau terikat dengan nama yang sesuai dengan keadaannya, seperti air laut, sungai, dsb.).
*```✍2. Air suci nan mensucikan terhadap selainnya tapi makruh digunakan,*``` yaitu air mutlak yang terkena panas matahari.
*```✍3. Air suci tapi tidak dapat mensucikan terhadap selainnya,*``` yaitu air musta'mal dan air yang mengalami perubahan sebab tercampuri benda suci.
*```✍4. Air yang terkena najis*``` yang merubah sifat-sifat (rasa, bau, dan warna) air.
Berangkat dari bagian air yang No. 3, yaitu air suci tapi tidak dapat mensucikan terhadap selainnya, adalah air musta'mal (air yang telah digunakan) untuk menghilangkan hadast atau najis apabila tidak berubah dan timbangannya tidak bertambah setelah pisahnya air dari air yang menyerap pada sesuatu yang akan dibasuh, sehingga dapat dimengerti bahwa menggunakannya sebagai alat bersesuci dan *_air tersebut kurang dari qullah (174,580 Liter / 176,245 Liter / 270 Liter_*), baik digunakan untuk mengangkat hadats ataupun untuk menghilangkan najis, hukum sesucinya tidak sah karena kemutlakan nama air telah hilang darinya. Ini merupakan pendapat hukum yang telah dicetuskan oleh imam al-Syafi'iy dalam kitab-kitab beliau baik yang qadim dan yang jadid sebagaimana dituturakan oleh Syech Abu Hamid dan al-Mawardiy, dan merupakan qaul yang kami amalkan. Ya benar demikian, dalam madzhab kami (Syafi'iyyah) dalam hal ini memang ada dua pandangan : Pertama, sebagian Ashhab al-Syafi'iy berpendapat bahwa menggunakan air musta'mal sebagai alat bersesuci itu tidak boleh. Kedua, sebagian yang lain menghukuminya boleh. Dan pendapat yang shahih adalah yang pertama sebagaimana keterangan awal.
Lebih jauh kita berbicara prihal air musta'mal secara lintas madzhab adalah sebagai berikut :
(1). Madzhab Hanafiy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi besar), atau yang telah digunakan untuk tujuan qurbah (pendekatan diri kepada Allah untuk sebuah pahala) seperti berwudhu` di tempat lain dengan maksud (niat) bertaqarrub atau karena shalat janazah, masuk masjid, memegang mushhaf, dan membaca al-Qur`an. Maka air yang terpisah dari anggota yang dibasuh adalah air musta'mal, dan hukumnya suci namun tidak bisa digunakan untuk mangangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi) akan tetapi bisa digunakan sebagai alat untuk menghilangkan najis dari badan atau pakaian menurut pendapat yang rajih nan mu'tamad dalam madzhab ini.
(2). Madzhab Malikiy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi besar, baik wajib atupun sunnah), atau yang telah digunakan untuk menghilangkan najis. Maka air musta'mal (yang telah digunakan untuk mengangkat hadats) adalah air yang menetes dari anggota tubuh, atau masih melekat dengannya atau telah terpisah darinya dan ia dalam keadaan sedikit, dan hukumnya adalah suci nan mensucikan, namun makruh digunakan untuk mengangkat hadast atau mandi sunnah bila masih ada selainnya dan air tersebut sedikit. Dan air ini tidak makruh digunakan untuk menghilangkan najis menurut qaul yang arjah dalam madzhab ini.
(3). Madzhab Syafi'iy : Air musta'mal adalah sedikit air yang telah digunakan dalam kefardhuan bersesuci untuk mengangkat hadast seperti air bekas basuhan pertama di dalamnya, dan hukumnya suci tapi tidak dapat mensucikan menurut qaul jadid, sehingga ia tidak bisa digunakan untuk wudhu`, atau mandi besar, atau untuk menghilangkan najis.
(4). Madzhab Hanbaliy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadast besar (janabah), atau hadast kecil (wudhu`), atau yang digunakan untuk menghilangkan najis dari air bekas basuhan yang terakhir, yaitu air ketujuh, dan hukumnya adalah air tersebut tidak bisa dibuat mengangkat hadats ataupun najis sebagaimana madzhab Syafi'iy.
*```📿👉CATATAN :*```
Syarat air bisa dihukumi musta’mal ada 4 (empat) :
(1). Volume air sedikit (kurang dari dua qullah*).
(2). Sudah pernah digunakan dalam rukun wajib thaharah (bersesuci).
(3). Telah terpisah dari anggota badan.
(4). Tidak ada niat Ightiraf (nyiduk; Jawa-pen.) ketika memasukkan tangan ke dalam wadah air ataupun ketika anggota tubuh menyentuh air. Syarat terakhir ini hanya berlaku dalam konteks mandi wajib setelah niat.
*```⚖👌• Dua qullah dengan ukuran umum adalah sebagai berikut :*```
*```👉> Menurut Imam al-Nawawiy*``` dua qullah sama dengan 174,580 liter, atau air dalam satu wadah penuh yang berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar dan dalam 55,9 cm.
*```👉> Menurut Imam al-Rafi'iy*``` dua qullah sama dengan 176,245 liter, atau air dalam satu wadah penuh yang berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar dan dalam 56,1 cm. Demikian menurut keterangan kitab Fath al-Qadir, hal. 10.
*```👉> Menurut keterangan dalam kitab Fiqh al-Islam Juz 1 halaman 60,*``` dua qullah sama dengan 270 liter air.
{Lihat Buku Panduan Praktik Ubudiyah, MHM PPL Kediri, hal. 10}.
*_1⃣6⃣. Pilih Sarung Tangan atau Washlape yang kainnya agak kasar agar najis - najis yang menempel pada mayyit setelah kotoran dalam perutnya dikeluarkan bisa bersih tuntas dilap (pérét : jawa)._*
*📿🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة " :*
ويندب أن لا يكون معه أحد سوى الغاسل ومن يعينه ثم يلف الغاسل على يده خرقة يأخذ بها الماء ويغسل قبله ودبره - الاستنجاء -
{انظر كتاب الفقه على مذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠٣. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*💾🎤• Berkata Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati " :*
Dan disunnahkan tidak bersama mayyit satu orangpun kecuali orang yang memandikan mayyit dan orang yang membantunya, lantas orang yang memandikan membalut tangannya dengan kain perca (sobekan kain, gombal : jawa) mengambil air dengan masih memakainya dan membasuh qubul (kemaluan) dan dubur mayyit untuk diistinjaa'i (dibersihkan kotoran najisnya).
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati : juz 1 hal 803. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📿✍• وجاء في كتاب موسوعة الفقه الاسلامي:*
ثم يلف على يده خرقة من قفاز ونحوه، ثم يصب عليه الماء وينجِّيه.
*🌴🎤• Tersebut didalam kitab Mausuu'ah Al Fiqhi Al Islamiy :*
Kemudian membungkus tangannya dengan kain perca (kain lap, kain pembersih) termasuk dari qafazat (sarung tangan) dan semacamnya, lantas menyiramkan air pada mayyit dan membersihkannya.
{Lihat Kitab Mausuu'ah Al Fiqhi Al Islamiy / Shifatu Ghusli Al Mayyit}.
*_1⃣7⃣• Kapur Barus untuk campuran siraman pada tubuh mayyit yang terakhir agar hewan kecil kecil tanah tidak cepat merusak tubuh mayyit._*
*```i)• Kapur Barus Untuk Kepentingan Sunnah*```
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَازِمٍ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ الْأَحْوَلُ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ💓 قَالَ : لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💜 :
*```«اغْسِلْنَهَا وِتْرًا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا وَاجْعَلْنَ فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ فَإِذَا غَسَلْتُنَّهَا فَأَعْلِمْنَنِي»*```
قَالَتْ : فَأَعْلَمْنَاهُ فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ ،
وَقَالَ : *«```أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ».*```
و حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 وَنَحْنُ نَغْسِلُ إِحْدَى بَنَاتِهِ ،
فَقَالَ : *«```اغْسِلْنَهَا وِتْرًا خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكِ».*```
بِنَحْوِ حَدِيثِ أَيُّوبَ وَعَاصِمٍ وَقَالَ فِي الْحَدِيثِ قَالَتْ : فَضَفَرْنَا شَعْرَهَا ثَلَاثَةَ أَثْلَاثٍ قَرْنَيْهَا وَنَاصِيَتَهَا
{رواه مسلم / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابٌ فِي غَسْلِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٦٢٢}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Bakar bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid semuanya : Dari Abu Mu'awiyah - ('Amru berkata) : - Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Khazim Abu Mu'awiyah. Telah menceritakan kepada kami : 'Ashim Al Ahwal dari Hafshah binti Sirin. Dari Ummu 'Athiyyah, beliau berkata; Ketika Zainab binti Rasulullah ﷺ💔 wafat, Rasulullah ﷺ💚 bersabda kepada kami :
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga, lima atau tujuh. Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus. Dan jika kalian telah usai memandikannya, maka beritahukanlah padaku."*```
Ummu 'Athiyyah berkata : "Setelah itu, kami memberitahukan kepada beliau, sehingga beliau pun memberikan kainnya dan beliau bersabda:
*```'Kenakan padanya.'"*```
Dan telah menceritakan kepada kami : 'Amru An Naqid. Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun. Telah mengabarkan kepada kami : Hisyam bin Hassan. Dari Hafshah binti Sirin. Dari Ummu 'Athiyyah, beliau berkata; Rasulullah ﷺ💙 menemui kami, sementara kami sedang memandikan salah seorang putinya. Beliau bersabda:
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan yang ganjil, lima atau lebih dari itu."*```
yakni serupa dengan hadits Ayyub dan 'Ashim. Kemudian di dalam hadits ia mengatakan;
*_"Lalu kami memintal rambutnya dengan tiga pintalan, yakni pada kedua tanduknya dan satu pada ubun-ubunnya."_*
{HR. Muslim / Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Ghusli Al Mayyiti / No. 1622}.
*💾👌• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ":*
قَوْلُهُ ﷺ💚 : ( وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ ) فِيهِ اسْتِحْبَابُ شَيْءٍ مِنَ الْكَافُورِ فِي الْأَخِيرَةِ ، وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عِنْدَنَا ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَجُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ ،
وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ : لَا يُسْتَحَبُّ ،
وَحُجَّةُ الْجُمْهُورِ هَذَا الْحَدِيثُ ؛ وَلِأَنَّهُ يُطَيِّبُ الْمَيِّتَ ، وَيُصَلِّبُ بَدَنَهُ وَيُبَرِّدُهُ ، وَيَمْنَعُ إِسْرَاعَ فَسَادِهِ ، أَوْ يَتَضَمَّنُ إِكْرَامَهُ .
{انظر كتاب المنهاج على شرح صحيح مسلم / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابٌ فِي غَسْلِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٦٢٢. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴📿• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Minhaaj 'Alaa Syarhi Shahih Muslim ":*
Sabda Nabi ﷺ💙 *```((Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus))*``` Didalamnya menjelaskan *```DISUNNAHKANNYA*``` sesuatu dari jenis kapur barus pada siraman ganjil yang terakhir, dan itu telah disepakati menurut Madzhab kami (Syafi'iy). Dan berkata dengan pendapat ini Imam Malik, Imam Ahmad, dan Jumhur (mayoritas) 'Ulama'.
Dan Imam Abi Hanifah berkata : *```TIDAK DISUNNAHKAN*``` dan hadits ini merupakan hujjah (dalil) Jumhur 'Ulama', Karena hal itu bisa mengharumkan mayyit, bisa menguatkan badan mayyit dan membekukannya, bisa mencegah kerusakan mayyit, dan mencakup memuliakan mayyit.
{Lihat Kitab Al Minhaaj 'Alaa Syarhi Shahih Muslim / Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Ghusli Al Mayyiti / No. 1622. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📗✏• وجاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسَنُّ أن يجعَلَ الغاسِلُ في الغَسلَةِ الأخيرةِ كافورًا ، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة:
أوَّلًا: من السُّنَّة
عن أمِّ عطيَّةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت: ((دخَلَ علينا رسولُ الله ﷺ💙 حين تُوُفِّيَتِ ابنَتُه، فقال: اغْسِلْنَها ثلاثًا، أو خمسًا، أو أكثَرَ من ذلك إن رأيتُنَّ ذلك، بماءٍ وسِدْرٍ، واجْعَلْنَ في الآخرَةِ كافورًا- أو شيئًا من كافورٍ- فإذا فَرَغْتُنَّ فآذِنَّنِي)).
ثانيًا: لأنَّه يُصَلِّبُ الجسمَ، ويُبَرِّدُه، ويُطَيِّبُه، ويطردُ عنه الهوامَّ.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية}.
*🌴📿• Tersebut dalam Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*```DISUNNAHKAN*``` supaya ghasil (orang yang memandikan mayyit) menjadikan kapur Barus pada siraman yang terakhir, dan merupakan kesepakatan madzhab - madzhab fiqih yang empat : Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabillah.
Dalil - dalilnya :
*```Pertama :*``` Dari As Sunnah, dari Ummi 'Athiyyah Al Anshariyyah radliyyAllahu 'anha, beliau berkata : (( Ketika Zainab binti Rasulullah ﷺ💔 wafat, Rasulullah ﷺ💚 bersabda kepada kami :
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga, lima atau tujuh. Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus. Dan jika kalian telah usai memandikannya, maka beritahukanlah padaku."*```))
*```Kedua :*``` Karena Sesungguhnya kapur barus dapat menguatkan jasad mayyit, membekukannya, mengharumkan ya, dan dapat mengusir hewan kecil - kecil tanah jauh dari mayyit.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*```ii)• Kapur Barus Untuk Kepentingan Visum Dan Semacamnya.*```
*```👌• Mengawetkan jenazah dengan hanuth atau kapur barus dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk penyelidikan dalam kasus kiriminal*``` agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk mencegah terjadinya pembusukan lebih cepat pada mayat sebelum dikuburkan maupun setelahnya. Berikut penjelasannya :
*🍒🎙• قال الإمام أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ) ، رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَيَذَرُ) بِالْمُعْجَمَةِ فِي غَيْرِ الْمُحْرِمِ (عَلَى كُلِّ وَاحِدَةٍ) مِنْ اللَّفَائِفِ قَبْلَ وَضْعِ الْأُخْرَى
(حَنُوطٌ) بِفَتْحِ الْحَاءِ، وَيُقَالُ لَهُ الْحِنَاطُ بِكَسْرِهَا،
وَهُوَ نَوْعٌ مِنْ الطِّيبِ يُجْعَلُ لِلْمَيِّتِ خَاصَّةً يَشْتَمِلُ عَلَى الْكَافُورِ وَالصَّنْدَلِ وَذَرِيرَةِ الْقَصَبِ، قَالَهُ الْأَزْهَرِيُّ. وَقَالَ غَيْرُهُ: هُوَ كُلُّ طِيبٍ خُلِطَ لِلْمَيِّتِ (وَكَافُورٌ) هُوَ مِنْ عَطْفِ الْجُزْءِ عَلَى الْكُلِّ؛ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ الْجُزْءُ الْأَعْظَمُ مِنْ الطِّيبِ لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ؛ وَلِأَنَّ الْمُرَادَ زِيَادَتُهُ عَلَى مَا يُجْعَلُ فِي أُصُولِ الْحَنُوطِ،
وَنَصَّ الْإِمَامُ وَغَيْرُهُ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْإِكْثَارِ مِنْهُ فِيهِ،
بَلْ قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُطَيَّبَ جَمِيعُ بَدَنِهِ بِالْكَافُورِ؛ لِأَنَّهُ يُقَوِّيهِ وَيَشُدُّهُ،
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٤ ص ٢٢٩. للإمام الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Ahmad Khathib Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Alfaadzi Al Minhaaj ":*
"Setiap helai kain kafan -selain kafannya mayat yang mati saat tengah berikhrom- diolesi Hanuth (minyak khusus mayat, mengandung kapur, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan menurut versi Al- Azhuri, ada juga yang berpendapat bahwa Hanuth adalah setiap minyak yang diperuntukkan mayat) sebelum ditumpuki lapis yang lain, dan diolesi kapur.
Imam Haromain dan selainnya menegaskan bahwa maksud dari mengolesi kafur adalah sunnah memperbanyak kandungan kapur dalam Hanuth.
Bahkan imam Syafi'i berkata: Disunnahkan mengolesi semua tubuh mayat dengan kapur karena kapur bisa menjadikan tubuh mayit menjadi kuat (bisa bertahan lama)."
{Lihat Kitab Mughniy al Muhtaj : juz 4 hal. 229. Karya Imam Ahmad Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الشيخ السيد البكري بن محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وَقَوْلُهُ عِنْدَ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا...إلَى أنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ الشَّقُّ المَذْكُورُ او القَتْلُ بِالقَصْدِ لِلتَّعْذِيْبِ وَاخْتُلِفَ فِيْمَا شَكَّ فِى سَيْلِ دَمِهِ وَعَدَمِهِ فَهَلْ يَجُوْزُ شَقُّ عُضْوٍ مِنْهُ اولاَ ؟ قَالَ بِالأوَّلِ الرَّمْلِى تَبَعًا لِلْغَزَالِى لأَنَّهُ لِحَاجَةٍ وَقَالَ بِالثَّانِى إبْنُ حَجَرٍ تَبَعًا لِلإِمَامِ الحَرَمَيْنِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّعْذِيْبِ.
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ١ ص ٣٣. للشيخ السيد البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📒🎙• Berkata Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin ":*
Adapun ucapan mushonnif "pada waktu menyobek anggota badan dari binatang" ... sampai pada ucapan mushonnif: "haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa", diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak? Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat. Ibn Hajar tidak membolehkan karena mengikuti Imam al Haramain, karena dalam penyobekan itu terdapat penyiksaan.
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 1 hal 33. Karya Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🎙• قال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
تَِْشْرِيْحُ الجُثَّةِ وَنَقْْلِ الأعْضَاءِ.
يَرَى المَالِكِيَّةُ وَالحَنَابِلَةُ عَمَلاً بِحَدِيْثِ: "كَسْرُ عَظْمِ المَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا" أنَّهُ لاَيَجُوزُ شَقُّ بَطْنِ المَيْتَهِ الحَامِلِ لإِخْرَاجِ الجَنِيْنِ مِنْهُ؛ لأنَّ هَذَا الوَلَدَ لاَ يَعِيْشُ عَادَةً، وَلاَ يَتَحَقَّقُ أنَّهُ يَحْيَا، فَلاَ يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقِّنَةٍ لأَمْرٍ مَوْهُومٍ.
وَأَجَازَ الشََّفِعِيَّةُ شَقَّ بَطْنِ المَيْتَةِ لإِخْرَاجِ وَلَدِهَا, وَشَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ لإِخْرَاجِ مَالٍ مِنْهُ.
كَمَا أجَازَ الحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلاَعِهِ مَالَ غَيْرِهِ, إذَا لَمْ تَكُنْ تِرْكَةٌ يَدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ.
وَأجَازَ المَالِكِيَّةُ ايْضًا شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالاً لَهُ او لِغَيْرِهِ إذَا كَانَ كَثِيْرًا: وَهُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ, فِىحَالِ ابْتِلاَعِهِ لِخَوفٍ عَلَيْهِ اولِعُذْرٍ. أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ المَوَارِثِ مَثَلاً, فَيُشَقَّ بَطْنُهُ, وَلَو قَلَّ.
وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ المُبِيْحَةِ يَجُوْزُ التَّشْرِيْحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ او الحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيْمِ لأَغْرَاضٍ طَيِّبَةٍ, او لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الجِنَايَةِ عَلَى المُتَّهَمِ بِالقَتْلِ وَيَجُوزُ ذَلِكَ لأَغْرَاضِ جِنَايَةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الوُصُولُ إلَى الحَقِّ فِى أمْرِ الجِنَايَةِ, لِلأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ العَدْلِ فِى الأَحْكَامِ, حَتَّى لاَ يُظْلَمُ بَرِيءٌ وَلاَ يَفْلِتُ مِنَ العِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيْمٌ.
وَكَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيْحُ حُثَّتِ الحَيَوَانِ للتَّعْلِيْمِ؛ المَصْلَحَةُ فِى التَّعْلِيْمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالألِمِ.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَنْبَغِي عَدَمُ التَّوَسُّعِ فِيْ التَّشْرِيْحِ لِمَعْرِفَةِ وَظَائِفِ الأَعْضَاءِ وَتَحْقِيْقِ الجِنَايَاتِ، وَالإِقْتِصَارُ عَلَى قَدْرِ الضَّرُوْرَةِ أَوْ الحَاجَةِ
وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالخياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة.
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٤ ص ١٦٠ - ١٦١. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*📿🎙• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh ":*
*_```Otopsi mayat dan memindahkan anggota tubuh._*```
Malikiyyah dan Hanabilah berpedoman pada hadits yang artinya: "Memecah tulang mayat seperti halnya memecahnya sewaktu hidup" berpendapat bahwa tidak diperkenankan membedah perut mayat perempuan hamil untuk mengeluarkan janin di dalamnya, karena biasanya anak tersebut tidak (bisa berlangsung) hidup dan tidak bisa dipastikan bahwa anak tersebut hidup, sehingga tidak diperkenankan merusak kehormatan (mayat) yang telah diyakini hanya karena hal yang belum tentu.
*_```Syafi'iyyah memperbolehkan membedah perut mayat perempuan untuk mengeluarkan anaknya, dan/atau membedah perut mayyit untuk mengeluarkan harta yang ada di dalamnya,_*``` semisal dalam kasus mayat yang sebelumnya menelan harta orang lain ketika ia tidak ditemukan peninggalan mayat yang bisa digunakan untuk mengganti rugi dan tidak seseorang yang mau menanggungnya.
*_```Malikiyyah juga memperbolehkan membedah perut mayat yang menelan harta banyak, yaitu sebesar kadar nishab zakat -baik miliknya ataupun milik orang lain-_*``` sebelum ia meninggal karena untuk mengamankan harta tersebut atau karena ada udzur. Jika penelanan harta tersebut didasari semisal untuk menghalang-halangi haknya ahli waris maka perut mayat tersebut dibedah walaupun harta yang ditelan hanya sedikit.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat -yang memperbolehkan membedah perut mayat- ini, *_```diberbolehkan mengotopsi mayat saat darurat atau dibutuhkan untuk penelitian kedokteran atau untuk menelusuri sebab kematian dan menetapkan kriminal pada tersangka pembunuhan,dan tindak kekerasan lainnya,_*``` jika memang itu dianggap jalan satu-satunya untuk membongkar tindak kekerasan, sesuai dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban adil dalan menghakimi, jangan sampai orang yang tak berdosa terdzolimi sedangkan orang sebenarnya berdosa tidak dapat hukuman. Begitu juga diperbolehkan mengotopsi hewan untuk penelitian kedokteran, karena maslahat yang ada lebih besar dari larangan menyakiti.
Namun bagaimanapun juga *_```tidak diperkenankan melegalkan otopsi secara bebas untuk mempelajari sistem kerja organ tubuh dan untuk mengungkap pembunuhan,_*``` hanya diperbolehkan otopsi sebatas pada anggota yang dibutuhkan, memenuhi kehormatan mayat, dan memuliakannya dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, mengembalikannya seperti semula dengan cara menjahit dan sebagainya setelah selesai dan berhasil apa yang dimaksudkan.
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh : juz 4 hal 160 - 161. Karya Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*```👌• Boleh juga menggunakan kapur barus karena ada hajat,*``` yaitu mencegah agar mayat tidak membusuk dalam perjalanan. Masalah pengawetan ini tidak bisa dihindari layaknya perkara yang darurat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang disebutkan oleh Ìmam Suyuthi Al Asybaah Wa An Nadzaa'ir :
*📘✍• قال الإمام السيوطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأشباه والنظاىٔر ":*
*```القاعدة الخامسة: الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً.*```
{انظر كتاب الأشباه والنظاىٔر : ص ٨٨. للإمام السيوطي الشافعي}.
*♻✒• Berkata Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Asybah Wa An Nadzair ":*
*_```Hajat / kebutuhan itu menduduki kedudukan darurat, baik secara umum ataupun khusus._*```
{Lihat Kitab Al Asybah wan Nadzair : hal 88. Karya Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy}.
*```👌• Adapun mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk pajangan*``` maka ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini berlawanan dengan firman Allah:
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ . مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ . ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ . ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
"Dari benda apa Dia menciptakan manusia? Dia ciptakan manusia dari setetes mani, lalu Dia tetapkan takdirnya. Kemudian Dia mudahkan jalannya. Kemudian Dia matikan manusia dan Dia tetapkan untuk dikuburkan."
(QS. 'Abasa : 80/ 18-21).
Imam Qurthubiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
جعل له قبرا ، وأقبر : إذا أمر إنسانا بحفر قبر .
Dia jadikan untuknya kuburan dan diperintahkan agar dia dikuburkan.
{Lihat Kitab Tafsir Al Qurthubiy / Tafsir Surat 'Abasa : ayat 21. Karya Imam Qurthubiy Al Malikiy}.
*📿✍• جاء في فتاوى الأزهر :*
ولا شك أن عملية التحنيط على هذا الوجه فيها إيذاء كبير، وبصرف النظر عن كون هذا الإيذاء حسيًّا أو معنويًّا فإن الواجب احترام جثة الآدمى، حيث لا توجد ضرورة لاتخاذ مثل هذا الإجراء .وإذا كان التحنيط بهذه الصورة فى انتهاك حرمة الميت وإيذائه فإن إحراق جثته لنقل الرماد ودفنه فى مكان بعيد لتقليل تكاليف النقل -كما يفعل بعض المغتربين -يكون أولى بالمنع
{انظر فتاوى الأزهر : ج ٨ ص ٤٦}.
*💾✍• Disebutkan dalam Fatawa Al Azhar :*
Tidak diragukan lagi bahwa *_```mengawetkan mayat untuk tujuan di atas adalah penganiaan yang sangat, baik secara nyata ataupun dalam perkiraan,_*``` yang jelas wajib memuliakan mayat anak Adam selama tidak ada tuntutan (darurat) untuk mengambil sebagian anggota tubuhnya. Jika pengawetan mayat seperti gambaran di atas saja tidak diperbolehkan, maka membakar mayat agar dapat memudahkan membawa debunya dan ditaburkan di tempat lain (seperti yang dilakukan sebagian warga barat) lebih pantas untuk dilarang.
{Lihat Fatawa Al Azhar : juz 8 hal 46}
*_1⃣8⃣• Kapas Ukuran Lebar untuk penutup lipatan - lipatan tubuh mayyit yang lebar, atau kapas yang berukuran kecil untuk menutup lubang atau lipatan - lipatan sempit pada tubuh mayyit._*
*_DISUNNAHKAN_* menaruh cotton/kapas ditempat - tempat keluarnya maadah (zat, unsur) seperti ditaruh pada dubur/anus, qubul/alat kelamin, lubang hidung, dan lubang dua telinga, sehingga tidak keluar sesuatu dari keduanya untuk kesekian kalinya, dan mayyit tetap dalam keadaan bersih.
*💾®• وراه ابن ابي شيبة هذه الروايات في كتابه " المصنف " / ٣٦ - في الميت يُحْشَى دُبُرُهُ وَمَا يَخَافُونَ مِنْهُ / رقم الحديث ١١١٣٦ - ١١١٤٠ :*
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُبَارَكٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: قُلْتُ أَحْشُو الْكُرْسُفَ؟ قَالَ : نَعَمْ. قُلْتُ : لأَنْ لاَ يَتَفَجَّرَ مِنْهُ شَيْءٌ، قَالَ : نَعَمْ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٦}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdullah bin Mubarak. Dari Ibnu Juraij. Dari 'Atho`. Ia (Ibnu Juraij) berkata : Aku bertanya (kepada 'Atho`) :
Apakah anda menutup mata mayyit dengan kapas? 'Atho` menjawab : Ya. Aku bertanya lagi : Supaya sesuatu ndak mengalir lagi dari mayyit, 'Atho` berkata : Ya Benar.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11136}.
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، قَالَ :
يُحْشَى مِنَ الْمَيِّتِ لِمَا يَخَافُونَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٧}.
Telah menceritakan kepada kami : Husyaim. Dari Mughirah. Dari Ibrahim, ia berkata :
Mayyit ditutupi dengan kapas karena perkara yang mereka takutkan apabila ada sesuatu yang keluar darinya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11137}.
حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ، عَنْ همام، عَنْ مَطَرٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ:
يُحْشَى دُبُرُهُ وَمَسَامِعُهُ وَأَنْفُهُ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٨}.
Telah menceritakan kepada kami : Ibnu Mahdiy. Dari Hammam. Dari Mathar. Dari Al Hasan, ia berkata :
Mayyit ditutupi kapas duburnya, alat pendengarnya, dan hidungnya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11138}.
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ سِيرِينَ يَقُولُ :
يُحْشَى دُبُرُ الْمَيِّتِ وَفَاهُ وَمَنْخِرَاهُ قُطْنًا، وَقَالَ مُحَمَّدٌ مَا عَالَجْت دُبُرَهُ فَعَالِجْهُ بِيَسَارٍك.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٩}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Dawud. Dari Ar Rabi', ia berkata : Aku mendengar Ibnu Sirin mengatakan :
Ditutupi kapas duburnya mayyit, mulutnya, dan alat pernafasannya. Dan Muhammad berkata : Aku tidak menangani dari arah belakangnya, maka tanganilah dia (mayyit) dari arah kirinya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11139}.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ:
إذَا حُشِيَ عَلَى الْمَيِّتِ سُدَّ مُرَاقُهُ وَمَسَامِعُهُ بِالْمُشَاقِّ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٤٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Waki'. Dari Hassan bin Ibrahim. Dari Ummayyah Al Azdiy. Dari Jabir bin Zaid, ia berkata :
Ketika mayyit ditutupi, maka ditutup mulutnya, dan alat pendengarannya dengan tissue.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11140}.
Di dalam kitab Al Hawi Kabir yang merupakan karya dari Imam Mawardi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala di jelaskan :
*💾🎙• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ : ” وَيَأْخُذُ الْقُطْنَ فَيَضَعُهُ عَلَى الْحَنُوطِ وَالْكَافُورِ فَيَضَعُهُ عَلَى فِيهِ وَمَنْخَرَيْهِ وَعَيْنَيْهِ وَأُذُنَيْهِ وَمَوْضِعِ سُجُودِهِ وَجَمِيعِ مَنَافِذِهِ ، وَإِنْ كَانَتْ بِهِ جِرَاحٌ أَوْ قُرُوحٌ وَضَعَ عَلَيْهَا ، وَيَحْفَظُ رَأْسَهُ وَلِحْيَتَهُ بِالْكَافُورِ ، وَإِنَّمَا اخْتَرْنَا أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ بِمَسَاجِدِهِ وَهِيَ أَعْضَاؤُهُ السَّبْعَةُ لِمَا رُوِيَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُوكِلُ بِهِ مَنْ يَذُبُّ عَنْ مَوْضِعِ سُجُودِهِ النَّارَ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى : سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ، [ الْفَتْحِ : ] ، وَاخْتَرْنَا أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ فِي مَنَافِذِهِ وَجِرَاحِهِ حِفَاظًا لِلْخَارِجِ مِنْهُ
وَصِيَانَةً لِلْأَكْفَانِ
{انظر كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ٤٧. للإمام الماوردي الشافعي}.
*📘✍• Berkata Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Hawi Al Kabir ":*
Imam Syafi’i Rohimahulloh berkata :
Dan mengambil kapas lalu di taruh pada tali dan kapur lalu di letakkan dimulut mayat, 2 lubang hidung, 2 mata, 2 telinga, tempat tempat atau anggota anggota sujudnya dan semua lobang tembus yang ada.
umpama mayat punya luka maka kapas tadi juga diletakkan diluka itu
dan kepalanya dan jenggotnya di lindungi dengan kafur.
Saya (Imam Syafi’i) memilih untuk melakukan hal itu (menutup) pada jalan jalan tembus (lubang) dan menutup luka (jika tubuh mayit ada yang terluka) karena untuk menjaga sesuatu yang keluar dari jalan tersebut, dan juga untuk menjaga kafan kafan.
{Lihat Kitab Al Hawi Kabir : juz 3 hal. 47. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📔✒• قال الامام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
وإن خيف خروج شيء كدم من منافذ وجهه كفمه وأنفه فلا بأس أن يحشى بقطن دفعاً لتلك المفسدة. انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ١١٢. للإمام منصور بن يونس البهوتى الحنبلى }.
*♻🎤• Imam Manshur bin Yunus Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' :*
Dan jikalau dikawatirkan sesuatu yang keluar dari lubang - lubang diwajahnya, seperti lubang mulut dan hidungnya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN* menjejalkan cotton/kapas, yang bertujuan untuk menolak kerusakan tersebut.
{{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 112. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*_1⃣9⃣• Parfum Khusus Untuk Mengharumkan Seluruh Tubuh Mayyit._*
Dianjurkan membubuhi seluruh tubuh mayyit selain orang yang mati saat beribadah ihram dengan kapur barus/kamper, dan jikalau tidak diketemukan bisa digantikan dengan parfum yang lain.
*📿✍• قال الإمام زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي، المتوفى: ٩٢٦ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " أسنى المطالب في شرح روض الطالب ":*
قال الشافعي رحمه الله : " وأستحب أن يطيب جميع بدنه بالكافور ; لأنه يقويه ويشده " انتهى
{انظر كتاب أسنى المطالب في شرح روض الطالب : ج ١ ص ٣١٠. للإمام زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📗🎤• Berkata Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Asna Al Mathalib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib ":*
Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan :
“*DIANJURKAN* memberi wewangian di sekujur tubuhnya dengan kafur. Karena hal itu menguatkan dan merekatkan.”
{Lihat Kitab Asna Al-Matalib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib : juz 1 hal 310. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*♻🎙* قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قٙالٙ : "وَأُحِبُّ أَنْ يُطَيِّبَ جَمِيعَ بَدَنِهِ بِالكَافُورِ؛ لأَنَّ ذَلكَ يُقَوِّي البَدَنَ وَيَشُدُّهُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١١٢. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴✍• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dawuh Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Muhadzdzab ":*
Berkata Mushannif (Imam Syairoziy) :
"Aku lebih suka apabila memberi wewangian di sekujur tubuh mayyit dengan kafur. Karena hal itu bisa menguatkan badan dan merekatkan.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 112. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• وقال الإمام المرداوي الحنبلي (وهو أبو الحسن، واسمه: علي بن سليمان بن أحمد بن محمد المرداوي السعدي ثم الدمشقي الصالحي، الفقيه الحنبلي، ٨١٧ هـ - ٨٨٥ هـ), رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف ":*
وَإِنْ طَيَّبَ جَمِيعَ بَدَنِهِ كان حَسَنًا . . هذا الْمَذْهَبُ وَعَلَيْهِ الْأَصْحَابُ ... ".
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف : ج ٢ ص ٥١١. للإمام للمرداوي الحنبلي}.
*📿✍• Imam Al-Mardawai Al-Hanbali rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Al Insbaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf ":*
”Kalau diberi wewangian seluruh tubuhnya maka itu lebih bagus, dan ini pendapat mazhab (Imam Ahmad) dan juga pendapat para shahabat (Hanabillah).”
{Lihat Kitab Al Insbaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf : juz 2 hal 511. Karya Imam Al Murdawiy Al Hanbaliy}.
*📿🎙• وقال ابن عثيمين الوهابي في كتابه " الشرح الممتع " :*
" وإن طيب كله فحسن " ، أي: إن طيب الميت كله فحسن؛ لأنه يكون أطيب ، لكن ينبغي أن يطيب بطيب ليس حاراً؛ لأن الحار ربما يمزق البدن، بل يكون بارداً، وهذا لم يعرف في عهد الرسول ﷺ💚، لكن فعله بعض الصحابة " انتهى.
{انظر كتاب الشرح الممتع : ج ٥ ص ١٤٨. للعثيمين الوهابي}.
*🌴✏• Berkata Tokoh Wahhabiy Ibnu Utsaimin dalam Kitabnya " Asy Syarhu Al Mumti' :*
"Ungkapan ‘Kalau diberi wewangian seluruhnya maka itu bagus’ maksudnya kalau mayat diberi (sekujur tubuhnya) wewangian, maka itu bagus. Karena hal itu lebih wangi. Akan tetapi seyogyanya diberi wewangian yang tidak panas. Karena yang panas itu terkadang dapat mengoyak (tubuh), akan tetapi sebaiknya menggunakan yang dingin. Hal ini tidak dikenal di zaman Nabi ﷺ💝 akan tetapi dilaksanakan oleh sebagian para shahabat.”
{Lihat Kitab As-Syarhu Al-Mumti' : juz 5 hal 18. Tulisan Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*🍒🖍• وقال تلميذ ابن باز الوهابي محمد المختار الشنقيطي :*
" وهذا قد فعله بعض أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ومنهم ابن عمر رضي الله عنه وأرضاه ، لكن لو كان الطيب قليلاً أو لم يتيسر من الحنوط إلا اليسير، فإنه يوضع في أشرف المواضع، وهي مواضع السجود؛ تكريماً لها، وكذلك أيضاً المغابن، وهي مواضع النتن من الإنسان كالإبطين؛ وكذلك أيضاً المغابن التي تكون في أسفل باطن الركبتين، فهذه يوضع فيها الحنوط لأن الفساد يسرع إليها أكثر من غيرها " انتهى.
{انظر شرح الزاد. لمحمد المختار الشنقيطي تلميذ ابن باز الوهابي}.
*💙✏• Murid Bin Bazz Muhammad Mukhtar As-Syinqithiy Al Wahhabiy hafizahullah mengatakan :*
“Hal ini telah dilaksanakan oleh sebagian para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam diantaranya Ibnu Umar radhiallahu anhu. Akan tetapi kalau wewangiannya sedikit, tidak ada pewangi kecuali sedikit. Maka oleskan di tempat yang paling mulia. Yaitu tempat-tempat untuk sujud. Sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Begitu juga di tempat-tempat basah, yaitu tempat yang berbau dari manusai seperti ketiak. Begitu juga tempat basah yang ada di bawah kedua selangkangan. Ditaruh di tempat tersebut karena lebih cepat menyerap dibandingkan dengan tempat lainnya.”
{Lihat Syarhu Az-Zad. Tulisan Tokoh Wahhabiy Murid Bin Bazz Mukhtar Asy Syinqithiy}.
⤵ 2/ VII
*_1⃣5⃣. Tiga Ember besar tertutup,_* untuk menyimpan air suci yang mensucikan yang sama sekali belum tersentuh tangan dan tertutup agar tidak terkena percikan siraman pada tubuh mayyit lantas masuk kedalamnya dan membuat air menjadi musta'mal. Dalam hal ini ulama' berbeda pendapat mengenai volume air yang sedikit, yang bisa menjadi najis atau tidak :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاق ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💜 وَهُوَ يُسْأَلُ عَنِ الْمَاءِ يَكُونُ فِي الْفَلَاةِ مِنَ الْأَرْضِ وَمَا يَنُوبُهُ مِنَ السِّبَاعِ وَالدَّوَابِّ ، قَالَ : فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 :
*```" إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ " .*```
قَالَ عَبْدَةُ : قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاق : الْقُلَّةُ هِيَ : الْجِرَارُ ، وَالْقُلَّةُ الَّتِي يُسْتَقَى فِيهَا .
قَالَ أَبُو عِيسَى : وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ , وَأَحْمَدَ , وَإِسْحَاق ، قَالُوا : إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ مَا لَمْ يَتَغَيَّرْ رِيحُهُ أَوْ طَعْمُهُ , وَقَالُوا : يَكُونُ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ قِرَبٍ .
{رواه الترمذي / ١ - أبواب الطهارة / باب منه آخر / رقم الحديث : ٦٧}
Telah menceritakan kepada kami : Hannad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Abdah. Dari Muhammad bin Ishaq. Dari Muhammad bin Ja'far bin Az Zubair. Dari 'Ubaidullah bin Abdullah bin Umar. Dari Ibnu Umar, beliau berkata; "Aku mendengar dari Rasulullah ﷺ💓 ketika beliau ditanya tentang air yang ada di tanah lapang dan sering dikunjungi oleh binatang buas dan hewan hewan lainnya, "
Ibnu Umar berkata; Maka Rasulullah ﷺ💔 menjawab:
*```"Apabila air itu mencapai dua Qulah maka tidak akan mengandung kotoran (najis)."*```
Abdah berkata; Muhammad bin Ishaq berkata; "Al Qullah adalah beberapa guci besar, dan Qullah adalah air yang biasa dipakai untuk minum."
Abu Isa berkata; "Dan itu adalah pendapat Imam Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan;
*```"Apabila air itu mencapai dua Qullah maka tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis, yaitu selama tidak berubah bau atau rasanya, dan mereka mengatakan; "kira-kira airnya sebanyak lima Qirbah (kendi)."*```
{HR. Tirmidzi / 1 - Abwaabu Ath Thaharah / Babu Minhu Akbar / No. 67}.
*💾📿• Imam Syafi'iy dalam kitab Musnad-nya berkata :
أَنْبَأَنَا الثِّقَةُ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ كَثِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💓 قَالَ:
*```«إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ نَجَسًا أَوْ خَبَثًا».*```
{رواه الشافعي / مُسْنَدُ الشَّافِعِيُّ / بَابُ مَا خَرَّجَ مِنْ كِتَابِ الْوُضُوءِ / رقم الحديث : ٢}.
Orang yang terpercaya memberitahukan kepada kami dari Al WaJid bin Katsir. Dari Muhamad bin Abbad bin Ja'far. Dari Abdullah bin Abdullah bin Umar. Dari ayahnya bahwa Rasulullah ﷺ💚 pernah bersabda :
*```"Apabila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis atau kotoran”.*```
{HR. Syafi'iy / Musnad Asy Syafi'iy / Babu Ma Kharraja Min Kitaabi Al Wudlu' / No. 2}.
*💾🎤• Dalam kitab Subul al-Salam karya al-Shan'aniy disebutkan :
عن أبي أُمَامَةَ الباهليّ ـ رضي الله عنه ـ قال: قال رسول الله ﷺ💙:
*```«إنَّ الماءَ لا يُنَجِّسُهُ شيءٌ إلا ما غلبَ على رِيحهِ وطَعْمِهِ ولَوْنِهِ».*```
{أخرجهُ ابنُ ماجهْ، وضعَّفَهُ أبو حاتم}
"(Diceritakan) dari Abi Umamah al-Bahiliy radliyyAllahu 'anhu berkata : Rasulullah ﷺ💜 bersabda :
*```”Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu yang dapat menjadikannya najis kecuali sesuatu yang mengatasi terhadap bau, rasa dan warnya”.*```
{Hadits ini dikeluarkan oleh Ibn Majah, dan *_di-dha'if-kan oleh Abu Hatim"_*}.
*📿🎙• Imam al-Nawawiy menjelaskan bahwa ulama pakar hadits sepakat menghukuminya dha'if/lemah, namun yang dha'if bukan pokok haditsnya tetapi hanya redaksi pengecualiannya saja, yakni *```"إلا ما غلب على ريحه وطعمه ولونه" (kecuali sesuatu yang mengatasi terhadap bau, rasa dan warnanya),*``` dan mengenai hukum yang terkandung dalam makna *_redaksi pengecualian ini ulama sepakat menerima._*
Oleh karena itulah Ibn al-Mundzir menyatakan :
قد أجمع العلماء: على أن الماء القليل والكثير إذا وقعت فيه نجاسة فغيرت له طعماً، أو لوناً، أو ريحاً فهو نجس، فالإجماع هو الدليل على نجاسة ما تغير أحد أوصافه، لا هذه الزيادة
"Sungguh para ulama telah berijma'/sepakat bahwa air yang sedikit dan yang banyak, apabila ada najis jatuh ke dalamnya lantas ia merubah rasa, warna atau baunya maka air itu najis. Ijma' ulama inilah yang merupakan dalil atas kenajisan air yang salah satu sifatnya mengalami perubahan, bukan tambahan (redaksi hadits pengecualian) itu".
*🌴👌• قال الإمام ابن المنذر رحمه الله تعالى (وهو أبو بكر محمد بن إبراهيم بن المنذر النيسابوري، المتوفى: ٣١٩ هـ)، في كتابه " الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف " :*
" أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ الْقَلِيلَ أَوِ الْكَثِيرَ ، إِذَا وَقَعَتْ فِيهِ نَجَاسَةٌ ، فَغَيَّرَتِ النَّجَاسَةُ الْمَاءَ ؛ طَعْمًا، أَوْ لَوْنًا، أَوْ رِيحًا أَنَّهُ نَجَسٌ مَا دَامَ كَذَلِكَ ، وَلَا يُجْزِئ الْوُضُوءُ وَالِاغْتِسَالُ بِهِ " انتهى
{انظر كتاب الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف : ج ١ ص ٢٦٠. للإمام المنذري}
*🌴🎙• Imam Ibnu Mundzir rahimahullahu ta'ala berkata didalam kìtabnya " Al Ausath Fi As Sunan Wa Al Ijtima' Wa Al Ikhtilaf ":*
"Sungguh para ulama telah berijma' bahwa air yang sedikit dan yang banyak, apabila ada najis jatuh ke dalamnya lantas najis itu merubah air, yakni ia merubah rasa, warna atau baunya maka air itu najis. Selama seperti itu, maka tidak cukup (tidak sah) berwudlu dan mandi dengan menggunakannya.
{Lihat Kitab Al Ausath Fi As Sunan Wa Al Ijma' Wa Al Ikhtilaf : juz 1 hal 260. Karya Imam Ibnu Al Mundzir}.
*📗🎤• جاء في مجموع الفتاوى لشيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي رحمه الله تعالى :*
وَقَدْ تَنَازَعَ الْفُقَهَاءُ الَّذِينَ يَقُولُونَ بِأَنَّ الْمَاءَ الْمُتَطَهَّرَ بِهِ يَصِيرُ مُسْتَعْمَلًا إذَا غَمَسَ الْجُنُبُ يَدَهُ فِيهِ : هَلْ يَصِيرُ مُسْتَعْمَلًا ؟ عَلَى قَوْلَيْنِ مَشْهُورَيْنِ . وَهُوَ نَظِيرُ غَمْسِ الْمُتَوَضِّئِ يَدَهُ بَعْدَ غَسْلِ وَجْهِهِ عِنْدَ مَنْ يُوجِبُ التَّرْتِيبَ كَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَد . وَالصَّحِيحُ عِنْدَهُمْ : الْفَرْقُ بِهِ بَيْنَ أَنْ يَنْوِيَ الْغُسْلَ أَوْ لَا يَنْوِيَهُ ;
فَإِنْ نَوَى مُجَرَّدَ الْغُسْلِ صَارَ مُسْتَعْمَلًا وَإِنْ نَوَى مُجَرَّدَ الِاغْتِرَافِ لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا ,
وَإِنْ أَطْلَقَ لَمْ يَصِرْ مُسْتَعْمَلًا عَلَى الصَّحِيحِ .
Bahwasannya beliau menciduk air dari sebuah wadah setelah mencuci muka beliau)), dan seperti juga yang telah tetap dari beliau : bahwasannya beliau menciduk dari wadah tersebut dalam keadaan junub, dan kaum muslimin tidak dikeluarkan dari tempat ini, akan tetapi kami tahu dan yaqin bahwasannya paling banyaknya air Wudlu' kaum muslimin dan mandi mereka pada zaman Nabi berasal dari wadah yang kecil, dan yang pasti mereka semuanya memasukkan tangan mereka dalam wudlu' dan mandi, maka barangsiapa menganggap dengan adanya kejadian tersebut air menjadi musta'mal, maka sesungguhnya dia telah menyempitkan suatu perkara yang mana Allah telah memberi keluasannya.
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ { النَّبِيِّ ﷺ💔 أَنَّهُ اغْتَرَفَ مِنْ الْإِنَاءِ بَعْدَ غَسْلِ وَجْهِهِ } كَمَا ثَبَتَ عَنْهُ أَنَّهُ اغْتَرَفَ مِنْهُ فِي الْجَنَابَةِ وَلَمْ يُحَرِّجْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ بَلْ قَدْ عَلِمْنَا يَقِينًا أَنَّ أَكْثَرَ تَوَضُّؤِ الْمُسْلِمِينَ وَاغْتِسَالِهِمْ عَلَى عَهْدِهِ كَانَ مِنْ الْآنِيَةِ الصِّغَارِ وَأَنَّهُمْ كَانُوا يَغْمِسُونَ أَيْدِيَهُمْ فِي الْوُضُوءِ وَالْغُسْلِ جَمِيعًا , فَمَنْ جَعَلَ الْمَاءَ مُسْتَعْمَلًا بِذَلِكَ فَقَدْ ضَيَّقَ مَا وَسَّعَهُ اللَّهُ .
{انظر كتاب مجموع الفتاوى للإمام ابن تيمية الحنبلي / الْفِقْهُ / الطَّهَارَةُ / بَابُ الْمِيَاهِ / مَسْأَلَة : اشْتِرَاكُ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فِي الِاغْتِسَالِ مِنْ إنَاءٍ وَاحِدٍ / اشْتَبَهَ الْمَاءُ الطَّاهِرُ بِالنَّجِس}.ِ
*📿✍• Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitab Fatawanya :*
Dan sungguh saling berbantahan para ahli fiqih yang mengatakan bahwasanya air yang bisa untuk bersuci dengannya bisa menjadi musta'mal ketika orang yang junub (berhadats besar) memasukkan tangannya didalamnya : Apakah akan menjadi musta'mal? Pada dua pendapat yang keduanya masyhur.
Yakni melihat mencelupkan tangannya orang yang berwudlu setelah membasuh mukanya menurut orang yang mewajibkan tartib seperti Imam Syafi'iy dan Imam Ahmad. Dan pendapat yang benar menurut mereka adalah : perbedaannya antara berniat mandi atau tidak berniat mandi :
*```•👉Ketika hanya semata - mata berniat untuk mandi, maka air menjadi musta'mal.*```
*```•👉Ketika hanya semata - mata berniat menciduk, maka air tidak menjadi musta'mal.*```
*```•👉Dan ketika berniat memutlakkannya (sama sekali tidak berniat apa apa), maka air tidak menjadi musta'mal menurut pendapat yang paling Shahih.*```
Dan sudah tetap dalam kitab Ash Shahih ((dari Nabi ﷺ💜 : Bahwasannya beliau menciduk air dari sebuah wadah setelah mencuci muka beliau)), dan seperti juga yang telah tetap dari beliau : bahwasannya beliau menciduk dari wadah tersebut dalam keadaan junub, dan kaum muslimin tidak dikeluarkan dari tempat ini, akan tetapi kami (mushannif) tahu dan yaqin bahwasannya paling banyaknya air Wudlu' kaum muslimin dan mandi mereka pada zaman Nabi berasal dari wadah yang kecil, dan yang pasti mereka semuanya memasukkan/mencelupkan tangan mereka dalam wudlu' dan mandi mereka, maka barangsiapa menganggap dengan adanya kejadian tersebut air menjadi musta'mal, maka sesungguhnya dia telah menyempitkan suatu perkara yang mana Allah telah memberikan keluasannya.
{Lihat Kitab Majmu' Al Fatawa / Al Fiqhu / Ath Thaharah / Babu Al Miyaah. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*🌴🎙• وقال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
ولا يصير الماء اليسير مستعملاً إذا اغترف منه المتوضئ عند غسل يديه؛ لأن المغترف لم يقصد بغمس يده إلا الاغتراف دون غسلها؛ ولأن النبي عليه السلام فيما رواه سعيد عن عثمان اغترف من إناء: «ثم غرف بيده اليمنى، فصب على ذراعه اليمنى، فغسلها إلى المرفقين ثلاثاً». انتهى.
*💾🖍• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuh ":*
Dan air yang sedikit tidak akan menjadi musta'mal ketika orang yang wudlu' menciduk dari air yang sedikit tersebut saat mencuci kedua tangannya, karena cidukkan tidaklah diniati mencelupkan tangannya.
*```📿👉• KETERANGAN*```:
Air itu terbagi menjadi 4 (empat) bagian :
*```✍1. Air suci nan mensucikan terhadap selainnya serta tidak makruh digunakan,*``` yaitu air mutlak (adalah air yang tidak terikat dengan nama tertentu, seperti air teh, kopi, dsb. Atau terikat dengan nama yang sesuai dengan keadaannya, seperti air laut, sungai, dsb.).
*```✍2. Air suci nan mensucikan terhadap selainnya tapi makruh digunakan,*``` yaitu air mutlak yang terkena panas matahari.
*```✍3. Air suci tapi tidak dapat mensucikan terhadap selainnya,*``` yaitu air musta'mal dan air yang mengalami perubahan sebab tercampuri benda suci.
*```✍4. Air yang terkena najis*``` yang merubah sifat-sifat (rasa, bau, dan warna) air.
Berangkat dari bagian air yang No. 3, yaitu air suci tapi tidak dapat mensucikan terhadap selainnya, adalah air musta'mal (air yang telah digunakan) untuk menghilangkan hadast atau najis apabila tidak berubah dan timbangannya tidak bertambah setelah pisahnya air dari air yang menyerap pada sesuatu yang akan dibasuh, sehingga dapat dimengerti bahwa menggunakannya sebagai alat bersesuci dan *_air tersebut kurang dari qullah (174,580 Liter / 176,245 Liter / 270 Liter_*), baik digunakan untuk mengangkat hadats ataupun untuk menghilangkan najis, hukum sesucinya tidak sah karena kemutlakan nama air telah hilang darinya. Ini merupakan pendapat hukum yang telah dicetuskan oleh imam al-Syafi'iy dalam kitab-kitab beliau baik yang qadim dan yang jadid sebagaimana dituturakan oleh Syech Abu Hamid dan al-Mawardiy, dan merupakan qaul yang kami amalkan. Ya benar demikian, dalam madzhab kami (Syafi'iyyah) dalam hal ini memang ada dua pandangan : Pertama, sebagian Ashhab al-Syafi'iy berpendapat bahwa menggunakan air musta'mal sebagai alat bersesuci itu tidak boleh. Kedua, sebagian yang lain menghukuminya boleh. Dan pendapat yang shahih adalah yang pertama sebagaimana keterangan awal.
Lebih jauh kita berbicara prihal air musta'mal secara lintas madzhab adalah sebagai berikut :
(1). Madzhab Hanafiy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi besar), atau yang telah digunakan untuk tujuan qurbah (pendekatan diri kepada Allah untuk sebuah pahala) seperti berwudhu` di tempat lain dengan maksud (niat) bertaqarrub atau karena shalat janazah, masuk masjid, memegang mushhaf, dan membaca al-Qur`an. Maka air yang terpisah dari anggota yang dibasuh adalah air musta'mal, dan hukumnya suci namun tidak bisa digunakan untuk mangangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi) akan tetapi bisa digunakan sebagai alat untuk menghilangkan najis dari badan atau pakaian menurut pendapat yang rajih nan mu'tamad dalam madzhab ini.
(2). Madzhab Malikiy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (dalam wudhu` atau mandi besar, baik wajib atupun sunnah), atau yang telah digunakan untuk menghilangkan najis. Maka air musta'mal (yang telah digunakan untuk mengangkat hadats) adalah air yang menetes dari anggota tubuh, atau masih melekat dengannya atau telah terpisah darinya dan ia dalam keadaan sedikit, dan hukumnya adalah suci nan mensucikan, namun makruh digunakan untuk mengangkat hadast atau mandi sunnah bila masih ada selainnya dan air tersebut sedikit. Dan air ini tidak makruh digunakan untuk menghilangkan najis menurut qaul yang arjah dalam madzhab ini.
(3). Madzhab Syafi'iy : Air musta'mal adalah sedikit air yang telah digunakan dalam kefardhuan bersesuci untuk mengangkat hadast seperti air bekas basuhan pertama di dalamnya, dan hukumnya suci tapi tidak dapat mensucikan menurut qaul jadid, sehingga ia tidak bisa digunakan untuk wudhu`, atau mandi besar, atau untuk menghilangkan najis.
(4). Madzhab Hanbaliy : Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadast besar (janabah), atau hadast kecil (wudhu`), atau yang digunakan untuk menghilangkan najis dari air bekas basuhan yang terakhir, yaitu air ketujuh, dan hukumnya adalah air tersebut tidak bisa dibuat mengangkat hadats ataupun najis sebagaimana madzhab Syafi'iy.
*```📿👉CATATAN :*```
Syarat air bisa dihukumi musta’mal ada 4 (empat) :
(1). Volume air sedikit (kurang dari dua qullah*).
(2). Sudah pernah digunakan dalam rukun wajib thaharah (bersesuci).
(3). Telah terpisah dari anggota badan.
(4). Tidak ada niat Ightiraf (nyiduk; Jawa-pen.) ketika memasukkan tangan ke dalam wadah air ataupun ketika anggota tubuh menyentuh air. Syarat terakhir ini hanya berlaku dalam konteks mandi wajib setelah niat.
*```⚖👌• Dua qullah dengan ukuran umum adalah sebagai berikut :*```
*```👉> Menurut Imam al-Nawawiy*``` dua qullah sama dengan 174,580 liter, atau air dalam satu wadah penuh yang berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar dan dalam 55,9 cm.
*```👉> Menurut Imam al-Rafi'iy*``` dua qullah sama dengan 176,245 liter, atau air dalam satu wadah penuh yang berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar dan dalam 56,1 cm. Demikian menurut keterangan kitab Fath al-Qadir, hal. 10.
*```👉> Menurut keterangan dalam kitab Fiqh al-Islam Juz 1 halaman 60,*``` dua qullah sama dengan 270 liter air.
{Lihat Buku Panduan Praktik Ubudiyah, MHM PPL Kediri, hal. 10}.
*_1⃣6⃣. Pilih Sarung Tangan atau Washlape yang kainnya agak kasar agar najis - najis yang menempel pada mayyit setelah kotoran dalam perutnya dikeluarkan bisa bersih tuntas dilap (pérét : jawa)._*
*📿🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة " :*
ويندب أن لا يكون معه أحد سوى الغاسل ومن يعينه ثم يلف الغاسل على يده خرقة يأخذ بها الماء ويغسل قبله ودبره - الاستنجاء -
{انظر كتاب الفقه على مذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠٣. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*💾🎤• Berkata Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati " :*
Dan disunnahkan tidak bersama mayyit satu orangpun kecuali orang yang memandikan mayyit dan orang yang membantunya, lantas orang yang memandikan membalut tangannya dengan kain perca (sobekan kain, gombal : jawa) mengambil air dengan masih memakainya dan membasuh qubul (kemaluan) dan dubur mayyit untuk diistinjaa'i (dibersihkan kotoran najisnya).
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alaa Madzahibi Al Arba'ati : juz 1 hal 803. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📿✍• وجاء في كتاب موسوعة الفقه الاسلامي:*
ثم يلف على يده خرقة من قفاز ونحوه، ثم يصب عليه الماء وينجِّيه.
*🌴🎤• Tersebut didalam kitab Mausuu'ah Al Fiqhi Al Islamiy :*
Kemudian membungkus tangannya dengan kain perca (kain lap, kain pembersih) termasuk dari qafazat (sarung tangan) dan semacamnya, lantas menyiramkan air pada mayyit dan membersihkannya.
{Lihat Kitab Mausuu'ah Al Fiqhi Al Islamiy / Shifatu Ghusli Al Mayyit}.
*_1⃣7⃣• Kapur Barus untuk campuran siraman pada tubuh mayyit yang terakhir agar hewan kecil kecil tanah tidak cepat merusak tubuh mayyit._*
*```i)• Kapur Barus Untuk Kepentingan Sunnah*```
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ جَمِيعًا عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَازِمٍ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ الْأَحْوَلُ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ💓 قَالَ : لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💜 :
*```«اغْسِلْنَهَا وِتْرًا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا وَاجْعَلْنَ فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ فَإِذَا غَسَلْتُنَّهَا فَأَعْلِمْنَنِي»*```
قَالَتْ : فَأَعْلَمْنَاهُ فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ ،
وَقَالَ : *«```أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ».*```
و حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 وَنَحْنُ نَغْسِلُ إِحْدَى بَنَاتِهِ ،
فَقَالَ : *«```اغْسِلْنَهَا وِتْرًا خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكِ».*```
بِنَحْوِ حَدِيثِ أَيُّوبَ وَعَاصِمٍ وَقَالَ فِي الْحَدِيثِ قَالَتْ : فَضَفَرْنَا شَعْرَهَا ثَلَاثَةَ أَثْلَاثٍ قَرْنَيْهَا وَنَاصِيَتَهَا
{رواه مسلم / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابٌ فِي غَسْلِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٦٢٢}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Bakar bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid semuanya : Dari Abu Mu'awiyah - ('Amru berkata) : - Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Khazim Abu Mu'awiyah. Telah menceritakan kepada kami : 'Ashim Al Ahwal dari Hafshah binti Sirin. Dari Ummu 'Athiyyah, beliau berkata; Ketika Zainab binti Rasulullah ﷺ💔 wafat, Rasulullah ﷺ💚 bersabda kepada kami :
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga, lima atau tujuh. Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus. Dan jika kalian telah usai memandikannya, maka beritahukanlah padaku."*```
Ummu 'Athiyyah berkata : "Setelah itu, kami memberitahukan kepada beliau, sehingga beliau pun memberikan kainnya dan beliau bersabda:
*```'Kenakan padanya.'"*```
Dan telah menceritakan kepada kami : 'Amru An Naqid. Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun. Telah mengabarkan kepada kami : Hisyam bin Hassan. Dari Hafshah binti Sirin. Dari Ummu 'Athiyyah, beliau berkata; Rasulullah ﷺ💙 menemui kami, sementara kami sedang memandikan salah seorang putinya. Beliau bersabda:
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan yang ganjil, lima atau lebih dari itu."*```
yakni serupa dengan hadits Ayyub dan 'Ashim. Kemudian di dalam hadits ia mengatakan;
*_"Lalu kami memintal rambutnya dengan tiga pintalan, yakni pada kedua tanduknya dan satu pada ubun-ubunnya."_*
{HR. Muslim / Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Ghusli Al Mayyiti / No. 1622}.
*💾👌• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ":*
قَوْلُهُ ﷺ💚 : ( وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ ) فِيهِ اسْتِحْبَابُ شَيْءٍ مِنَ الْكَافُورِ فِي الْأَخِيرَةِ ، وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عِنْدَنَا ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَجُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ ،
وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ : لَا يُسْتَحَبُّ ،
وَحُجَّةُ الْجُمْهُورِ هَذَا الْحَدِيثُ ؛ وَلِأَنَّهُ يُطَيِّبُ الْمَيِّتَ ، وَيُصَلِّبُ بَدَنَهُ وَيُبَرِّدُهُ ، وَيَمْنَعُ إِسْرَاعَ فَسَادِهِ ، أَوْ يَتَضَمَّنُ إِكْرَامَهُ .
{انظر كتاب المنهاج على شرح صحيح مسلم / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابٌ فِي غَسْلِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٦٢٢. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴📿• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Minhaaj 'Alaa Syarhi Shahih Muslim ":*
Sabda Nabi ﷺ💙 *```((Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus))*``` Didalamnya menjelaskan *```DISUNNAHKANNYA*``` sesuatu dari jenis kapur barus pada siraman ganjil yang terakhir, dan itu telah disepakati menurut Madzhab kami (Syafi'iy). Dan berkata dengan pendapat ini Imam Malik, Imam Ahmad, dan Jumhur (mayoritas) 'Ulama'.
Dan Imam Abi Hanifah berkata : *```TIDAK DISUNNAHKAN*``` dan hadits ini merupakan hujjah (dalil) Jumhur 'Ulama', Karena hal itu bisa mengharumkan mayyit, bisa menguatkan badan mayyit dan membekukannya, bisa mencegah kerusakan mayyit, dan mencakup memuliakan mayyit.
{Lihat Kitab Al Minhaaj 'Alaa Syarhi Shahih Muslim / Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Ghusli Al Mayyiti / No. 1622. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📗✏• وجاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسَنُّ أن يجعَلَ الغاسِلُ في الغَسلَةِ الأخيرةِ كافورًا ، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة .
الأدلَّة:
أوَّلًا: من السُّنَّة
عن أمِّ عطيَّةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، قالت: ((دخَلَ علينا رسولُ الله ﷺ💙 حين تُوُفِّيَتِ ابنَتُه، فقال: اغْسِلْنَها ثلاثًا، أو خمسًا، أو أكثَرَ من ذلك إن رأيتُنَّ ذلك، بماءٍ وسِدْرٍ، واجْعَلْنَ في الآخرَةِ كافورًا- أو شيئًا من كافورٍ- فإذا فَرَغْتُنَّ فآذِنَّنِي)).
ثانيًا: لأنَّه يُصَلِّبُ الجسمَ، ويُبَرِّدُه، ويُطَيِّبُه، ويطردُ عنه الهوامَّ.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية}.
*🌴📿• Tersebut dalam Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*```DISUNNAHKAN*``` supaya ghasil (orang yang memandikan mayyit) menjadikan kapur Barus pada siraman yang terakhir, dan merupakan kesepakatan madzhab - madzhab fiqih yang empat : Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabillah.
Dalil - dalilnya :
*```Pertama :*``` Dari As Sunnah, dari Ummi 'Athiyyah Al Anshariyyah radliyyAllahu 'anha, beliau berkata : (( Ketika Zainab binti Rasulullah ﷺ💔 wafat, Rasulullah ﷺ💚 bersabda kepada kami :
*```"Mandikanlah ia dengan bilangan ganjil, tiga, lima atau tujuh. Dan pada bilangan ke lima, campurkanlah dengan kapur barus atau sesuatu dari jenis kapur barus. Dan jika kalian telah usai memandikannya, maka beritahukanlah padaku."*```))
*```Kedua :*``` Karena Sesungguhnya kapur barus dapat menguatkan jasad mayyit, membekukannya, mengharumkan ya, dan dapat mengusir hewan kecil - kecil tanah jauh dari mayyit.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah}.
*```ii)• Kapur Barus Untuk Kepentingan Visum Dan Semacamnya.*```
*```👌• Mengawetkan jenazah dengan hanuth atau kapur barus dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk penyelidikan dalam kasus kiriminal*``` agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk mencegah terjadinya pembusukan lebih cepat pada mayat sebelum dikuburkan maupun setelahnya. Berikut penjelasannya :
*🍒🎙• قال الإمام أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ) ، رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَيَذَرُ) بِالْمُعْجَمَةِ فِي غَيْرِ الْمُحْرِمِ (عَلَى كُلِّ وَاحِدَةٍ) مِنْ اللَّفَائِفِ قَبْلَ وَضْعِ الْأُخْرَى
(حَنُوطٌ) بِفَتْحِ الْحَاءِ، وَيُقَالُ لَهُ الْحِنَاطُ بِكَسْرِهَا،
وَهُوَ نَوْعٌ مِنْ الطِّيبِ يُجْعَلُ لِلْمَيِّتِ خَاصَّةً يَشْتَمِلُ عَلَى الْكَافُورِ وَالصَّنْدَلِ وَذَرِيرَةِ الْقَصَبِ، قَالَهُ الْأَزْهَرِيُّ. وَقَالَ غَيْرُهُ: هُوَ كُلُّ طِيبٍ خُلِطَ لِلْمَيِّتِ (وَكَافُورٌ) هُوَ مِنْ عَطْفِ الْجُزْءِ عَلَى الْكُلِّ؛ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ الْجُزْءُ الْأَعْظَمُ مِنْ الطِّيبِ لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ؛ وَلِأَنَّ الْمُرَادَ زِيَادَتُهُ عَلَى مَا يُجْعَلُ فِي أُصُولِ الْحَنُوطِ،
وَنَصَّ الْإِمَامُ وَغَيْرُهُ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْإِكْثَارِ مِنْهُ فِيهِ،
بَلْ قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُطَيَّبَ جَمِيعُ بَدَنِهِ بِالْكَافُورِ؛ لِأَنَّهُ يُقَوِّيهِ وَيَشُدُّهُ،
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٤ ص ٢٢٩. للإمام الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Ahmad Khathib Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Alfaadzi Al Minhaaj ":*
"Setiap helai kain kafan -selain kafannya mayat yang mati saat tengah berikhrom- diolesi Hanuth (minyak khusus mayat, mengandung kapur, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan menurut versi Al- Azhuri, ada juga yang berpendapat bahwa Hanuth adalah setiap minyak yang diperuntukkan mayat) sebelum ditumpuki lapis yang lain, dan diolesi kapur.
Imam Haromain dan selainnya menegaskan bahwa maksud dari mengolesi kafur adalah sunnah memperbanyak kandungan kapur dalam Hanuth.
Bahkan imam Syafi'i berkata: Disunnahkan mengolesi semua tubuh mayat dengan kapur karena kapur bisa menjadikan tubuh mayit menjadi kuat (bisa bertahan lama)."
{Lihat Kitab Mughniy al Muhtaj : juz 4 hal. 229. Karya Imam Ahmad Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الشيخ السيد البكري بن محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وَقَوْلُهُ عِنْدَ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا...إلَى أنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ الشَّقُّ المَذْكُورُ او القَتْلُ بِالقَصْدِ لِلتَّعْذِيْبِ وَاخْتُلِفَ فِيْمَا شَكَّ فِى سَيْلِ دَمِهِ وَعَدَمِهِ فَهَلْ يَجُوْزُ شَقُّ عُضْوٍ مِنْهُ اولاَ ؟ قَالَ بِالأوَّلِ الرَّمْلِى تَبَعًا لِلْغَزَالِى لأَنَّهُ لِحَاجَةٍ وَقَالَ بِالثَّانِى إبْنُ حَجَرٍ تَبَعًا لِلإِمَامِ الحَرَمَيْنِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّعْذِيْبِ.
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ١ ص ٣٣. للشيخ السيد البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📒🎙• Berkata Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin ":*
Adapun ucapan mushonnif "pada waktu menyobek anggota badan dari binatang" ... sampai pada ucapan mushonnif: "haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa", diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak? Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat. Ibn Hajar tidak membolehkan karena mengikuti Imam al Haramain, karena dalam penyobekan itu terdapat penyiksaan.
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 1 hal 33. Karya Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🎙• قال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
تَِْشْرِيْحُ الجُثَّةِ وَنَقْْلِ الأعْضَاءِ.
يَرَى المَالِكِيَّةُ وَالحَنَابِلَةُ عَمَلاً بِحَدِيْثِ: "كَسْرُ عَظْمِ المَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا" أنَّهُ لاَيَجُوزُ شَقُّ بَطْنِ المَيْتَهِ الحَامِلِ لإِخْرَاجِ الجَنِيْنِ مِنْهُ؛ لأنَّ هَذَا الوَلَدَ لاَ يَعِيْشُ عَادَةً، وَلاَ يَتَحَقَّقُ أنَّهُ يَحْيَا، فَلاَ يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقِّنَةٍ لأَمْرٍ مَوْهُومٍ.
وَأَجَازَ الشََّفِعِيَّةُ شَقَّ بَطْنِ المَيْتَةِ لإِخْرَاجِ وَلَدِهَا, وَشَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ لإِخْرَاجِ مَالٍ مِنْهُ.
كَمَا أجَازَ الحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلاَعِهِ مَالَ غَيْرِهِ, إذَا لَمْ تَكُنْ تِرْكَةٌ يَدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ.
وَأجَازَ المَالِكِيَّةُ ايْضًا شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالاً لَهُ او لِغَيْرِهِ إذَا كَانَ كَثِيْرًا: وَهُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ, فِىحَالِ ابْتِلاَعِهِ لِخَوفٍ عَلَيْهِ اولِعُذْرٍ. أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ المَوَارِثِ مَثَلاً, فَيُشَقَّ بَطْنُهُ, وَلَو قَلَّ.
وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ المُبِيْحَةِ يَجُوْزُ التَّشْرِيْحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ او الحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيْمِ لأَغْرَاضٍ طَيِّبَةٍ, او لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الجِنَايَةِ عَلَى المُتَّهَمِ بِالقَتْلِ وَيَجُوزُ ذَلِكَ لأَغْرَاضِ جِنَايَةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الوُصُولُ إلَى الحَقِّ فِى أمْرِ الجِنَايَةِ, لِلأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ العَدْلِ فِى الأَحْكَامِ, حَتَّى لاَ يُظْلَمُ بَرِيءٌ وَلاَ يَفْلِتُ مِنَ العِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيْمٌ.
وَكَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيْحُ حُثَّتِ الحَيَوَانِ للتَّعْلِيْمِ؛ المَصْلَحَةُ فِى التَّعْلِيْمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالألِمِ.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَنْبَغِي عَدَمُ التَّوَسُّعِ فِيْ التَّشْرِيْحِ لِمَعْرِفَةِ وَظَائِفِ الأَعْضَاءِ وَتَحْقِيْقِ الجِنَايَاتِ، وَالإِقْتِصَارُ عَلَى قَدْرِ الضَّرُوْرَةِ أَوْ الحَاجَةِ
وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالخياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة.
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٤ ص ١٦٠ - ١٦١. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*📿🎙• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh ":*
*_```Otopsi mayat dan memindahkan anggota tubuh._*```
Malikiyyah dan Hanabilah berpedoman pada hadits yang artinya: "Memecah tulang mayat seperti halnya memecahnya sewaktu hidup" berpendapat bahwa tidak diperkenankan membedah perut mayat perempuan hamil untuk mengeluarkan janin di dalamnya, karena biasanya anak tersebut tidak (bisa berlangsung) hidup dan tidak bisa dipastikan bahwa anak tersebut hidup, sehingga tidak diperkenankan merusak kehormatan (mayat) yang telah diyakini hanya karena hal yang belum tentu.
*_```Syafi'iyyah memperbolehkan membedah perut mayat perempuan untuk mengeluarkan anaknya, dan/atau membedah perut mayyit untuk mengeluarkan harta yang ada di dalamnya,_*``` semisal dalam kasus mayat yang sebelumnya menelan harta orang lain ketika ia tidak ditemukan peninggalan mayat yang bisa digunakan untuk mengganti rugi dan tidak seseorang yang mau menanggungnya.
*_```Malikiyyah juga memperbolehkan membedah perut mayat yang menelan harta banyak, yaitu sebesar kadar nishab zakat -baik miliknya ataupun milik orang lain-_*``` sebelum ia meninggal karena untuk mengamankan harta tersebut atau karena ada udzur. Jika penelanan harta tersebut didasari semisal untuk menghalang-halangi haknya ahli waris maka perut mayat tersebut dibedah walaupun harta yang ditelan hanya sedikit.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat -yang memperbolehkan membedah perut mayat- ini, *_```diberbolehkan mengotopsi mayat saat darurat atau dibutuhkan untuk penelitian kedokteran atau untuk menelusuri sebab kematian dan menetapkan kriminal pada tersangka pembunuhan,dan tindak kekerasan lainnya,_*``` jika memang itu dianggap jalan satu-satunya untuk membongkar tindak kekerasan, sesuai dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban adil dalan menghakimi, jangan sampai orang yang tak berdosa terdzolimi sedangkan orang sebenarnya berdosa tidak dapat hukuman. Begitu juga diperbolehkan mengotopsi hewan untuk penelitian kedokteran, karena maslahat yang ada lebih besar dari larangan menyakiti.
Namun bagaimanapun juga *_```tidak diperkenankan melegalkan otopsi secara bebas untuk mempelajari sistem kerja organ tubuh dan untuk mengungkap pembunuhan,_*``` hanya diperbolehkan otopsi sebatas pada anggota yang dibutuhkan, memenuhi kehormatan mayat, dan memuliakannya dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, mengembalikannya seperti semula dengan cara menjahit dan sebagainya setelah selesai dan berhasil apa yang dimaksudkan.
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh : juz 4 hal 160 - 161. Karya Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*```👌• Boleh juga menggunakan kapur barus karena ada hajat,*``` yaitu mencegah agar mayat tidak membusuk dalam perjalanan. Masalah pengawetan ini tidak bisa dihindari layaknya perkara yang darurat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang disebutkan oleh Ìmam Suyuthi Al Asybaah Wa An Nadzaa'ir :
*📘✍• قال الإمام السيوطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأشباه والنظاىٔر ":*
*```القاعدة الخامسة: الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً.*```
{انظر كتاب الأشباه والنظاىٔر : ص ٨٨. للإمام السيوطي الشافعي}.
*♻✒• Berkata Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Asybah Wa An Nadzair ":*
*_```Hajat / kebutuhan itu menduduki kedudukan darurat, baik secara umum ataupun khusus._*```
{Lihat Kitab Al Asybah wan Nadzair : hal 88. Karya Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy}.
*```👌• Adapun mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk pajangan*``` maka ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini berlawanan dengan firman Allah:
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ . مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ . ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ . ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
"Dari benda apa Dia menciptakan manusia? Dia ciptakan manusia dari setetes mani, lalu Dia tetapkan takdirnya. Kemudian Dia mudahkan jalannya. Kemudian Dia matikan manusia dan Dia tetapkan untuk dikuburkan."
(QS. 'Abasa : 80/ 18-21).
Imam Qurthubiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
جعل له قبرا ، وأقبر : إذا أمر إنسانا بحفر قبر .
Dia jadikan untuknya kuburan dan diperintahkan agar dia dikuburkan.
{Lihat Kitab Tafsir Al Qurthubiy / Tafsir Surat 'Abasa : ayat 21. Karya Imam Qurthubiy Al Malikiy}.
*📿✍• جاء في فتاوى الأزهر :*
ولا شك أن عملية التحنيط على هذا الوجه فيها إيذاء كبير، وبصرف النظر عن كون هذا الإيذاء حسيًّا أو معنويًّا فإن الواجب احترام جثة الآدمى، حيث لا توجد ضرورة لاتخاذ مثل هذا الإجراء .وإذا كان التحنيط بهذه الصورة فى انتهاك حرمة الميت وإيذائه فإن إحراق جثته لنقل الرماد ودفنه فى مكان بعيد لتقليل تكاليف النقل -كما يفعل بعض المغتربين -يكون أولى بالمنع
{انظر فتاوى الأزهر : ج ٨ ص ٤٦}.
*💾✍• Disebutkan dalam Fatawa Al Azhar :*
Tidak diragukan lagi bahwa *_```mengawetkan mayat untuk tujuan di atas adalah penganiaan yang sangat, baik secara nyata ataupun dalam perkiraan,_*``` yang jelas wajib memuliakan mayat anak Adam selama tidak ada tuntutan (darurat) untuk mengambil sebagian anggota tubuhnya. Jika pengawetan mayat seperti gambaran di atas saja tidak diperbolehkan, maka membakar mayat agar dapat memudahkan membawa debunya dan ditaburkan di tempat lain (seperti yang dilakukan sebagian warga barat) lebih pantas untuk dilarang.
{Lihat Fatawa Al Azhar : juz 8 hal 46}
*_1⃣8⃣• Kapas Ukuran Lebar untuk penutup lipatan - lipatan tubuh mayyit yang lebar, atau kapas yang berukuran kecil untuk menutup lubang atau lipatan - lipatan sempit pada tubuh mayyit._*
*_DISUNNAHKAN_* menaruh cotton/kapas ditempat - tempat keluarnya maadah (zat, unsur) seperti ditaruh pada dubur/anus, qubul/alat kelamin, lubang hidung, dan lubang dua telinga, sehingga tidak keluar sesuatu dari keduanya untuk kesekian kalinya, dan mayyit tetap dalam keadaan bersih.
*💾®• وراه ابن ابي شيبة هذه الروايات في كتابه " المصنف " / ٣٦ - في الميت يُحْشَى دُبُرُهُ وَمَا يَخَافُونَ مِنْهُ / رقم الحديث ١١١٣٦ - ١١١٤٠ :*
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُبَارَكٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، قَالَ: قُلْتُ أَحْشُو الْكُرْسُفَ؟ قَالَ : نَعَمْ. قُلْتُ : لأَنْ لاَ يَتَفَجَّرَ مِنْهُ شَيْءٌ، قَالَ : نَعَمْ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٦}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdullah bin Mubarak. Dari Ibnu Juraij. Dari 'Atho`. Ia (Ibnu Juraij) berkata : Aku bertanya (kepada 'Atho`) :
Apakah anda menutup mata mayyit dengan kapas? 'Atho` menjawab : Ya. Aku bertanya lagi : Supaya sesuatu ndak mengalir lagi dari mayyit, 'Atho` berkata : Ya Benar.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11136}.
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، قَالَ :
يُحْشَى مِنَ الْمَيِّتِ لِمَا يَخَافُونَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٧}.
Telah menceritakan kepada kami : Husyaim. Dari Mughirah. Dari Ibrahim, ia berkata :
Mayyit ditutupi dengan kapas karena perkara yang mereka takutkan apabila ada sesuatu yang keluar darinya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11137}.
حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ، عَنْ همام، عَنْ مَطَرٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ:
يُحْشَى دُبُرُهُ وَمَسَامِعُهُ وَأَنْفُهُ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٨}.
Telah menceritakan kepada kami : Ibnu Mahdiy. Dari Hammam. Dari Mathar. Dari Al Hasan, ia berkata :
Mayyit ditutupi kapas duburnya, alat pendengarnya, dan hidungnya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11138}.
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ سِيرِينَ يَقُولُ :
يُحْشَى دُبُرُ الْمَيِّتِ وَفَاهُ وَمَنْخِرَاهُ قُطْنًا، وَقَالَ مُحَمَّدٌ مَا عَالَجْت دُبُرَهُ فَعَالِجْهُ بِيَسَارٍك.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٣٩}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Dawud. Dari Ar Rabi', ia berkata : Aku mendengar Ibnu Sirin mengatakan :
Ditutupi kapas duburnya mayyit, mulutnya, dan alat pernafasannya. Dan Muhammad berkata : Aku tidak menangani dari arah belakangnya, maka tanganilah dia (mayyit) dari arah kirinya.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11139}.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ:
إذَا حُشِيَ عَلَى الْمَيِّتِ سُدَّ مُرَاقُهُ وَمَسَامِعُهُ بِالْمُشَاقِّ.
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الجنائز / في الميت يحشى دبره وما يخافون منه / رقم الحديث : ١١١٤٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Waki'. Dari Hassan bin Ibrahim. Dari Ummayyah Al Azdiy. Dari Jabir bin Zaid, ia berkata :
Ketika mayyit ditutupi, maka ditutup mulutnya, dan alat pendengarannya dengan tissue.
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannif / Kitabu Al Jana'izi / Fi Al Mayyiti Yuhsyaa Duburuhu Wa Yukhaafuuna Minhu / No. 11140}.
Di dalam kitab Al Hawi Kabir yang merupakan karya dari Imam Mawardi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala di jelaskan :
*💾🎙• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ : ” وَيَأْخُذُ الْقُطْنَ فَيَضَعُهُ عَلَى الْحَنُوطِ وَالْكَافُورِ فَيَضَعُهُ عَلَى فِيهِ وَمَنْخَرَيْهِ وَعَيْنَيْهِ وَأُذُنَيْهِ وَمَوْضِعِ سُجُودِهِ وَجَمِيعِ مَنَافِذِهِ ، وَإِنْ كَانَتْ بِهِ جِرَاحٌ أَوْ قُرُوحٌ وَضَعَ عَلَيْهَا ، وَيَحْفَظُ رَأْسَهُ وَلِحْيَتَهُ بِالْكَافُورِ ، وَإِنَّمَا اخْتَرْنَا أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ بِمَسَاجِدِهِ وَهِيَ أَعْضَاؤُهُ السَّبْعَةُ لِمَا رُوِيَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُوكِلُ بِهِ مَنْ يَذُبُّ عَنْ مَوْضِعِ سُجُودِهِ النَّارَ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى : سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ، [ الْفَتْحِ : ] ، وَاخْتَرْنَا أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ فِي مَنَافِذِهِ وَجِرَاحِهِ حِفَاظًا لِلْخَارِجِ مِنْهُ
وَصِيَانَةً لِلْأَكْفَانِ
{انظر كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ٤٧. للإمام الماوردي الشافعي}.
*📘✍• Berkata Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Hawi Al Kabir ":*
Imam Syafi’i Rohimahulloh berkata :
Dan mengambil kapas lalu di taruh pada tali dan kapur lalu di letakkan dimulut mayat, 2 lubang hidung, 2 mata, 2 telinga, tempat tempat atau anggota anggota sujudnya dan semua lobang tembus yang ada.
umpama mayat punya luka maka kapas tadi juga diletakkan diluka itu
dan kepalanya dan jenggotnya di lindungi dengan kafur.
Saya (Imam Syafi’i) memilih untuk melakukan hal itu (menutup) pada jalan jalan tembus (lubang) dan menutup luka (jika tubuh mayit ada yang terluka) karena untuk menjaga sesuatu yang keluar dari jalan tersebut, dan juga untuk menjaga kafan kafan.
{Lihat Kitab Al Hawi Kabir : juz 3 hal. 47. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📔✒• قال الامام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
وإن خيف خروج شيء كدم من منافذ وجهه كفمه وأنفه فلا بأس أن يحشى بقطن دفعاً لتلك المفسدة. انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ١١٢. للإمام منصور بن يونس البهوتى الحنبلى }.
*♻🎤• Imam Manshur bin Yunus Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' :*
Dan jikalau dikawatirkan sesuatu yang keluar dari lubang - lubang diwajahnya, seperti lubang mulut dan hidungnya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN* menjejalkan cotton/kapas, yang bertujuan untuk menolak kerusakan tersebut.
{{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 112. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*_1⃣9⃣• Parfum Khusus Untuk Mengharumkan Seluruh Tubuh Mayyit._*
Dianjurkan membubuhi seluruh tubuh mayyit selain orang yang mati saat beribadah ihram dengan kapur barus/kamper, dan jikalau tidak diketemukan bisa digantikan dengan parfum yang lain.
*📿✍• قال الإمام زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي، المتوفى: ٩٢٦ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " أسنى المطالب في شرح روض الطالب ":*
قال الشافعي رحمه الله : " وأستحب أن يطيب جميع بدنه بالكافور ; لأنه يقويه ويشده " انتهى
{انظر كتاب أسنى المطالب في شرح روض الطالب : ج ١ ص ٣١٠. للإمام زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📗🎤• Berkata Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Asna Al Mathalib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib ":*
Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan :
“*DIANJURKAN* memberi wewangian di sekujur tubuhnya dengan kafur. Karena hal itu menguatkan dan merekatkan.”
{Lihat Kitab Asna Al-Matalib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib : juz 1 hal 310. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*♻🎙* قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قٙالٙ : "وَأُحِبُّ أَنْ يُطَيِّبَ جَمِيعَ بَدَنِهِ بِالكَافُورِ؛ لأَنَّ ذَلكَ يُقَوِّي البَدَنَ وَيَشُدُّهُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١١٢. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴✍• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dawuh Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Muhadzdzab ":*
Berkata Mushannif (Imam Syairoziy) :
"Aku lebih suka apabila memberi wewangian di sekujur tubuh mayyit dengan kafur. Karena hal itu bisa menguatkan badan dan merekatkan.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 112. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• وقال الإمام المرداوي الحنبلي (وهو أبو الحسن، واسمه: علي بن سليمان بن أحمد بن محمد المرداوي السعدي ثم الدمشقي الصالحي، الفقيه الحنبلي، ٨١٧ هـ - ٨٨٥ هـ), رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف ":*
وَإِنْ طَيَّبَ جَمِيعَ بَدَنِهِ كان حَسَنًا . . هذا الْمَذْهَبُ وَعَلَيْهِ الْأَصْحَابُ ... ".
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف : ج ٢ ص ٥١١. للإمام للمرداوي الحنبلي}.
*📿✍• Imam Al-Mardawai Al-Hanbali rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Al Insbaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf ":*
”Kalau diberi wewangian seluruh tubuhnya maka itu lebih bagus, dan ini pendapat mazhab (Imam Ahmad) dan juga pendapat para shahabat (Hanabillah).”
{Lihat Kitab Al Insbaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf : juz 2 hal 511. Karya Imam Al Murdawiy Al Hanbaliy}.
*📿🎙• وقال ابن عثيمين الوهابي في كتابه " الشرح الممتع " :*
" وإن طيب كله فحسن " ، أي: إن طيب الميت كله فحسن؛ لأنه يكون أطيب ، لكن ينبغي أن يطيب بطيب ليس حاراً؛ لأن الحار ربما يمزق البدن، بل يكون بارداً، وهذا لم يعرف في عهد الرسول ﷺ💚، لكن فعله بعض الصحابة " انتهى.
{انظر كتاب الشرح الممتع : ج ٥ ص ١٤٨. للعثيمين الوهابي}.
*🌴✏• Berkata Tokoh Wahhabiy Ibnu Utsaimin dalam Kitabnya " Asy Syarhu Al Mumti' :*
"Ungkapan ‘Kalau diberi wewangian seluruhnya maka itu bagus’ maksudnya kalau mayat diberi (sekujur tubuhnya) wewangian, maka itu bagus. Karena hal itu lebih wangi. Akan tetapi seyogyanya diberi wewangian yang tidak panas. Karena yang panas itu terkadang dapat mengoyak (tubuh), akan tetapi sebaiknya menggunakan yang dingin. Hal ini tidak dikenal di zaman Nabi ﷺ💝 akan tetapi dilaksanakan oleh sebagian para shahabat.”
{Lihat Kitab As-Syarhu Al-Mumti' : juz 5 hal 18. Tulisan Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*🍒🖍• وقال تلميذ ابن باز الوهابي محمد المختار الشنقيطي :*
" وهذا قد فعله بعض أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ومنهم ابن عمر رضي الله عنه وأرضاه ، لكن لو كان الطيب قليلاً أو لم يتيسر من الحنوط إلا اليسير، فإنه يوضع في أشرف المواضع، وهي مواضع السجود؛ تكريماً لها، وكذلك أيضاً المغابن، وهي مواضع النتن من الإنسان كالإبطين؛ وكذلك أيضاً المغابن التي تكون في أسفل باطن الركبتين، فهذه يوضع فيها الحنوط لأن الفساد يسرع إليها أكثر من غيرها " انتهى.
{انظر شرح الزاد. لمحمد المختار الشنقيطي تلميذ ابن باز الوهابي}.
*💙✏• Murid Bin Bazz Muhammad Mukhtar As-Syinqithiy Al Wahhabiy hafizahullah mengatakan :*
“Hal ini telah dilaksanakan oleh sebagian para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam diantaranya Ibnu Umar radhiallahu anhu. Akan tetapi kalau wewangiannya sedikit, tidak ada pewangi kecuali sedikit. Maka oleskan di tempat yang paling mulia. Yaitu tempat-tempat untuk sujud. Sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Begitu juga di tempat-tempat basah, yaitu tempat yang berbau dari manusai seperti ketiak. Begitu juga tempat basah yang ada di bawah kedua selangkangan. Ditaruh di tempat tersebut karena lebih cepat menyerap dibandingkan dengan tempat lainnya.”
{Lihat Syarhu Az-Zad. Tulisan Tokoh Wahhabiy Murid Bin Bazz Mukhtar Asy Syinqithiy}.
⤵ 2/ VII
⤵ 3/ VISI
*♻✍• MENGENAL 10 MACAM BUHUR (MENYAN) DAN HUKUM MEMAKAINYA.*
1. Buhur Magribi
Buhur ini terbuat dari bahan kayu gaharu dan kayu cendana yang dihaluskan dengan campurannya minyak khusus. Warnanya agak hitam legam dan agak basah aromanya agak menyengat dan bila dibakar asapnya berwarna putih kehijauan untuk memilih buhur ini haruslah teliti dan berhati-hati karena buhur telah beredar 100 macam lebih dengan bahan berbeda tetapi namanya berbeda. Sebagai buhur berkelas, kita harus tahu mana yang bisa dipakai dan mana yang tidak. Sebagai antisipasinya, cobalah ambil sedikit buhur tersebut, dan gosokkan pada kedua telapak tangan Anda. Apabila buhur tersebut berminyak serta mengandung noda kecoklatan,maka itulah yang harus diplih.
2. Buhur Apel Jin
Madat ini tebuat dari ampas madu lebah lanceng yang dicampur dengan minyak khusus, warnanya hitam bercampur putih kekuning-kuningan. Apabila dibakar baunya lembut namun cepat menyebar ke seluruh ruangan dan asapnya berwarna hitam keputihan. Untuk meneliti asli tidaknya Apel Jin tersebut yaitu dengan cara: apabila dipegang terasa lengket dan sulit dilepaskan, apabila ditekan akan terasa lembek dan tidak mudah patah atau putus dan apabila ditempelkan pada sehelai kain bekasnya tidak akan luntur.
3. Buhur Ja’faron
Terbuat dari daun pohon salwa yang dikeringkan. Daun tersebut nantinya ditumbuk dan mengeluarkan getah berwarna merah seperti warna darah dan sudah mengandung aroma wangi secara alami. Buhur ini tidak bisa ditiru dan diracik oleh orang-orang Indonesia karena pohonnya hanya tumbuh di sekitar gurun pasir dan hanya terdapat di daerah Arab Saudi, Yaman, Turki dan sekitarnya.
4. Buhur Ambar
Buhur ini terbuat dari serutan pohon kurma ambar yang dicampur denagn minyak zaitun serta sepuluh minyak khusus lainnya. Warnanya merah muda dan agak kering. Bila dibakar asapnya sedikit, namun aromanya sangat merebak lebut serta enak dihirup. Buhur ini sangat disukai oleh para sahabat nabi Saw. karena kelembutannya seta wanginya yang sangat khas. Untuk mendapatkan Buhur Ambar sangat lah susah , dikeranakan harganya sepuluh kali lebih mahal dari buhur lainnya (bisa samapai jutaan rupiah).
5. Buhur Sulthon
Terbuat dari serutan kulit kayu cendana yang dicampur dengan serbuk menyan arab. Warnanya hitam keputihan, aromanya khas bau kemenyan dan mudah dikenali.
6. Buhur Malik atau Al-Mulku
Bahannya dari kayu setinngi serta daun sirih yang dihaluskan dengan campuran minyak cendana merah, aromanya sedikit menyengat dan berwarna hitam kemerahan. Bila dibakar asapnya berwarna putih hitam atau bisa semu hijau. Ciri yang akurat untuk memilih buhur ini adalah bila dipegang terasa dingin.
7. Buhur Al-Yamani
Buhur ini berasal dari negara Yaman. Daun terbuat dari 7 getah pohon yang berbeda, warnanya hitam dan mengandung butiran kristal merah. Baunya sangat lembut dan tidak menyengat hidung. Ciri dari buhur ini adalah bila kita menghirup baunya seolah ingin batuk, bersin atau gatal tenggorokan.
8. Buhur Salwa
Terbuat dari kayu salwa yang dicampur dengan cendana merah atau disebut juga minyak Sayidina Ali. Warnanya ada yang merah juga ada yang hitam. Ciri dari buhur ini adalah bila dipegang akan meninggalkan warna yang membekas di tangan.
9. Buhur Al-Udud
Buhur ini tidak banyak keberadaannya karena bahannya yang sangat sulit dicari yaitu pohon attakif dan hanya ada di negara Baghdad (Irak). Warnanya putih cream dan bentuknya seperti pasta. Buhur ini sangat disukai sekali oleh seluruh bangsa Gaibiyah.
10. Buhur Fathul Jin
Buhur ini dikhususkan sebagai sarana penghubung bangsa jin. Warnanya putih dan berbentuk kristal. Bila dibakar asapnya sangat banyak dan berwarna putih bersih. Untuk membuktikan keaslian buhur ini celupkan butiran kristal putih pada segelas air tawar. Bila butiran tersebut berwarna seperti warna air berarti buhur itulah yangternyata asli. Karena banyak buhur yang berbentuk butiran kristal namun dari bahan kimia yang tidak bisa berubah warna.
*iii)• 📿✍ Tahnith (Membalsem, Mengawetkan) Mayyit Untuk Kepentingan Visum، Otopsi، Dan Semacamnya.*
*```a)•👌 Mengawetkan jenazah dengan hanuth atau kapur barus dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk penyelidikan dalam kasus kiriminal*``` agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk mencegah terjadinya pembusukan lebih cepat pada mayat sebelum dikuburkan maupun setelahnya. Berikut penjelasannya :
*🍒🎙• قال الإمام أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ) ، رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَيَذَرُ) بِالْمُعْجَمَةِ فِي غَيْرِ الْمُحْرِمِ (عَلَى كُلِّ وَاحِدَةٍ) مِنْ اللَّفَائِفِ قَبْلَ وَضْعِ الْأُخْرَى (حَنُوطٌ) بِفَتْحِ الْحَاءِ، وَيُقَالُ لَهُ الْحِنَاطُ بِكَسْرِهَا، وَهُوَ نَوْعٌ مِنْ الطِّيبِ يُجْعَلُ لِلْمَيِّتِ خَاصَّةً يَشْتَمِلُ عَلَى الْكَافُورِ وَالصَّنْدَلِ وَذَرِيرَةِ الْقَصَبِ، قَالَهُ الْأَزْهَرِيُّ.
وَقَالَ غَيْرُهُ: هُوَ كُلُّ طِيبٍ خُلِطَ لِلْمَيِّتِ (وَكَافُورٌ) هُوَ مِنْ عَطْفِ الْجُزْءِ عَلَى الْكُلِّ؛ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ الْجُزْءُ الْأَعْظَمُ مِنْ الطِّيبِ لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ؛ وَلِأَنَّ الْمُرَادَ زِيَادَتُهُ عَلَى مَا يُجْعَلُ فِي أُصُولِ الْحَنُوطِ، وَنَصَّ الْإِمَامُ وَغَيْرُهُ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْإِكْثَارِ مِنْهُ فِيهِ،
بَلْ قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُطَيَّبَ جَمِيعُ بَدَنِهِ بِالْكَافُورِ؛ لِأَنَّهُ يُقَوِّيهِ وَيَشُدُّهُ،
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٤ ص ٢٢٩. للإمام الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Ahmad Khathib Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Alfaadzi Al Minhaaj ":*
"Setiap helai kain kafan -selain kafannya mayat yang mati saat tengah berikhrom- diolesi Hanuth (minyak khusus mayat, mengandung kapur, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan menurut versi Al- Azhuri, ada juga yang berpendapat bahwa Hanuth adalah setiap minyak yang diperuntukkan mayat) sebelum ditumpuki lapis yang lain, dan diolesi kapur.
Imam Haromain dan selainnya menegaskan bahwa maksud dari mengolesi kafur adalah sunnah memperbanyak kandungan kapur dalam Hanuth.
Bahkan imam Syafi'i berkata: Disunnahkan mengolesi semua tubuh mayat dengan kapur karena kapur bisa menjadikan tubuh mayit menjadi kuat (bisa bertahan lama)."
{Lihat Kitab Mughniy al Muhtaj : juz 4 hal. 229. Karya Imam Ahmad Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*☘♻•جاء في كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين، للإمام الشيخ السيد البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى:*
وَقَوْلُهُ عِنْدَ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا...إلَى أنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ الشَّقُّ المَذْكُورُ او القَتْلُ بِالقَصْدِ لِلتَّعْذِيْبِ وَاخْتُلِفَ فِيْمَا شَكَّ فِى سَيْلِ دَمِهِ وَعَدَمِهِ فَهَلْ يَجُوْزُ شَقُّ عُضْوٍ مِنْهُ اولاَ ؟ قَالَ بِالأوَّلِ الرَّمْلِى تَبَعًا لِلْغَزَالِى لأَنَّهُ لِحَاجَةٍ وَقَالَ بِالثَّانِى إبْنُ حَجَرٍ تَبَعًا لِلإِمَامِ الحَرَمَيْنِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّعْذِيْبِ.
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ١ ص ٣٣. للإمام السيد الشيخ البكري محمد بن شطا الدمياطي الشافعي}.
*📓👌• Tersebut didalam Kitab I'anatut Thalibin Syarhu Fathu Al Mu'iin. Karya Sayyid Syaikh Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy :*
Adapun ucapan mushonnif "pada waktu menyobek anggota badan dari binatang" ... sampai pada ucapan mushonnif: "haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa", diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak? Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat. Ibn Hajar tidak membolehkan karena mengikuti Imam al Haramain, karena dalam penyobekan itu terdapat penyiksaan.
{Lihat Kitab I'anatut Thalibin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 1 hal 33. Karya Sayyid Syaikh Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🎙• قال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
تَِْشْرِيْحُ الجُثَّةِ وَنَقْْلِ الأعْضَاءِ.
يَرَى المَالِكِيَّةُ وَالحَنَابِلَةُ عَمَلاً بِحَدِيْثِ: "كَسْرُ عَظْمِ المَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا" أنَّهُ لاَيَجُوزُ شَقُّ بَطْنِ المَيْتَهِ الحَامِلِ لإِخْرَاجِ الجَنِيْنِ مِنْهُ؛ لأنَّ هَذَا الوَلَدَ لاَ يَعِيْشُ عَادَةً، وَلاَ يَتَحَقَّقُ أنَّهُ يَحْيَا، فَلاَ يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقِّنَةٍ لأَمْرٍ مَوْهُومٍ.
وَأَجَازَ الشََّفِعِيَّةُ شَقَّ بَطْنِ المَيْتَةِ لإِخْرَاجِ وَلَدِهَا, وَشَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ لإِخْرَاجِ مَالٍ مِنْهُ. كَمَا أجَازَ الحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلاَعِهِ مَالَ غَيْرِهِ, إذَا لَمْ تَكُنْ تِرْكَةٌ يَدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ.
وَأجَازَ المَالِكِيَّةُ ايْضًا شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالاً لَهُ او لِغَيْرِهِ إذَا كَانَ كَثِيْرًا: وَهُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ, فِىحَالِ ابْتِلاَعِهِ لِخَوفٍ عَلَيْهِ اولِعُذْرٍ. أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ المَوَارِثِ مَثَلاً, فَيُشَقَّ بَطْنُهُ, وَلَو قَلَّ.
وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ المُبِيْحَةِ يَجُوْزُ التَّشْرِيْحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ او الحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيْمِ لأَغْرَاضٍ طَيِّبَةٍ, او لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الجِنَايَةِ عَلَى المُتَّهَمِ بِالقَتْلِ وَيَجُوزُ ذَلِكَ لأَغْرَاضِ جِنَايَةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الوُصُولُ إلَى الحَقِّ فِى أمْرِ الجِنَايَةِ, لِلأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ العَدْلِ فِى الأَحْكَامِ, حَتَّى لاَ يُظْلَمُ بَرِيءٌ وَلاَ يَفْلِتُ مِنَ العِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيْمٌ.
وَكَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيْحُ حُثَّتِ الحَيَوَانِ للتَّعْلِيْمِ؛ المَصْلَحَةُ فِى التَّعْلِيْمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالألِمِ.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَنْبَغِي عَدَمُ التَّوَسُّعِ فِيْ التَّشْرِيْحِ لِمَعْرِفَةِ وَظَائِفِ الأَعْضَاءِ وَتَحْقِيْقِ الجِنَايَاتِ، وَالإِقْتِصَارُ عَلَى قَدْرِ الضَّرُوْرَةِ أَوْ الحَاجَةِ.
وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالخياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة.
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٤ ص ١٦٠ - ١٦١. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*📿🎙• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy (Penganut Madzhab Syafi'iy zaman ini) hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh ":*
*_```Otopsi mayat dan memindahkan anggota tubuh._*```
Malikiyyah dan Hanabilah berpedoman pada hadits yang artinya:
*_"Memecah tulang mayat seperti halnya memecahnya sewaktu hidup."_* berpendapat bahwa tidak diperkenankan membedah perut mayat perempuan hamil untuk mengeluarkan janin di dalamnya, karena biasanya anak tersebut tidak (bisa berlangsung) hidup dan tidak bisa dipastikan bahwa anak tersebut hidup, sehingga tidak diperkenankan merusak kehormatan (mayat) yang telah diyakini hanya karena hal yang belum tentu.
*_```Syafi'iyyah memperbolehkan membedah perut mayat perempuan untuk mengeluarkan anaknya, dan/atau membedah perut mayyit untuk mengeluarkan harta yang ada di dalamnya,_*``` semisal dalam kasus mayat yang sebelumnya menelan harta orang lain ketika ia tidak ditemukan peninggalan mayat yang bisa digunakan untuk mengganti rugi dan tidak seseorang yang mau menanggungnya.
*_```Malikiyyah juga memperbolehkan membedah perut mayat yang menelan harta banyak, yaitu sebesar kadar nishab zakat -baik miliknya ataupun milik orang lain-_*``` sebelum ia meninggal karena untuk mengamankan harta tersebut atau karena ada udzur. Jika penelanan harta tersebut didasari semisal untuk menghalang-halangi haknya ahli waris maka perut mayat tersebut dibedah walaupun harta yang ditelan hanya sedikit.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat -yang memperbolehkan membedah perut mayat- ini, *_```diberbolehkan mengotopsi mayat saat darurat atau dibutuhkan untuk penelitian kedokteran atau untuk menelusuri sebab kematian dan menetapkan kriminal pada tersangka pembunuhan,dan tindak kekerasan lainnya,_*``` jika memang itu dianggap jalan satu-satunya untuk membongkar tindak kekerasan, sesuai dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban adil dalan menghakimi, jangan sampai orang yang tak berdosa terdzolimi sedangkan orang sebenarnya berdosa tidak dapat hukuman. Begitu juga diperbolehkan mengotopsi hewan untuk penelitian kedokteran, karena maslahat yang ada lebih besar dari larangan menyakiti.
Namun bagaimanapun juga *_```tidak diperkenankan melegalkan otopsi secara bebas untuk mempelajari sistem kerja organ tubuh dan untuk mengungkap pembunuhan,_*``` hanya diperbolehkan otopsi sebatas pada anggota yang dibutuhkan, memenuhi kehormatan mayat, dan memuliakannya dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, mengembalikannya seperti semula dengan cara menjahit dan sebagainya setelah selesai dan berhasil apa yang dimaksudkan.
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh : juz 4 hal 160 - 161. Karya Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*```b)•👌 Boleh juga menggunakan kapur barus karena ada hajat,*``` yaitu mencegah agar mayat tidak membusuk dalam perjalanan. Masalah pengawetan ini tidak bisa dihindari layaknya perkara yang darurat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang disebutkan oleh Ìmam Suyuthi Al Asybaah Wa An Nadzaa'ir :
*```القاعدة الخامسة: الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً.*```
*_```Hajat / kebutuhan itu menduduki kedudukan darurat, baik secara umum ataupun khusus._*```
{Lihat Kitab Al Asybah wan Nadzair : hal 88. Karya Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy}.
*♻✍• جاء في شرح سنن أبي داود ـ للشيخ عبد المحسن العباد الحنبلي حفظه الله تعالى - :*
السؤال: ما حكم أخذ بعض أعضاء الميت بعد موته للحاجة؟
الجواب: أما المسلم فلا يجوز ذلك في حقه، وأما الكافر فلا بأس بذلك. حكم تشريح الجثث
السؤال: جاءت أسئلة في التشريح لتعلم الطلاب في كلية الطب حيث يشرحون الجثث، فما الحكم؟
الجواب: أما الكافر فلا بأس أن يشرح، وأما المسلم فلا يشرح.
{انظر شرح سنن أبي داود ـ للشيخ عبد المحسن العباد الحنبلي - : ج ١٧ ص ١٠٩}.
*📓🌴• Tersebut dalam Syarah Sunan Abi Dawud. Karya Abdul Muhsin Al 'Abaad :*
"Soal: Bagaimana hukum mengambil sebagian anggota tubuh seseorang yang telah mati karena dibutuhkan?.
Jawab: Tidak diperbolehkan mengambil anggota tubuh mayat orang Islam, dan diperbolehkan mengambilnya dari mayat orang kafir. Hukum otopsi mayat.
Soal: Banyak yang menanyakan tentang otopsi untuk pembeljaran para akademis kedokteran, bagaimanakah hukumnya?
Jawab: Diperbolehkan mengotopsi mayat orang kafir, dan tidak diperbolehkan mengotopsi mayat orang Islam (untuk tujuan di atas)."
{Lihat Syarah Sunan Abi Dawud : juz 17 hal 109. Karya Abdul Muhsin Al 'Abaad}.
*```c)•👌 Adapun mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk pajangan*``` maka ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini berlawanan dengan firman Allah:
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ . مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ . ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ . ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
"Dari benda apa Dia menciptakan manusia? Dia ciptakan manusia dari setetes mani, lalu Dia tetapkan takdirnya. Kemudian Dia mudahkan jalannya. Kemudian Dia matikan manusia dan Dia tetapkan untuk dikuburkan."
(QS. Abasa: 18-21).
Imam Qurthubiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ ( ٢١ )
أَيْ جَعَلَ لَهُ قَبْرًا يُوَارَى فِيهِ إِكْرَامًا , وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِمَّا يُلْقَى عَلَى وَجْه الْأَرْض تَأْكُلهُ الطَّيْر وَالْعَوَافِي ; قَالَهُ الْفَرَّاء .
وَقَالَ أَبُو عُبَيْدَة : " أَقْبَرَهُ " : جَعَلَ لَهُ قَبْرًا , وَأَمَرَ أَنْ يُقْبَر .
Firman Allah :
(21). kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, (QS. 'Abasa : 080/ 21).
Artinya Allah membuatkan kubur yang menyembunyikandirinya didalamnya karena bertujuan untuk memuliakan, dan tidak menjadikan untuknya sesuatu yang dijatuhkan diatas bumi yang burung bangkai dan binatang buas bisa memakannya, seperti sebagaimana ahli bacaan telah mengatakannya.
Dan Abu 'Ubaidah mengatakan : " Allah memasukkannya dalam kubur " artinya Allah menjadikan untuknya kuburan dan Allah memerintahkan agar menguburkannya.
{Lihat Kitab Tafsir Al Qurthubiy : juz 19 hal 219 / Tafsir Surat 'Abasa : 080/ 21. Karya Imam Qurthubiy Al Malikiy}.
*📿✍• جاء في فتاوى الأزهر :*
ولا شك أن عملية التحنيط على هذا الوجه فيها إيذاء كبير، وبصرف النظر عن كون هذا الإيذاء حسيًّا أو معنويًّا فإن الواجب احترام جثة الآدمى، حيث لا توجد ضرورة لاتخاذ مثل هذا الإجراء .وإذا كان التحنيط بهذه الصورة فى انتهاك حرمة الميت وإيذائه فإن إحراق جثته لنقل الرماد ودفنه فى مكان بعيد لتقليل تكاليف النقل -كما يفعل بعض المغتربين -يكون أولى بالمنع
{انظر فتاوى الأزهر : ج ٨ ص ٤٦}.
*💾✍• Disebutkan dalam Fatawa Al Azhar :*
Tidak diragukan lagi bahwa *_```mengawetkan mayat untuk tujuan di atas adalah penganiaan yang sangat, baik secara nyata ataupun dalam perkiraan,_*``` yang jelas wajib memuliakan mayat anak Adam selama tidak ada tuntutan (darurat) untuk mengambil sebagian anggota tubuhnya. Jika pengawetan mayat seperti gambaran di atas saja tidak diperbolehkan, maka membakar mayat agar dapat memudahkan membawa debunya dan ditaburkan di tempat lain (seperti yang dilakukan sebagian warga barat) lebih pantas untuk dilarang.
{Lihat Fatawa Al Azhar : juz 8 hal 46}.
*🌴🌍• كان هذا الموضوع من الموضوعات التي تولى بحثها " مجمع الفقه الإسلامي " وأصدر فيها الفتوى التالية :*
أولاً : يجوز نقل العضو من مكان من جسم الإنسان إلى مكان آخر من جسمه ، مع مراعاة التأكد من أن النفع المتوقع من هذه العملية أرجح من الضرر المترتب عليها ، وبشرط أن يكون ذلك لإيجاد عضو مفقود أو لإعادة شكله أو وظيفته المعهودة له ، أو لإصلاح عيب أو إزالة دمامة تسبب للشخص أذى نفسياً أو عضوياً .
ثانياً : يجوز نقل العضو من جسم إنسان إلى جسم إنسان آخر ، إن كان هذا العضو يتجدد تلقائياً ، كالدم والجلد ، ويراعى في ذلك اشتراط كون الباذل كامل الأهلية ، وتحقق الشروط الشرعية المعتبرة .
ثالثاً : تجوز الاستفادة من جزء من العضو الذي استؤصل من الجسم لعلة مرضية لشخص آخر ، كأخذ قرينة العين لإنسان ما عند استئصال العين لعلة مرضية .
رابعاً : يحرم نقل عضو تتوقف عليه الحياة كالقلب من إنسان حي إلى إنسان آخر .
خامساً : يحرم نقل عضو من إنسان حي يعطل زواله وظيفة أساسية في حياته وإن لم تتوقف سلامة أصل الحياة عليها كنقل قرنية العينين كلتيهما ، أما إن كان النقل يعطل جزءاً من وظيفة أساسية فهو محل بحث ونظر كما يأتي في الفقرة الثامنة .
سادساً : يجوز نقل عضو من ميت إلى حي تتوقف حياته على ذلك العضو ، أو تتوقف سلامة وظيفة أساسية فيه على ذلك . بشرط أن يأذن الميت أو ورثته بعد موته ، أو بشرط موافقة ولى المسلمين إن كان المتوفى مجهول الهوية أو لا ورثة له .
سابعا ً : وينبغي ملاحظة أن الاتفاق على جواز نقل العضو في الحالات التي تم بيانها ، مشروط بان لا يتم ذلك بوساطة بيع العضو . إذ لا يجوز إخضاع أعضاء الإنسان للبيع بحال ما .
أما بذل المال من المستفيد ، ابتغاء الحصول على العضو المطلوب عند الضرورة أو مكافأة وتكريماً ، فمحل اجتهاد ونظر .
ثامناً : كل ما عدا الحالات والصور المذكورة ، مما يدخل في أصل الموضوع ، فهو محل بحث ونظر ، ويجب طرحه للدراسة والبحث .. على ضوء المعطيات الطبية والأحكام الشرعية .
permasalahan ini termasuk salah satu perkara yang dibahas oleh Mujamma' Fiqih Islami, kesimpulan pembahasan menelurkan fatwa sebagai berikut:
Pertama: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang ke bagian lain dari tubuhnya, dengan ketentuan bahwa dapat dipastikan proses tersebut akan mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada mudharat yang timbul atas orang tersebut. Dan disyaratkan juga bahwa hal itu dilakukan karena adanya organ tubuh yang hilang atau untuk mengembalikan ke bentuk asalnya dan fungsinya. Atau untuk menutupi kecacatan yang membuat si penderita terganggu secara psykologis maupun fisiologis.
Kedua: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang ke tubuh orang lain, jika organ tubuh yang dipindahkan itu dapat terus berganti dan berubah, seperti darah dan kulit misalnya. Perlu juga diperhatikan syarat berikut yaitu penderma organ tubuh tersebut adalah seorang yang sehat, serta beberapa syarat-syarat lainnya yang perlu diperhatikan.
Ketiga: Boleh hukumnya memanfaatkan organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, karena sakit misalnya, untuk orang lain. Seperti mengambil kornea dari mata seseorang yang tidak berfungsi lagi untuk orang lain.
Keempat: Haram hukumnya memindahkan organ tubuh yang sangat vital, seperti jantung, dari seseorang yang masih hidup kepada orang lain.
Kelima: Haram hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi organ tubuh yang asasi secara total, meskipun tidak membahayakan keselamatan jiwanya. Seperti memindahkan kedua kornea mata. Adapun jika pemindahan organ tersebut hanya berdampak hilangnya sebagian fungsi organ tubuh yang asasi (tidak total), maka hal ini perlu pembahasan lebih lanjut, sebagaimana yang akan disinggung pada point ke delapan.
Keenam: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang yang masih hidup yang sangat bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut, atau fungsi organ tubuh yang asasi sangat tergantung kepada keberadaan organ tersebut. Dengan syarat si mayit atau ahli warisnya mengizinkannya. Atau dengan syarat persetujuan pemerintah muslim jika si mayit seorang yang tidak dikenal identitasnya dan tidak memiliki ahli waris.
Ketujuh: Perlu diperhatikan bahwa kesepakatan bolehnya memindahkan organ tubuh yang dijelaskan di atas, disyaratkan tidak dilakukan dengan perantaraan jual beli organ tubuh. Karena jual beli organ tubuh tidak diperbolehkan sama sekali. Adapun membelanjakan uang untuk mendapatkan organ tubuh yang sangat dibutuhkan saat-saat darurat, hal itu masih perlu pembahasan dan pengkajian lebih lanjut.
Kedelapan: Selain bentuk dan kondisi tersebut di atas yang masih ada kaitannya dengan masalah ini, maka masih perlu penelitian lebih dalam lagi dan selayaknya dipelajari serta dibahas sejalan dengan kode etik kedokteran dan hukum-hukum syar'i.
{Lihat Mujamma' Fiqih Islami - Jiddah KSA}.
⤵ 3/ VII
*♻✍• MENGENAL 10 MACAM BUHUR (MENYAN) DAN HUKUM MEMAKAINYA.*
1. Buhur Magribi
Buhur ini terbuat dari bahan kayu gaharu dan kayu cendana yang dihaluskan dengan campurannya minyak khusus. Warnanya agak hitam legam dan agak basah aromanya agak menyengat dan bila dibakar asapnya berwarna putih kehijauan untuk memilih buhur ini haruslah teliti dan berhati-hati karena buhur telah beredar 100 macam lebih dengan bahan berbeda tetapi namanya berbeda. Sebagai buhur berkelas, kita harus tahu mana yang bisa dipakai dan mana yang tidak. Sebagai antisipasinya, cobalah ambil sedikit buhur tersebut, dan gosokkan pada kedua telapak tangan Anda. Apabila buhur tersebut berminyak serta mengandung noda kecoklatan,maka itulah yang harus diplih.
2. Buhur Apel Jin
Madat ini tebuat dari ampas madu lebah lanceng yang dicampur dengan minyak khusus, warnanya hitam bercampur putih kekuning-kuningan. Apabila dibakar baunya lembut namun cepat menyebar ke seluruh ruangan dan asapnya berwarna hitam keputihan. Untuk meneliti asli tidaknya Apel Jin tersebut yaitu dengan cara: apabila dipegang terasa lengket dan sulit dilepaskan, apabila ditekan akan terasa lembek dan tidak mudah patah atau putus dan apabila ditempelkan pada sehelai kain bekasnya tidak akan luntur.
3. Buhur Ja’faron
Terbuat dari daun pohon salwa yang dikeringkan. Daun tersebut nantinya ditumbuk dan mengeluarkan getah berwarna merah seperti warna darah dan sudah mengandung aroma wangi secara alami. Buhur ini tidak bisa ditiru dan diracik oleh orang-orang Indonesia karena pohonnya hanya tumbuh di sekitar gurun pasir dan hanya terdapat di daerah Arab Saudi, Yaman, Turki dan sekitarnya.
4. Buhur Ambar
Buhur ini terbuat dari serutan pohon kurma ambar yang dicampur denagn minyak zaitun serta sepuluh minyak khusus lainnya. Warnanya merah muda dan agak kering. Bila dibakar asapnya sedikit, namun aromanya sangat merebak lebut serta enak dihirup. Buhur ini sangat disukai oleh para sahabat nabi Saw. karena kelembutannya seta wanginya yang sangat khas. Untuk mendapatkan Buhur Ambar sangat lah susah , dikeranakan harganya sepuluh kali lebih mahal dari buhur lainnya (bisa samapai jutaan rupiah).
5. Buhur Sulthon
Terbuat dari serutan kulit kayu cendana yang dicampur dengan serbuk menyan arab. Warnanya hitam keputihan, aromanya khas bau kemenyan dan mudah dikenali.
6. Buhur Malik atau Al-Mulku
Bahannya dari kayu setinngi serta daun sirih yang dihaluskan dengan campuran minyak cendana merah, aromanya sedikit menyengat dan berwarna hitam kemerahan. Bila dibakar asapnya berwarna putih hitam atau bisa semu hijau. Ciri yang akurat untuk memilih buhur ini adalah bila dipegang terasa dingin.
7. Buhur Al-Yamani
Buhur ini berasal dari negara Yaman. Daun terbuat dari 7 getah pohon yang berbeda, warnanya hitam dan mengandung butiran kristal merah. Baunya sangat lembut dan tidak menyengat hidung. Ciri dari buhur ini adalah bila kita menghirup baunya seolah ingin batuk, bersin atau gatal tenggorokan.
8. Buhur Salwa
Terbuat dari kayu salwa yang dicampur dengan cendana merah atau disebut juga minyak Sayidina Ali. Warnanya ada yang merah juga ada yang hitam. Ciri dari buhur ini adalah bila dipegang akan meninggalkan warna yang membekas di tangan.
9. Buhur Al-Udud
Buhur ini tidak banyak keberadaannya karena bahannya yang sangat sulit dicari yaitu pohon attakif dan hanya ada di negara Baghdad (Irak). Warnanya putih cream dan bentuknya seperti pasta. Buhur ini sangat disukai sekali oleh seluruh bangsa Gaibiyah.
10. Buhur Fathul Jin
Buhur ini dikhususkan sebagai sarana penghubung bangsa jin. Warnanya putih dan berbentuk kristal. Bila dibakar asapnya sangat banyak dan berwarna putih bersih. Untuk membuktikan keaslian buhur ini celupkan butiran kristal putih pada segelas air tawar. Bila butiran tersebut berwarna seperti warna air berarti buhur itulah yangternyata asli. Karena banyak buhur yang berbentuk butiran kristal namun dari bahan kimia yang tidak bisa berubah warna.
*iii)• 📿✍ Tahnith (Membalsem, Mengawetkan) Mayyit Untuk Kepentingan Visum، Otopsi، Dan Semacamnya.*
*```a)•👌 Mengawetkan jenazah dengan hanuth atau kapur barus dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk penyelidikan dalam kasus kiriminal*``` agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk mencegah terjadinya pembusukan lebih cepat pada mayat sebelum dikuburkan maupun setelahnya. Berikut penjelasannya :
*🍒🎙• قال الإمام أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ) ، رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَيَذَرُ) بِالْمُعْجَمَةِ فِي غَيْرِ الْمُحْرِمِ (عَلَى كُلِّ وَاحِدَةٍ) مِنْ اللَّفَائِفِ قَبْلَ وَضْعِ الْأُخْرَى (حَنُوطٌ) بِفَتْحِ الْحَاءِ، وَيُقَالُ لَهُ الْحِنَاطُ بِكَسْرِهَا، وَهُوَ نَوْعٌ مِنْ الطِّيبِ يُجْعَلُ لِلْمَيِّتِ خَاصَّةً يَشْتَمِلُ عَلَى الْكَافُورِ وَالصَّنْدَلِ وَذَرِيرَةِ الْقَصَبِ، قَالَهُ الْأَزْهَرِيُّ.
وَقَالَ غَيْرُهُ: هُوَ كُلُّ طِيبٍ خُلِطَ لِلْمَيِّتِ (وَكَافُورٌ) هُوَ مِنْ عَطْفِ الْجُزْءِ عَلَى الْكُلِّ؛ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ الْجُزْءُ الْأَعْظَمُ مِنْ الطِّيبِ لِتَأَكُّدِ أَمْرِهِ؛ وَلِأَنَّ الْمُرَادَ زِيَادَتُهُ عَلَى مَا يُجْعَلُ فِي أُصُولِ الْحَنُوطِ، وَنَصَّ الْإِمَامُ وَغَيْرُهُ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْإِكْثَارِ مِنْهُ فِيهِ،
بَلْ قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُطَيَّبَ جَمِيعُ بَدَنِهِ بِالْكَافُورِ؛ لِأَنَّهُ يُقَوِّيهِ وَيَشُدُّهُ،
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٤ ص ٢٢٩. للإمام الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Ahmad Khathib Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Alfaadzi Al Minhaaj ":*
"Setiap helai kain kafan -selain kafannya mayat yang mati saat tengah berikhrom- diolesi Hanuth (minyak khusus mayat, mengandung kapur, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan menurut versi Al- Azhuri, ada juga yang berpendapat bahwa Hanuth adalah setiap minyak yang diperuntukkan mayat) sebelum ditumpuki lapis yang lain, dan diolesi kapur.
Imam Haromain dan selainnya menegaskan bahwa maksud dari mengolesi kafur adalah sunnah memperbanyak kandungan kapur dalam Hanuth.
Bahkan imam Syafi'i berkata: Disunnahkan mengolesi semua tubuh mayat dengan kapur karena kapur bisa menjadikan tubuh mayit menjadi kuat (bisa bertahan lama)."
{Lihat Kitab Mughniy al Muhtaj : juz 4 hal. 229. Karya Imam Ahmad Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*☘♻•جاء في كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين، للإمام الشيخ السيد البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى:*
وَقَوْلُهُ عِنْدَ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا...إلَى أنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ الشَّقُّ المَذْكُورُ او القَتْلُ بِالقَصْدِ لِلتَّعْذِيْبِ وَاخْتُلِفَ فِيْمَا شَكَّ فِى سَيْلِ دَمِهِ وَعَدَمِهِ فَهَلْ يَجُوْزُ شَقُّ عُضْوٍ مِنْهُ اولاَ ؟ قَالَ بِالأوَّلِ الرَّمْلِى تَبَعًا لِلْغَزَالِى لأَنَّهُ لِحَاجَةٍ وَقَالَ بِالثَّانِى إبْنُ حَجَرٍ تَبَعًا لِلإِمَامِ الحَرَمَيْنِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّعْذِيْبِ.
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ١ ص ٣٣. للإمام السيد الشيخ البكري محمد بن شطا الدمياطي الشافعي}.
*📓👌• Tersebut didalam Kitab I'anatut Thalibin Syarhu Fathu Al Mu'iin. Karya Sayyid Syaikh Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy :*
Adapun ucapan mushonnif "pada waktu menyobek anggota badan dari binatang" ... sampai pada ucapan mushonnif: "haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa", diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak? Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat. Ibn Hajar tidak membolehkan karena mengikuti Imam al Haramain, karena dalam penyobekan itu terdapat penyiksaan.
{Lihat Kitab I'anatut Thalibin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 1 hal 33. Karya Sayyid Syaikh Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🎙• قال الشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الإسلامي وأدلته ":*
تَِْشْرِيْحُ الجُثَّةِ وَنَقْْلِ الأعْضَاءِ.
يَرَى المَالِكِيَّةُ وَالحَنَابِلَةُ عَمَلاً بِحَدِيْثِ: "كَسْرُ عَظْمِ المَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا" أنَّهُ لاَيَجُوزُ شَقُّ بَطْنِ المَيْتَهِ الحَامِلِ لإِخْرَاجِ الجَنِيْنِ مِنْهُ؛ لأنَّ هَذَا الوَلَدَ لاَ يَعِيْشُ عَادَةً، وَلاَ يَتَحَقَّقُ أنَّهُ يَحْيَا، فَلاَ يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقِّنَةٍ لأَمْرٍ مَوْهُومٍ.
وَأَجَازَ الشََّفِعِيَّةُ شَقَّ بَطْنِ المَيْتَةِ لإِخْرَاجِ وَلَدِهَا, وَشَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ لإِخْرَاجِ مَالٍ مِنْهُ. كَمَا أجَازَ الحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلاَعِهِ مَالَ غَيْرِهِ, إذَا لَمْ تَكُنْ تِرْكَةٌ يَدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ.
وَأجَازَ المَالِكِيَّةُ ايْضًا شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالاً لَهُ او لِغَيْرِهِ إذَا كَانَ كَثِيْرًا: وَهُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ, فِىحَالِ ابْتِلاَعِهِ لِخَوفٍ عَلَيْهِ اولِعُذْرٍ. أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ المَوَارِثِ مَثَلاً, فَيُشَقَّ بَطْنُهُ, وَلَو قَلَّ.
وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ المُبِيْحَةِ يَجُوْزُ التَّشْرِيْحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ او الحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيْمِ لأَغْرَاضٍ طَيِّبَةٍ, او لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الجِنَايَةِ عَلَى المُتَّهَمِ بِالقَتْلِ وَيَجُوزُ ذَلِكَ لأَغْرَاضِ جِنَايَةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الوُصُولُ إلَى الحَقِّ فِى أمْرِ الجِنَايَةِ, لِلأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ العَدْلِ فِى الأَحْكَامِ, حَتَّى لاَ يُظْلَمُ بَرِيءٌ وَلاَ يَفْلِتُ مِنَ العِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيْمٌ.
وَكَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيْحُ حُثَّتِ الحَيَوَانِ للتَّعْلِيْمِ؛ المَصْلَحَةُ فِى التَّعْلِيْمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالألِمِ.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَنْبَغِي عَدَمُ التَّوَسُّعِ فِيْ التَّشْرِيْحِ لِمَعْرِفَةِ وَظَائِفِ الأَعْضَاءِ وَتَحْقِيْقِ الجِنَايَاتِ، وَالإِقْتِصَارُ عَلَى قَدْرِ الضَّرُوْرَةِ أَوْ الحَاجَةِ.
وتوفير حرمة الإنسان الميت وتكريمه بمواراته وستره وجمع أجزائه وتكفينه وإعادة الجثمان لحالته بالخياطة ونحوها بمجرد الانتهاء من تحقيق الغاية المقصودة.
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٤ ص ١٦٠ - ١٦١. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*📿🎙• Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy (Penganut Madzhab Syafi'iy zaman ini) hafidzohullaahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh ":*
*_```Otopsi mayat dan memindahkan anggota tubuh._*```
Malikiyyah dan Hanabilah berpedoman pada hadits yang artinya:
*_"Memecah tulang mayat seperti halnya memecahnya sewaktu hidup."_* berpendapat bahwa tidak diperkenankan membedah perut mayat perempuan hamil untuk mengeluarkan janin di dalamnya, karena biasanya anak tersebut tidak (bisa berlangsung) hidup dan tidak bisa dipastikan bahwa anak tersebut hidup, sehingga tidak diperkenankan merusak kehormatan (mayat) yang telah diyakini hanya karena hal yang belum tentu.
*_```Syafi'iyyah memperbolehkan membedah perut mayat perempuan untuk mengeluarkan anaknya, dan/atau membedah perut mayyit untuk mengeluarkan harta yang ada di dalamnya,_*``` semisal dalam kasus mayat yang sebelumnya menelan harta orang lain ketika ia tidak ditemukan peninggalan mayat yang bisa digunakan untuk mengganti rugi dan tidak seseorang yang mau menanggungnya.
*_```Malikiyyah juga memperbolehkan membedah perut mayat yang menelan harta banyak, yaitu sebesar kadar nishab zakat -baik miliknya ataupun milik orang lain-_*``` sebelum ia meninggal karena untuk mengamankan harta tersebut atau karena ada udzur. Jika penelanan harta tersebut didasari semisal untuk menghalang-halangi haknya ahli waris maka perut mayat tersebut dibedah walaupun harta yang ditelan hanya sedikit.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat -yang memperbolehkan membedah perut mayat- ini, *_```diberbolehkan mengotopsi mayat saat darurat atau dibutuhkan untuk penelitian kedokteran atau untuk menelusuri sebab kematian dan menetapkan kriminal pada tersangka pembunuhan,dan tindak kekerasan lainnya,_*``` jika memang itu dianggap jalan satu-satunya untuk membongkar tindak kekerasan, sesuai dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban adil dalan menghakimi, jangan sampai orang yang tak berdosa terdzolimi sedangkan orang sebenarnya berdosa tidak dapat hukuman. Begitu juga diperbolehkan mengotopsi hewan untuk penelitian kedokteran, karena maslahat yang ada lebih besar dari larangan menyakiti.
Namun bagaimanapun juga *_```tidak diperkenankan melegalkan otopsi secara bebas untuk mempelajari sistem kerja organ tubuh dan untuk mengungkap pembunuhan,_*``` hanya diperbolehkan otopsi sebatas pada anggota yang dibutuhkan, memenuhi kehormatan mayat, dan memuliakannya dengan cara menutupi semua anggota tubuhnya, mengkafani, mengembalikannya seperti semula dengan cara menjahit dan sebagainya setelah selesai dan berhasil apa yang dimaksudkan.
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuh : juz 4 hal 160 - 161. Karya Syaikh DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*```b)•👌 Boleh juga menggunakan kapur barus karena ada hajat,*``` yaitu mencegah agar mayat tidak membusuk dalam perjalanan. Masalah pengawetan ini tidak bisa dihindari layaknya perkara yang darurat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang disebutkan oleh Ìmam Suyuthi Al Asybaah Wa An Nadzaa'ir :
*```القاعدة الخامسة: الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً.*```
*_```Hajat / kebutuhan itu menduduki kedudukan darurat, baik secara umum ataupun khusus._*```
{Lihat Kitab Al Asybah wan Nadzair : hal 88. Karya Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy}.
*♻✍• جاء في شرح سنن أبي داود ـ للشيخ عبد المحسن العباد الحنبلي حفظه الله تعالى - :*
السؤال: ما حكم أخذ بعض أعضاء الميت بعد موته للحاجة؟
الجواب: أما المسلم فلا يجوز ذلك في حقه، وأما الكافر فلا بأس بذلك. حكم تشريح الجثث
السؤال: جاءت أسئلة في التشريح لتعلم الطلاب في كلية الطب حيث يشرحون الجثث، فما الحكم؟
الجواب: أما الكافر فلا بأس أن يشرح، وأما المسلم فلا يشرح.
{انظر شرح سنن أبي داود ـ للشيخ عبد المحسن العباد الحنبلي - : ج ١٧ ص ١٠٩}.
*📓🌴• Tersebut dalam Syarah Sunan Abi Dawud. Karya Abdul Muhsin Al 'Abaad :*
"Soal: Bagaimana hukum mengambil sebagian anggota tubuh seseorang yang telah mati karena dibutuhkan?.
Jawab: Tidak diperbolehkan mengambil anggota tubuh mayat orang Islam, dan diperbolehkan mengambilnya dari mayat orang kafir. Hukum otopsi mayat.
Soal: Banyak yang menanyakan tentang otopsi untuk pembeljaran para akademis kedokteran, bagaimanakah hukumnya?
Jawab: Diperbolehkan mengotopsi mayat orang kafir, dan tidak diperbolehkan mengotopsi mayat orang Islam (untuk tujuan di atas)."
{Lihat Syarah Sunan Abi Dawud : juz 17 hal 109. Karya Abdul Muhsin Al 'Abaad}.
*```c)•👌 Adapun mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk pajangan*``` maka ini tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini berlawanan dengan firman Allah:
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ . مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ . ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ . ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ
"Dari benda apa Dia menciptakan manusia? Dia ciptakan manusia dari setetes mani, lalu Dia tetapkan takdirnya. Kemudian Dia mudahkan jalannya. Kemudian Dia matikan manusia dan Dia tetapkan untuk dikuburkan."
(QS. Abasa: 18-21).
Imam Qurthubiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ ( ٢١ )
أَيْ جَعَلَ لَهُ قَبْرًا يُوَارَى فِيهِ إِكْرَامًا , وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِمَّا يُلْقَى عَلَى وَجْه الْأَرْض تَأْكُلهُ الطَّيْر وَالْعَوَافِي ; قَالَهُ الْفَرَّاء .
وَقَالَ أَبُو عُبَيْدَة : " أَقْبَرَهُ " : جَعَلَ لَهُ قَبْرًا , وَأَمَرَ أَنْ يُقْبَر .
Firman Allah :
(21). kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, (QS. 'Abasa : 080/ 21).
Artinya Allah membuatkan kubur yang menyembunyikandirinya didalamnya karena bertujuan untuk memuliakan, dan tidak menjadikan untuknya sesuatu yang dijatuhkan diatas bumi yang burung bangkai dan binatang buas bisa memakannya, seperti sebagaimana ahli bacaan telah mengatakannya.
Dan Abu 'Ubaidah mengatakan : " Allah memasukkannya dalam kubur " artinya Allah menjadikan untuknya kuburan dan Allah memerintahkan agar menguburkannya.
{Lihat Kitab Tafsir Al Qurthubiy : juz 19 hal 219 / Tafsir Surat 'Abasa : 080/ 21. Karya Imam Qurthubiy Al Malikiy}.
*📿✍• جاء في فتاوى الأزهر :*
ولا شك أن عملية التحنيط على هذا الوجه فيها إيذاء كبير، وبصرف النظر عن كون هذا الإيذاء حسيًّا أو معنويًّا فإن الواجب احترام جثة الآدمى، حيث لا توجد ضرورة لاتخاذ مثل هذا الإجراء .وإذا كان التحنيط بهذه الصورة فى انتهاك حرمة الميت وإيذائه فإن إحراق جثته لنقل الرماد ودفنه فى مكان بعيد لتقليل تكاليف النقل -كما يفعل بعض المغتربين -يكون أولى بالمنع
{انظر فتاوى الأزهر : ج ٨ ص ٤٦}.
*💾✍• Disebutkan dalam Fatawa Al Azhar :*
Tidak diragukan lagi bahwa *_```mengawetkan mayat untuk tujuan di atas adalah penganiaan yang sangat, baik secara nyata ataupun dalam perkiraan,_*``` yang jelas wajib memuliakan mayat anak Adam selama tidak ada tuntutan (darurat) untuk mengambil sebagian anggota tubuhnya. Jika pengawetan mayat seperti gambaran di atas saja tidak diperbolehkan, maka membakar mayat agar dapat memudahkan membawa debunya dan ditaburkan di tempat lain (seperti yang dilakukan sebagian warga barat) lebih pantas untuk dilarang.
{Lihat Fatawa Al Azhar : juz 8 hal 46}.
*🌴🌍• كان هذا الموضوع من الموضوعات التي تولى بحثها " مجمع الفقه الإسلامي " وأصدر فيها الفتوى التالية :*
أولاً : يجوز نقل العضو من مكان من جسم الإنسان إلى مكان آخر من جسمه ، مع مراعاة التأكد من أن النفع المتوقع من هذه العملية أرجح من الضرر المترتب عليها ، وبشرط أن يكون ذلك لإيجاد عضو مفقود أو لإعادة شكله أو وظيفته المعهودة له ، أو لإصلاح عيب أو إزالة دمامة تسبب للشخص أذى نفسياً أو عضوياً .
ثانياً : يجوز نقل العضو من جسم إنسان إلى جسم إنسان آخر ، إن كان هذا العضو يتجدد تلقائياً ، كالدم والجلد ، ويراعى في ذلك اشتراط كون الباذل كامل الأهلية ، وتحقق الشروط الشرعية المعتبرة .
ثالثاً : تجوز الاستفادة من جزء من العضو الذي استؤصل من الجسم لعلة مرضية لشخص آخر ، كأخذ قرينة العين لإنسان ما عند استئصال العين لعلة مرضية .
رابعاً : يحرم نقل عضو تتوقف عليه الحياة كالقلب من إنسان حي إلى إنسان آخر .
خامساً : يحرم نقل عضو من إنسان حي يعطل زواله وظيفة أساسية في حياته وإن لم تتوقف سلامة أصل الحياة عليها كنقل قرنية العينين كلتيهما ، أما إن كان النقل يعطل جزءاً من وظيفة أساسية فهو محل بحث ونظر كما يأتي في الفقرة الثامنة .
سادساً : يجوز نقل عضو من ميت إلى حي تتوقف حياته على ذلك العضو ، أو تتوقف سلامة وظيفة أساسية فيه على ذلك . بشرط أن يأذن الميت أو ورثته بعد موته ، أو بشرط موافقة ولى المسلمين إن كان المتوفى مجهول الهوية أو لا ورثة له .
سابعا ً : وينبغي ملاحظة أن الاتفاق على جواز نقل العضو في الحالات التي تم بيانها ، مشروط بان لا يتم ذلك بوساطة بيع العضو . إذ لا يجوز إخضاع أعضاء الإنسان للبيع بحال ما .
أما بذل المال من المستفيد ، ابتغاء الحصول على العضو المطلوب عند الضرورة أو مكافأة وتكريماً ، فمحل اجتهاد ونظر .
ثامناً : كل ما عدا الحالات والصور المذكورة ، مما يدخل في أصل الموضوع ، فهو محل بحث ونظر ، ويجب طرحه للدراسة والبحث .. على ضوء المعطيات الطبية والأحكام الشرعية .
permasalahan ini termasuk salah satu perkara yang dibahas oleh Mujamma' Fiqih Islami, kesimpulan pembahasan menelurkan fatwa sebagai berikut:
Pertama: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang ke bagian lain dari tubuhnya, dengan ketentuan bahwa dapat dipastikan proses tersebut akan mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada mudharat yang timbul atas orang tersebut. Dan disyaratkan juga bahwa hal itu dilakukan karena adanya organ tubuh yang hilang atau untuk mengembalikan ke bentuk asalnya dan fungsinya. Atau untuk menutupi kecacatan yang membuat si penderita terganggu secara psykologis maupun fisiologis.
Kedua: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang ke tubuh orang lain, jika organ tubuh yang dipindahkan itu dapat terus berganti dan berubah, seperti darah dan kulit misalnya. Perlu juga diperhatikan syarat berikut yaitu penderma organ tubuh tersebut adalah seorang yang sehat, serta beberapa syarat-syarat lainnya yang perlu diperhatikan.
Ketiga: Boleh hukumnya memanfaatkan organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, karena sakit misalnya, untuk orang lain. Seperti mengambil kornea dari mata seseorang yang tidak berfungsi lagi untuk orang lain.
Keempat: Haram hukumnya memindahkan organ tubuh yang sangat vital, seperti jantung, dari seseorang yang masih hidup kepada orang lain.
Kelima: Haram hukumnya memindahkan organ tubuh seseorang yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi organ tubuh yang asasi secara total, meskipun tidak membahayakan keselamatan jiwanya. Seperti memindahkan kedua kornea mata. Adapun jika pemindahan organ tersebut hanya berdampak hilangnya sebagian fungsi organ tubuh yang asasi (tidak total), maka hal ini perlu pembahasan lebih lanjut, sebagaimana yang akan disinggung pada point ke delapan.
Keenam: Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang yang masih hidup yang sangat bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut, atau fungsi organ tubuh yang asasi sangat tergantung kepada keberadaan organ tersebut. Dengan syarat si mayit atau ahli warisnya mengizinkannya. Atau dengan syarat persetujuan pemerintah muslim jika si mayit seorang yang tidak dikenal identitasnya dan tidak memiliki ahli waris.
Ketujuh: Perlu diperhatikan bahwa kesepakatan bolehnya memindahkan organ tubuh yang dijelaskan di atas, disyaratkan tidak dilakukan dengan perantaraan jual beli organ tubuh. Karena jual beli organ tubuh tidak diperbolehkan sama sekali. Adapun membelanjakan uang untuk mendapatkan organ tubuh yang sangat dibutuhkan saat-saat darurat, hal itu masih perlu pembahasan dan pengkajian lebih lanjut.
Kedelapan: Selain bentuk dan kondisi tersebut di atas yang masih ada kaitannya dengan masalah ini, maka masih perlu penelitian lebih dalam lagi dan selayaknya dipelajari serta dibahas sejalan dengan kode etik kedokteran dan hukum-hukum syar'i.
{Lihat Mujamma' Fiqih Islami - Jiddah KSA}.
⤵ 3/ VII
⤵ 4/ VII
*2⃣0⃣• Sikat Gigi, Lap Gigi, atau kayu siwak untuk membersihkan gigi mayyit.*
Untuk gigi dan lubang hidung dibersihkan copot dulu gigi atau hidung palsu yang dilapisi emas atau semacamnya yang ada harganya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمِ بْنِ الْبَرِيدِ وَأَبُو سَعْدٍ الصَّغَانِيُّ عَنْ أَبِي الْأَشْهَبِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ :
أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💖 أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ بَدْرٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ عَنْ أَبِي الْأَشْهَبِ نَحْوَهُ ,
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ وَقَدْ رَوَى سَلْمُ بْنُ زَرِيرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ نَحْوَ حَدِيثِ أَبِي الْأَشْهَبِ وَقَدْ رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهُمْ شَدُّوا أَسْنَانَهُمْ بِالذَّهَبِ وَفِي الْحَدِيثِ حُجَّةٌ لَهُمْ و قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ سَلْمُ بْنُ زَرِينٍ وَهُوَ وَهْمٌ وَزَرِيرٌ أَصَحُّ وَأَبُو سَعْدٍ الصَّغَانِيُّ اسْمُهُ مُحَمَّدُ بْنُ مُيَسِّرٍ.
{رواه الترمذي / ٢٢ - أبواب اللباس / باب ما جاء في شد الأسنان بالذهب / رقم الحديث : ١٧٧٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Mani' berkata, Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Hasyim bin Al Barid dan Abu Sa'd Ash Shaghani. Dari Abul Asy'hab. Dari 'Abdurrahman bin Tharafah. Dari Arfajah bin As'ad] ia berkata :
*"Saat terjadi perang Al Kulab pada masa Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah ﷺ💚 memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas."*
Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Hujr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Ar Rabi' bin Badr dan Muhammad bin Yazid Al Wasithi. Dari Abul Asyhab seperti hadits tersebut."
Abu Isa berkata : *"HADITS INI DERAJATNYA HASAN GHARIB,* kami hanya mengetahuinya dari hadits 'Abdurrahman bin Tharafah. Salm bin Zarir] juga meriwayatkan dari 'Abdurrahman bin Tharafah seperti hadits Abul Asyhab.
*Banyak di antara ulama' yang telah meriwayatkan bahwa mereka meperkokoh gigi mereka dengan emas. Mereka berhujah dengan hadits tersebut.*
'Abdurrahman bin Mahdi berkata : "nama Salm bin Razin masih meragukan, sementara (Salm bin) Razin lebih shahih. Abu Sa'd Ash Shaghani nama aslinya adalah Muhammad bin Muyassir."
{HR. Tirmidzi / 22 - Abwaabu Al Libaasi / Babu Fi Syuddi Al Asnaani Bidzdzahabi / No. 1770}.
*📓🔴• قال العلامة المباركفوري رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة الأحوذي شرح سنن الترمذي ":*
( فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ💘 أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ) وَبِهِ أَبَاحَ الْعُلَمَاءُ اتِّخَاذَ الْأَنْفِ مِنَ الذهب وكذا اربط الْأَسْنَانِ بِالذَّهَبِ .
{انظر كتاب تحفة الاحوذي شرح سنن الترمذي / ٢٢ - أبواب اللباس / باب ما جاء في شد الأسنان بالذهب / رقم الحديث : ١٧٧٠. للعلامة المباركفوري}.
*♻✒• Berkata Al Mubarakfuriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Tuhfatu Al Ahawadziy Syarhu Sunan Tirmidzi ":*
*(("Kemudian Rasulullah ﷺ💚 memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas))."*
Dan berdasarkan dengan hadits tersebut para ulama' memperbolehkan menyambung hidung dengan emas, begitu juga boleh membégêl/menyambung gigi dengan emas.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Ahwadziy Syarhu Sunan Tirmidzi / 22 - Abwaabu Al Libaasi / Babu Fi Syuddi Al Asnaani Bidzdzahabi / No. 1770. Karya Al 'Alamah Al Mubarakfuriy}.
*♻✍• قال السيد الشيخ حسن بن احمد بن محمد الكاف الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " التقريرات السديدة في المساىٔل المفيدة في فقه الشافعي ":*
حالات جواز لبس الذهب : ١. السن أي إذا قلعت إحدى أسنانه أو فسدت بحيث لا ينتفع يها فيجوز أن يضع مكانها سنا من ذهب.
{انظر كتاب التقريرات السديدة في المسائل المفيدة في فقه الشافعي : ج ١ ص ٣٥٧. السيد الشيخ حسن بن احمد بن محمد الكاف}.
*📓✒• Berkata Sayyid Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al Kaff hafidzohullaahu ta'ala dalam kitabnya " At Taqriiraatu As Sadiidah Fi Al Masaa'ili Al Mufiidati ":*
Hal hal yang *_diperbolehkan menggunakan emas, salah satu diantaranya adalah untuk menambal gigi / sebagai gigi palsu,_* artinya apabila ada gigi yang tanggal atau rusak sekira tidak bisa dipakai maka diperbolehkan menambalnya / menggantinya dengan gigi dari emas.
{Lihat Kitab At Taqrirotus Sadidah Fii Masaa'ili Al Mufidati : juz 1 hal 357. Karya Sayyid Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Asy Syafi'iy}.
Dan didalam keterangan dikitab Syarah Qawa'idul Fiqhiyyah " Al Fawaaid Al Janiyyah " bahwasannya memasang gigi palsu dari emas *HUKUMNYA BOLEH.*
*♻🌐• قال الشيخ أبو الفيض محمد ياسين بن عيسى الفاداني المكي الاندونيسي اصلا حفظه الله تعالى في كتابه " الفوائد الجنية حاشية المواهب السنية شرح الفرائد البهية في نظم القواعد الفقهية ":*
قوله (وكالشد) الى ان قال .... ويدخل في الشد شد السن وربطه بما فانه يحل وان قدر على غيرهما كما فعل عثمان وانس بن مالك رضي الله عنهما بالنسبة للذهب قيس به الفضة.
{انظر كتاب الفوائد الجنية حاشية المواهب السنية شرح الفرائد البهية في نظم القواعد الفقهية : ص ٢٦٢. المؤلف: أبو الفيض محمد ياسين بن عيسى الفاداني المكي}.
*📓✍• Berkata Syaikh Yasin Al Fadaniy Al Makkiy hafidzohullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fawaa'id Al Janniyyah Hasyiyyah Al Mawaahib As Saniyyah ":*
( Ucapan pengarang kitab : dan menguatkan ) sampai pada ucapan : Dan masuk dalam hal menguatkan yaitu menguatkan gigi dan menyambungnya dengan menggunakan emas atau perak. Sesungguhnya hal ini *HUKUMNYA ADALAH BOLEH*, sekalipun mampu untuk menggunakan selain emas dan perak. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sayyidina Ustman dan Sahabat Anas bin Malik semoga Allah meridhoi keduanya. Dan diqiyaskan dengan emas adalah perak."
{Lihat Kitab Fawaaid al-Janiyyah : hal 262. Karya Syaikh Yasin Al Fadaniy Al Makkiy}.
*🍒🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
ولكن يستحب أن يلف الغاسل خرقة على سبابته وإبهامه ويبلها بالماء ثم يمسح بها سنان الميت ولثته ومِنْخٙرٙيه فيقوم ذلك مقام المضمضة والاستنشاق وهذا متفق عليه بين الحنفية والحنابلة,
أما المالكية والشافعية ، فانظر مذهبيهما تحت الخط : ( المالكية والشافعية قالوا : يوضأ يمضمضة واستنشاق وأن تنظيف أسنانه ومنخريه بالخرقة مستحب ولا يغني عن المضمضة والاستنشاق )
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٧٩٥ / هل يوضأ الميت قبل غسله ؟ . للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*🌴🎙• Berkata Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Alåa Madzahibi Al Arba'ati ":*
Akan tetapi *DISUNNAHKAN* agar ghasil/orang yang memandikan mayyit memilin jari telunjuknya dan jempolnya dengan sobekan kain (gombal : jawa) dan membasahinya dengan air lantas mengusap gigi - gigi, gusi, dan lubang hidung mayyit dengannya, maka semua itu sudah mewakili posisi berkumur dan menyedot air hidung, dan ini telah disepakati diantara Pengikut Madzhab Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
Adapun Pengikut Madzhab Malikiy, dan Syafi'iy, maka lihatlah kedua madzhab mereka catatan dalam kurung dibawah : (Pengikut Madzhab Imam Malik dan Imam Syafi'iy, mereka mengatakan : Mayyit diwudlukan dengan berkumur dan menghisap air hidung, dan sesungguhnya membersihkan gigi - gigi mayyit, dan lubang hidungnya diperbolehkan, namun tidak bisa menggantikan posisi berkumur dan menghisap air hidung).
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alåa Madzahibi Al Arba'ati : juz 1 hal 795 / Hal Yudlo'u Al Mayyitu Qabla Ghuslihi?. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
Pemahaman tentang tidak boleh mencabut gigi tersebut bila sudah bersedaging/bersatu adalah hasil dari conparison (perbandingan) dengan masalah budak yang melakukan penyambungan ujung jarinya dengan emas sehingga bersatu/bersedaging. Dimana bila seorang majikan ingin menjual budak tersebut, maka sah menjualnya dengan emas tanpa harus mencabut emas tersebut terlebih dahulu, karena ini tidak dikatagorikan dalam bab jual beli ribawy yang diharamkan oleh syar'i.
*🔴✒• قال الإمام الشرواني
فرع) لو اتخذ للرقيق نحو أنملة أو أنف فهل يدخل في بيعه وعلى الدخول هل يصح بيع ذلك الرقيق حينئذ بذهب أولا للربا ويتجه أن يقال أن التحم ذلك بحيث صار يخشى من نزعه محذور تيمم صار كالجزء منه فيدخل في بيعه ويصح بيعه حينئذ بالذهب لانه متمحض للتبعية غير مقصود بالنسبة لمنفعة الرقيق ... الى ان قال ...
فرع) آخر حكم ما اتصل بالرقيق مما ذكر في الطهارة أنه إن صار بحيث يخشى من نزعه محذور تيمم كفى غسله ولم يجب إيصال الماء إلى ما تحته من البدن ولا التيمم عما تحته وإلا فحكمه حكم الجبيرة هكذا ينبغي سم
{انظر حواشي الشرواني - الشرواني والعبادي - على تحفة المحتاج : ج ٣ - الصفحة ٢٧٥. للإمام الشرواني الشافعي}.
*📘🔵• Imam Abdul Hamid Syarwani Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya Hasyiah Syarwani 'Ala Tuhfatu Al Muhtaj :*
Cabang) apabila seorang hamba sahaya/budak yang melakukan penyambungan ujung jarinya atau hidungnya dengan emas sehingga bersatu/bersedaging. Dimana bila seorang majikan ingin menjual budak tersebut, maka apakah sah menjualnya dengan emas tanpa harus mencabut emas tersebut terlebih dahulu, karena ini tidak dikatagorikan dalam bab jual beli ribawy yang diharamkan oleh syar'i. Dan cenderung apabila dikatakan bahwasannya perpaduan hal tersebut sekiranya dari mencopotnya yang ditakutkan bisa menjadikan sebuah kekawatiran *MAKA DITAYAMMUMI* menjadi seperti organ tubuh darinya, maka dia masuk katagori dalam barang dagangannya *DAN SAH MEMPERJUAL BELIKANNYA* pada saat itu dengan bentuk emas, karena hal tersebut murni untuk perdagangan bukan dimaksudkan dengan nisbat/berhubungan untuk memanfaatkan budak, ... (sampai pada perkataannya) ...
Cabang lain) Hukum perkara yang berkenaan dengan hamba sahaya yang telah disebutkan dalam masalah bersuci hal tersebut apabila dia menjadi takut sekiranya mencopotnya, maka bertayammum, cukuplah menjadi pengganti basuhannya, tidak wajib mengalirkan air sampai pada bagian bawah tangan, tidak ada tayammum pada bagian dibawahnya, dan apabila tidak demikian maka hukumnya adalah seperti hukum membasuh perban, inilah yang yang sepantasnya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Asy Syarwaaniy ; juz 3 hal 275. Karya Imam Syarwaaniy Asy Syafi'iy}.
*🌴🔵• قال الإمام ابن حجر الهيثمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج على شرح المنهاج " :*
( وَإِلَّا ) بِأَنْ وَصَلَهُ بِنَجِسٍ مَعَ وُجُودِ طَاهِرٍ صَالِحٍ وَمِثْلُهُ مَا لَوْ وَصَلَهُ بِعَظْمِ آدَمِيٍّ مُحْتَرَمٍ مَعَ وُجُودِ نَجِسٍ أَوْ طَاهِرٍ صَالِحٍ ( وَجَبَ نَزْعُهُ إنْ لَمْ يَخَفْ ضَرَرًا ظَاهِرًا ) ، وَهُوَ مَا يُبِيحُ التَّيَمُّمَ وَإِنْ تَأَلَّمَ وَاسْتَتَرَ بِاللَّحْمِ فَإِنْ امْتَنَعَ أَجْبَرَهُ عَلَيْهِ الْإِمَامُ أَوْ نَائِبُهُ وُجُوبًا كَرَدِّ الْمَغْصُوبِ وَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ قَبْلَ نَزْعِ النَّجَسِ لِتَعَدِّيهِ بِحَمْلِهِ مَعَ سُهُولَةِ إزَالَتِهِ .
فَإِنْ خَافَ ذَلِكَ وَلَوْ نَحْوَ شَيْنٍ وَبُطْءِ بُرْءٍ لَمْ يَلْزَمْهُ نَزْعُهُ لِعُذْرِهِ بَلْ يَحْرُمُ كَمَا فِي الْأَنْوَارِ وَتَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ بِلَا إعَادَةٍ ( قِيلَ ) يَلْزَمُهُ نَزْعُهُ ( وَإِنْ خَافَ ) مُبِيحَ تَيَمُّمٍ لِتَعَدِّيهِ ( فَإِنْ مَاتَ ) مَنْ لَزِمَهُ النَّزْعُ قَبْلَهُ ( لَمْ يُنْزَعْ ) أَيْ لَمْ يَجِبْ نَزْعُهُ ( عَلَى الصَّحِيحِ ) لِأَنَّ فِيهِ هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ أَوْ لِسُقُوطِ الصَّلَاةِ الْمَأْمُورِ بِالنَّزْعِ لِأَجْلِهَا
قَالَ الرَّافِعِيُّ فَيَحْرُمُ عَلَى الْأَوَّلِ دُونَ الثَّانِي وَقَضِيَّةُ اقْتِصَارِ الْمَجْمُوعِ وَغَيْرِهِ عَلَيْهِ اعْتِمَادُ عَدَمِ الْحُرْمَةِ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٦ ص ٣٠٣، طبعة دار الفكر، سنة ١٩٩٧ مـ. للإمام ابن حجر الهيثمي الشافعي}.
*☘🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy, rahimahullaahu ta'ala didalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaj " mengatakan :*
(Jikalau tidak demikian) gambarannya seperti apabila menghubungkannya dengan najis yang bersamaan dengan adanya perkara suci yang bagus, dan perumpamaannya adalah apabila menyambungnya dengan tulang anak Adam yang dimuliakan bersamaan dengan najis atau perkara yang suci *MAKA WAJIB MENCOPOTYA APABILA TIDAK DITAKUTKAN BISA MEMBAHAYAKAN SECARA DZAHIR*, dan itu adalah perkara yang menjadi sebab diperbolehkannya tayammum, dan apabila bisa menjadi sakit atau sudah tertutup dengan daging (mendaging) jikalau dia mencegahnya maka wajib bagi Imam atau Penggantinya mengabarkan kepadanya seperti memugar perkara yang dighashab, dan tidak sah shalatnya sebelum mencopot najisnya karena melewati batas membawanya bersamaan dengan kemudahan untuk menghilangkannya.
Apabila takut dengan hal tersebut walaupun hanya semacam bercak dan sebesar biji gandum *MAKA TIDAK WAJIB MENCOPOTNYA* karena udzurnya, akan tetapi *HARAM* seperti dalam kitab " Al Anwar " *DAN SAH SHALATNYA BERSAMANYA DENGAN TANPA MENGULANGINYA* (dikatakan) *WAJIB MENCOPOTNYA* apabila khawatir maka diperbolehkan bertayammum karena bisa melebar akibatnya.
jika seseorang meninggal yang mana sebelumnya ia berkewajiban melepaskan (sesuatu), maka tidak wajib melepaskannya mengacu pada pendapat shahih karena dapat mengoyak kehormatannya (jenazah) atau karena gugurnya shalat yang diperintahkan dengan melepaskannya.
Imam Rafi'iy berkata : *HARAM* yang pertama bukan yang kedua karena qadliyyah kitab " Al Majmu' " dan yang lainnya yaitu berpegang pada tidak adanya kehormatannya.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj : juz 2 hal 136. Cet. Daar Al Fikri, Th. 1997. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وجاء في كتاب : مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج المؤلف: شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي, المتوفى: ٩٧٧ هـ) رحمه الله تعالى :*
( و ) إلا ( السن ) فإنه يجوز لمن قلعت سنه اتخاذ سن قياسا على الأنف وإن تعددت كما هو ظاهر كلامهم ويجوز أيضا شد السن به عند تحريكها . ولا زكاة فيما ذكر.
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ١ ص ٣٩١. للإمام خطيب الشربيني الشافعي}.
*📘👌• Tersebut dalam Kitab Mughniy Al Muhtaaj Ìla Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj karya Imam Khathib Asy Syarbiniy :*
(Dan) kecuali (gigi) Maka hal itu boleh bagi orang yang copot giginya untuk memakai gigi dari emas meskipun jumlahnya banyak, diqiyaskan juga pada hidung emas. Seperti dzahir perkataan mereka. Dan boleh juga mengokohkan gigi dengan emas ketika giginya bergoyang (ogèk : jawa). Dan tidak ada zakatnya sama sekali dalam perkara yang telah disebutkan.
{Lihat Kitab Mughniy Al Muhtaaj : juz 1 hal 391. Karya Imam Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
Sayid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha, I‘anatuth Thalibin, Haramain, Jilid 2, hal.115
ولا يقال إنه تضييع مال لانه تضييع لغرض، وهو إكرام الميت وتعظيمه، وتضييع المال وإتلافه لغرض جائز. م ر. سم
.
*🌴💜• قال الإمام الشرواني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الشرواني على تحفة المحتاج ":*
وٙلٙوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ.
فإن ابتلع مال نفسه فلا ينبش ولا يشق لاستهلاكه له حال حياته.
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ٢٢٤ / كتاب الجنائز / فصل في الدفن وما يتبعه. للإمام عبد الحميد الشرواني الشافعي}.
*🌐✍• Imam Abdul Hamid Syarwani Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala, dalam Kitabnya Hasyiah Syarwani 'Ala Tuhfatu Al Muhtaaj :*
Jika mayyit (sebelum matinya) menelan harta orang lain dan pemiliknya mencari/menuntut dan tidak ada yg menanggung dari ahli waris maupun orang lain ((seperti Imam Nawawiy telah menukilnya didalam Kitabnya " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " (Baha'uddin Al Maqdisiy Al Hanbaliy) dan itu merupakan pendapat yang mu'tamad/bisa dipegang))
Maka kuburannya digali dan perut mayit dibedah untuk diambil harta tersebut, jika yg ditelan milik sendiri maka tidak perlu digali untuk membedah perutnya krn harta tersebut akan rusak/hilang waktu ia masih hidup.
{Lihat Kitab Hasyiah syarwani 'Ala Tuhfatul Muhtaj : Juz 3 hal 224. Cet. Dar Al-Fikr, Th. 1997 M. Karya Imam Syarwaaniy Asy Syafi'iy}.
Bahkan bila orang yang memasang gigi palsu tersebut dengan dipasangi memakai gigi emas atau perak dan sampai ia meninggal belum dilepas maka apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayit, maka hukumnya haram dicabut. Dan apabila tidak, maka bila itu seorang laki – laki yang dewasa maka wajib dicabut, bila seorang wanita atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.
Imam Ramli Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya Al-Nihayah al-Muhtaj pernah menyinggung mengenai pakaian dari sutera yang hukum asalnya diharamkan bagi lelaki. Ia membolehkan laki-laki memakai sutera selama ada udzur tertentu, seperti menghindari gatal atau kutu. Namun, ketika meninggal dunia sutera itu harus dilepas karena faktor yang membolehkannya sudah tidak relevan lagi.
*♻🎙• قال الإمام الرملي الشافعي (وهو شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي، المتوفى: ١٠٠٤ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
وَلِهَذَا لَوْ لَبِسَ الرَّجُلُ حَرِيْرَا لِحِكَّةٍ أَوِ قُمْلِ مَثَلاً وَاسْتَمَرَّ السَّبَبُ الْمُبِيْحُ لَهُ ذَلِكَ إِلَى مَوْتِهِ حَرُمَ تَكْفِيْنُهُ فِيْهِ عَمَلاً بِعُمُوْمِ النَّهْيِ وَلِانْقِضَاءِ السَّبَبِ الَّذِيْ أُبِيْحَ لَهُ مِنْ أَجْلِهِ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٤٧. المؤلف: شمس الدين الرملي الشافعي. مصر - طبعة مصطفى الحلبي. سنة ١٣٥٧ هـ / ١٩٣٧ مـ}.
*☘🌐• Imam Syamsuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihayahatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj ":*
Oleh karenanya jika seseorang memakai kain sutera misalnya untuk menghindari gatal – gatal atau kutu, dan sebab yang memperbolehkan pemakaian sutera tersebut sampai menjelang ajalnya, maka haram mengkafani jenasahnya dengan kain sutera tersebut, berdasarkan larangan pemakaian sutera secara umum dan hadisnya sebab yang memperbolehkan dirinya memakai sutera.
{Lihat Kitab Nihayahatu Al-Muhtaj : juz 2 hal 447. Karya Imam Syamsuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Mesir - Cet. Musthafa al-Halabi, Th. 1357 H/1938 M}.
*💾🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى ، المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع على متن الاقناع ":*
(وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُدْخِلَ أُصْبُعَهُ السَّبَّابَةَ وَالْإِبْهَامَ عَلَيْهِمَا خِرْقَةٌ) صِيَانَةً لِلْيَدِ وَإِكْرَامًا لِلْمَيِّتِ (خَشِنَةً مَبْلُولَةً بِالْمَاءِ بَيْنَ شَفَتَيْهِ، فَيَمْسَحُ أَسْنَانَهُ وَ) فِي (مَنْخِرَيْهِ وَيُنَظِّفُهُمَا) لِإِزَالَةِ مَا عَلَى تِلْكَ الْأَعْضَاءِ مِنْ الْأَذَى (وَلَا يُدْخِلُهُ) أَيْ الْمَاءَ (فِيهِمَا) أَيْ الْفَمِ وَالْأَنْفِ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ إلَى جَوْفِهِ حَرَّكَ النَّجَاسَةَ.
{انظر كتاب كشاف القناع في متن الاقناع / فَصْلُ فِي غُسْلِ الْمَيِّتِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📿💜• Berkata Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyafu Al Qinaa' Fi Matni Al Iqnaa' ":*
Dan *DISUNNAHKAN* apabila ghasil memasukkan jari telunjuknya dan jempol, keduanya dengan dibalut sobekan kain (gombal : jawa). *```KARENA BERTUJUAN MENJAGA TANGAN DAN MEMULIAKAN MAYYIT.*```
Menjadikan kasar dan dibasahi dengan air diantara kedua bibir mayyit, lantas mengusap gigi - giginya, dan didalam dua lubang hidungnya, dan membersihkan keduanya untuk menghilangkan kotoran yang berada dianggota tubuh tersebut.
*DAN JANGAN MEMASUKKAN AIR KEDALAM HIDUNG DAN MULUT* karena ketika air masuk sampai kedalam perutnya maka akan menggerakkan najis (untuk keluar).
{Lihat Kitab Kasyafu Al Qinaa' Fi Matni Al Iqnaa' / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti Wa Ma Yata'laqu Bihi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*🌴📱• Lalu, bagaimana dengan kasus gigi emas?*
Permasalahan ini pernah disinggung dalam Muktamar ke-6 Nahdlatul Ulama yang digelar di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 12 Rabiuts Tsani 1350 H atau 27 Agustus 1931 M. *Menganalogikannya dengan pendapat Imam Ramli di atas, muktamirin memutuskan bahwa “apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayat, maka hukumnya haram dicabut. Dan apabila tidak, maka bila itu seorang laki-laki yang dewasa maka wajib dicabut, bila seorang wanita atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.*
Dengan bahasa lain, wajib mencabutnya bila jenazah berjenis kelamin laki-laki dan pencabutan itu tidak menodai kehormatan jenazah. Mubah bila jenazah pemakai gigi emas tersebut berjenis kelamin perempuan atau anak kecil.
*📿✍• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسْتَحَبُّ أن يمسَحَ الغاسِلُ أسنانَ الميِّتِ ومِنْخَرَيه وينظِّفَهما، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة.
الأدلَّة:
أولًا: من السُّنَّة
عن أمِّ عطيَّةَ نُسيبَةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، أنَّ النبيَّ ﷺ💖 قال : لهنَّ في غُسلِ ابنتِه: ((ابدأْنَ بمَيَامِنِها ومواضعِ الوُضوءِ منها)).
ثانيًا: من أجل إزالَةِ ما يُكْرَه ريحُه أو رُؤْيَتُه.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية / المسألة الخامسة: مَسْحُ أسنانِ المَيِّت ومِنْخَريه وتنظيفُهما}.
*🌴💾• Tersebut dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*DISUNNAHKAN* supaya ghasil (orang yang memandikan mayyit) mengusap gigi - gigi mayyit dan lubang hidungnya, dan ini berdasarkan kesepakatan madzhab yang empat : Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabillah.
Dalil - dalilnya :
(Pertama) : Dari Sunnah dari Ummi 'Athiyyah yang dinisbatkan kepada kaum Anshar radliyyAlahu 'anha : Bahwa Rasulullah ﷺ💖 bersabda kepada mereka (ketika hendak memandikan jenazah putrinya):
*_(("Mulailah dari sebelah kanannya dan (dahulukanlah) anggota wudlunya))._*
(Kedua) : Termasuk bertujuan menghilangkan aroma atau pandangan mata yang tidak menyenangkan.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah / Al Mas'alah Al Khamisah : Madhu Asnaani Al Mayyiti Wa Minkharaihi Wa Tandzifuhuma}.
*⚓💾• قال الشيخ الحبيب العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي حفظه الله تعالى في كتابه " متن سفينة النجا في اصول الدين والفقه على مذهب الامام الشافعي نفعنا الله بعلومه ":*
فَصْلٌ
يُنْبَشُ الْمَيِّتُ لأَرْبَعِ خِصَالٍ:
1- لِلْغُسْلِ إذَا لَمْ يَتَغَيَّرْ.
2- لِتَوْجِيْهِهِ إِلَى الْقِبْلَةِ.
3- لِلْمَالِ إذَا دُفِنَ مَعَهُ.
4- لِلْمَرْأةِ إذَا دُفِنَ جَنِيْنُهَا مَعَهَا، وَأمْكَنَتْ حَيَاتُهُ.
{انظر كتاب متن سفينة النجاة : ص ٥٣. للشيخ الحبيب العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي. طبعة : دار المنهاج - بيروت. سنة : ٢٠٠٩ مـ}.
*💾🎙• Al Habib Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami Asy Syafi'iy dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan 4 (empat) hal yang bisa menjadi alasan sebuah kubur boleh dibuka lagi. Dalam kitab tersebut beliau menuturkan:*
“Mayit yang telah dikubur boleh digali kembali dengan empat alasan: 1). untuk memandikannya bila kondisinya masih belum berubah, 2). untuk menghadapkannya ke arah kiblat, 3). karena adanya harta yang ikut terkubur bersamanya, dan 4). bila si mayat seorang perempuan yang di dalam perutnya terdapat janin yang dimungkinkan hidup.”
{Lihat Kitab Safinatu An Najaa : hal 53. Karya Al Habib Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlramiy Asy Syafi'iy. Cet. Beirut: Darul Minhaj, th. 2009 M}.
*📿🎙• قال الشيخ النووي بن عمر البنتني الاندونيسي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " كاشفة السجا شرح سفينة النجا ":*
(فصل): فيما يوجب نبش الميت (ينبش الميت) أي يكشف القبر الذي فيه الميت (لأربع خصال) بل لأكثر من ذلك أحدها (للغسل) أي أو للتيمم فيجب نبشه تداركاً للطهر الواجب (إذا لم يتغير) أي ما لم ينتن بخلاف ما لو دفن بلا كفن أو في حرير فلا ينبش. (و) ثانيها: (لتوجيهه إلى القبلة) أي فيجب نبشه إذا لم يتغير أيضاً ليتوجه إلى القبلة قال الشوبري فرع: إذا دفن مستلقياً ووجهه للقبلة بأن كانت رجلاه إليها ونبش ما لم يتغير وهو المعتمد خلافاً لما في متن الروض وشرحه انتهى.
(و) ثالثها: (للمال إذا دفن معه) أي أو وقع فيه مال خاتم أو غيره فيجب نبشه وإن تغير لأخذه سواء أطلبه مالكه أم لا، ومثله ما لو دفن في مغصوب من أرض أو ثوب ووجد ما يدفن أو يكفن فيه الميت فيجب نبشه وإن تغير ليرد كل لصاحبه ما لم يرض ببقائه أي إذا طلب مالكه وإلا فلا، ولو بلع مالاً لنفسه ومات لم ينبش أو مال غيره وطلبه مالكه نبش وشق جوفه وأخرجه منه ورد لصاحبه إلا إذا ضمنه الورثة فلا يشق حينئذٍ على المعتمد، والفرق بين مسألة الابتلاع والوقوع أن الابتلاع في شقه هتك حرمة الميت ولا كذلك الوقوع.
(و) رابعها: (للمرأة إذا دفن جنينها معها وأمكنت حياته) بأن يكون له ستة أشهر فأكثر فيجب النبش تداركاً للواجب لأنه يجب شق جوفها قبل الدفن، فإن لم ترج حياته بقول القوابل حرم الشق لكن تخرج من القبر ويؤخر الدفن حتى يموت، ومن الغلط أن يقال يوضع نحو حجر على بطنها ليموت فإن فيه قتلاً للجنين، وينبش أيضاً إن لحق الأرض بعد الدفن سيل أو نداوة لينقل، وينبش أيضاً إذا احتيج لمشاهدته للتعليق على صفة فيه بأن قال: إن ولدت ذكراً أنت طالق طلقة أو أنثى فطلقتين فولدت ميتاً ودفن ولم يعلم أو لكون القائف وهو من يتبع الأثر يلحقه بأحد المتنازعين فيه، وينبش أيضاً الكافر إذا دفن بالحرم.
{انظر كتاب كاشفة السجا شرح سفينة النجا : ص ١٠٦. للشيخ النووي بن عمر البنتني الاندونيسي الشافعي}.
*💾✏• Apa yang disampaikan oleh Syekh Salim di atas kemudian dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nawawi Banten dalam kitabnya " Kâsyifatus Sajâ " sebagai berikut secara ringkas :*
*`(Pertama),* mayat yang telah dikubur namun sebelumnya tidak dimandikan maka wajib hukumnya menggali kembali kuburan tersebut untuk kemudian diambil dan dimandikan mayatnya dengan catatan kondisi mayat masih belum berubah, belum berbau.
*(Kedua),* bila mayat yang telah dikubur ternyata tidak dihadapkan ke arah kiblat maka wajib hukumnya menggali kembali kuburan tersebut untuk kemudian si mayat di hadapkan ke arah kiblat. Ini juga dengan ctatan bila si mayat masih belum berubah kondisinya sebagaimana poin pertama.
*(Ketiga),* bila ada harta semisal cincin atau lainnya yang ikut terkubur bersama mayat maka wajib hukumnya membuka kembali kuburan untuk mengambil harta tersebut meskipun kondisi si mayat telah berubah, baik pemilik harta tersebut memintanya ataupun tidak.
Sepadan dengan itu adalah bila mayat dikubur di tanah atau dikafani dengan kain rampasan, sementara ada tanah dan kain yang bukan rampasan yang bisa digunakan untuk mengkafani dan mengubur si mayat, maka wajib hukumnya menggali kuburan tersebut meskipun kondisi mayat telah berubah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan tanah dan kain rampasan tersebut kepada pemiliknya bila sang pemilik tidak rela dan meminta untuk dikembalikan. Namun bila si pemilik rela dan tidak menuntut untuk dikembalikan maka kuburan tersebut tidak wajib digali kembali.
Bagaimana bila harta yang ikut terkubur itu sebelumnya ditelan oleh si mayat ketika masih hidup?
Bila harta tersebut milik pribadi si mayat maka kubur tidak harus digali lagi. Namun bila harta yang ditelan itu milik orang lain dan menuntut untuk dikembalikan maka kuburan mesti digali lagi, perut si mayat dibedah, dikeluarkan hartanya dan dikembalikan kepada si pemilik. Namun bila ahli waris mau menanggung untuk mengembalikan harta tersebut maka hal itu tidak perlu dilakukan, menurut pendapat yang mu’tamad.
*(Keempat),* seorang mayat perempuan yang sedang mengandung dan dimungkinkan janinnya hidup maka wajib menggali kembali kuburannya. Kemungkinan janin hidup ini bila usia kandungannya sudah mencapai enam bulan atau lebih. Bila sejak sebelum dikubur diketahui ada janin yang ada kemungkinan hidup maka wajib hukumnya membedah perut si mayat sebelum dikubur. Namun bila berdasarkan pendapat ahli tidak ada harapan hidupnya janin maka haram membedah perut si mayat.
{Lihat Kitab Kâsyifatus Sajâ : hal 415 - 417. Karya Syaikh Nawawiy Al Bantani Al Indonisiy Asy Syafi'iy. Cet: Dar Ibnu Hazm, th. 2011 M}.
Masih menurut Syekh Nawawi Banten bahwa sesungguhnya masih banyak alasan yang memperbolehkan kuburan dibuka kembali. Untuk itu kiranya tidak ada masalah bila di Indonesia seringkali mayat yang telah dikubur digali kembali kuburannya dengan alasan untuk kepentingan autopsi demi terkuaknya sebuah kasus hukum umpamanya.
*2⃣1⃣• Menyediakan Besi , Kaca Cermin, Pedang, Pisau, Cetakkan Tanah Liat, Atau Perkakas Lain Sejenisnya.*
Barang - barang tersebut disediakan untuk menindih perut mayyit agar tidak kembung atau membesar perutnya. Kesunnahannya menggunakan barang - barang ini berdasarkan riwayat hadits, atsar, dan kesepakatan ulama' Madzhab diantaranya :
أَنْبَأَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ ، إِجَازَةً ، أنبأ أَبُو الْوَلِيدِ ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُقْبَةَ ، ثنا أَبُو الْمُنِيبِ ، ثنا أَبُو خَالِدٍ الْمَدَنِيُّ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ آدَمَ ، قَالَ : مَاتَ مَوْلًى لأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عِنْدَ مَغِيبِ الشَّمْسِ ، فَقَالَ أَنَسٌ :
*" ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدَةً " ،*
وَيُذْكَرُ ، عَنِ الشَّعْبِيِّ : " أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ السَّيْفِ يُوضَعُ عَلَى بَطْنِ الْمَيِّتِ ، قَالَ :
*" إِنَّمَا يُوضَعُ ذَلِكَ مَخَافَةَ أَنْ يَنْتَفِخَ " .*
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ :
*" وَيَزْعُمُ بَعْضُ أَهْلِ التَّجْرِبَةِ أَنَّهُ يُسْرِعُ انْتِفَاخُهُ عَلَى الْوَطْإِ " .*
{رواه البيهقي في السنن الكبرى : ج ٣ ص ٣٨٥ / كِتَابُ الْجُمُعَةِ / بَابُ مَا يُسْتَحَبُّ مِنْ وَضْعِ شَيْءٍ عَلَى بَطْنِهِ ... / رقم الحديث: ٦١٠٤}.
Telah memberitakan kepadaku ; Abu 'Abdillah Al Hafidz. Secara Ìjazah. Telah memberitakan ; Abu Al Walid. Telah menceritakan kepada kami : Al Hasan bin Sufyan. Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Uqbah. Telah menceritakan kepada kami : Abu Al Munib. Telah menceritakan kepada kami : Abu Khalid Al Madaniy. Dari 'Abdillah bin Adam , dia berkata : Telah meninggal bekas budak Anas bin Malik ketika matahari tenggelam, maka Anas berkata :
*"Kalian taruhlah besi diatas perutnya*
Dan disebutkan dari Asy Sya'biy, ia ditanya dari masalah pedang yang ditaruh diatas perut mayyit? Ia menjawab :
*Semestinya hal tersebut ditaruh, karena khawatir perut mayyit akan membesar/kembung.*
Asy Syafi'iy rahimahullahu berkata :
*Sebagian Ahli Pembuktian mereka memprediksikan hal tersebut bisa cepat menghilangkan kembungnya dengan mudah.*
{HR. Baihaqiy dalam Kitabnya As Sunan Al Kubra : juz 3 hal 385 / Kitabu Aljum'ati / Babu Ma Yustahabbu Min Wadl'i Syai'in 'Alaa Bathnihi / No. 6104}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ:
*" كَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُوضَعَ السَّيْفُ عَلَى بَطْنِ الْمَيِّتِ ".*
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف : ج ٣ ص ٢٤١ / ١٢ - في الميت يُوضَعُ عَلَى بَطْنِهِ الشَّيءُ / رقم الحديث : ١٠٩٩٧}.
Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Yaman. Dari Sufyan. Dari Jabir. Dari 'Aamir, ia berkata :
*"Adalah disunnahkan apabila menaruh pedang diatas perut mayyit."*
{HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al Mushannaf : juz 3 hal 241 / 12 - Fi Al Mayyiti Yudlo'u 'Alaa Bathnihi Asy Syai'u / No. 10997}.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شُعَيْبٍ ، ثنا خَالِدُ بْنُ خِدَاشٍ ، ثنا حَفْصُ بْنُ النَّصْرِ السُّلَمِيُّ ، عَنْ أُمِّهِ بِنْتِ مُحَمَّدِ بْنِ عِمْرَانَ ، عَنْ أُمِّهَا مَرْيَمَ بِنْتِ فَرْوَةَ :
أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ ، لَمَّا حَضَرَهُ الْوَفَاةُ ، قَالَ :
" إِذَا أَنَا مُتُّ فَشُدُّوا عَلَى بَطْنِي عِمَامَةً ، وَإِذَا رَجَعْتُمْ فَانْحَرُوا وَأَطْعِمُوا " ،
قَالَ خَالِدٌ : ثُمَّ قَالَ لِي حَفْصٌ :
" لَيْسَ كَمَا يَصْنَعُ بَنِيكَ أَهْلُ آلِ الْمُهَلَّبِ وَثَقِيفٍ " .
{رواه الطبراني في كتابه المعجم الكبير / بَابُ التَّاءِ / مَنِ اسْمُهُ عَفِيفٌ / عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ يُكْنَى أَبَا نُجَيْدٍ / وَمِنْ أَخْبَارِهِ وَذِكْرِ نِسْبَتِهِ / رقم الحديث: ١٤٦٤٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Aliy bin Syu'aib. Telah menceritakan kepada kami : Khalid bin Khidasy. Telah menceritakan kepada kami : Hafsh bin Nashr As Sulamiy. Dari Ibunya putri Muhammad bin Ìmraan. Dari Ìbunya Maryam binti Farwah :
Bahwasanya ketika Ìmran bin Hushain mendekati ajalnya, beliau berkata ;
*" Ketika aku mati maka kalian ikatkan surban pada perutku, dan ketika kalian kembali maka kalian menyembelihlah dan kalian berikanlah makanan,*
Khalid berkata : lalu Hafsh berkata kepadaku : Tidak seperti Ahli keluarga Muhallib dan Ysaqiif membuatkan makanan kepada anak - anakmu.
{HR. Thabaraniy dalam Mu'jam Al Kabir / Ban Ta' / Man Ismuhu 'Afiif / No. 14640. Dan Haitsamiy dalam Majma' Az Zawaaid}.
*1⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Kaca, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*♻🌐• وقال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار ":*
ويُوضٙعُ على بطنه سيْفٌ أو حدِيدٌ لِئٙلاّٙ يٙنْتٙفٙخُ ،
{انظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي. طبعة دار الكتب العلمية. سنة النشر: ١٤١٢ هـ/ ١٩٩٢ مـ}.
*🌴🎙• Berkata Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy dalam kitabnya " Raadu Al Muhtar 'Ala Ar Raddi Al Mukhtar ":*
Dan ditaruh diatas perut mayyit pedang atau besi agar supaya perut mayyit tidak kembung.
{Lihat Kitab Raadu Al Muhtar 'Ala Ar Raddi Al Mukhtar / Kitabu Ash Shalati / Babu Shalati Al Janazati. Karya Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*📓👌• قال الإمام ابن نُجٙيْم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
ويوضع على بطنه سيف لئلا ينتفخ ويقرأ عنده القرآن إلى أن يرفع ا هـ .
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / كتاب الجنائز / ما يصنع بالمحتضر. للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي. طبعة دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة}.
*📘✒• Berkata Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq ":*
Ditaruh (dibebankan) diatas perut mayyit pedang supaya perutnya tidak kembung, dan dibacakan Al Qur'an disekitarnya sampai dia diangkat (untuk dikuburkan).
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yashna'u Bilmuhtadlori. Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Kaca, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Malik.*
*📗📌• قال الإمام الحٙطٙاب المالكي (وهو شمس الدين أبو عبد الله محمد بن محمد بن عبد الرحمن الطرابلسي المغربي، المعروف بالحطاب الرُّعيني المالكي، المتوفى: ٩٥٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر خليل ":*
تُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدَةٌ ، أَوْ سِكِّينٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَطِينًا مَبْلُولًا طَاهِرًا لِئَلَّا يَعْلُوَ فُؤَادُهُ فَيُخْشَى أَنْ يَنْفَجِرَ قَبْلَ حُلُولِهِ فِي قَبْرِهِ انْتَهَى .
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل : ج ٣ ص ٢٥ / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع كيفية الغسل. للإمام الحٙطٙاب المالكي}.
*☘🔴• Berkata Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Asy Syaikh Al Khalil ":*
Besi atau pisau dijadikan beban diatas perut mayyit, jikalau tidak menemukan maka bisa dengan tanah liat basah yang suci supaya hatinya tidak naik kemudian ditakutkan jikalau hati mayyit akan meledak sebelum selesai memasukkannya kedalam kubur.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Asy Syaikh Al Khalil : juz 3 hal 25 / Kitabu Al Jana'izi / Masaa'il Muta'aliqah Bilghusli Waddafni Washshalat / Far'u Kaifiyyatu Al Ghusli. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*📒☘• قال الإمام الدسوقي المالكي (وهو محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي) رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على الشرح الكبير ":*
( ووضع ) شيء ( ثقيل ) كسيف أو حديدة أو حجر ( على بطنه ) خوف انتفاخه فإن لم يمكن فطين مبلول ( وإسراع تجهيزه ) ودفنه خيفة تغيره ( إلا الغرق ) ونحوه كالصعق ومن مات فجأة أو تحت هدم أو بمرض السكتة فلا يندب الإسراع بل يجب تأخيرهم حتى يتحقق موتهم ولو يومين أو ثلاثة لاحتمال حياتهم .
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٥ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / المندوبات المتعلقة بالمحتضر والميت. للإمام ابن عرفة الدسوقى المالكي}.
*♻✒• Berkata Imam Ibnu Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir ":*
Dan ditaruh sesuatu yang berat seperti pedang, besi, atau batu diatas perut mayyit karena takut kembung perutnya, apabila tidak mungkin maka bisa menaruh tanah liat yang basah.
Dan cepat Mengurus dan menguburkannya karena ditakutkan mayyit berubah/rusak kecuali mayyit yang mati tenggelam dan semacamnya seperti mati karena terbentur dan orang yang mati secara mendadak atau mati dibawah reruntuhan atau mati atau karena sakit menahun, maka *TIDAK DISUNNAHKAN* mempercepatnya sebaliknya *WAJIB* mengakhirkannya sampai benar - benar nyata kematian mereka walaupun bersèlang dua hari atau tiga hari karena masih bisa dimungkinkan adanya tanda - tanda kehidupan mereka.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 415 / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaami Al Mauta / Al Mandubaatu Al Muta'alliqatu Bilmuhtadlori Walmayyiti. Karya Imam Ibnu 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*♻🔴• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
وَيَضَعُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْئًا مِنْ طِينٍ أَوْ لَبِنَةٍ أَوْ حَدِيدَةٍ ؛ سَيْفٍ أَوْ غَيْرِهِ , فَإِنَّ بَعْضَ أَهْلِ التَّجْرِبَةِ يَزْعُمُونَ أَنَّ ذَلِكَ يَمْنَعُ بَطْنَهُ أَنْ تَرْبُوَ ,
{انظر كتاب الأم / كتاب الجنائز / غسل الميت. للامام محمد بن إدريس الشافعي}.
*📓🔵• Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Umm ":*
Dan ditaruh diatas perut mayyit sesuatu yang terbuat dari tanah liat atau batu bata merah atau besi atau pedang atau selainnya, karena sesungguhnya sebagian Ahli Tajriyyah (banyak melakukan eksperimen/percobaan) mereka memprediksikan bahwasannya hal tersebut bisa mencegah perut mayyit bertambah besar/kembung,
{Lihat Kitab Al Umm / Kitabu Al Janaa'izi / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
ويجعل على بطنه حديدة ، لما روي أن مولى أنس مات فقال رضي الله عنه " ضعوا على بطنه حديدة " لأنه يٙنْتٙفِخُ ، فإن لم يمكن حديدة جعل عليه طين رطب ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ١ ص ٢٣٥ / كتاب الجنائز / تغميض عيني الميت. للإمام النووي الشافعي}.
*📕🎤• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhi Al Muhadzab ":*
Dan menjadikan besi diatas perut mayyit, berdasarkan riwayat hadits, yang diriwayatkan : bahwasannya bekas budak Anas meninggal, lantas beliau (Anas) berkata : " Kalian taruhlah besi diatas perutnya." Karena hal tersebut bisa membuat perut mayyit membesar/kembung, apabila menaruh besi tidak dimungkinkan, maka jadikanlah gumpalan tanah liat diatas perutnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab / Kitabu Al Jana'izi / Taghmiidlu 'Ainiyi Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🌐• قال الإمام العمراني اليمني الشافعي (وهو أبو الحسين يحيى بن أبي الخير بن سالم العمراني اليمني الشافعي، المتوفى: ٥٥٨ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " البيان في مذهب الإمام الشافعي ":*
السابع: أن يثقل بطنه بحديدة، أو طين رطب؛ لما روي: أن مولى لأنس مات، فقال أنس: (ضعوا على بطنه حديدة؛ لئلا ينتفخ) .
{انظر كتاب البيان في مذهب الإمام الشافعي : ج ٣ ص ١٣ / كتاب الجنائز / باب ما يفعل بالميت / [مسألة: ما يسن فعله بالميت]. للإمام العمراني اليمني الشافعي}.
*📘🎙• Imam Ìmraaniy Al Yamaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bayaan ":*
Ketujuh : Sunnah apabila membebani perut mayyit dengan besi atau tanah liat yang basah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan : Sesungguhnya bekas budak Sahabat Anas meninggal, lantas Anas berkata : ((kalian bebanilah perutnya dengan besi supaya tidak kembung))
{Lihat Kitab Al Bayaan : juz 3 hal 13 / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti / Mas'alah : Ma Yusannu Fi'luhu Bilmayyiti. Karya Imam Ìmraaniy Al Yamaniy Asy Syafi'iy}.
*♻✒• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي (وهو أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وٙأٙن تٙقْديْمٙ الْحٙديدِ لكونِه أبلٙغٙ في دفْعِ النّٙفْخِ لِسِرٍّ فيه ويُكْرٙه وٙضعُ المُصحفِ قال الأذرعي والتحريم محتمل ا هـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ١ ص ٣٩٥ / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي}.
*🌴🔵• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " :*
Dan sesungguhnya mendahulukan besi karena adanya lebih maximal untuk menolak penggembungan perut mayyit karena ada kerahasiaan didalamnya. Dan *MAKRUH* menaruh mushaf Al Qur'an diatas perut mayyit, Al Adzra'i berkata : dan *KEHARAMANNYA* itu mungkin saja terjadi.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 1 hal 395 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}
*🌴🌐• قال الإمام الرملي الشافعي (وهو شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي، المتوفى: ١٠٠٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(وَوُضِعَ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ ثَقِيلٌ) بِأَنْ يُوضَعَ فَوْقَ الثَّوْبِ كَمَا اُعْتِيدَ، أَوْ تَحْتَهُ من حديد كسيف ومرآة وسكين بطول الميت ، ثم طين رطب ، ثم ما تيسر لئلا ينتفخ ،
وقدره أبو حامد بعشرين درهما : أي تقريبا ((فعشرون درهم تساوي بالوزن (١٦/٢٩) جراماً))
قال الأذرعي : وكأنه أقل ما يوضع وإلا فالسيف يزيد على ذلك ، ويظهر أن الترتيب بين الحديد وما بعده للأكمل لا لأصل السنة ، ويسن صون المصحف عنه احتراما له وألحق به الإسنوي كتب العلم المحترم .
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج / كتاب الجنائز / آداب المحتضر. للإمام الرملي الشافعي}.
*📓✍• Imam Ramliy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìla Syarhi Al Minhaaj ":*
Dan menaruh diatas perutnya sesuatu yang berat diatas pakaiannya seperti pakaian yang telah dilipat, atau dibawahnya dari semacam besi seperti pedang, kaca, dan pisau yang ukuran panjangnya selebar tubuh mayyit, kemudian jika tidak ditemukan bisa memakai cetakan tanah liat yang basah, kemudian jikalau tidak diketemukan lagi bisa memakai suatu benda yang mudah didapat supaya perut mayyit tidak kembung.
Dan Imam Abu Hamid (Al Ghazaliy) mengukur berat bendanya seberat 20 dirham (setara dengan 16 atau 29 gram) perkiraannya.
Al Adzra'i berkata : dan perkiraannya lebih ringan dari apa yang ditaruh apabila tidak demikian maka pedang sudah melebihinya. Dan jelas bahwa urutan diantara pedang dan setelahnya bertujuan untuk kesempurnaan bukan karena asal kesunnahannya. Dan *DISUNNAHKAN* menjaga mushaf jauh dari mayyit karena untuk memuliakannya dan Imam Isnawiy menyamakan (dalam hal memuliakannya) pada kitab - kitab (lain) yang dimuliakan.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj / Kitabu Al Jana'izi / Adaabu Al Muhtadlor. Karya Imam Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*♻📌• قال الإمام الماوردي الشافعي (وهو أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
وَالسَّابِعُ : أَنْ يُوضَعَ عَلَى بَطْنِهِ سَيْفٌ أَوْ حَدِيدَةٌ أَوْ طِينٌ مَبْلُولٌ ؛ لِأَنْ لَا يَرْبُوَ فَيُنْفَخَ بَطْنُهُ فَيُقَبَّحَ .
{انظر كتاب الحاوي الكبير / كتاب الجنائز / فصل القول في عيادة المريض وثوابها. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*📘🔴• Imam Al Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir ":*
Dan yang ketujuh : Agar menaruh diatas perut mayyit pedang, besi, atau cetakkan tanah liat yang basah, supaya perutnya tidak bertambah besar, lalu menjadi kembung, lantas memburuk.
{Lihat Kitab Al Hawi Al Kabir / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Al Qaulu Fi 'Ìyaadati Al Mariidli Wa Tsawabiha. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*♻📌• قال الإمام النووي الشافعي (وهو أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " روضة الطالبين وعمدة المتقين ":*
، وَيُوضَعُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ ثَقِيلٌ ، كَسَيْفٍ ، أَوْ مِرْآةٍ ، أَوْ نَحْوِهِمَا .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين / كتاب الجنائز / فصل في ذكر الموت وآداب المحتضر. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📘🔴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqin ":*
Dan Sunnah menaruh diatas perut mayyit sesuatu yang berat seperti pedang, kaca, atau semacam keduanya.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqin / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Dzikri Al Mauti Wa Adaabi Al Mukhtadlori. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📒🔴• قال الإمام زكريا بن محمد بن أحمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي المتوفى: ٩٢٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " الغرر البهية في شرح البهجة الوردية " :*
(وَبَطْنُهُ بِنَحْوِ سَيْفٍ) مِنْ أَنْوَاعِ الْحَدِيدِ كَسِكِّينٍ وَمِرْآةٍ (ثُقِّلَا) نَدْبًا، ثُمَّ بِطِينٍ رَطْبٍ ثُمَّ بِمَا تَيَسَّرَ؛ لِئَلَّا يَنْتَفِخَ
{انظر كتاب الغرر البهية في شرح البهجة الوردية : ج ٢ ص ٨١. للإمام زكريا الانصاري الشافعي}.
*🌴🎤• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala " Al Ghararu Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah ":*
Dan perutnya dibebani dengan semacam pedang dari berbagai macam besi, seperti pisau dan kaca guna untuk memperberat secara Sunnah, kemudian jikalau tidak ditemukan bisa dengan cetakan tanah liat yang basah, dan jikalau tidak ditemukan bisa dengan sesuatu yang gampang didapat supaya perut mayyit tidak kembung.
{Lihat Kitab Al Ghararu Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Ahmad.*
*💾✍• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَيُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ مِنْ الْحَدِيدِ ، كَمِرْآةٍ أَوْ غَيْرِهَا ؛ لِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ،
{انظر المغني : ج ٢ ص ٣٣٦ / كتاب الجنائز / مسألة التوجيه إلى القبلة للمريض مرض الموت. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📿🎤• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Mughniy ":*
Dan menjadikan sesuatu dari besi diatas perut mayyit, seperti kaca atau yang lainnya, supaya perut mayyit tidak membesar atau kembung.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 336 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alatu At Taujiihi Ìlaa Al Qiblata Lilmariidli Maradlo Al Mauta. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📓✍• قال الإمام أبو إسحاق برهان الدين بن محمد بن عبد الله الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المبدع في شرح المقنع ":*
( وَجَعَلَ عَلَى بَطْنِهِ مِرْآةً ) بِكَسْرِ الْمِيمِ الَّتِي يَنْظُرُ فِيهَا ( أَوْ نَحْوَهَا ) مِنْ حَدِيدٍ أَوْ طِينٍ لِقَوْلِ أَنَسٍ : ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ شَيْئًا مِنْ حَدِيدٍ . وَلِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ،
قَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : وَهَذَا لَا يُتَصَوَّرُ إِلَّا وَهُوَ عَلَى ظَهْرِهِ ( وَوَضَعَهُ عَلَى سَرِيرِ غُسْلِهِ ) لِأَنَّهُ يَبْعُدُ عَنِ الْهَوَامِّ ، وَيَرْتَفِعُ عَنْ نَدَاوَةِ الْأَرْضِ ( مُتَوَجِّهًا ) إِلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ ، وَقِيلَ : عَلَى ظَهْرِهِ ( مُنْحَدِرًا نَحْوَ رِجْلَيْهِ ) أَيْ : يَكُونُ رَأْسُهُ أَعْلَى مِنْ رِجْلَيْهِ ، لِيَنْصَبَّ عَنْهُ مَاءُ الْغُسْلِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهُ .
{انظر كتاب المبدع في شرح المقنع / كتاب الجنائز / ما يسن فعله إذا نزل به الموت. للإمام أبو إسحاق برهان الدين بن محمد بن عبد الله الحنبلي}.
*♻👌• Berkata Imam Abu Ishaq Burhanuddin Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mubdi' 'Ala Syarhi Al Muqni' :*
Dan menjadikan kaca (untuk bercermin) diatas perut mayyit atau semacamnya dari jenis besi atau tanah liat, berdasarkan ucapan Sahabat Anas : Kalian letakkanlah sesuatu dari besi diatas perutnya (bekas budak Anas), supaya perutnya tidak kembung.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya dan diletakkan diatas meja tempat memandikannya karena hal tersebut bisa menjauhkannya dari hewan - hewan kecil yang merusak, dan mengangkatnya dari bahaya kelembaban tanah, menghadap kiblat tidur miring menindih lambung kanannya, dikatakan : diatas punggungnya, condong kebelakang sejajar kakinya artinya posisi kepala lebih tinggi dibandingkan kedua kakinya, karena untuk menumpahkan/mengalirkan air bekas memandikan mayyit dan sesuatu yang keluar dari dalam jasadnya.
{Lihat Kitab Al Mubdi' 'Ala Syarhi Al Muqni' / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yusannu Fi'luhu Ìdzaa Nazala Al Mautu. Karya Imam Abu Ìshaq Burhanuddin Al Hanbaliy}.
*📒🎙• قال الإمام المرداوي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل ":*
قَوْلُهُ وَجَعَلَ على بَطْنِهِ مِرْآةً أو نَحْوَهَا.
يَعْنِي من الْحَدِيدِ أو الطين وَنَحْوِهِ قال ابن عَقِيلٍ هذا لَا يُتَصَوَّرُ إلَّا وهو على ظَهْرِهِ قال فَيُجْعَلُ تَحْتَ رَأْسِهِ شَيْءٌ عَالٍ لِيُجْعَلَ مُسْتَقْبِلًا بِوَجْهِهِ الْقِبْلَةَ.
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل/ كتاب الصلاة / كتاب الجنائز. للإمام علي بن سليمان بن أحمد المرداوي الحنبلي}.
*📓🌐• Imam Murdawiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf ":*
Ungkapannya : Dan menjadikan diatas perut mayyit cermin dan semisalnya, yaitu dari jenis besi, cetakkan tanah liat, dan semacamnya.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : dan meletakkan dibawah kepalanya sesuatu yang tinggi, agar mayyit dihadapkan wajahnya kekiblat.
{Lihat Kitab Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf / Kitabu Ash Shalati / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Murdawiy Al Hanbaliy}.
*📘✒• قال الإمام محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الفروع ":*
ويجعل على بطنه حديدة أو طينا ونحوه قال ابن عقيل : وهذا لا يتصور إلا وهو على ظهره ، قال : فيجعل تحت رأسه شيء عال ليحصل مستقبلا بوجهه القبلة .
{انظر كتاب الفروع / كتاب الجنائز / فصل ما يفعل بالمحتضر. للإمام محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي}.
*🌴🔵• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Furuu' ":*
Dan menjadikan diatas perut mayyit besi atau cetakkan tanah liat, dan semacamnya.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : dan meletakkan dibawah kepalanya sesuatu yang tinggi, agar bisa menghadapkan mayyit kekiblat.
{Lihat Kitab Al Furuu' / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ma Yuf'alu Bilmuhtadlori. Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*📗📌• جاء في كتاب : شرح منتهى الإرادات المؤلف : منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى :*
( وَ ) يُسَنُّ ( وَضْعُ حَدِيدَةٍ ) كَمِرْآةٍ وَسَيْفٍ وَسِكِّينٍ ( أَوْ نَحْوِهَا ) كَقِطْعَةِ طِينٍ ( عَلَى بَطْنِهِ ) لِمَا رَوَى الْبَيْهَقِيُّ : " أَنَّهُ مَاتَ مَوْلًى لِأَنَسٍ عِنْدَ مَغِيبِ الشَّمْسِ ، فَقَالَ أَنَسٌ : ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدًا " لِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ، وَقَدَّرَ بَعْضُهُمْ وَزْنَهُ بِنَحْوِ عِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُصَانُ عَنْهُ مُصْحَفٌ وَكُتُبُ فِقْهٍ وَحَدِيثٍ وَعِلْمٍ نَافِعٍ .
{انظر كتاب : شرح منتهى الإرادات
المؤلف : منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي}.
*📘✍• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " :*
Dan *DISUNNAHKAN* menaruh besi seperti cermin, pedang, pisau, atau semacamnya, seperti sepotong tanah liat diatas perutnya. Berdasarkan hadits riwayat Baihaqiy : Bekas budak Sahabat Anas meninggal ketika matahari terbenam, maka Anas berkata : Kalian letakkanlah besi diatas perutnya supaya tidak kembung, dan sebagian dari mereka memperkirakan beratnya setara dengan 20 dirham, dan dijaga jauh darinya mushaf Al Qur'an, kitab - kitab fiqih, kitab - kitab hadits, dan ilmu yang bermanfaat.
{Lihat Kitab Syarhu Muntaha Al Ìradaat. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*☘🎙• وقال ايضا الإمام منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه الاخر " الروض المربع " :*
(ووَضْعُ حَدِيدَةٍ) أو نَحْوِهَا (على بَطْنِه)؛ لقَوْلِ أَنَسٍ: ضَعُوا عَلَى بَطْنِه شَيْئاً مِن حَدِيدٍ؛ لئَلاَّ يَنْتَفِخَ بَطْنُه.
{انظر كتاب الروض المربع للشيخ: منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📘✍• Berkata lagi Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " :*
Dan menaruh besi atau semacamnya
Berdasarkan ucapan Sahabat Anas : Kalian letakkanlah sesuatu dari besi diatas perutnya (mayyit bekas budak Anas), supaya perutnya tidak kembung.
{Lihat Kitab Ar Raudl Al Murabbi'. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Dawud Adz Dzahiriy.*
*♻✒• قال الإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المُحلّى بالآثار ":*
مَسْأَلَةٌ : وَيُسَجَّى الْمَيِّتُ بِثَوْبٍ وَيُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ مَا يَمْنَعُ انْتِفَاخَهُ -
{انظر كتاب المحلى بالآثار / كتاب الجنائز / صلاة الجنائز وحكم الموتى / مسألة يسجى الميت بثوب ويجعل على بطنه ما يمنع انتفاخه. للإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم}.
*📓💚• Imam Ibnu Hazm Adz Zhahiiri rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Muhalla Bi Al 'Atsaari ":*
Masalah : Dan mayyit dikafani dengan pakaian dan dijadikan sesuatu diatas perut mayyit yang bisa mencegah perutnya kembung.
{Lihat Kitab Al Muhalla Bilatsari / Kitabu Al Jana'izi / Shalatu Al Jana'izi Wa Hukmi Al Mauta. Karya Imam Ibnu Hazm Adz Dzahiriy}.
*6⃣• Tidak Termasuk Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.*
*☯🌴• قال العثيمين الوهابي في فتاويه :*
وأما وضع حديدة على بطن الميت فليس من السنة" انتهى
{انظر "مجموع الفتاوى" : ج ١٧ ص ٧٥. للعثيمين الوهابي}.
*☘📌• Tokoh Wahhabiy Al Utsaimin dalam Fatwanya :*
Menaruh besi diatas perut mayyit bukanlah termasuk tindakan Sunnah.
{Lihat Majmu' Al Fatawa : juz 17 hal 75. Karya Utsaimin Al Wahhabiy}.
*2⃣2⃣• 4 Wadah/Panci Kecil Yang Diberi Air Kemudian Masing Masing Ditaruh Disetiap Kaki Keranda matau Kaki Meja Tempat Menaruh Mayyit,* hikmahnya hewan semut dan hewan kecil lainnya tidak bisa merambat menggapai mayyit melalui kaki keranda atau meja tersebut.
*💾✏• قال الشيخ البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الروض المربع ":*
(ووَضْعُه على سَرِيرِ غُسْلِه)؛ لأنَّه يُبْعِدُ عَنه الهَوَامَّ.
{انظر كتاب الروض المربع للشيخ: منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📗✏• Imam Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ar Raudlu Al Murabbi' ":*
Dan meletakkan mayyit diatas ranjang tempat memandikannya, karena hal itu bisa menjauhkan mayyit dari gangguan binatang - binatang kecil yang merusak.
{Lihat Kitab Ar Raudlu Al Murabbi'. Karya Syaikh Al Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📿✍• قال الشيخ ابن قاسم الحنبلي (وهو عبد الرحمن بن محمد بن قاسم العاصمي الحنبلي النجدي، المتوفى: ١٣٩٢ هـ)، حفظه الله تعالى في كتابه " حاشية الروض المربع ":*
ويرتفع عن نداوة الأرض، لئلا يتغير بنداوتها، أو يحمي على فراش، فيتغير، فإن كانت الأرض صلبة، جاز جعله عليها، لزوال العلة وهو سرعة تغيره. لما تقدم، وتقدم أنه يوضع على ظهره مستلقيًا.
{انظر حاشية الروض المربع للشيخ: عبد الرحمن بن محمد ابن قاسم الحنبلي}.
*📕🖍• Berkata Syaikh Ibnu Qasim Al Hanbaliy hafidzohullaahu ta'ala dalam " Hasyiyyah Ar Raudlu Al Murabbi' :*
Dan meninggikan letak posisi mayyit jauh dari kelembaban tanah, supaya mayyit tidak berubah sebab kelembabannya, atau mayyit kepanasan diatas hamparan, lantas dia berubah, maka apabila kondisi tanah keras/padat, maka boleh meletakkan mayyit diatasnya, karena hilangnya sesuatu yang menyebabkan kerugian, yakni cepatnya perubahan mayyit, akibat perkara yang telah berlalu, dan usahakan si mayyit diletakkan berbaring diatas punggungnya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ibnu Qasim. Karya Syaikh Ibnu Qasim Al Hanbaliy}.
*2⃣3⃣. Keranda Mayat Atau Tempat Yang Tinggi* jikalau sudah menjadi kebiasaan memandikan mayyit diatasnya.
قال ابن شبة في تاريخ المدينة[ج ١ ص ١٠٨]:
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ قَالَ: حَدَّثَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ: حَدَّثَنِي يَزِيدُ قَالَ: " كَمِدَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَعْدَ وَفَاةِ أَبِيهَا سَبْعِينَ بَيْنَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَقَالَتْ:
*_(( إِنِّي لَأَسْتَحِي مِنْ جَلَالَةِ جِسْمِي إِذَا أُخْرِجْتُ عَلَى الرِّجَالِ غَدًا - وَكَانُوا يَحْمِلُونَ الرِّجَالَ كَمَا يَحْمِلُونَ النِّسَاءَ - فَقَالَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ، أَوْ أ ُمُّ سَلَمَةَ: إِنِّي رَأَيْتُ شَيْئًا يُصْنَعُ بِالْحَبَشَةِ، فَصَنَعَتِ النَّعْشَ، فَاتُّخِذَ بَعْدَ ذَلِكَ سُنَّةً ))._*
وروي: لما كانت جالسة رضي الله عنها مع أسماء بنت عميس رضي الله عنها، وكانت أسماء مسترسلة في حديثها لفاطمة وتقول:
كنا في الحبشة وحصل لنا كذا وكذا، وبينما هي كذلك إذ نظرت إلى فاطمة رضي الله عنها سارحة الذهن شاردة البال !!
فسألتها قائلة:
يا فاطمة مالي أحدثك فلا تسمعي إليّ ؟؟
فإذا بالغالية ترد وتلقي بالدرر التي لا يدركها إلا من اختصه الله بنفس تلك المشاعر
قالت :
عذراً يا أسماء لكني كنتُ أفكر !!
ما الذي تظنين أنه شغل فكرها ؟!!
هل هو الفستان الذي ستلبسه في إحدى المناسبات؟؟؟ أم تفكر بالتسريحة والمكياج ؟؟
قالت : يا أسماء إني أفكر في نفسي غداً إذا أنا مت !!!
والله إنّي لأستحي أن أخرج عند الرجال في وضح النهار ليس عليّ إلا الكفن !!!
سبحان الله تستحي وهي ميتة مكفنة في خمسة أثواب !!!
ما الذي سيظهر منها ؟؟ ومن الذين سيحملونها ؟؟ وهل هو موقف فيه أي نوع من أنواع الفتنة ؟؟
فهي ليست في سوق أو حديقة أو منتزه !!
بل في موقف حزن ..
فقالت لها أسماء : ألا أصنع لكِ شيئاً رأيته في الحبشة ..
نضع أعمدة على أركان النعش حتى يرتفع الغطاء على الأعمدة فلا يبين أي شيء ..
فردت فاطمة قائلة : اللهم استرها كما سترتني ..
لله درُّها تستحي وهي ميتة
{{ما قصة فاطمة مع أسماء بنت عميس المذكورة فقد ذكر معناها الحاكم في مستدركه ورواها بألفاظ قريبة البيهقي في سننه و أبو نعيم في الحلية وابن عبد البر في الاستيعاب ،وقال بعده : قال أبو عمر فاطمة رضي الله عنها أول من غطي نعشها من النساء في الإسلام على الصفة المذكورة في هذا الخبر ثم بعدها زينب بنت جحش رضي الله عنها صنع ذلك بها أيضا . وحسنها الجورقاني في "الأباطيل والمناكير والصحاح والمشاهير" ح449 والذهبي في "أحاديث مختارة" }}.
*i)• 🔵Asal Usul Keranda Mayat.*
Kisah Sayyidah Fatimah Azzahra radliyyAllahu 'anha
Suatu ketika Sayyidah Fatimah Azzahra putri tercinta Rasulullah ﷺ💙, berada di depan rumah beliau, tiba-tiba ada jenazah yang hendak di bawa kekuburan lewat di depan sayyidah Fatimah Azzahra. Saat itu Sayyidah Fatimah bersama Sayyidah Asma binti khumaisy yang biasa menemani dan menghibur Sayyidah Fatimah setelah kepergian Rasulullah ﷺ💞.
Tiba-tiba saat itu Sayyidah Fatimah menangis tersedu-sedu hingga membuat Sayyidah Asma panik lalu bertanya, “wahai putri Rasulullah, kenapa engkau menangis melihat jenazah itu? ada apa dengan jenazah itu?”
Sayyidah fathimah menjawab, "setiap orang yang mati akan dibungkus dengan kain kafan yang rapat lalu akan di bawa ke lokasi pemakaman dengan di panggul oleh orang-orang yang membawanya?”
(Dahulu sebelum adanya keranda mayat jika ada orang meninggal maka di saat di bawa ke kubur janazah di panggul di atas pundak orang-orang yang membawanya).
Sayyyidah Asma menjawab, “Tentu wahai putri Rasulullah ?”
Kemudian Sayyidah Fatimah melanjutkan, ”Dan akupun kelak akan di bawa kekubur seperti itu ?”
Sayyidah Asma menjawab “Benar wahai putri Rasulullah”.
Lalu Sayyidah Fatimah melanjutkan ”itulah yang menjadikan aku menangis, sungguh aku sangat malu jika nanti aku meninggal , kemudian di bungkus kain kafan dengan rapat lalu di angkat di atas punggung orang-orang yang membawaku kekubur, sementara orang yang mengiring janazahku akan melihatku, sungguh aku sangat malu karena saat itu mereka akan melihat lekuk-lekuk tubuhku”.
Mendengar ungkapan Sayyidah Fatimah ini Sayyidah Asma berkata ”wahai putri Rasulullah, disaat aku ke negeri Habasyah aku melihat janazah yang di bawa kekubur, janazah diletakkan di sebuah tempat yang di sebut keranda, aku pikir itu bisa menutupi pandangan orang dari melihat lekuk tubuh janazah yang dibawa”.
Mendengar cerita Sayyidah Asma ini tiba-tiba tangis Sayyidah Fatimah terhenti, dan wajah beliau berubah berseri-seri sambil berkata ”wahai Asma sungguh aku berwasiat, jika aku mati nanti tolong buatkan aku keranda mayat seperti yang engkau ceritakan agar lekuk tubuhku tidak terlihat saat di bawa kekuburan”. Dan benar setelah Sayyidah Fatimah meninggal, maka di buatlah keranda mayat untuknya.
{{Adapun kisah Sayyidatuna Fathimah bersama Sayyidatuna Asma' binti 'Umais yang telah disebutkan, bahwasannya maknanya Al Hakim telah menyebutkan dalam kitab mustadraknya, Al Baihaqiy juga meriwayatkan dalam kitab sunannya dengan lafadz - lafadz yang berdekatan, Abu Nu'aim dalam kitab Hilyahnya, dan Ibnu 'Abdil Barr dalam kitab Al Istii'ab, dan setelahnya ia berkata : berkata Abu 'Umar :
Sayyidatuna Fathimah radliyyAllahu 'anha adalah orang pertama dari kaum wanita dalam IyyAllahu anha, dikatakan: beliau adalah orang yang pertama kali dibawa dengan menggunakan keranda dari kalangan wanita muslimah.
Diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullah bahwa Fatimah binti Rasulullah ﷺ💜radliyyAllahu ’anha memberi wasiat agar dibuatkan (keranda) untuknya, dan mereka melaksanakannya. Jika (atsar) ini shahih, maka beliau (telah melaksanakan) beberapa tahun yang lalu sebelum Zainab. Sementara apa yang diceritakan oleh Al-Bandanaiji bahwa orang yang pertama kali membuat hal itu adalah jenazah Zainab binti Rasulullah ﷺ💘. Bahwa Rasulullah ﷺ💓 memerintahkan hal itu tidak benar dan tidak dikenal. Saya telah ingatkah (hal itu) agar tidak terperdaya.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al-Muhadzab : juz 5 hal 234. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وقال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُتْرَكَ فَوْقَ سَرِيرِ الْمَرْأَةِ شَيْءٌ مِنْ الْخَشَبِ أَوْ الْجَرِيدِ ، مِثْلُ الْقُبَّةِ ، يُتْرَكُ فَوْقَهُ ثَوْبٌ ؛ لِيَكُونَ أَسْتَرَ لَهَا . انتهى.
{انظر كتاب " المغني " : ج ٢ ص ٢١١. للإمام النووي الشافعي}.
*📘✒• Imam Ibnu QUdamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Mughniy " :*
Fashl : “Dan dianjurkan memakaikan diatas dipan wanita sesuatu dari kayu atau tikar. Seperti kubah, dibiarkan diatasnya ada baju agar lebih tertutup."
{Lihat Kitab Al-Mughniy : juz 2 hal 211. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*♻👌• وقال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " دقاىٔق أولي النهى ":*
" ويستحب ستر نعش المرأة بالمكبة " انتهى
{انظر كتاب "دقائق أولي النهى" : ج ١ ص ٣٦٩. للإمام البهوتي الحنبلى}.
*🌴🔴• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaaiq Uli An Nuha " mengatakan :*
“Dianjurkan menutupi keranda mayat dengan penutup.”
{Lihat Kitab Daqoiq Uli An Nuha : juz 1 hal 369. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
ونصوص هؤلاء العلماء باستحباب ستر نعش المرأة يدل على أن الرجل لا يستر ، بل يبقى مكشوفاً .
Dari nash-nash para ulama tadi menganjurkan menutupi (mayat) wanita. Hal itu menunjukkan bahwa lelaki tidak ditutupi, bahkan dibiarkan terbuka.
*ii)• 🌐 Cara Membawa Jenazah Hanya Laki Laki Yang Boleh Membawanya Haram Membawanya Dengan Berlari Dan Haram Ketika Membawanya Menyebabkan Jenazah Terjatuh.*
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
(فَرْعٌ) فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي كَيْفِيَّةِ حَمْلِ الْجِنَازَةِ * قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الْحَمْلَ بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ أَفْضَلُ مِنْ التَّرْبِيعِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ أَبُو ثَوْرٍ وَابْنُ الْمُغَلِّسِ الداوودى وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ وَالنَّخَعِيُّ وَالثَّوْرِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ واحمد واسحق التَّرْبِيعُ أَفْضَلُ وَقَالَ مَالِكٌ وَدَاوُد هُمَا سَوَاءٌ فِي الْفَضِيلَةِ.
(فَرْعٌ) قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ رَحِمَهُمُ اللَّهُ حَمْلُ الْجِنَازَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَلَا خِلَافَ فِيهِ
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَلَيْسَ فِي حَمْلِهَا دناءة وسقوط مروءة بل هو بر وَطَاعَةٌ وَإِكْرَامٌ لِلْمَيِّتِ وَفَعَلَهُ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ أَهْلِ الْفَضْلِ وَالْعِلْمِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
(فَرْعٌ) قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْأَصْحَابُ لَا يَحْمِلُ الْجِنَازَةَ إلَّا الرِّجَالُ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ ذَكَرًا أَوْ أُنْثَى وَلَا خِلَافَ فِي هَذَا لِأَنَّ النِّسَاءَ يَضْعُفْنَ عَنْ الْحَمْلِ وَرُبَّمَا انْكَشَفَ منهن شئ لَوْ حَمَلْنَ *
(فَرْعٌ) قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ يَحْرُمُ حَمْلُ الْجِنَازَةِ عَلَى هَيْئَةٍ مُزْرِيَةٍ كَحَمْلِهِ فِي قُفَّةٍ وَغِرَارَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَيَحْرُمُ حَمْلُهُ عَلَى هَيْئَةٍ يُخَافُ مِنْهَا سُقُوطُهُ.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٧٠ ، طپعة : دار الفكر - ببيروت / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابُ مَا يُفْعَلُ بِالْمَيِّتِ. للإمام النووي الشافعي}.
*♻🎙• Imam keadaaneNawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
*_Cabang) : Madzhab - madzhab para ulama' dalam masalah mengusung jenazah._*
Sesungguhnya kami telah menyebutkan bahwa *_mengusung jenazah diantar dua pilar itu lebih utama daripada tarbi'_* ( mengusungnya dengan posisi setiap pengusungnya masing - masing memanggul 4 ujung pilar keranda) dan pendapat ini juga dipegang oleh Abu Tsaur dan Ibnu Mughallis Ad Dawudiy. Dan berkata Imam Al Hasan Al Bashriy, An Nakha'i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah, Ahmad, dan Ìshaq, *_tarbi' yang lebih utama._* Imam Malik dan Imam Dawud berkata : *_keduanya sama dalam fadlilahnya._*
Cabang) : Imam Syafi'iy dan sahabat - sahabatnya rahahumullaahu berkata : mengusung jenazah adalah *FARDLU KIFAYAH* dan tidak ada perbedaan pendapat didalamnya.
Asy Syafi'iy dan para sahabatnya berkata : Dan bukanlah dalam mengusung jenazah itu merendahkan atau menjatuhkan kewibawaan, namun sebaliknya justru hal itu merupakan kebaikkan, ketaatan, dan memuliakan mayyit, dan telah melakukannya para sahabat, para tabi'in, dan orang - orang setelahnya dari kalangan ahli keutamaan dan ahli Ilmu. Wallahu a'lam.
Cabang) : Imam Syafi'iy dalam Al Umm dan sahabat - sahabatnya berkata :
Tidak boleh mengusung jenazah kecuali kaum laki-laki. Baik mayitnya adalah laki - laki ataupun perempuan. Dan tidak ada perbedaan pendapat dapat dalam hal ini. Karena para wanita tidak kuat mengusungnya, dan bisa saja tersingkap aurotnya ketika membawanya.
Cabang) : Sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah) rahimahumullahu berkata : *HARAM* mengusung jenazah dengan keadaan yang dihinakan seperti membawanya dalam keranjang/ember, kantong goni (terbuat dari rami), dan semacamnya. Dan *HARAM* membawanya dengan keadaan yang dikawatirkan akan jatuh jenazahnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 270, Cet. Dar Al Fikri / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
⤵ 4/VII
*2⃣0⃣• Sikat Gigi, Lap Gigi, atau kayu siwak untuk membersihkan gigi mayyit.*
Untuk gigi dan lubang hidung dibersihkan copot dulu gigi atau hidung palsu yang dilapisi emas atau semacamnya yang ada harganya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمِ بْنِ الْبَرِيدِ وَأَبُو سَعْدٍ الصَّغَانِيُّ عَنْ أَبِي الْأَشْهَبِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ :
أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💖 أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ بَدْرٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ عَنْ أَبِي الْأَشْهَبِ نَحْوَهُ ,
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ وَقَدْ رَوَى سَلْمُ بْنُ زَرِيرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ طَرَفَةَ نَحْوَ حَدِيثِ أَبِي الْأَشْهَبِ وَقَدْ رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهُمْ شَدُّوا أَسْنَانَهُمْ بِالذَّهَبِ وَفِي الْحَدِيثِ حُجَّةٌ لَهُمْ و قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ سَلْمُ بْنُ زَرِينٍ وَهُوَ وَهْمٌ وَزَرِيرٌ أَصَحُّ وَأَبُو سَعْدٍ الصَّغَانِيُّ اسْمُهُ مُحَمَّدُ بْنُ مُيَسِّرٍ.
{رواه الترمذي / ٢٢ - أبواب اللباس / باب ما جاء في شد الأسنان بالذهب / رقم الحديث : ١٧٧٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Mani' berkata, Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Hasyim bin Al Barid dan Abu Sa'd Ash Shaghani. Dari Abul Asy'hab. Dari 'Abdurrahman bin Tharafah. Dari Arfajah bin As'ad] ia berkata :
*"Saat terjadi perang Al Kulab pada masa Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah ﷺ💚 memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas."*
Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Hujr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Ar Rabi' bin Badr dan Muhammad bin Yazid Al Wasithi. Dari Abul Asyhab seperti hadits tersebut."
Abu Isa berkata : *"HADITS INI DERAJATNYA HASAN GHARIB,* kami hanya mengetahuinya dari hadits 'Abdurrahman bin Tharafah. Salm bin Zarir] juga meriwayatkan dari 'Abdurrahman bin Tharafah seperti hadits Abul Asyhab.
*Banyak di antara ulama' yang telah meriwayatkan bahwa mereka meperkokoh gigi mereka dengan emas. Mereka berhujah dengan hadits tersebut.*
'Abdurrahman bin Mahdi berkata : "nama Salm bin Razin masih meragukan, sementara (Salm bin) Razin lebih shahih. Abu Sa'd Ash Shaghani nama aslinya adalah Muhammad bin Muyassir."
{HR. Tirmidzi / 22 - Abwaabu Al Libaasi / Babu Fi Syuddi Al Asnaani Bidzdzahabi / No. 1770}.
*📓🔴• قال العلامة المباركفوري رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة الأحوذي شرح سنن الترمذي ":*
( فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ💘 أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ) وَبِهِ أَبَاحَ الْعُلَمَاءُ اتِّخَاذَ الْأَنْفِ مِنَ الذهب وكذا اربط الْأَسْنَانِ بِالذَّهَبِ .
{انظر كتاب تحفة الاحوذي شرح سنن الترمذي / ٢٢ - أبواب اللباس / باب ما جاء في شد الأسنان بالذهب / رقم الحديث : ١٧٧٠. للعلامة المباركفوري}.
*♻✒• Berkata Al Mubarakfuriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Tuhfatu Al Ahawadziy Syarhu Sunan Tirmidzi ":*
*(("Kemudian Rasulullah ﷺ💚 memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas))."*
Dan berdasarkan dengan hadits tersebut para ulama' memperbolehkan menyambung hidung dengan emas, begitu juga boleh membégêl/menyambung gigi dengan emas.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Ahwadziy Syarhu Sunan Tirmidzi / 22 - Abwaabu Al Libaasi / Babu Fi Syuddi Al Asnaani Bidzdzahabi / No. 1770. Karya Al 'Alamah Al Mubarakfuriy}.
*♻✍• قال السيد الشيخ حسن بن احمد بن محمد الكاف الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " التقريرات السديدة في المساىٔل المفيدة في فقه الشافعي ":*
حالات جواز لبس الذهب : ١. السن أي إذا قلعت إحدى أسنانه أو فسدت بحيث لا ينتفع يها فيجوز أن يضع مكانها سنا من ذهب.
{انظر كتاب التقريرات السديدة في المسائل المفيدة في فقه الشافعي : ج ١ ص ٣٥٧. السيد الشيخ حسن بن احمد بن محمد الكاف}.
*📓✒• Berkata Sayyid Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al Kaff hafidzohullaahu ta'ala dalam kitabnya " At Taqriiraatu As Sadiidah Fi Al Masaa'ili Al Mufiidati ":*
Hal hal yang *_diperbolehkan menggunakan emas, salah satu diantaranya adalah untuk menambal gigi / sebagai gigi palsu,_* artinya apabila ada gigi yang tanggal atau rusak sekira tidak bisa dipakai maka diperbolehkan menambalnya / menggantinya dengan gigi dari emas.
{Lihat Kitab At Taqrirotus Sadidah Fii Masaa'ili Al Mufidati : juz 1 hal 357. Karya Sayyid Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Asy Syafi'iy}.
Dan didalam keterangan dikitab Syarah Qawa'idul Fiqhiyyah " Al Fawaaid Al Janiyyah " bahwasannya memasang gigi palsu dari emas *HUKUMNYA BOLEH.*
*♻🌐• قال الشيخ أبو الفيض محمد ياسين بن عيسى الفاداني المكي الاندونيسي اصلا حفظه الله تعالى في كتابه " الفوائد الجنية حاشية المواهب السنية شرح الفرائد البهية في نظم القواعد الفقهية ":*
قوله (وكالشد) الى ان قال .... ويدخل في الشد شد السن وربطه بما فانه يحل وان قدر على غيرهما كما فعل عثمان وانس بن مالك رضي الله عنهما بالنسبة للذهب قيس به الفضة.
{انظر كتاب الفوائد الجنية حاشية المواهب السنية شرح الفرائد البهية في نظم القواعد الفقهية : ص ٢٦٢. المؤلف: أبو الفيض محمد ياسين بن عيسى الفاداني المكي}.
*📓✍• Berkata Syaikh Yasin Al Fadaniy Al Makkiy hafidzohullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fawaa'id Al Janniyyah Hasyiyyah Al Mawaahib As Saniyyah ":*
( Ucapan pengarang kitab : dan menguatkan ) sampai pada ucapan : Dan masuk dalam hal menguatkan yaitu menguatkan gigi dan menyambungnya dengan menggunakan emas atau perak. Sesungguhnya hal ini *HUKUMNYA ADALAH BOLEH*, sekalipun mampu untuk menggunakan selain emas dan perak. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sayyidina Ustman dan Sahabat Anas bin Malik semoga Allah meridhoi keduanya. Dan diqiyaskan dengan emas adalah perak."
{Lihat Kitab Fawaaid al-Janiyyah : hal 262. Karya Syaikh Yasin Al Fadaniy Al Makkiy}.
*🍒🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
ولكن يستحب أن يلف الغاسل خرقة على سبابته وإبهامه ويبلها بالماء ثم يمسح بها سنان الميت ولثته ومِنْخٙرٙيه فيقوم ذلك مقام المضمضة والاستنشاق وهذا متفق عليه بين الحنفية والحنابلة,
أما المالكية والشافعية ، فانظر مذهبيهما تحت الخط : ( المالكية والشافعية قالوا : يوضأ يمضمضة واستنشاق وأن تنظيف أسنانه ومنخريه بالخرقة مستحب ولا يغني عن المضمضة والاستنشاق )
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٧٩٥ / هل يوضأ الميت قبل غسله ؟ . للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*🌴🎙• Berkata Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Alåa Madzahibi Al Arba'ati ":*
Akan tetapi *DISUNNAHKAN* agar ghasil/orang yang memandikan mayyit memilin jari telunjuknya dan jempolnya dengan sobekan kain (gombal : jawa) dan membasahinya dengan air lantas mengusap gigi - gigi, gusi, dan lubang hidung mayyit dengannya, maka semua itu sudah mewakili posisi berkumur dan menyedot air hidung, dan ini telah disepakati diantara Pengikut Madzhab Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
Adapun Pengikut Madzhab Malikiy, dan Syafi'iy, maka lihatlah kedua madzhab mereka catatan dalam kurung dibawah : (Pengikut Madzhab Imam Malik dan Imam Syafi'iy, mereka mengatakan : Mayyit diwudlukan dengan berkumur dan menghisap air hidung, dan sesungguhnya membersihkan gigi - gigi mayyit, dan lubang hidungnya diperbolehkan, namun tidak bisa menggantikan posisi berkumur dan menghisap air hidung).
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Alåa Madzahibi Al Arba'ati : juz 1 hal 795 / Hal Yudlo'u Al Mayyitu Qabla Ghuslihi?. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
Pemahaman tentang tidak boleh mencabut gigi tersebut bila sudah bersedaging/bersatu adalah hasil dari conparison (perbandingan) dengan masalah budak yang melakukan penyambungan ujung jarinya dengan emas sehingga bersatu/bersedaging. Dimana bila seorang majikan ingin menjual budak tersebut, maka sah menjualnya dengan emas tanpa harus mencabut emas tersebut terlebih dahulu, karena ini tidak dikatagorikan dalam bab jual beli ribawy yang diharamkan oleh syar'i.
*🔴✒• قال الإمام الشرواني
فرع) لو اتخذ للرقيق نحو أنملة أو أنف فهل يدخل في بيعه وعلى الدخول هل يصح بيع ذلك الرقيق حينئذ بذهب أولا للربا ويتجه أن يقال أن التحم ذلك بحيث صار يخشى من نزعه محذور تيمم صار كالجزء منه فيدخل في بيعه ويصح بيعه حينئذ بالذهب لانه متمحض للتبعية غير مقصود بالنسبة لمنفعة الرقيق ... الى ان قال ...
فرع) آخر حكم ما اتصل بالرقيق مما ذكر في الطهارة أنه إن صار بحيث يخشى من نزعه محذور تيمم كفى غسله ولم يجب إيصال الماء إلى ما تحته من البدن ولا التيمم عما تحته وإلا فحكمه حكم الجبيرة هكذا ينبغي سم
{انظر حواشي الشرواني - الشرواني والعبادي - على تحفة المحتاج : ج ٣ - الصفحة ٢٧٥. للإمام الشرواني الشافعي}.
*📘🔵• Imam Abdul Hamid Syarwani Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya Hasyiah Syarwani 'Ala Tuhfatu Al Muhtaj :*
Cabang) apabila seorang hamba sahaya/budak yang melakukan penyambungan ujung jarinya atau hidungnya dengan emas sehingga bersatu/bersedaging. Dimana bila seorang majikan ingin menjual budak tersebut, maka apakah sah menjualnya dengan emas tanpa harus mencabut emas tersebut terlebih dahulu, karena ini tidak dikatagorikan dalam bab jual beli ribawy yang diharamkan oleh syar'i. Dan cenderung apabila dikatakan bahwasannya perpaduan hal tersebut sekiranya dari mencopotnya yang ditakutkan bisa menjadikan sebuah kekawatiran *MAKA DITAYAMMUMI* menjadi seperti organ tubuh darinya, maka dia masuk katagori dalam barang dagangannya *DAN SAH MEMPERJUAL BELIKANNYA* pada saat itu dengan bentuk emas, karena hal tersebut murni untuk perdagangan bukan dimaksudkan dengan nisbat/berhubungan untuk memanfaatkan budak, ... (sampai pada perkataannya) ...
Cabang lain) Hukum perkara yang berkenaan dengan hamba sahaya yang telah disebutkan dalam masalah bersuci hal tersebut apabila dia menjadi takut sekiranya mencopotnya, maka bertayammum, cukuplah menjadi pengganti basuhannya, tidak wajib mengalirkan air sampai pada bagian bawah tangan, tidak ada tayammum pada bagian dibawahnya, dan apabila tidak demikian maka hukumnya adalah seperti hukum membasuh perban, inilah yang yang sepantasnya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Asy Syarwaaniy ; juz 3 hal 275. Karya Imam Syarwaaniy Asy Syafi'iy}.
*🌴🔵• قال الإمام ابن حجر الهيثمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج على شرح المنهاج " :*
( وَإِلَّا ) بِأَنْ وَصَلَهُ بِنَجِسٍ مَعَ وُجُودِ طَاهِرٍ صَالِحٍ وَمِثْلُهُ مَا لَوْ وَصَلَهُ بِعَظْمِ آدَمِيٍّ مُحْتَرَمٍ مَعَ وُجُودِ نَجِسٍ أَوْ طَاهِرٍ صَالِحٍ ( وَجَبَ نَزْعُهُ إنْ لَمْ يَخَفْ ضَرَرًا ظَاهِرًا ) ، وَهُوَ مَا يُبِيحُ التَّيَمُّمَ وَإِنْ تَأَلَّمَ وَاسْتَتَرَ بِاللَّحْمِ فَإِنْ امْتَنَعَ أَجْبَرَهُ عَلَيْهِ الْإِمَامُ أَوْ نَائِبُهُ وُجُوبًا كَرَدِّ الْمَغْصُوبِ وَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ قَبْلَ نَزْعِ النَّجَسِ لِتَعَدِّيهِ بِحَمْلِهِ مَعَ سُهُولَةِ إزَالَتِهِ .
فَإِنْ خَافَ ذَلِكَ وَلَوْ نَحْوَ شَيْنٍ وَبُطْءِ بُرْءٍ لَمْ يَلْزَمْهُ نَزْعُهُ لِعُذْرِهِ بَلْ يَحْرُمُ كَمَا فِي الْأَنْوَارِ وَتَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ بِلَا إعَادَةٍ ( قِيلَ ) يَلْزَمُهُ نَزْعُهُ ( وَإِنْ خَافَ ) مُبِيحَ تَيَمُّمٍ لِتَعَدِّيهِ ( فَإِنْ مَاتَ ) مَنْ لَزِمَهُ النَّزْعُ قَبْلَهُ ( لَمْ يُنْزَعْ ) أَيْ لَمْ يَجِبْ نَزْعُهُ ( عَلَى الصَّحِيحِ ) لِأَنَّ فِيهِ هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ أَوْ لِسُقُوطِ الصَّلَاةِ الْمَأْمُورِ بِالنَّزْعِ لِأَجْلِهَا
قَالَ الرَّافِعِيُّ فَيَحْرُمُ عَلَى الْأَوَّلِ دُونَ الثَّانِي وَقَضِيَّةُ اقْتِصَارِ الْمَجْمُوعِ وَغَيْرِهِ عَلَيْهِ اعْتِمَادُ عَدَمِ الْحُرْمَةِ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٦ ص ٣٠٣، طبعة دار الفكر، سنة ١٩٩٧ مـ. للإمام ابن حجر الهيثمي الشافعي}.
*☘🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy, rahimahullaahu ta'ala didalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaj " mengatakan :*
(Jikalau tidak demikian) gambarannya seperti apabila menghubungkannya dengan najis yang bersamaan dengan adanya perkara suci yang bagus, dan perumpamaannya adalah apabila menyambungnya dengan tulang anak Adam yang dimuliakan bersamaan dengan najis atau perkara yang suci *MAKA WAJIB MENCOPOTYA APABILA TIDAK DITAKUTKAN BISA MEMBAHAYAKAN SECARA DZAHIR*, dan itu adalah perkara yang menjadi sebab diperbolehkannya tayammum, dan apabila bisa menjadi sakit atau sudah tertutup dengan daging (mendaging) jikalau dia mencegahnya maka wajib bagi Imam atau Penggantinya mengabarkan kepadanya seperti memugar perkara yang dighashab, dan tidak sah shalatnya sebelum mencopot najisnya karena melewati batas membawanya bersamaan dengan kemudahan untuk menghilangkannya.
Apabila takut dengan hal tersebut walaupun hanya semacam bercak dan sebesar biji gandum *MAKA TIDAK WAJIB MENCOPOTNYA* karena udzurnya, akan tetapi *HARAM* seperti dalam kitab " Al Anwar " *DAN SAH SHALATNYA BERSAMANYA DENGAN TANPA MENGULANGINYA* (dikatakan) *WAJIB MENCOPOTNYA* apabila khawatir maka diperbolehkan bertayammum karena bisa melebar akibatnya.
jika seseorang meninggal yang mana sebelumnya ia berkewajiban melepaskan (sesuatu), maka tidak wajib melepaskannya mengacu pada pendapat shahih karena dapat mengoyak kehormatannya (jenazah) atau karena gugurnya shalat yang diperintahkan dengan melepaskannya.
Imam Rafi'iy berkata : *HARAM* yang pertama bukan yang kedua karena qadliyyah kitab " Al Majmu' " dan yang lainnya yaitu berpegang pada tidak adanya kehormatannya.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj : juz 2 hal 136. Cet. Daar Al Fikri, Th. 1997. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وجاء في كتاب : مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج المؤلف: شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي, المتوفى: ٩٧٧ هـ) رحمه الله تعالى :*
( و ) إلا ( السن ) فإنه يجوز لمن قلعت سنه اتخاذ سن قياسا على الأنف وإن تعددت كما هو ظاهر كلامهم ويجوز أيضا شد السن به عند تحريكها . ولا زكاة فيما ذكر.
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ١ ص ٣٩١. للإمام خطيب الشربيني الشافعي}.
*📘👌• Tersebut dalam Kitab Mughniy Al Muhtaaj Ìla Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj karya Imam Khathib Asy Syarbiniy :*
(Dan) kecuali (gigi) Maka hal itu boleh bagi orang yang copot giginya untuk memakai gigi dari emas meskipun jumlahnya banyak, diqiyaskan juga pada hidung emas. Seperti dzahir perkataan mereka. Dan boleh juga mengokohkan gigi dengan emas ketika giginya bergoyang (ogèk : jawa). Dan tidak ada zakatnya sama sekali dalam perkara yang telah disebutkan.
{Lihat Kitab Mughniy Al Muhtaaj : juz 1 hal 391. Karya Imam Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
Sayid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha, I‘anatuth Thalibin, Haramain, Jilid 2, hal.115
ولا يقال إنه تضييع مال لانه تضييع لغرض، وهو إكرام الميت وتعظيمه، وتضييع المال وإتلافه لغرض جائز. م ر. سم
.
*🌴💜• قال الإمام الشرواني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الشرواني على تحفة المحتاج ":*
وٙلٙوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ.
فإن ابتلع مال نفسه فلا ينبش ولا يشق لاستهلاكه له حال حياته.
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ٢٢٤ / كتاب الجنائز / فصل في الدفن وما يتبعه. للإمام عبد الحميد الشرواني الشافعي}.
*🌐✍• Imam Abdul Hamid Syarwani Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala, dalam Kitabnya Hasyiah Syarwani 'Ala Tuhfatu Al Muhtaaj :*
Jika mayyit (sebelum matinya) menelan harta orang lain dan pemiliknya mencari/menuntut dan tidak ada yg menanggung dari ahli waris maupun orang lain ((seperti Imam Nawawiy telah menukilnya didalam Kitabnya " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " (Baha'uddin Al Maqdisiy Al Hanbaliy) dan itu merupakan pendapat yang mu'tamad/bisa dipegang))
Maka kuburannya digali dan perut mayit dibedah untuk diambil harta tersebut, jika yg ditelan milik sendiri maka tidak perlu digali untuk membedah perutnya krn harta tersebut akan rusak/hilang waktu ia masih hidup.
{Lihat Kitab Hasyiah syarwani 'Ala Tuhfatul Muhtaj : Juz 3 hal 224. Cet. Dar Al-Fikr, Th. 1997 M. Karya Imam Syarwaaniy Asy Syafi'iy}.
Bahkan bila orang yang memasang gigi palsu tersebut dengan dipasangi memakai gigi emas atau perak dan sampai ia meninggal belum dilepas maka apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayit, maka hukumnya haram dicabut. Dan apabila tidak, maka bila itu seorang laki – laki yang dewasa maka wajib dicabut, bila seorang wanita atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.
Imam Ramli Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya Al-Nihayah al-Muhtaj pernah menyinggung mengenai pakaian dari sutera yang hukum asalnya diharamkan bagi lelaki. Ia membolehkan laki-laki memakai sutera selama ada udzur tertentu, seperti menghindari gatal atau kutu. Namun, ketika meninggal dunia sutera itu harus dilepas karena faktor yang membolehkannya sudah tidak relevan lagi.
*♻🎙• قال الإمام الرملي الشافعي (وهو شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي، المتوفى: ١٠٠٤ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
وَلِهَذَا لَوْ لَبِسَ الرَّجُلُ حَرِيْرَا لِحِكَّةٍ أَوِ قُمْلِ مَثَلاً وَاسْتَمَرَّ السَّبَبُ الْمُبِيْحُ لَهُ ذَلِكَ إِلَى مَوْتِهِ حَرُمَ تَكْفِيْنُهُ فِيْهِ عَمَلاً بِعُمُوْمِ النَّهْيِ وَلِانْقِضَاءِ السَّبَبِ الَّذِيْ أُبِيْحَ لَهُ مِنْ أَجْلِهِ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٤٧. المؤلف: شمس الدين الرملي الشافعي. مصر - طبعة مصطفى الحلبي. سنة ١٣٥٧ هـ / ١٩٣٧ مـ}.
*☘🌐• Imam Syamsuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihayahatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj ":*
Oleh karenanya jika seseorang memakai kain sutera misalnya untuk menghindari gatal – gatal atau kutu, dan sebab yang memperbolehkan pemakaian sutera tersebut sampai menjelang ajalnya, maka haram mengkafani jenasahnya dengan kain sutera tersebut, berdasarkan larangan pemakaian sutera secara umum dan hadisnya sebab yang memperbolehkan dirinya memakai sutera.
{Lihat Kitab Nihayahatu Al-Muhtaj : juz 2 hal 447. Karya Imam Syamsuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Mesir - Cet. Musthafa al-Halabi, Th. 1357 H/1938 M}.
*💾🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى ، المتوفى: ١٠٥١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع على متن الاقناع ":*
(وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُدْخِلَ أُصْبُعَهُ السَّبَّابَةَ وَالْإِبْهَامَ عَلَيْهِمَا خِرْقَةٌ) صِيَانَةً لِلْيَدِ وَإِكْرَامًا لِلْمَيِّتِ (خَشِنَةً مَبْلُولَةً بِالْمَاءِ بَيْنَ شَفَتَيْهِ، فَيَمْسَحُ أَسْنَانَهُ وَ) فِي (مَنْخِرَيْهِ وَيُنَظِّفُهُمَا) لِإِزَالَةِ مَا عَلَى تِلْكَ الْأَعْضَاءِ مِنْ الْأَذَى (وَلَا يُدْخِلُهُ) أَيْ الْمَاءَ (فِيهِمَا) أَيْ الْفَمِ وَالْأَنْفِ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ إلَى جَوْفِهِ حَرَّكَ النَّجَاسَةَ.
{انظر كتاب كشاف القناع في متن الاقناع / فَصْلُ فِي غُسْلِ الْمَيِّتِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📿💜• Berkata Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyafu Al Qinaa' Fi Matni Al Iqnaa' ":*
Dan *DISUNNAHKAN* apabila ghasil memasukkan jari telunjuknya dan jempol, keduanya dengan dibalut sobekan kain (gombal : jawa). *```KARENA BERTUJUAN MENJAGA TANGAN DAN MEMULIAKAN MAYYIT.*```
Menjadikan kasar dan dibasahi dengan air diantara kedua bibir mayyit, lantas mengusap gigi - giginya, dan didalam dua lubang hidungnya, dan membersihkan keduanya untuk menghilangkan kotoran yang berada dianggota tubuh tersebut.
*DAN JANGAN MEMASUKKAN AIR KEDALAM HIDUNG DAN MULUT* karena ketika air masuk sampai kedalam perutnya maka akan menggerakkan najis (untuk keluar).
{Lihat Kitab Kasyafu Al Qinaa' Fi Matni Al Iqnaa' / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti Wa Ma Yata'laqu Bihi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*🌴📱• Lalu, bagaimana dengan kasus gigi emas?*
Permasalahan ini pernah disinggung dalam Muktamar ke-6 Nahdlatul Ulama yang digelar di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 12 Rabiuts Tsani 1350 H atau 27 Agustus 1931 M. *Menganalogikannya dengan pendapat Imam Ramli di atas, muktamirin memutuskan bahwa “apabila mencabut gigi emas tersebut menodai kehormatan mayat, maka hukumnya haram dicabut. Dan apabila tidak, maka bila itu seorang laki-laki yang dewasa maka wajib dicabut, bila seorang wanita atau anak kecil maka terserah kerelaan ahli warisnya.*
Dengan bahasa lain, wajib mencabutnya bila jenazah berjenis kelamin laki-laki dan pencabutan itu tidak menodai kehormatan jenazah. Mubah bila jenazah pemakai gigi emas tersebut berjenis kelamin perempuan atau anak kecil.
*📿✍• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية :*
يُسْتَحَبُّ أن يمسَحَ الغاسِلُ أسنانَ الميِّتِ ومِنْخَرَيه وينظِّفَهما، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفقهيَّةِ الأربعةِ: الحَنفيَّة ، والمالِكيَّة ، والشَّافعيَّة ، والحَنابِلَة.
الأدلَّة:
أولًا: من السُّنَّة
عن أمِّ عطيَّةَ نُسيبَةَ الأنصاريَّةِ رَضِيَ اللَّهُ عنها، أنَّ النبيَّ ﷺ💖 قال : لهنَّ في غُسلِ ابنتِه: ((ابدأْنَ بمَيَامِنِها ومواضعِ الوُضوءِ منها)).
ثانيًا: من أجل إزالَةِ ما يُكْرَه ريحُه أو رُؤْيَتُه.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية / المسألة الخامسة: مَسْحُ أسنانِ المَيِّت ومِنْخَريه وتنظيفُهما}.
*🌴💾• Tersebut dalam kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah :*
*DISUNNAHKAN* supaya ghasil (orang yang memandikan mayyit) mengusap gigi - gigi mayyit dan lubang hidungnya, dan ini berdasarkan kesepakatan madzhab yang empat : Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabillah.
Dalil - dalilnya :
(Pertama) : Dari Sunnah dari Ummi 'Athiyyah yang dinisbatkan kepada kaum Anshar radliyyAlahu 'anha : Bahwa Rasulullah ﷺ💖 bersabda kepada mereka (ketika hendak memandikan jenazah putrinya):
*_(("Mulailah dari sebelah kanannya dan (dahulukanlah) anggota wudlunya))._*
(Kedua) : Termasuk bertujuan menghilangkan aroma atau pandangan mata yang tidak menyenangkan.
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah / Al Mas'alah Al Khamisah : Madhu Asnaani Al Mayyiti Wa Minkharaihi Wa Tandzifuhuma}.
*⚓💾• قال الشيخ الحبيب العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي حفظه الله تعالى في كتابه " متن سفينة النجا في اصول الدين والفقه على مذهب الامام الشافعي نفعنا الله بعلومه ":*
فَصْلٌ
يُنْبَشُ الْمَيِّتُ لأَرْبَعِ خِصَالٍ:
1- لِلْغُسْلِ إذَا لَمْ يَتَغَيَّرْ.
2- لِتَوْجِيْهِهِ إِلَى الْقِبْلَةِ.
3- لِلْمَالِ إذَا دُفِنَ مَعَهُ.
4- لِلْمَرْأةِ إذَا دُفِنَ جَنِيْنُهَا مَعَهَا، وَأمْكَنَتْ حَيَاتُهُ.
{انظر كتاب متن سفينة النجاة : ص ٥٣. للشيخ الحبيب العالم الفاضل : سالم بن سمير الحضرمي. طبعة : دار المنهاج - بيروت. سنة : ٢٠٠٩ مـ}.
*💾🎙• Al Habib Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami Asy Syafi'iy dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan 4 (empat) hal yang bisa menjadi alasan sebuah kubur boleh dibuka lagi. Dalam kitab tersebut beliau menuturkan:*
“Mayit yang telah dikubur boleh digali kembali dengan empat alasan: 1). untuk memandikannya bila kondisinya masih belum berubah, 2). untuk menghadapkannya ke arah kiblat, 3). karena adanya harta yang ikut terkubur bersamanya, dan 4). bila si mayat seorang perempuan yang di dalam perutnya terdapat janin yang dimungkinkan hidup.”
{Lihat Kitab Safinatu An Najaa : hal 53. Karya Al Habib Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlramiy Asy Syafi'iy. Cet. Beirut: Darul Minhaj, th. 2009 M}.
*📿🎙• قال الشيخ النووي بن عمر البنتني الاندونيسي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " كاشفة السجا شرح سفينة النجا ":*
(فصل): فيما يوجب نبش الميت (ينبش الميت) أي يكشف القبر الذي فيه الميت (لأربع خصال) بل لأكثر من ذلك أحدها (للغسل) أي أو للتيمم فيجب نبشه تداركاً للطهر الواجب (إذا لم يتغير) أي ما لم ينتن بخلاف ما لو دفن بلا كفن أو في حرير فلا ينبش. (و) ثانيها: (لتوجيهه إلى القبلة) أي فيجب نبشه إذا لم يتغير أيضاً ليتوجه إلى القبلة قال الشوبري فرع: إذا دفن مستلقياً ووجهه للقبلة بأن كانت رجلاه إليها ونبش ما لم يتغير وهو المعتمد خلافاً لما في متن الروض وشرحه انتهى.
(و) ثالثها: (للمال إذا دفن معه) أي أو وقع فيه مال خاتم أو غيره فيجب نبشه وإن تغير لأخذه سواء أطلبه مالكه أم لا، ومثله ما لو دفن في مغصوب من أرض أو ثوب ووجد ما يدفن أو يكفن فيه الميت فيجب نبشه وإن تغير ليرد كل لصاحبه ما لم يرض ببقائه أي إذا طلب مالكه وإلا فلا، ولو بلع مالاً لنفسه ومات لم ينبش أو مال غيره وطلبه مالكه نبش وشق جوفه وأخرجه منه ورد لصاحبه إلا إذا ضمنه الورثة فلا يشق حينئذٍ على المعتمد، والفرق بين مسألة الابتلاع والوقوع أن الابتلاع في شقه هتك حرمة الميت ولا كذلك الوقوع.
(و) رابعها: (للمرأة إذا دفن جنينها معها وأمكنت حياته) بأن يكون له ستة أشهر فأكثر فيجب النبش تداركاً للواجب لأنه يجب شق جوفها قبل الدفن، فإن لم ترج حياته بقول القوابل حرم الشق لكن تخرج من القبر ويؤخر الدفن حتى يموت، ومن الغلط أن يقال يوضع نحو حجر على بطنها ليموت فإن فيه قتلاً للجنين، وينبش أيضاً إن لحق الأرض بعد الدفن سيل أو نداوة لينقل، وينبش أيضاً إذا احتيج لمشاهدته للتعليق على صفة فيه بأن قال: إن ولدت ذكراً أنت طالق طلقة أو أنثى فطلقتين فولدت ميتاً ودفن ولم يعلم أو لكون القائف وهو من يتبع الأثر يلحقه بأحد المتنازعين فيه، وينبش أيضاً الكافر إذا دفن بالحرم.
{انظر كتاب كاشفة السجا شرح سفينة النجا : ص ١٠٦. للشيخ النووي بن عمر البنتني الاندونيسي الشافعي}.
*💾✏• Apa yang disampaikan oleh Syekh Salim di atas kemudian dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Nawawi Banten dalam kitabnya " Kâsyifatus Sajâ " sebagai berikut secara ringkas :*
*`(Pertama),* mayat yang telah dikubur namun sebelumnya tidak dimandikan maka wajib hukumnya menggali kembali kuburan tersebut untuk kemudian diambil dan dimandikan mayatnya dengan catatan kondisi mayat masih belum berubah, belum berbau.
*(Kedua),* bila mayat yang telah dikubur ternyata tidak dihadapkan ke arah kiblat maka wajib hukumnya menggali kembali kuburan tersebut untuk kemudian si mayat di hadapkan ke arah kiblat. Ini juga dengan ctatan bila si mayat masih belum berubah kondisinya sebagaimana poin pertama.
*(Ketiga),* bila ada harta semisal cincin atau lainnya yang ikut terkubur bersama mayat maka wajib hukumnya membuka kembali kuburan untuk mengambil harta tersebut meskipun kondisi si mayat telah berubah, baik pemilik harta tersebut memintanya ataupun tidak.
Sepadan dengan itu adalah bila mayat dikubur di tanah atau dikafani dengan kain rampasan, sementara ada tanah dan kain yang bukan rampasan yang bisa digunakan untuk mengkafani dan mengubur si mayat, maka wajib hukumnya menggali kuburan tersebut meskipun kondisi mayat telah berubah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan tanah dan kain rampasan tersebut kepada pemiliknya bila sang pemilik tidak rela dan meminta untuk dikembalikan. Namun bila si pemilik rela dan tidak menuntut untuk dikembalikan maka kuburan tersebut tidak wajib digali kembali.
Bagaimana bila harta yang ikut terkubur itu sebelumnya ditelan oleh si mayat ketika masih hidup?
Bila harta tersebut milik pribadi si mayat maka kubur tidak harus digali lagi. Namun bila harta yang ditelan itu milik orang lain dan menuntut untuk dikembalikan maka kuburan mesti digali lagi, perut si mayat dibedah, dikeluarkan hartanya dan dikembalikan kepada si pemilik. Namun bila ahli waris mau menanggung untuk mengembalikan harta tersebut maka hal itu tidak perlu dilakukan, menurut pendapat yang mu’tamad.
*(Keempat),* seorang mayat perempuan yang sedang mengandung dan dimungkinkan janinnya hidup maka wajib menggali kembali kuburannya. Kemungkinan janin hidup ini bila usia kandungannya sudah mencapai enam bulan atau lebih. Bila sejak sebelum dikubur diketahui ada janin yang ada kemungkinan hidup maka wajib hukumnya membedah perut si mayat sebelum dikubur. Namun bila berdasarkan pendapat ahli tidak ada harapan hidupnya janin maka haram membedah perut si mayat.
{Lihat Kitab Kâsyifatus Sajâ : hal 415 - 417. Karya Syaikh Nawawiy Al Bantani Al Indonisiy Asy Syafi'iy. Cet: Dar Ibnu Hazm, th. 2011 M}.
Masih menurut Syekh Nawawi Banten bahwa sesungguhnya masih banyak alasan yang memperbolehkan kuburan dibuka kembali. Untuk itu kiranya tidak ada masalah bila di Indonesia seringkali mayat yang telah dikubur digali kembali kuburannya dengan alasan untuk kepentingan autopsi demi terkuaknya sebuah kasus hukum umpamanya.
*2⃣1⃣• Menyediakan Besi , Kaca Cermin, Pedang, Pisau, Cetakkan Tanah Liat, Atau Perkakas Lain Sejenisnya.*
Barang - barang tersebut disediakan untuk menindih perut mayyit agar tidak kembung atau membesar perutnya. Kesunnahannya menggunakan barang - barang ini berdasarkan riwayat hadits, atsar, dan kesepakatan ulama' Madzhab diantaranya :
أَنْبَأَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ ، إِجَازَةً ، أنبأ أَبُو الْوَلِيدِ ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُقْبَةَ ، ثنا أَبُو الْمُنِيبِ ، ثنا أَبُو خَالِدٍ الْمَدَنِيُّ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ آدَمَ ، قَالَ : مَاتَ مَوْلًى لأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عِنْدَ مَغِيبِ الشَّمْسِ ، فَقَالَ أَنَسٌ :
*" ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدَةً " ،*
وَيُذْكَرُ ، عَنِ الشَّعْبِيِّ : " أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ السَّيْفِ يُوضَعُ عَلَى بَطْنِ الْمَيِّتِ ، قَالَ :
*" إِنَّمَا يُوضَعُ ذَلِكَ مَخَافَةَ أَنْ يَنْتَفِخَ " .*
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ :
*" وَيَزْعُمُ بَعْضُ أَهْلِ التَّجْرِبَةِ أَنَّهُ يُسْرِعُ انْتِفَاخُهُ عَلَى الْوَطْإِ " .*
{رواه البيهقي في السنن الكبرى : ج ٣ ص ٣٨٥ / كِتَابُ الْجُمُعَةِ / بَابُ مَا يُسْتَحَبُّ مِنْ وَضْعِ شَيْءٍ عَلَى بَطْنِهِ ... / رقم الحديث: ٦١٠٤}.
Telah memberitakan kepadaku ; Abu 'Abdillah Al Hafidz. Secara Ìjazah. Telah memberitakan ; Abu Al Walid. Telah menceritakan kepada kami : Al Hasan bin Sufyan. Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Uqbah. Telah menceritakan kepada kami : Abu Al Munib. Telah menceritakan kepada kami : Abu Khalid Al Madaniy. Dari 'Abdillah bin Adam , dia berkata : Telah meninggal bekas budak Anas bin Malik ketika matahari tenggelam, maka Anas berkata :
*"Kalian taruhlah besi diatas perutnya*
Dan disebutkan dari Asy Sya'biy, ia ditanya dari masalah pedang yang ditaruh diatas perut mayyit? Ia menjawab :
*Semestinya hal tersebut ditaruh, karena khawatir perut mayyit akan membesar/kembung.*
Asy Syafi'iy rahimahullahu berkata :
*Sebagian Ahli Pembuktian mereka memprediksikan hal tersebut bisa cepat menghilangkan kembungnya dengan mudah.*
{HR. Baihaqiy dalam Kitabnya As Sunan Al Kubra : juz 3 hal 385 / Kitabu Aljum'ati / Babu Ma Yustahabbu Min Wadl'i Syai'in 'Alaa Bathnihi / No. 6104}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ:
*" كَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُوضَعَ السَّيْفُ عَلَى بَطْنِ الْمَيِّتِ ".*
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف : ج ٣ ص ٢٤١ / ١٢ - في الميت يُوضَعُ عَلَى بَطْنِهِ الشَّيءُ / رقم الحديث : ١٠٩٩٧}.
Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Yaman. Dari Sufyan. Dari Jabir. Dari 'Aamir, ia berkata :
*"Adalah disunnahkan apabila menaruh pedang diatas perut mayyit."*
{HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al Mushannaf : juz 3 hal 241 / 12 - Fi Al Mayyiti Yudlo'u 'Alaa Bathnihi Asy Syai'u / No. 10997}.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شُعَيْبٍ ، ثنا خَالِدُ بْنُ خِدَاشٍ ، ثنا حَفْصُ بْنُ النَّصْرِ السُّلَمِيُّ ، عَنْ أُمِّهِ بِنْتِ مُحَمَّدِ بْنِ عِمْرَانَ ، عَنْ أُمِّهَا مَرْيَمَ بِنْتِ فَرْوَةَ :
أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ ، لَمَّا حَضَرَهُ الْوَفَاةُ ، قَالَ :
" إِذَا أَنَا مُتُّ فَشُدُّوا عَلَى بَطْنِي عِمَامَةً ، وَإِذَا رَجَعْتُمْ فَانْحَرُوا وَأَطْعِمُوا " ،
قَالَ خَالِدٌ : ثُمَّ قَالَ لِي حَفْصٌ :
" لَيْسَ كَمَا يَصْنَعُ بَنِيكَ أَهْلُ آلِ الْمُهَلَّبِ وَثَقِيفٍ " .
{رواه الطبراني في كتابه المعجم الكبير / بَابُ التَّاءِ / مَنِ اسْمُهُ عَفِيفٌ / عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ يُكْنَى أَبَا نُجَيْدٍ / وَمِنْ أَخْبَارِهِ وَذِكْرِ نِسْبَتِهِ / رقم الحديث: ١٤٦٤٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Aliy bin Syu'aib. Telah menceritakan kepada kami : Khalid bin Khidasy. Telah menceritakan kepada kami : Hafsh bin Nashr As Sulamiy. Dari Ibunya putri Muhammad bin Ìmraan. Dari Ìbunya Maryam binti Farwah :
Bahwasanya ketika Ìmran bin Hushain mendekati ajalnya, beliau berkata ;
*" Ketika aku mati maka kalian ikatkan surban pada perutku, dan ketika kalian kembali maka kalian menyembelihlah dan kalian berikanlah makanan,*
Khalid berkata : lalu Hafsh berkata kepadaku : Tidak seperti Ahli keluarga Muhallib dan Ysaqiif membuatkan makanan kepada anak - anakmu.
{HR. Thabaraniy dalam Mu'jam Al Kabir / Ban Ta' / Man Ismuhu 'Afiif / No. 14640. Dan Haitsamiy dalam Majma' Az Zawaaid}.
*1⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Kaca, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*♻🌐• وقال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار ":*
ويُوضٙعُ على بطنه سيْفٌ أو حدِيدٌ لِئٙلاّٙ يٙنْتٙفٙخُ ،
{انظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي. طبعة دار الكتب العلمية. سنة النشر: ١٤١٢ هـ/ ١٩٩٢ مـ}.
*🌴🎙• Berkata Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy dalam kitabnya " Raadu Al Muhtar 'Ala Ar Raddi Al Mukhtar ":*
Dan ditaruh diatas perut mayyit pedang atau besi agar supaya perut mayyit tidak kembung.
{Lihat Kitab Raadu Al Muhtar 'Ala Ar Raddi Al Mukhtar / Kitabu Ash Shalati / Babu Shalati Al Janazati. Karya Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*📓👌• قال الإمام ابن نُجٙيْم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
ويوضع على بطنه سيف لئلا ينتفخ ويقرأ عنده القرآن إلى أن يرفع ا هـ .
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / كتاب الجنائز / ما يصنع بالمحتضر. للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي. طبعة دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة}.
*📘✒• Berkata Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq ":*
Ditaruh (dibebankan) diatas perut mayyit pedang supaya perutnya tidak kembung, dan dibacakan Al Qur'an disekitarnya sampai dia diangkat (untuk dikuburkan).
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yashna'u Bilmuhtadlori. Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Kaca, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Malik.*
*📗📌• قال الإمام الحٙطٙاب المالكي (وهو شمس الدين أبو عبد الله محمد بن محمد بن عبد الرحمن الطرابلسي المغربي، المعروف بالحطاب الرُّعيني المالكي، المتوفى: ٩٥٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر خليل ":*
تُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدَةٌ ، أَوْ سِكِّينٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَطِينًا مَبْلُولًا طَاهِرًا لِئَلَّا يَعْلُوَ فُؤَادُهُ فَيُخْشَى أَنْ يَنْفَجِرَ قَبْلَ حُلُولِهِ فِي قَبْرِهِ انْتَهَى .
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل : ج ٣ ص ٢٥ / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع كيفية الغسل. للإمام الحٙطٙاب المالكي}.
*☘🔴• Berkata Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Asy Syaikh Al Khalil ":*
Besi atau pisau dijadikan beban diatas perut mayyit, jikalau tidak menemukan maka bisa dengan tanah liat basah yang suci supaya hatinya tidak naik kemudian ditakutkan jikalau hati mayyit akan meledak sebelum selesai memasukkannya kedalam kubur.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Asy Syaikh Al Khalil : juz 3 hal 25 / Kitabu Al Jana'izi / Masaa'il Muta'aliqah Bilghusli Waddafni Washshalat / Far'u Kaifiyyatu Al Ghusli. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*📒☘• قال الإمام الدسوقي المالكي (وهو محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي) رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على الشرح الكبير ":*
( ووضع ) شيء ( ثقيل ) كسيف أو حديدة أو حجر ( على بطنه ) خوف انتفاخه فإن لم يمكن فطين مبلول ( وإسراع تجهيزه ) ودفنه خيفة تغيره ( إلا الغرق ) ونحوه كالصعق ومن مات فجأة أو تحت هدم أو بمرض السكتة فلا يندب الإسراع بل يجب تأخيرهم حتى يتحقق موتهم ولو يومين أو ثلاثة لاحتمال حياتهم .
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٥ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / المندوبات المتعلقة بالمحتضر والميت. للإمام ابن عرفة الدسوقى المالكي}.
*♻✒• Berkata Imam Ibnu Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir ":*
Dan ditaruh sesuatu yang berat seperti pedang, besi, atau batu diatas perut mayyit karena takut kembung perutnya, apabila tidak mungkin maka bisa menaruh tanah liat yang basah.
Dan cepat Mengurus dan menguburkannya karena ditakutkan mayyit berubah/rusak kecuali mayyit yang mati tenggelam dan semacamnya seperti mati karena terbentur dan orang yang mati secara mendadak atau mati dibawah reruntuhan atau mati atau karena sakit menahun, maka *TIDAK DISUNNAHKAN* mempercepatnya sebaliknya *WAJIB* mengakhirkannya sampai benar - benar nyata kematian mereka walaupun bersèlang dua hari atau tiga hari karena masih bisa dimungkinkan adanya tanda - tanda kehidupan mereka.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 415 / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaami Al Mauta / Al Mandubaatu Al Muta'alliqatu Bilmuhtadlori Walmayyiti. Karya Imam Ibnu 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*♻🔴• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
وَيَضَعُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْئًا مِنْ طِينٍ أَوْ لَبِنَةٍ أَوْ حَدِيدَةٍ ؛ سَيْفٍ أَوْ غَيْرِهِ , فَإِنَّ بَعْضَ أَهْلِ التَّجْرِبَةِ يَزْعُمُونَ أَنَّ ذَلِكَ يَمْنَعُ بَطْنَهُ أَنْ تَرْبُوَ ,
{انظر كتاب الأم / كتاب الجنائز / غسل الميت. للامام محمد بن إدريس الشافعي}.
*📓🔵• Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Umm ":*
Dan ditaruh diatas perut mayyit sesuatu yang terbuat dari tanah liat atau batu bata merah atau besi atau pedang atau selainnya, karena sesungguhnya sebagian Ahli Tajriyyah (banyak melakukan eksperimen/percobaan) mereka memprediksikan bahwasannya hal tersebut bisa mencegah perut mayyit bertambah besar/kembung,
{Lihat Kitab Al Umm / Kitabu Al Janaa'izi / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy}.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
ويجعل على بطنه حديدة ، لما روي أن مولى أنس مات فقال رضي الله عنه " ضعوا على بطنه حديدة " لأنه يٙنْتٙفِخُ ، فإن لم يمكن حديدة جعل عليه طين رطب ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ١ ص ٢٣٥ / كتاب الجنائز / تغميض عيني الميت. للإمام النووي الشافعي}.
*📕🎤• Berkata Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhi Al Muhadzab ":*
Dan menjadikan besi diatas perut mayyit, berdasarkan riwayat hadits, yang diriwayatkan : bahwasannya bekas budak Anas meninggal, lantas beliau (Anas) berkata : " Kalian taruhlah besi diatas perutnya." Karena hal tersebut bisa membuat perut mayyit membesar/kembung, apabila menaruh besi tidak dimungkinkan, maka jadikanlah gumpalan tanah liat diatas perutnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab / Kitabu Al Jana'izi / Taghmiidlu 'Ainiyi Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🌴🌐• قال الإمام العمراني اليمني الشافعي (وهو أبو الحسين يحيى بن أبي الخير بن سالم العمراني اليمني الشافعي، المتوفى: ٥٥٨ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " البيان في مذهب الإمام الشافعي ":*
السابع: أن يثقل بطنه بحديدة، أو طين رطب؛ لما روي: أن مولى لأنس مات، فقال أنس: (ضعوا على بطنه حديدة؛ لئلا ينتفخ) .
{انظر كتاب البيان في مذهب الإمام الشافعي : ج ٣ ص ١٣ / كتاب الجنائز / باب ما يفعل بالميت / [مسألة: ما يسن فعله بالميت]. للإمام العمراني اليمني الشافعي}.
*📘🎙• Imam Ìmraaniy Al Yamaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bayaan ":*
Ketujuh : Sunnah apabila membebani perut mayyit dengan besi atau tanah liat yang basah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan : Sesungguhnya bekas budak Sahabat Anas meninggal, lantas Anas berkata : ((kalian bebanilah perutnya dengan besi supaya tidak kembung))
{Lihat Kitab Al Bayaan : juz 3 hal 13 / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti / Mas'alah : Ma Yusannu Fi'luhu Bilmayyiti. Karya Imam Ìmraaniy Al Yamaniy Asy Syafi'iy}.
*♻✒• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي (وهو أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وٙأٙن تٙقْديْمٙ الْحٙديدِ لكونِه أبلٙغٙ في دفْعِ النّٙفْخِ لِسِرٍّ فيه ويُكْرٙه وٙضعُ المُصحفِ قال الأذرعي والتحريم محتمل ا هـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ١ ص ٣٩٥ / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي}.
*🌴🔵• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " :*
Dan sesungguhnya mendahulukan besi karena adanya lebih maximal untuk menolak penggembungan perut mayyit karena ada kerahasiaan didalamnya. Dan *MAKRUH* menaruh mushaf Al Qur'an diatas perut mayyit, Al Adzra'i berkata : dan *KEHARAMANNYA* itu mungkin saja terjadi.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 1 hal 395 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}
*🌴🌐• قال الإمام الرملي الشافعي (وهو شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي، المتوفى: ١٠٠٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(وَوُضِعَ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ ثَقِيلٌ) بِأَنْ يُوضَعَ فَوْقَ الثَّوْبِ كَمَا اُعْتِيدَ، أَوْ تَحْتَهُ من حديد كسيف ومرآة وسكين بطول الميت ، ثم طين رطب ، ثم ما تيسر لئلا ينتفخ ،
وقدره أبو حامد بعشرين درهما : أي تقريبا ((فعشرون درهم تساوي بالوزن (١٦/٢٩) جراماً))
قال الأذرعي : وكأنه أقل ما يوضع وإلا فالسيف يزيد على ذلك ، ويظهر أن الترتيب بين الحديد وما بعده للأكمل لا لأصل السنة ، ويسن صون المصحف عنه احتراما له وألحق به الإسنوي كتب العلم المحترم .
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج / كتاب الجنائز / آداب المحتضر. للإمام الرملي الشافعي}.
*📓✍• Imam Ramliy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìla Syarhi Al Minhaaj ":*
Dan menaruh diatas perutnya sesuatu yang berat diatas pakaiannya seperti pakaian yang telah dilipat, atau dibawahnya dari semacam besi seperti pedang, kaca, dan pisau yang ukuran panjangnya selebar tubuh mayyit, kemudian jika tidak ditemukan bisa memakai cetakan tanah liat yang basah, kemudian jikalau tidak diketemukan lagi bisa memakai suatu benda yang mudah didapat supaya perut mayyit tidak kembung.
Dan Imam Abu Hamid (Al Ghazaliy) mengukur berat bendanya seberat 20 dirham (setara dengan 16 atau 29 gram) perkiraannya.
Al Adzra'i berkata : dan perkiraannya lebih ringan dari apa yang ditaruh apabila tidak demikian maka pedang sudah melebihinya. Dan jelas bahwa urutan diantara pedang dan setelahnya bertujuan untuk kesempurnaan bukan karena asal kesunnahannya. Dan *DISUNNAHKAN* menjaga mushaf jauh dari mayyit karena untuk memuliakannya dan Imam Isnawiy menyamakan (dalam hal memuliakannya) pada kitab - kitab (lain) yang dimuliakan.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj / Kitabu Al Jana'izi / Adaabu Al Muhtadlor. Karya Imam Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*♻📌• قال الإمام الماوردي الشافعي (وهو أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
وَالسَّابِعُ : أَنْ يُوضَعَ عَلَى بَطْنِهِ سَيْفٌ أَوْ حَدِيدَةٌ أَوْ طِينٌ مَبْلُولٌ ؛ لِأَنْ لَا يَرْبُوَ فَيُنْفَخَ بَطْنُهُ فَيُقَبَّحَ .
{انظر كتاب الحاوي الكبير / كتاب الجنائز / فصل القول في عيادة المريض وثوابها. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*📘🔴• Imam Al Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir ":*
Dan yang ketujuh : Agar menaruh diatas perut mayyit pedang, besi, atau cetakkan tanah liat yang basah, supaya perutnya tidak bertambah besar, lalu menjadi kembung, lantas memburuk.
{Lihat Kitab Al Hawi Al Kabir / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Al Qaulu Fi 'Ìyaadati Al Mariidli Wa Tsawabiha. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*♻📌• قال الإمام النووي الشافعي (وهو أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي) رحمه الله تعالى في كتابه " روضة الطالبين وعمدة المتقين ":*
، وَيُوضَعُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ ثَقِيلٌ ، كَسَيْفٍ ، أَوْ مِرْآةٍ ، أَوْ نَحْوِهِمَا .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين / كتاب الجنائز / فصل في ذكر الموت وآداب المحتضر. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📘🔴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqin ":*
Dan Sunnah menaruh diatas perut mayyit sesuatu yang berat seperti pedang, kaca, atau semacam keduanya.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqin / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Dzikri Al Mauti Wa Adaabi Al Mukhtadlori. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📒🔴• قال الإمام زكريا بن محمد بن أحمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي المتوفى: ٩٢٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " الغرر البهية في شرح البهجة الوردية " :*
(وَبَطْنُهُ بِنَحْوِ سَيْفٍ) مِنْ أَنْوَاعِ الْحَدِيدِ كَسِكِّينٍ وَمِرْآةٍ (ثُقِّلَا) نَدْبًا، ثُمَّ بِطِينٍ رَطْبٍ ثُمَّ بِمَا تَيَسَّرَ؛ لِئَلَّا يَنْتَفِخَ
{انظر كتاب الغرر البهية في شرح البهجة الوردية : ج ٢ ص ٨١. للإمام زكريا الانصاري الشافعي}.
*🌴🎤• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala " Al Ghararu Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah ":*
Dan perutnya dibebani dengan semacam pedang dari berbagai macam besi, seperti pisau dan kaca guna untuk memperberat secara Sunnah, kemudian jikalau tidak ditemukan bisa dengan cetakan tanah liat yang basah, dan jikalau tidak ditemukan bisa dengan sesuatu yang gampang didapat supaya perut mayyit tidak kembung.
{Lihat Kitab Al Ghararu Al Bahiyyah Fi Syarhi Al Bahjah Al Wardiyyah. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Ahmad.*
*💾✍• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَيُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ شَيْءٌ مِنْ الْحَدِيدِ ، كَمِرْآةٍ أَوْ غَيْرِهَا ؛ لِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ،
{انظر المغني : ج ٢ ص ٣٣٦ / كتاب الجنائز / مسألة التوجيه إلى القبلة للمريض مرض الموت. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📿🎤• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Mughniy ":*
Dan menjadikan sesuatu dari besi diatas perut mayyit, seperti kaca atau yang lainnya, supaya perut mayyit tidak membesar atau kembung.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 336 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alatu At Taujiihi Ìlaa Al Qiblata Lilmariidli Maradlo Al Mauta. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📓✍• قال الإمام أبو إسحاق برهان الدين بن محمد بن عبد الله الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المبدع في شرح المقنع ":*
( وَجَعَلَ عَلَى بَطْنِهِ مِرْآةً ) بِكَسْرِ الْمِيمِ الَّتِي يَنْظُرُ فِيهَا ( أَوْ نَحْوَهَا ) مِنْ حَدِيدٍ أَوْ طِينٍ لِقَوْلِ أَنَسٍ : ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ شَيْئًا مِنْ حَدِيدٍ . وَلِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ،
قَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : وَهَذَا لَا يُتَصَوَّرُ إِلَّا وَهُوَ عَلَى ظَهْرِهِ ( وَوَضَعَهُ عَلَى سَرِيرِ غُسْلِهِ ) لِأَنَّهُ يَبْعُدُ عَنِ الْهَوَامِّ ، وَيَرْتَفِعُ عَنْ نَدَاوَةِ الْأَرْضِ ( مُتَوَجِّهًا ) إِلَى الْقِبْلَةِ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ ، وَقِيلَ : عَلَى ظَهْرِهِ ( مُنْحَدِرًا نَحْوَ رِجْلَيْهِ ) أَيْ : يَكُونُ رَأْسُهُ أَعْلَى مِنْ رِجْلَيْهِ ، لِيَنْصَبَّ عَنْهُ مَاءُ الْغُسْلِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهُ .
{انظر كتاب المبدع في شرح المقنع / كتاب الجنائز / ما يسن فعله إذا نزل به الموت. للإمام أبو إسحاق برهان الدين بن محمد بن عبد الله الحنبلي}.
*♻👌• Berkata Imam Abu Ishaq Burhanuddin Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mubdi' 'Ala Syarhi Al Muqni' :*
Dan menjadikan kaca (untuk bercermin) diatas perut mayyit atau semacamnya dari jenis besi atau tanah liat, berdasarkan ucapan Sahabat Anas : Kalian letakkanlah sesuatu dari besi diatas perutnya (bekas budak Anas), supaya perutnya tidak kembung.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya dan diletakkan diatas meja tempat memandikannya karena hal tersebut bisa menjauhkannya dari hewan - hewan kecil yang merusak, dan mengangkatnya dari bahaya kelembaban tanah, menghadap kiblat tidur miring menindih lambung kanannya, dikatakan : diatas punggungnya, condong kebelakang sejajar kakinya artinya posisi kepala lebih tinggi dibandingkan kedua kakinya, karena untuk menumpahkan/mengalirkan air bekas memandikan mayyit dan sesuatu yang keluar dari dalam jasadnya.
{Lihat Kitab Al Mubdi' 'Ala Syarhi Al Muqni' / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yusannu Fi'luhu Ìdzaa Nazala Al Mautu. Karya Imam Abu Ìshaq Burhanuddin Al Hanbaliy}.
*📒🎙• قال الإمام المرداوي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل ":*
قَوْلُهُ وَجَعَلَ على بَطْنِهِ مِرْآةً أو نَحْوَهَا.
يَعْنِي من الْحَدِيدِ أو الطين وَنَحْوِهِ قال ابن عَقِيلٍ هذا لَا يُتَصَوَّرُ إلَّا وهو على ظَهْرِهِ قال فَيُجْعَلُ تَحْتَ رَأْسِهِ شَيْءٌ عَالٍ لِيُجْعَلَ مُسْتَقْبِلًا بِوَجْهِهِ الْقِبْلَةَ.
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل/ كتاب الصلاة / كتاب الجنائز. للإمام علي بن سليمان بن أحمد المرداوي الحنبلي}.
*📓🌐• Imam Murdawiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf ":*
Ungkapannya : Dan menjadikan diatas perut mayyit cermin dan semisalnya, yaitu dari jenis besi, cetakkan tanah liat, dan semacamnya.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : dan meletakkan dibawah kepalanya sesuatu yang tinggi, agar mayyit dihadapkan wajahnya kekiblat.
{Lihat Kitab Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf / Kitabu Ash Shalati / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Murdawiy Al Hanbaliy}.
*📘✒• قال الإمام محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الفروع ":*
ويجعل على بطنه حديدة أو طينا ونحوه قال ابن عقيل : وهذا لا يتصور إلا وهو على ظهره ، قال : فيجعل تحت رأسه شيء عال ليحصل مستقبلا بوجهه القبلة .
{انظر كتاب الفروع / كتاب الجنائز / فصل ما يفعل بالمحتضر. للإمام محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي}.
*🌴🔵• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Furuu' ":*
Dan menjadikan diatas perut mayyit besi atau cetakkan tanah liat, dan semacamnya.
Ibnu 'Aqil berkata : Dan ini tidak digambarkan kecuali dia berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : dan meletakkan dibawah kepalanya sesuatu yang tinggi, agar bisa menghadapkan mayyit kekiblat.
{Lihat Kitab Al Furuu' / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ma Yuf'alu Bilmuhtadlori. Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*📗📌• جاء في كتاب : شرح منتهى الإرادات المؤلف : منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى :*
( وَ ) يُسَنُّ ( وَضْعُ حَدِيدَةٍ ) كَمِرْآةٍ وَسَيْفٍ وَسِكِّينٍ ( أَوْ نَحْوِهَا ) كَقِطْعَةِ طِينٍ ( عَلَى بَطْنِهِ ) لِمَا رَوَى الْبَيْهَقِيُّ : " أَنَّهُ مَاتَ مَوْلًى لِأَنَسٍ عِنْدَ مَغِيبِ الشَّمْسِ ، فَقَالَ أَنَسٌ : ضَعُوا عَلَى بَطْنِهِ حَدِيدًا " لِئَلَّا يَنْتَفِخَ بَطْنُهُ ، وَقَدَّرَ بَعْضُهُمْ وَزْنَهُ بِنَحْوِ عِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُصَانُ عَنْهُ مُصْحَفٌ وَكُتُبُ فِقْهٍ وَحَدِيثٍ وَعِلْمٍ نَافِعٍ .
{انظر كتاب : شرح منتهى الإرادات
المؤلف : منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي}.
*📘✍• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " :*
Dan *DISUNNAHKAN* menaruh besi seperti cermin, pedang, pisau, atau semacamnya, seperti sepotong tanah liat diatas perutnya. Berdasarkan hadits riwayat Baihaqiy : Bekas budak Sahabat Anas meninggal ketika matahari terbenam, maka Anas berkata : Kalian letakkanlah besi diatas perutnya supaya tidak kembung, dan sebagian dari mereka memperkirakan beratnya setara dengan 20 dirham, dan dijaga jauh darinya mushaf Al Qur'an, kitab - kitab fiqih, kitab - kitab hadits, dan ilmu yang bermanfaat.
{Lihat Kitab Syarhu Muntaha Al Ìradaat. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*☘🎙• وقال ايضا الإمام منصور بن يونس بن إدريس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه الاخر " الروض المربع " :*
(ووَضْعُ حَدِيدَةٍ) أو نَحْوِهَا (على بَطْنِه)؛ لقَوْلِ أَنَسٍ: ضَعُوا عَلَى بَطْنِه شَيْئاً مِن حَدِيدٍ؛ لئَلاَّ يَنْتَفِخَ بَطْنُه.
{انظر كتاب الروض المربع للشيخ: منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📘✍• Berkata lagi Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " :*
Dan menaruh besi atau semacamnya
Berdasarkan ucapan Sahabat Anas : Kalian letakkanlah sesuatu dari besi diatas perutnya (mayyit bekas budak Anas), supaya perutnya tidak kembung.
{Lihat Kitab Ar Raudl Al Murabbi'. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Madzhab Imam Dawud Adz Dzahiriy.*
*♻✒• قال الإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المُحلّى بالآثار ":*
مَسْأَلَةٌ : وَيُسَجَّى الْمَيِّتُ بِثَوْبٍ وَيُجْعَلُ عَلَى بَطْنِهِ مَا يَمْنَعُ انْتِفَاخَهُ -
{انظر كتاب المحلى بالآثار / كتاب الجنائز / صلاة الجنائز وحكم الموتى / مسألة يسجى الميت بثوب ويجعل على بطنه ما يمنع انتفاخه. للإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم}.
*📓💚• Imam Ibnu Hazm Adz Zhahiiri rahimahullahu ta'ala berkata didalam Kitabnya " Al Muhalla Bi Al 'Atsaari ":*
Masalah : Dan mayyit dikafani dengan pakaian dan dijadikan sesuatu diatas perut mayyit yang bisa mencegah perutnya kembung.
{Lihat Kitab Al Muhalla Bilatsari / Kitabu Al Jana'izi / Shalatu Al Jana'izi Wa Hukmi Al Mauta. Karya Imam Ibnu Hazm Adz Dzahiriy}.
*6⃣• Tidak Termasuk Sunnah Menaruh Besi, Pedang, Gumpalan Tanah Liat, Dll Diatas Perut Mayyit Agar Tidak Kembung Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.*
*☯🌴• قال العثيمين الوهابي في فتاويه :*
وأما وضع حديدة على بطن الميت فليس من السنة" انتهى
{انظر "مجموع الفتاوى" : ج ١٧ ص ٧٥. للعثيمين الوهابي}.
*☘📌• Tokoh Wahhabiy Al Utsaimin dalam Fatwanya :*
Menaruh besi diatas perut mayyit bukanlah termasuk tindakan Sunnah.
{Lihat Majmu' Al Fatawa : juz 17 hal 75. Karya Utsaimin Al Wahhabiy}.
*2⃣2⃣• 4 Wadah/Panci Kecil Yang Diberi Air Kemudian Masing Masing Ditaruh Disetiap Kaki Keranda matau Kaki Meja Tempat Menaruh Mayyit,* hikmahnya hewan semut dan hewan kecil lainnya tidak bisa merambat menggapai mayyit melalui kaki keranda atau meja tersebut.
*💾✏• قال الشيخ البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الروض المربع ":*
(ووَضْعُه على سَرِيرِ غُسْلِه)؛ لأنَّه يُبْعِدُ عَنه الهَوَامَّ.
{انظر كتاب الروض المربع للشيخ: منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📗✏• Imam Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ar Raudlu Al Murabbi' ":*
Dan meletakkan mayyit diatas ranjang tempat memandikannya, karena hal itu bisa menjauhkan mayyit dari gangguan binatang - binatang kecil yang merusak.
{Lihat Kitab Ar Raudlu Al Murabbi'. Karya Syaikh Al Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📿✍• قال الشيخ ابن قاسم الحنبلي (وهو عبد الرحمن بن محمد بن قاسم العاصمي الحنبلي النجدي، المتوفى: ١٣٩٢ هـ)، حفظه الله تعالى في كتابه " حاشية الروض المربع ":*
ويرتفع عن نداوة الأرض، لئلا يتغير بنداوتها، أو يحمي على فراش، فيتغير، فإن كانت الأرض صلبة، جاز جعله عليها، لزوال العلة وهو سرعة تغيره. لما تقدم، وتقدم أنه يوضع على ظهره مستلقيًا.
{انظر حاشية الروض المربع للشيخ: عبد الرحمن بن محمد ابن قاسم الحنبلي}.
*📕🖍• Berkata Syaikh Ibnu Qasim Al Hanbaliy hafidzohullaahu ta'ala dalam " Hasyiyyah Ar Raudlu Al Murabbi' :*
Dan meninggikan letak posisi mayyit jauh dari kelembaban tanah, supaya mayyit tidak berubah sebab kelembabannya, atau mayyit kepanasan diatas hamparan, lantas dia berubah, maka apabila kondisi tanah keras/padat, maka boleh meletakkan mayyit diatasnya, karena hilangnya sesuatu yang menyebabkan kerugian, yakni cepatnya perubahan mayyit, akibat perkara yang telah berlalu, dan usahakan si mayyit diletakkan berbaring diatas punggungnya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ibnu Qasim. Karya Syaikh Ibnu Qasim Al Hanbaliy}.
*2⃣3⃣. Keranda Mayat Atau Tempat Yang Tinggi* jikalau sudah menjadi kebiasaan memandikan mayyit diatasnya.
قال ابن شبة في تاريخ المدينة[ج ١ ص ١٠٨]:
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ قَالَ: حَدَّثَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ: حَدَّثَنِي يَزِيدُ قَالَ: " كَمِدَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَعْدَ وَفَاةِ أَبِيهَا سَبْعِينَ بَيْنَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَقَالَتْ:
*_(( إِنِّي لَأَسْتَحِي مِنْ جَلَالَةِ جِسْمِي إِذَا أُخْرِجْتُ عَلَى الرِّجَالِ غَدًا - وَكَانُوا يَحْمِلُونَ الرِّجَالَ كَمَا يَحْمِلُونَ النِّسَاءَ - فَقَالَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ، أَوْ أ ُمُّ سَلَمَةَ: إِنِّي رَأَيْتُ شَيْئًا يُصْنَعُ بِالْحَبَشَةِ، فَصَنَعَتِ النَّعْشَ، فَاتُّخِذَ بَعْدَ ذَلِكَ سُنَّةً ))._*
وروي: لما كانت جالسة رضي الله عنها مع أسماء بنت عميس رضي الله عنها، وكانت أسماء مسترسلة في حديثها لفاطمة وتقول:
كنا في الحبشة وحصل لنا كذا وكذا، وبينما هي كذلك إذ نظرت إلى فاطمة رضي الله عنها سارحة الذهن شاردة البال !!
فسألتها قائلة:
يا فاطمة مالي أحدثك فلا تسمعي إليّ ؟؟
فإذا بالغالية ترد وتلقي بالدرر التي لا يدركها إلا من اختصه الله بنفس تلك المشاعر
قالت :
عذراً يا أسماء لكني كنتُ أفكر !!
ما الذي تظنين أنه شغل فكرها ؟!!
هل هو الفستان الذي ستلبسه في إحدى المناسبات؟؟؟ أم تفكر بالتسريحة والمكياج ؟؟
قالت : يا أسماء إني أفكر في نفسي غداً إذا أنا مت !!!
والله إنّي لأستحي أن أخرج عند الرجال في وضح النهار ليس عليّ إلا الكفن !!!
سبحان الله تستحي وهي ميتة مكفنة في خمسة أثواب !!!
ما الذي سيظهر منها ؟؟ ومن الذين سيحملونها ؟؟ وهل هو موقف فيه أي نوع من أنواع الفتنة ؟؟
فهي ليست في سوق أو حديقة أو منتزه !!
بل في موقف حزن ..
فقالت لها أسماء : ألا أصنع لكِ شيئاً رأيته في الحبشة ..
نضع أعمدة على أركان النعش حتى يرتفع الغطاء على الأعمدة فلا يبين أي شيء ..
فردت فاطمة قائلة : اللهم استرها كما سترتني ..
لله درُّها تستحي وهي ميتة
{{ما قصة فاطمة مع أسماء بنت عميس المذكورة فقد ذكر معناها الحاكم في مستدركه ورواها بألفاظ قريبة البيهقي في سننه و أبو نعيم في الحلية وابن عبد البر في الاستيعاب ،وقال بعده : قال أبو عمر فاطمة رضي الله عنها أول من غطي نعشها من النساء في الإسلام على الصفة المذكورة في هذا الخبر ثم بعدها زينب بنت جحش رضي الله عنها صنع ذلك بها أيضا . وحسنها الجورقاني في "الأباطيل والمناكير والصحاح والمشاهير" ح449 والذهبي في "أحاديث مختارة" }}.
*i)• 🔵Asal Usul Keranda Mayat.*
Kisah Sayyidah Fatimah Azzahra radliyyAllahu 'anha
Suatu ketika Sayyidah Fatimah Azzahra putri tercinta Rasulullah ﷺ💙, berada di depan rumah beliau, tiba-tiba ada jenazah yang hendak di bawa kekuburan lewat di depan sayyidah Fatimah Azzahra. Saat itu Sayyidah Fatimah bersama Sayyidah Asma binti khumaisy yang biasa menemani dan menghibur Sayyidah Fatimah setelah kepergian Rasulullah ﷺ💞.
Tiba-tiba saat itu Sayyidah Fatimah menangis tersedu-sedu hingga membuat Sayyidah Asma panik lalu bertanya, “wahai putri Rasulullah, kenapa engkau menangis melihat jenazah itu? ada apa dengan jenazah itu?”
Sayyidah fathimah menjawab, "setiap orang yang mati akan dibungkus dengan kain kafan yang rapat lalu akan di bawa ke lokasi pemakaman dengan di panggul oleh orang-orang yang membawanya?”
(Dahulu sebelum adanya keranda mayat jika ada orang meninggal maka di saat di bawa ke kubur janazah di panggul di atas pundak orang-orang yang membawanya).
Sayyyidah Asma menjawab, “Tentu wahai putri Rasulullah ?”
Kemudian Sayyidah Fatimah melanjutkan, ”Dan akupun kelak akan di bawa kekubur seperti itu ?”
Sayyidah Asma menjawab “Benar wahai putri Rasulullah”.
Lalu Sayyidah Fatimah melanjutkan ”itulah yang menjadikan aku menangis, sungguh aku sangat malu jika nanti aku meninggal , kemudian di bungkus kain kafan dengan rapat lalu di angkat di atas punggung orang-orang yang membawaku kekubur, sementara orang yang mengiring janazahku akan melihatku, sungguh aku sangat malu karena saat itu mereka akan melihat lekuk-lekuk tubuhku”.
Mendengar ungkapan Sayyidah Fatimah ini Sayyidah Asma berkata ”wahai putri Rasulullah, disaat aku ke negeri Habasyah aku melihat janazah yang di bawa kekubur, janazah diletakkan di sebuah tempat yang di sebut keranda, aku pikir itu bisa menutupi pandangan orang dari melihat lekuk tubuh janazah yang dibawa”.
Mendengar cerita Sayyidah Asma ini tiba-tiba tangis Sayyidah Fatimah terhenti, dan wajah beliau berubah berseri-seri sambil berkata ”wahai Asma sungguh aku berwasiat, jika aku mati nanti tolong buatkan aku keranda mayat seperti yang engkau ceritakan agar lekuk tubuhku tidak terlihat saat di bawa kekuburan”. Dan benar setelah Sayyidah Fatimah meninggal, maka di buatlah keranda mayat untuknya.
{{Adapun kisah Sayyidatuna Fathimah bersama Sayyidatuna Asma' binti 'Umais yang telah disebutkan, bahwasannya maknanya Al Hakim telah menyebutkan dalam kitab mustadraknya, Al Baihaqiy juga meriwayatkan dalam kitab sunannya dengan lafadz - lafadz yang berdekatan, Abu Nu'aim dalam kitab Hilyahnya, dan Ibnu 'Abdil Barr dalam kitab Al Istii'ab, dan setelahnya ia berkata : berkata Abu 'Umar :
Sayyidatuna Fathimah radliyyAllahu 'anha adalah orang pertama dari kaum wanita dalam IyyAllahu anha, dikatakan: beliau adalah orang yang pertama kali dibawa dengan menggunakan keranda dari kalangan wanita muslimah.
Diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullah bahwa Fatimah binti Rasulullah ﷺ💜radliyyAllahu ’anha memberi wasiat agar dibuatkan (keranda) untuknya, dan mereka melaksanakannya. Jika (atsar) ini shahih, maka beliau (telah melaksanakan) beberapa tahun yang lalu sebelum Zainab. Sementara apa yang diceritakan oleh Al-Bandanaiji bahwa orang yang pertama kali membuat hal itu adalah jenazah Zainab binti Rasulullah ﷺ💘. Bahwa Rasulullah ﷺ💓 memerintahkan hal itu tidak benar dan tidak dikenal. Saya telah ingatkah (hal itu) agar tidak terperdaya.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al-Muhadzab : juz 5 hal 234. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وقال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُتْرَكَ فَوْقَ سَرِيرِ الْمَرْأَةِ شَيْءٌ مِنْ الْخَشَبِ أَوْ الْجَرِيدِ ، مِثْلُ الْقُبَّةِ ، يُتْرَكُ فَوْقَهُ ثَوْبٌ ؛ لِيَكُونَ أَسْتَرَ لَهَا . انتهى.
{انظر كتاب " المغني " : ج ٢ ص ٢١١. للإمام النووي الشافعي}.
*📘✒• Imam Ibnu QUdamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Mughniy " :*
Fashl : “Dan dianjurkan memakaikan diatas dipan wanita sesuatu dari kayu atau tikar. Seperti kubah, dibiarkan diatasnya ada baju agar lebih tertutup."
{Lihat Kitab Al-Mughniy : juz 2 hal 211. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*♻👌• وقال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " دقاىٔق أولي النهى ":*
" ويستحب ستر نعش المرأة بالمكبة " انتهى
{انظر كتاب "دقائق أولي النهى" : ج ١ ص ٣٦٩. للإمام البهوتي الحنبلى}.
*🌴🔴• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaaiq Uli An Nuha " mengatakan :*
“Dianjurkan menutupi keranda mayat dengan penutup.”
{Lihat Kitab Daqoiq Uli An Nuha : juz 1 hal 369. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
ونصوص هؤلاء العلماء باستحباب ستر نعش المرأة يدل على أن الرجل لا يستر ، بل يبقى مكشوفاً .
Dari nash-nash para ulama tadi menganjurkan menutupi (mayat) wanita. Hal itu menunjukkan bahwa lelaki tidak ditutupi, bahkan dibiarkan terbuka.
*ii)• 🌐 Cara Membawa Jenazah Hanya Laki Laki Yang Boleh Membawanya Haram Membawanya Dengan Berlari Dan Haram Ketika Membawanya Menyebabkan Jenazah Terjatuh.*
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
(فَرْعٌ) فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي كَيْفِيَّةِ حَمْلِ الْجِنَازَةِ * قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الْحَمْلَ بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ أَفْضَلُ مِنْ التَّرْبِيعِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ أَبُو ثَوْرٍ وَابْنُ الْمُغَلِّسِ الداوودى وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ وَالنَّخَعِيُّ وَالثَّوْرِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ واحمد واسحق التَّرْبِيعُ أَفْضَلُ وَقَالَ مَالِكٌ وَدَاوُد هُمَا سَوَاءٌ فِي الْفَضِيلَةِ.
(فَرْعٌ) قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ رَحِمَهُمُ اللَّهُ حَمْلُ الْجِنَازَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَلَا خِلَافَ فِيهِ
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَلَيْسَ فِي حَمْلِهَا دناءة وسقوط مروءة بل هو بر وَطَاعَةٌ وَإِكْرَامٌ لِلْمَيِّتِ وَفَعَلَهُ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ أَهْلِ الْفَضْلِ وَالْعِلْمِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
(فَرْعٌ) قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْأَصْحَابُ لَا يَحْمِلُ الْجِنَازَةَ إلَّا الرِّجَالُ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ ذَكَرًا أَوْ أُنْثَى وَلَا خِلَافَ فِي هَذَا لِأَنَّ النِّسَاءَ يَضْعُفْنَ عَنْ الْحَمْلِ وَرُبَّمَا انْكَشَفَ منهن شئ لَوْ حَمَلْنَ *
(فَرْعٌ) قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ يَحْرُمُ حَمْلُ الْجِنَازَةِ عَلَى هَيْئَةٍ مُزْرِيَةٍ كَحَمْلِهِ فِي قُفَّةٍ وَغِرَارَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَيَحْرُمُ حَمْلُهُ عَلَى هَيْئَةٍ يُخَافُ مِنْهَا سُقُوطُهُ.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٧٠ ، طپعة : دار الفكر - ببيروت / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابُ مَا يُفْعَلُ بِالْمَيِّتِ. للإمام النووي الشافعي}.
*♻🎙• Imam keadaaneNawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
*_Cabang) : Madzhab - madzhab para ulama' dalam masalah mengusung jenazah._*
Sesungguhnya kami telah menyebutkan bahwa *_mengusung jenazah diantar dua pilar itu lebih utama daripada tarbi'_* ( mengusungnya dengan posisi setiap pengusungnya masing - masing memanggul 4 ujung pilar keranda) dan pendapat ini juga dipegang oleh Abu Tsaur dan Ibnu Mughallis Ad Dawudiy. Dan berkata Imam Al Hasan Al Bashriy, An Nakha'i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah, Ahmad, dan Ìshaq, *_tarbi' yang lebih utama._* Imam Malik dan Imam Dawud berkata : *_keduanya sama dalam fadlilahnya._*
Cabang) : Imam Syafi'iy dan sahabat - sahabatnya rahahumullaahu berkata : mengusung jenazah adalah *FARDLU KIFAYAH* dan tidak ada perbedaan pendapat didalamnya.
Asy Syafi'iy dan para sahabatnya berkata : Dan bukanlah dalam mengusung jenazah itu merendahkan atau menjatuhkan kewibawaan, namun sebaliknya justru hal itu merupakan kebaikkan, ketaatan, dan memuliakan mayyit, dan telah melakukannya para sahabat, para tabi'in, dan orang - orang setelahnya dari kalangan ahli keutamaan dan ahli Ilmu. Wallahu a'lam.
Cabang) : Imam Syafi'iy dalam Al Umm dan sahabat - sahabatnya berkata :
Tidak boleh mengusung jenazah kecuali kaum laki-laki. Baik mayitnya adalah laki - laki ataupun perempuan. Dan tidak ada perbedaan pendapat dapat dalam hal ini. Karena para wanita tidak kuat mengusungnya, dan bisa saja tersingkap aurotnya ketika membawanya.
Cabang) : Sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah) rahimahumullahu berkata : *HARAM* mengusung jenazah dengan keadaan yang dihinakan seperti membawanya dalam keranjang/ember, kantong goni (terbuat dari rami), dan semacamnya. Dan *HARAM* membawanya dengan keadaan yang dikawatirkan akan jatuh jenazahnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 270, Cet. Dar Al Fikri / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
⤵ 4/VII
⤵• 5/VII
*iii)• 🔴 Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Kepemakaman Karena Tidak Ada Yang Membawanya Atau Jauh Tempatnya.*
*_a]• Sunnah Membawa Mayyit Dengan Keranda Dan Makruh Mengusungnya Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Abu Hanifah._*
*♻☘• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
فَالسُّنَّةُ فِي حَمْلِ الْجِنَازَةِ أَنْ يَحْمِلَهَا أَرْبَعَةُ نَفَرٍ مِنْ جَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ عِنْدَنَا،
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع. للإمام أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني}.
*🌴🔵• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
Sunnah mengusung jenazah apabila 4 orang yang berada diempat sisi keranda mengusungnya menurut pendapat kami (Hanafiyyah).
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai'. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📗👌• قال الإمام السرخسي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " المبسوط ":*
(وَحُجَّتُنَا) حَدِيثُ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :
*«مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تُحْمَلَ الْجِنَازَةُ مِنْ جَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ»*
وَلِأَنَّ عَمَلَ النَّاسِ اشْتَهَرَ بِهَذِهِ الصِّفَةِ وَهُوَ أَيْسَرُ عَلَى الْحَامِلِينَ الْمُتَدَاوِلِينَ بَيْنَهُمْ وَأَبْعَدُ عَنْ تَشْبِيهِ حَمْلِ الْجِنَازَةِ بِحَمْلِ الْأَثْقَالِ وَقَدْ أُمِرْنَا بِذَلِكَ وَلِهَذَا كُرِهَ حَمْلُهَا عَلَى الظَّهْرِ أَوْ عَلَى الدَّابَّةِ.
{انظر كتاب المبسوط : / كتاب الصلاة / باب حمل الجنازة / للإمام
محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي}.
*♻✍• Imam Sarkhasiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mabsuth " berkata :*
(Dan hujjah kami Hanafiyyah) Hadits Ibnu Mas'ud radliyyAllahu 'anhu :
((Termasuk *SUNNAH* mengusung jenazah dari 4 sisinya))
Dan karena amalan orang banyak dengan model/sifat inilah yang paling masyhur, lebih mudah DIJALANI oleh para pengusung jenazah yang sudah kondang/mendunia diantara mereka, dan jauh dari menyerupakan mengusung jenazah, serupa dengan mengusung sesuatu yang berat - berat, dan kami (kaum Hanafiyyah) diperintahkan untuk melakukannya seperti hal tersebut, dan atas dasar sebab ini hukumnya *MAKRUH* mengusung jenazah diatas punggung atau diatas kendaraan menurut kami (Hanafiyyah).
{Lihat Kitab Al Mabsuth / Kitabu Ash Shalati / Bab Hamli Al Janazati. Karya Imam Sarkhasiy Al Hanafiy}.
*_b]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Malikiy._*
*♻✍• قال الإمام محمد بن يوسف بن أبي القاسم بن يوسف العبدري الغرناطي، أبو عبد الله المواق المالكي ، المتوفى: ٨٩٧ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " التاج والإكليل لمختصر خليل ":*
"وٙلاٙ بٙأْسٙ بِحٙمْلِ اْلجٙنٙازٙةِ عٙلٰى الدّٙابّٙة إِنْ لٙمْ يٙجِدْ مٙنْ يٙحْمِلُهٙا" انتهى .
{انظر كتاب التاج والإكليل لمختصر خليل : ج ٣ ص ٣٤. للإمام ابو عبد الله المواق المالكي}.
*📘🎙• Imam Abu 'Abdillah Al Mawwaq Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil ":*
Tidak mengapa mengusung jenazah diatas kendaraan ketika tidak ada orang yang mengusungnya.
{Lihat Kitab Al Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil : juz 3 hal 34. Karya Imam Abu 'Abdillah Al Mawwaq Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام المازري المالكي (وهو أبو عبد الله محمد بن علي بن عمر التَّمِيمي المازري المالكي المتوفى: ٥٣٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " شرح التلقين في فقه المالكي ":*
قال ﺃﺷﻬﺐ:
ﺣﻤﻞ ﺟﻨﺎﺯﺓ ﺍﻟﺼﺒﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻳﺪﻱ ﺃﺣﺐ
ﺇﻟﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﻭﺍﻟﻨﻌﺶ ﻓﺈﻥ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﻟﻢ ﺃﺭ ﺑﺄﺳﺎ.
{انظر كتاب شرح التلقين. للإمام المازري المالكي}.
*📘🎙• Imam Maaziriy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu At Talqiin Fi Fiqhi Al Malikiy " berkata :*
Imam Asyhab berkata:
Membawa jenazah anak kecil dengan tangan lebih aku sukai daripada membawa jenazah dengan kendaraan dan Keranda.
Apabila mengusung jenazah diatas kendaraan aku berpendapat tidaklah menjadi persoalan.
{Lihat Kitab Syarhu At Talqiin Fi Fiqhi Al Malikiy. Karya Imam Abu 'Abdillah Muhammad Al Maaziriy Al Malikiy}.
*🌴✒• قال الإمام القرافي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " الذخيرة ":*
قال أشهب : وحمل الصبي على الأيدي أحب إلي من الدابة والنعش .
{انظر كتاب الذخيرة : ج ٢ ص ٤٦٤ / كتاب الصلاة / الباب الحادي والعشرون في صلاة الجنازة / الفصل الرابع في الصلاة. للإمام شهاب الدين أحمد بن إدريس القرافي المالكي}.
*🚑🌐• Imam Qarafiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Adz Dzakhiirah " berkata :*
Imam Asyhab berkata:
Membawa jenazah anak kecil dengan tangan lebih aku sukai daripada membawa jenazah dengan kendaraan dan Keranda.
{Lihat Kitab Adz Dzakhiirah : juz 2 hal 464. Karya Imam Qarafiy Al Malikiy}.
*📗🎤• قال الإمام خليل بن إسحاق بن موسى، ضياء الدين الجندي المالكي المصري, المتوفى: ٧٧٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " التوضيح في شرح المختصر الفرعي لابن الحاجب ":*
قال ﺍﺑﻦ ﺣﺒﻴﺐ: ﻭﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﺤﻤﻞ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺪ ﻣﻦ ﻳﺤﻤﻠﻬﺎ.
{انظر كتاب التوضيح شرح مختصر ابن الحاجب في فقه الإمام مالك : ج ٢ ص ١ - ٧. للإمام ضياء الدين الجندي المالكي}.
*📒✒• Imam Dliyaa'uddin Al Jundiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " At Taudliih Syarhu Mukhtasar Ibnu Haajib " berkata :*
Ibn Habib berkata:
Tidak masalah mengusung jenazah diatas kendaraan, jika tidak ada orang yang membawanya.
{Lihat Kitab At Taudliih Syarhu Mukhtasar Ibnu Haajib : juz 2 hal 1-7. Karya Imam Dliyaa'uddin Al Jundiy Al Mishriy Al Malikiy}.
*_c]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Syafi'iy._*
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْأَصْحَابُ :
وَيُحْمَلُ عَلَى سَرِيرٍ أَوْ لَوْحٍ أَوْ مَحْمِلٍ ، قَالُوا : وَأَيُّ شَيْءٍ حُمِلَ عَلَيْهِ أَجْزَأَ؟.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٧٠ ، طپعة : دار الفكر - ببيروت / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابُ مَا يُفْعَلُ بِالْمَيِّتِ. للإمام النووي الشافعي}.
*♻🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Imam Syafi'iy dalam kitabnya " Al Umm ", Al Qadli Abu Thib, dan Sahabat - sahabat (pengikut Imam Syafi'iy) berkata :
Dan jenazah diusung diatas semacam tempat tidur, meja panjang, atau tandu/sekedup,
mereka berkata : di bawa diatas apa saja sudah mencukupi
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 270, Cet. Dar Al Fikri / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_d]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Imam Ahmad._*
*📘👌• وجاء في كتاب "مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى للإمام مصطفى بن سعد بن عبده السيوطي شهرة، الرحيبانى الحنبلي رحمه الله تعالى :*
"وٙلاٙ بٙأْسٙ بِحٙمْلِهِ عٙلٰى دٙابٙةٍ لِغٙرْضٍ صٙحِيْحٍ، كٙبُعْدِ قٙبْرِهِ , وٙسٙمِنِ جِثْتِهِ" انتهى .
{انظر كتاب مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى : ج ١ ص ٨٩٥. للإمام الرحيبانى الحنبلي}.
*📓🔵• Imam Ar Rohibaniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mathoolib Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha " berkata:*
Tidak mengapa dengan mengusungnya diatas kendaraan karena tujuan yang baik, seperti karena jarak pemakamannya yang jauh atau mayitnya berat (gemuk) badannya.
{Lihat Kitab Mathoolib Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha : juz 1 hal 895. Karya Imam Rohibaniy Al Hanbaliy}.
*☘🔵• Ulama' Kekinian Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Hanbaliy hafidzahullahu ta'ala ditanya seperti tersebut dalam Kitabnya " Syarhu Abu Dawud " :*
السؤال: هل أخذ الجنازة إلى المقبرة في السيارة أفضل أم المشي بها؟
Manakah yang lebih utama, membawa jenazah ke kuburan dengan bobil atau dengan berjalan ?
Jawaban Syaikh hafidzahullah :
الجواب: إذا كانت المقبرة قريبة فالمشي إليها هو الأفضل، وإذا كانت بعيدة يشق على الناس المشيء إليها فلا بأس أن يُذهب بها بالسيارة.
{انظر شرح سنن أبي داود / حكم إعلام الناس بصلاة الجنازة. للشيخ : عبد المحسن العباد الحنبلي}.
Jika kuburannya dekat maka yang lebih afdhal dengan berjalan. Namun kuburannya jauh sehingga memberatkan orang-orang berjalan menuju ke kuburan, maka tidak mengapa membawa jenazah dengan mobil.
{Lihat Syarhu Abu Dawud / Hukmu I'laami An Naasi Bishalaati Al Janazati. Karya Syaikh 'Abdil Muhsin 'Abaad Al Hanbaliy}.
*iv)• 🚑 Posisi Kepala Jenazah Saat Dibawa Kepemakaman.*
*DISUNAHKAN MENDAHULUKAN KEPALANYA UNTUK MENGIKUTI ARAH JALAN,* baik itu berjalan ke arah qiblat maupun bukan. sebagaimana diterangkan dalam kitab: Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj:
*🚑🎙• قال الإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ":*
قَوْلُهُ (اِلَى تَنْكِيْسِ رَأْسِ الْمَيِّتِ) يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّ السُّـنَّةَ فِىْ وَضْعِ رَأْسِ الْمَيِّتِ فِى حَالِ السَّيْرِ اَنْ يَكُوْنَ اِلَى جِهَّةِ الطَّرِيْقِ سَوَاءٌ اَلْقِبْلَةَ وَغَيْرَهَا بَصْرِىٌّ قَوْلُ الْمَتَنِ.
{انظر كتاب تحفة المحتاج فى شرح المنهاج : ج ٤ ص ٧١ / فصل فى تكفين الميت. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي}.
*🚑✒• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj ":*
Perkataan (Sampai membalikkan kepala mayit) diambil dari perkataan tersebut, sesungguhnya sunnah meletakkan kepala mayit ketika berjalan/membawa ke makam sesuai arah jalan yang dilalui, baik menghadap kiblat atau tidak. Seperti dikatakan Sayid Umar Bashry.
{Lihat Kitab Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj : juz 4 hal. 71 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy. Terdapat jugå dalam kitab Mauhibah dzii al-Fadhli juz 3 hal. 424. Hawasyi al-Syarwani Wa al-Ubadi Fashl Fii Takfini al-Mayit Wa Khamlihi}.
*v)• Pahala Mengusung Jenazah.*
*📒🌐• وَعَنْ أَنَسٍ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ مَرْفُوعًا (هو ما أُضيف إلى النبي محمد من قول أو فعل أو تقرير أو وصف في خُلُقه أو خِلْقَتِه) بِلَفْظِ:*
{مَنْ حَمَلَ جَوَانِبَ السَّرِيرِ الْأَرْبَعِ، كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ أَرْبَعِينَ كَبِيرَةً}.
{رواه الطبراني في الأوسط ومرفوعا. وانظر كتاب مجمع الزوائد ومنبع الفوائد / كتاب الجنائز / باب حمل السرير / رقم الحديث : ٤١٠٩. للإمام نور الدين علي بن أبي بكر الهيثمي. وقال : رواه الطبراني في الأوسط ، وفيه علي بن أبي سارة ، وهو ضعيف}.
*📓✍• Dari Anas. Imam Thabaraniy telah mengeluarkannya dalam kitabnya " Al Ausath " secara marfu' (hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad dari perkataan, perilaku, dan ketetapan beliau) dengan teks :*
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, maka Allah akan melebur darinya 40 dosa besar (selain dosa besar yang tidak diampuni, seperti musyrik, membunuh, dsb)]]
{HR. Thabaraniy Dalam Al Ausath Secara Marfu'. Dan Lihat Kitab Majma' Az Zawa'id Wa Manba'u Al Fawaa'id / Kitabu Al Jana'izi / Bab Hamli As Sariir / No. 1409. Karya Imam Al Haitsamiy, ia berkata : Hadits Riwayat Thabaraniy dalam Al Ausath, didalamnya ada 'Aliy bin Saarah, dia lemah}.
*📓✍• جاء في كتاب العلل المتناهية في الأحاديث الواهية المؤلف: جمال الدين أبو الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد الجوزي ، المتوفى: ٥٩٧ هـ) رحمه الله تعالى :*
أَنبَأنا ابن خَيرُونَ، قال: أَنبَأَنا الجَوهَرِيُّ، عَن الدارَقُطنِيِّ، عَن أَبِي حاتم ابنِ حِبَّان، قال: حَدَّثنا مُحَمد بن عَلِي الصَّيرَفِيُّ، قال: حَدَّثنا عُثمانُ بن طالُوتَ بنِ عَبادٍ، قال: حَدَّثنا بَكرُ بن عَبدِ رَبِّهِ، قال: حَدَّثنا عَلِيُّ بن أَبِي سارَةَ، عَن ثابتٍ، عَن أَنَسِ بنِ مالِكٍ، قال: قال رَسول الله ﷺ💚:
«مَن حَمَلَ قَوائِمَ السَّرِيرِ الأَربَعَ إِيمانًا واحتِسابًا حَطَّ اللَّهُ عَزَّ وجَلَّ عَنهُ أَربَعِينَ كَبِيرَةً».
قال المُؤَلِّفُ: هَذا حديث لاَ يَصِحُّ.
قال ابن حِبَّان: غلبت المناكير على رواية علي بن أَبِي سارة.
{أخرجه الإمام ابن الجوزي الحنبلى في كتابه العلل المتناهية في الأحاديث الواهية / حديث في ثواب حمل الجنازة}.
*📘✒• Tersebut dalam kitab " Al Ìlal Al Mutanahiyyah Fi Al Ahaadiitsi Al Waahiyyah " karya Imam Ibnu Al Jauziy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Telah mengabarkan kepada kami : Ibnu Khairun, ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Al Jauhariy. Dari Daruquthniy. Dari Abi Hatim bin Ibnu Hibban, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Aliy Ash Shairofiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Utsman bin Thaluth bin 'Abaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Bakr bin 'Abdirrabbih, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Aliy bin Abi Saarah. Dari Tsaabit. Dari Anas bin Malik, beliau berkata : Rasulullah ﷺ💙 pernah bersabda :
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, dengan hanya beriman kepada Allah dan hanya mencari keridhaan Nya, maka Allah 'Azza Wa Jalla akan menghapus darinya 40 dosa besar (selain dosa besar yang tidak diampuni, seperti musyrik, membunuh, dsb)]]
Mu'allif/pengarang (Ibnul Jauziy) berkata : *INI HADITS YANG TIDAK SHAHIH*
Ibnu Hibban berkata : Aku condong *TERMASUK HADITS MUNKAR* dari riwayat 'Aliy bin Abi Saarah.
{Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Al Jauziy Al Hanbaliy dalam kitabnya " Al Ìlal Al Mutanahiyyah Fi Al Ahaadiitsi Al Waahiyyah / Hadits Fi Tsawaabi Hamli Al Janazati}.
*♻📘• جاء في كتاب مستدرك الوسائل ومستنبط المسائل المعروف بـ"مستدرك" كتاب فقهي لـميرزا حسين النوري الطبرسي الشيعي المعروف بـ المحدث النوري من علماء الشيعة (المتوفى سنة : ١٢٤٥ هـ - ١٣٢٠ هـ) :*
عن جابر بن عبد الله ، عن النبي ( صلى الله عليه و آله ) قال :
" إذٙا مٙاتٙ الرّٙجلُ من أهلِ الْجنةِ اِسْتٙحْيِىٙ اللّٰهُ أٙنْ يُّعٙذِبٙ مٙنْ حٙمٙلٙهُ و مٙنِ اتّٙبعٙه و مٙن صلّٙى عليه " .
{انظر كتاب مستدرك الوسائل ومستنبط المسائل المعروف بـ"مستدرك"
المؤلف ميرزا حسين النوري الطبرسي الشيعي}.
*☘📓• Tersebut dalam kitab " Mustadrak Al Wasaa'ili Wa Mustanbathu Al Masaa'ili " karya Ulama' Syi'ah Mirza Husain An Nuriy At Thabarsiy Asy Syi'iy :*
Dari Jabir bin 'Abdillah, dari Nabi ShallAllahu 'Alaihi Wa Aalihi :
((Ketika seorang Ahli Surga meninggal, maka Allah akan merasa malu apabila menyiksa orang yang telah mengusungnya, mengiringinya, dan menshalatinya)).
{Lihat Kitab Mustadrak Al Wasaa'ili Wa Mustanbathu Al Masaa'ili " karya Ulama' Syi'ah Mirza Husain An Nuriy At Thabarsiy Asy Syi'iy}.
*♻📗• جاء في كتاب نيل الأوطار للإمام محمد بن علي الشوكاني رحمه الله تعالى :*
وَرَوَى عَبْدُ الرَّزَّاقِ (مِنْ طَرِيقِ أَبِي الْمُهَزِّمِ), عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أٙنّهُ قٙالٙ :
«مَنْ حَمَلَ الْجِنَازَةَ بِجَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ فَقَدْ قَضَى الَّذِي عَلَيْهِ»
وأخرج الترمذي عن أبي هريرة قال : سمعت رسول الله ﷺ💓 يقول :
«مَنْ تَبِعَ جَنَازَةً وَحَمَلَهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ مِنْ حَقِّهَا»
قال الترمذي : هذا حديث غريب . ورواه بعضهم بهذا الإسناد ولم يرفعه .
والحديث يدل على مشروعية الحمل للميت ، وأن السنة أن يكون بجميع جوانب السرير .
{انظر كتاب نيل الأوطار. للامام محمد بن علي الشوكاني}.
*🌴🔵• Tersebut dalam kitab " Nailu Al Authaar " karya Imam Syaukaniy rahimahullahu ta'ala :*
Abdurrazzaq telah meriwayatkan : (dari jalan Abi Al Muhazzim), dari Abi Hurairah, bahwasannya beliau berkata :
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, maka sesungguhnya ia telah memenuhi hak yang ada padanya (memenuhi kesunnahannya membawanya sebanyak 3 kali, jika kurang dari 3 kali belum memenuhi haknya)]].
Dan Tirmidzi mengeluarkan dari Abi Hurairah beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ💞 bersabda :
[[Barangsiapa mengiringi jenazah dan mengusungnya sebanyak 3 kali (mengusungnya kemudian merasa payah dan digantikan orang lain, begitu seterusnya sampai 3 kali), maka dia telah memenuhi perkara atas jenazah yang menjadi haknya (kesunnahan membawanya minimal 3 kali). Tirmidzi berkata : *HADITS INI GHARIB/ASING*. Dan sebagian meriwayatkannya dengan sanad ini dan tidak memarfu'kannya.
Dan hadits menunjukkan *DISYARI'ATKANNYA* mengusung jenazah, dan yang *SUNNAH* apabila mengusungnya pada semua sisi keranda jenazah.
{Lihat Kitab Nailu Al Authaar. Imam Muhammad bin 'Aliy Asy Syaukaniy}.
*2⃣4⃣• Tutup Keranda (Lurup : Jawa), Terutama Jika Mayyitnya Perempuan* karena bisa lebih menutupi auratnya ketika diusung atau dibentangkan ketika dimasukkan kedalam liang kubur.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ سِيرِينَ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يُغَطِّي قَبْرَ الْمَرْأَةِ ،
وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ قَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا , وَبَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ , فَجَذَبَهُ وَقَالَ : إنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ, وَشَهِدَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ دَفْنَ أَبِي زَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ فَخَمَّرَ الْقَبْرَ بِثَوْبٍ ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَنَسٍ : ارْفَعُوا الثَّوْبَ , إنَّمَا يُخَمَّرُ قَبْرُ النِّسَاءِ , وَأَنَسٌ شَاهِدٌ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ لَا يُنْكِرُ .
وَلِأَنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ , وَلَا يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ,
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💚 - ". انتهى .
Dan sesungguhnya Ibnu Sîrîn rahimahullahu ta'ala telah meriwayatkan dari Umar radliyyAllahu 'anhu : bahwa beliau juga menutupi kuburan seorang mayat perempuan.
Dan diriwayatkan pula dari Ali radliyyAllahu 'anhu; bahwasanya beliau pernah melewati suatu kaum yang sedang menguburkan mayat seorang laki-laki, mereka menghamparkan kain diatas kubur tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja.
*♻ KET :* ((Riwayat ini telah disebutkan oleh Imam Baihaqi (4/54) *DENGAN SANAD DLA'IF ,(LEMAH),* dan kami tidak tahu tentang atsar yang dinisbatkan kepada Ibnu Sîrîn bahwa beliau telah meriwayatkan tentang perbuatan Umar radliyyAllahu 'anhu yang disebutkan diatas. Lagi pula jarak masa antara Ibnu Sîrîn dan Umar sangat jauh sekali. Dengan demikian maka atsar yang dia riwayatkan juga termasuk dha'îf/lemah)).
Dan Anas ibn Malik radliyyAllahu 'anhu pernah menyaksikan pemakaman Abu Zaid al-Anshârîy, ketika kuburnya ditutupi dengan kain *_Abdullah ibn Anas berkata: angkat kain tersebut, sebab sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja._* Sementara pada saat itu Anas –yang sedang berdiri ditepi lobang kuburan- hanya berdiam saja, dan tidak memberikan protes sama sekali. Dan karena wanita adalah aurat yang dikhawatirkan jika terlihat darinya sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilihat.
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa tidak dimakruhkan menutupi kubur mayat laki-laki dengan kain. Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut dimakruhkan dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💙.
KESIMPULANNYA:
Makna dari perkataan mereka mengandung arti bahwa; apabila mayat tersebut adalah seorang wanita, maka disunnahkan, ketika memakamkannya, untuk menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya.
*♻🎙• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ تَغْطِيَةُ قَبْرِ الْمَرْأَةِ حِينَ الدَّفْنِ لأَِنَّهَا عَوْرَةٌ، وَلأَِنَّهُ لاَ يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ، وَبِنَاءُ أَمْرِهَا عَلَى السِّتْرِ، وَالْخُنْثَى فِي ذَلِكَ كَالأُْنْثَى احْتِيَاطًا.
وٙاخْتٙلٙفُوْا فِي تَغْطِيَةِ قَبْرِ الرَّجُل، فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ تَغْطِيَةُ قَبْرِ الرَّجُل إِلاَّ لِعُذْرٍ مِنْ مَطَرٍ وَغَيْرِهِ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ وَقَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا، وَقَدْ بَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ، فَجَذَبَهُ وَقَال: إِنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنِ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُول اللَّهِ ﷺ💘 .
وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ فِي الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ، سَوَاءٌ كَانَ رَجُلاً أَوِ امْرَأَةً، وَالْمَرْأَةُ آكَدُ.؛ لأَِنَّهُ رُبَّمَا يَنْكَشِفُ عِنْدَ الاِضْطِجَاعِ وَحَل الشِّدَادِ، فَيَظْهَرُ مَا يُسْتَحَبُّ إِخْفَاؤُهُ.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٢١ ص ١٦ / دفن / تَغْطِيَةُ الْقَبْرِ حِينَ الدَّqفْنِ / لوزارة الاوقاف والشؤون الاسلاميه - دولة الكويت}.
*📓☘• Tersebut dalam kitab " Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya the Ministry of Endowments and Islamic Affairs (Kementerian Urusan Wakaf dan Agama Negara Kuwait):*
Tidak ada perbedaan diantara Ahli Fiqih dalam persoalan tersebut *DISUNNAHKAN* menutupi kuburan perempuan ketika dikebumikan karena sesungguhnya wanita adalah aurat, dan karena hal tersebut tidak aman apabila sesuatu yang tidak pantas terlihat darinya lantas orang banyak melihatnya, dan menetapkan urusannya agar menutup aurat, dan waria/banci dalam urusan tersebut seperti wanita sebagai bentuk kehati - hatian.
Para Ahli Fikih berselisih pendapat dalam masalah menutupi kuburan mayat laki-laki, jumhur ( mayoritas ulama' ) memilih bahwasannya *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburan mayat laki-laki, kecuali karena 'udzur menutupi dari hujan dan lainnya, berdasarkan riwayat hadits yang diriwayatkan dari 'Aliy radliyyAllahu 'anhu, bahwasannya beliau berjalan melewati segeromnbolan kaum, mereka sedang menguburkan mayat laki-laki, membentangkan kain diatas kuburan tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja. Hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💞.
Dan Syafi'iyyah (Pengikut Madzhab Imam Syafi'iy) berpendapat dalam ideologi mereka bahwasannya hal tersebut *DISUNNAHKAN* baik mayatnya laki-laki ataupun perempuan, dan mayat wanita *LEBIH DIPRIORITASKAN* (untuk ditutupi). Ketika mayat perempuan tersebut ditidur miringkan dan dilepas tali kain kafannya mungkin akan tersingkap, lantas terlihat jelas sesuatu yang seharusnya disembunyikannya.
{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya the Ministry of Endowments and Islamic Affairs (Kementerian Urusan Wakaf dan Agama Negara Kuwait)}.
*_1⃣• Sunnah Menutup Keranda Dan Liang Lahad mayyit Perempuan Ketika Dikuburkan Dan Tidak Makruh Apabila Menutup Keranda Atau Liang Lahad Mayyit Laki Laki Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah._*
*🌴🌐• قال الشيخ عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
الحنفية قالوا : ... ويغطى نعش المرأة ندبا كما يغطي قبرها عند الدفن إلى أن يفرغ من لحدها إذ المرأة عورة من قدمها إلى قرنها فربما يبدو شيء منها وإذا تأكد ظهور شيء منها وجبت التغطية ...
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٣١. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📓✍• Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah ":*
Hanafiyyah (Pengikut madzhab Imam Abi Hanifah) berkata : ... Dan *SUNNAH* menutup keranda mayat wanita seperti menutup liang kuburnya ketika ia dimasukkan kedalam kubur, sampai selesai ditaruh dalam liang lahadnya, karena wanita adalah aurat, mulai dari ujung kaki sampai pucuk rambutnya,
Barangkali sesuatu tampak darinya, ketika sesuatu tampak sangat menonjol darinya, maka hukumnya *WAJIB* menutupinya.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 831. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*🌴✒• جاء في كتاب المغني للإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى :*
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -
وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💚 - ".
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٧٤ / كِتَاب الْجَنَائِز / فَصْلٌ إذَا مَاتَ فِي سَفِينَةٍ فِي الْبَحْرِ / مَسْأَلَةٌ الْمَرْأَةُ يُخَمِّر قَبْرُهَا بِثَوْبِ. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📘✒• Tersebut dalam kitab " Al Mughniy " karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa *TIDAK DIMAKRUHKAN MENUTUPI KUBUR MAYAT LAKI-LAKI DENGAN KAIN.* Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut *DIMAKRUHKAN* dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💙.
{Lihat Keterangan Ini Dalam Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 374 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Idza Maata Fi Safiinatin Fi Al Bahri / Mas'alatun Al Mar'atu Yukhammaru Qabruha Bitsaubin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*_2⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Malik._*
*💾✏•وفي حاشية الدسوقي على الشرح الكبير للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (المتوفى: ١٢٣٠هـ)، رحمه الله تعالى :*
" ندب ستر المرأة الميتة ظهر النعش؛ لأنه أبلغ في الستر" انتهى.
{كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٨ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / مندوبات التشييع. للإمام محمد عرفة الدسوقي المالكي}.
*💾🎤• Terdapat dalam kitab Hasyiyah Ad-Dasuqi, karya Imam Muhammad 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy, rahimahullahu ta'ala :*
*“DISUNNAHKAN* menutupi mayat wanita dengan meletakkan kubah (naungan) diatas keranda. Karena hal itu lebih menutupi mayyit.”
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy : juz 1 hal 418 / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Fi Ahkaami Al Mauta / Manduubaatu At Tasyyii'. Karya Muhammad 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام الحطاب المالكي [وهو محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب المالكي)] رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر خليل ":*
ولا بأس بستر النعش للرجل نقله في التوضيح وابن عرفة .
( فرع ) قال في النوادر في ترجمة إنزال الميتة في قبرها بثوب وكذلك فعل بزينب بنت جحش وهي أول من مات من أزواج النبي ﷺ💜 ،
قال أشهب في المجموعة : وما أكره أن يستر القبر في دفن الرجال وأما المرأة فهو الذي ينبغي وذلك واسع في الرجل ،
ومن العتبية قال موسى عن ابن القاسم : وستر قبر للمرأة بثوب مما ينبغي فعله انتهى
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع أوصى بأن لا يزاد على ثوب فزاد بعض الورثة آخر. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*📗🎙• Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtshar Khalil " berkata :*
Tidak menjadi persoalan menutup keranda mayat laki - laki, menukilnya dari At Taudliih dan Ibnu 'Irfah.
Cabang) : Berkata dalam An Nawadir dalam mengartikan menurunkan mayyit kedalam kuburannya dengan membentangkan kain diatasnya, dan seperti itulah pernah dilakukan dengan jenazah Sayyidatuna Zainab binti Jahsy dan beliau adalah orang yang pertama kali meninggal dari istri - istri Rasulullah ﷺ💓,
Asyhab didalam Al Majmu'ah berkata : Aku tidak benci apabila menutup membentangkan kain diatas liang kubur dalam prosesi penguburan seorang mayat laki - laki, adapun membentangkan kain diatas liang kubur mayat perempuan itu adalah hal yang semestinya, dan hal tersebut meluas pada mayat laki-laki.
Dari 'Utbiyyah, berkata Musa dari Ibnil Qaasim : Dan menutup (membentangkan) dengan kain diatas liang kubur mayat wanita (ketika akan dimasukkan kedalam liang kubur), merupakan sebagian perkara yang semestinya dilakukan.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtshar Khalil / Kitabu Al Jana'izi / Masaa'il Muta'aliqah Bilghusli Waddafni Washshlaati / Far'u Aushaa Bi An La Yuzaada 'Ala Tsaubin Fazaada Ba'dlu Al Waratsati Aakhar. Karya Imam Hathaab Al Malikiy}.
*_3⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Syafi'iy._*
*💾✏• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
فرع: قَال أَصْحَابُنَا: يُسْتَحَبُّ أَنْ يُتَّخَذَ للمَرْأَةِ نَعْشٌ،
قَال الشَّيْخُ نَصْرٌ المَقْدِسِيُّ وَالنَّعْشُ هُوَ المِكَبَّةُ التِي تُوضَعُ فَوْقَ المَرْأَةِ عَلى السَّرِيرِ، وَتُغَطَّى بِثَوْبٍ لتُسْتَرَ عَنْ أَعْيُنِ النَّاسِ،
وَكَذَا قَالهُ صَاحِبُ الحَاوِي: يُخْتَارُ للمَرْأَةِ إصْلاحُ النَّعْشِ كَالقُبَّةِ عَلى السَّرِيرِ لمَا فِيهِ مِنْ الصِّيَانَةِ وَسَمَّاهُ صَاحِبُ البَيَانِ رحمه الله خَيْمَةً فَقَال: إنْ كَانَتْ امْرَأَةً اُتُّخِذَ لهَا خَيْمَةٌ تَسْتُرُهَا،
وَاسْتَدَلوا لهُ بِقِصَّةِ جِنَازَةِ زَيْنَبَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ رضي الله عنها قِيل: وَهِيَ أَوَّل مَنْ حُمِل عَلى هَذَا النَّعْشِ مِنْ المُسْلمَاتِ، وَقَدْ رَوَى البَيْهَقِيُّ رحمه الله أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ رَسُول اللهِ ﷺ💚 وَرَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَوْصَتْ أَنْ يُتَّخَذَ لهَا ذَلكَ فَفَعَلوهُ، فَإِنْ صَحَّ هَذَا فَهِيَ قَبْل زَيْنَبَ بِسِنِينَ كَثِيرَةٍ
(وَأَمَّا) مَا حَكَاهُ البَنْدَنِيجِيُّ أَنَّ أَوَّل مَا اُتُّخِذَ ذَلكَ فِي جِنَازَةِ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُول اللهِ
ﷺ💙 وَأَنَّ رَسُول اللهِ ﷺ💓 أَمَرَ بِذَلكَ فَبَاطِلٌ غَيْرُ مَعْرُوفٍ نَبَّهْت عَليْهِ؛ لئَلا يُغْتَرَّ بِهِ. " انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٣٤. للإمام النووي الشافعي}.
*📿📕• Imam An-Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullah ta'ala mengatakan didalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
(Cabang) : Sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah) berkata :
*```“DISUNNAHKAN*``` bagi mayat wanita dibuatkan keranda (peti).
Syaikh Nashr Al Maqdisiy berkata : Keranda adalah tempat diletakkan wanita diatas ranjang. *_Dan ditutup dengan baju untuk menutupi dari pandangan orang-orang._*
Begitu juga pengarang Kitab Al Hawi (Imam Mawardiy) berkata :
Dipilihkan bagi wanita sebaik - baik keranda semacam kubbah diatas Keranda, karena didalamnya termasuk penjagaan. Pengarang kitab Al Bayan (Imam Ramliy) menyebutnya khoimah (paviliun/naungan), kemudian beliau berkata : Apabila adanya mayyit seorang wanita maka diambilkan baginya khoimah (naungan) yang menutupinya.
Mereka berdalil dengan kisah jenazah Zainab Umul Mukminin radhiyyAllahu anha, dikatakan: beliau adalah orang yang pertama kali dibawa dengan menggunakan keranda dari kalangan wanita muslimah.
Diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullahu bahwa Fatimah binti Rasulullah ﷺ💞 radliyyAllahu ’anha memberi wasiat agar dibuatkan (keranda) untuknya, dan mereka melaksanakannya. Jika (atsar) ini shahih, maka beliau (telah melaksanakan) beberapa tahun yang lalu sebelum Zainab. Sementara apa yang diceritakan oleh Al-Bandanaiji bahwa orang yang pertama kali membuat hal itu adalah jenazah Zainab binti Rasulullah ﷺ💖. Bahwa Rasulullah ﷺ💜 memerintahkan hal itu tidak benar dan tidak dikenal. Saya telah ingatkah (hal itu) agar tidak terperdaya.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarh Al-Muhadzab : juz 5 hal 234. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_4⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Ahmad._*
*💓🌴• وقال الامام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُتْرَكَ فَوْقَ سَرِيرِ الْمَرْأَةِ شَيْءٌ مِنْ الْخَشَبِ أَوْ الْجَرِيدِ ، مِثْلُ الْقُبَّةِ ، يُتْرَكُ فَوْقَهُ ثَوْبٌ ; لِيَكُونَ أَسْتَرَ لَهَا . انتهى.
{انظر كتاب "المغني" : ج ٢ ص ٢١١ / كتاب الجنائز / مسألة إن كان شارب الميت طويلا أخذ وجعل معه / فصل جبر عظمه بعظم فجبر ثم مات. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*🌴📿• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Mughniy " :*
Pasal) : *“DISUNNAHKAN* memakaikan diatas dipan wanita sesuatu dari kayu atau tikar. Seperti kubah, dibiarkan diatasnya ada baju agar lebih tertutup."
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 2 hal 211 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah In Kaana Syaaribun Thawiilan Ukhidza Waju'ila Ma'ahu.
Karya Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*🌴🎙• قال الامام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه "المغني" :*
وَالْمَرْأَةُ يُخَمَّرُ قَبْرُهَا (أي : يُستر) بِثَوْبٍ ، لَا نَعْلَمُ فِي اسْتِحْبَابِ هَذَا بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ خِلَافًا ، وَقَدْ رَوَى ابْنُ سِيرِينَ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يُغَطِّي قَبْرَ الْمَرْأَةِ ، وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ قَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا , وَبَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ , فَجَذَبَهُ وَقَالَ : إنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ, وَشَهِدَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ دَفْنَ أَبِي زَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ فَخَمَّرَ الْقَبْرَ بِثَوْبٍ ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَنَسٍ : ارْفَعُوا الثَّوْبَ , إنَّمَا يُخَمَّرُ قَبْرُ النِّسَاءِ , وَأَنَسٌ شَاهِدٌ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ لَا يُنْكِرُ . وَلِأَنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ , وَلَا يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ ،
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💜 - " انتهى
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٧٣ / كتاب الجنائز / فَصْلٌ إذَا مَاتَ فِي سَفِينَةٍ فِي الْبَحْرِ / مَسْأَلَةٌ الْمَرْأَةُ يُخَمِّر قَبْرُهَا بِثَوْبِ. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📘🔴• Imam Ibnu Qudâmah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata:*
(Syarah masalah: Kubur mayat wanita harus ditutupi dengan kain) kami tidak mengetahui ada ulama yang tidak mengatakan bahwa hal tersebut disunnahkan.
Ibnu Sîrîn rahimahullah telah meriwayatkan dari Umar radliyyAllahu 'anhu bahwa beliau juga *_menutupi kuburan seorang mayat perempuan._*
Dan diriwayatkan pula dari Ali karramAllahu wajhahu : bahwasanya beliau pernah melewati suatu kaum yang sedang menguburkan mayat seorang laki-laki, mereka menghamparkan kain diatas kubur tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja.
Dan Anas ibn Malik rahimahullaahu ta'ala pernah menyaksikan pemakaman Abu Zaid al-Anshârî, ketika kuburnya ditutupi dengan kain Abdullah ibn Anas berkata: angkat kain tersebut, sebab sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja. Sementara pada saat itu Anas –yang sedang berdiri ditempi lobang kuburan- hanya berdiam saja, dan tidak memberikan protes sama sekali. Dan karena wanita adalah aurat yang dikhawatirkan jika terlihat darinya sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilihat.
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka dimakruhkan menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa tidak dimakruhkan menutupi kubur mayat laki-laki dengan kain. Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut dimakruhkan dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💚.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 373 / Kitabu Al Jana'izi / Idza Maata Fi Safiinatin Fi Al Bahri / Mas'alatun Al Mar'atu Yukhammaru Qabruha Bitsaubin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*👌🌴• DAPAT DISIMPULKAN:*
Makna dari perkataan mereka mengandung arti bahwa; apabila mayat tersebut adalah seorang wanita, maka disunnahkan, ketika memakamkannya, untuk menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya.
*💖🍒•وقال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى ":*
وَيُسْتَحَبُّ سَتْرُ نَعْشِ الْمَرْأَةِ بِالْمُكِبَّةِ . انتهى.
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى (المعروف بشرح منتهى الإرادات) : ج ١ ص ٣٦٩ / كتاب الجنائز / فصل في حمل الجنازة. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📗👉• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (Muntaha Al Ìradaat) ":*
*“DISUNNAHKAN* menutupi keranda mayat dengan penutup.”
{Lihat Kitab Daqoiq Ulin Nuha
Lisyarhi Al Muntaha (Muntaha Al Ìradaat) : juz 1 hal 369 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Hamli Al Janazati. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*♻✒• قال الامام ابن مفلح الحنبلي (وهو محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي) رحمه الله تعالى في كتابن " الفروع " :*
وَيُسْتَحَبُّ سَتْرُ نَعْشِ الْمَرْأَةِ ، ذَكَرَهُ جَمَاعَةٌ ،
قَالَ فِي الْمُسْتَوْعِبِ (محمد بن عبد الله السامري الحنبلي نصير الدين) : يُسْتَرُ بِالْمِكَبَّةِ ، وَمَعْنَاهُ فِي الْفُصُولِ ،
قَالَ بَعْضُهُمْ : أَوَّلُ مَنْ اُتُّخِذَ ذَلِكَ لَهُ زَيْنَبُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ ، مَاتَتْ سَنَةَ عِشْرِينَ .
{انظر كتاب الفروع : ج ٣ ص ٣٦٤ / كتاب الجنائز / بَابُ حَمْلِ الْجَنَائِزِ. للإمام ابن مفلح الحنبلي}.
*📓✍• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' " berkata :*
*DISUNNAHKAN* menutupi keranda mayat perempuan, demikian " jama'ah " telah mengatakannya,
Berkata (Imam As Saamiriy Al Hanbaliy Nashiruddin) dalam Kitabnya " Al Mustau'ib " :
" Keranda mayat ditutup dengan penutup, dan maknanya didalam beberapa rincian.
Sebagian mengatakan : Orang yang pertama kali dibuatkan seperti hal tersebut adalah Sayyidatuna Zainab Ummil Mu'miniin, beliau wafat tahun 20 hijriyyah.
{Lihat Kitab Al Furuu' : juz 2 hal 373 / Kitabu Al Jana'izi / Bab Hamli Al Janazati. Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*_5⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy._*
ونصوص هؤلاء العلماء باستحباب ستر نعش المرأة يدل على أن الرجل لا يستر ، بل يبقى مكشوفاً .
*🌴✒• قال ابن عثيمين الوهابي (وهو محمد بن صالح بن محمد العثيمين، المتوفى: ١٤٢١هـ ) :*
*🌐• " هل ينبغي أن يوضع على النعش " مكبة " أو لا ؟*
والمكبة مثل الخيمة أعواد مقوسة توضع على النعش، ويوضع عليها ستر.
*🔴• الجواب:*
إن كانت أنثى فنعم، وقد استحبه كثير من العلماء؛ لأن ذلك أستر لها.
وقد ذكر البيهقي ـ رحمه الله ـ: أن فاطمة بنت محمد ﷺ👭💜 أوصت بذلك ، وقيل: غير هذا.
وهذا مستعمل في الحجاز، ولكنه في نجد لا يعرف، ولو فعله أحد لكان محسناً، ولا ينكر عليه؛ لأنه تقدم أحياناً بعض الجنائز من النساء يشاهد الإنسان أشياء لا يحب أن يشاهدها، فإذا جعلت عليها "المكبة" فإنها تسترها.
قال في الروض: ( فإن كانت امرأة استحب تغطية نعشها بمكبة؛ لأنه أستر لها ويروى أن فاطمة صنع لها ذلك بأمرها ويجعل فوق المكبة ثوب. وكذا إن كان بالميت حدب ونحوه )؛ لأجل ستر هذا التشويه.
أما الرجل فلا يسن فيه هذا، بل يبقى كما هو عليه؛ لأنه فيه فائدة، وهي: قوة الاتعاظ إذا شاهده من كان معه بالأمس جثة على هذا السرير، وإن ستر بعباءة كما هو معمول به عندنا فلا بأس" انتهى.
{انظر كتاب "الشرح الممتع" : ج ٥ ص ٣٥٦. محمد صالح العثيمين الوهابي}.
Dari nash-nash para ulama tadi menganjurkan menutupi (mayat) wanita. Hal itu menunjukkan bahwa lelaki tidak ditutupi, bahkan dibiarkan terbuka.
*🌴🎙• Tokoh Wahhabiy Ibnu Utsaimin berkata :*
*🔵• “Apakah selayaknya meletakkan penutup di atas keranda atau tidak?*
*🔴• Jawabannya adalah :*
kalau wanita, ya. Kebanyakan para ulama menganjurkannya. Karena hal itu lebih tertutup. Baihaqi rahimahullah menyebutkan, bahwa Fatimah bin Muhammad ﷺ👭💘 mewasiatkan hal itu. Ada yang mengatakan selain itu.
Hal ini telah digunakan di Hijaz, akan tetapi di Najad tidak dikenal. Jika seseorang melakukannya, *_hal itu bagus dan jangan diingkari_*. Karena terkadang sebagian jenazah wanita yang ditaruh di depan, seseorang menyaksikan sesuatu yang tidak senang untuk dilihatnya. Kalau di atasnya ditaruh penutup, maka hal itu lebih tertutup.
Dalam ‘Ar-Raud’ dikatakan : (Kalau mayat wanita, dianjurkan menutupi keranda dengan penutup. Karena hal itu lebih tertutup baginya. Diriwayatkan bahwa Fatimah memerintahkan untuk membuat hal itu, ditaruh baju diatas penutup . Begitu juga jika mayat bongkok dan semisalnya), agar aibnya tertutup.
Sementara mayat lelaki tidak dianjurkan hal ini. Bahkan dibiarkan seperti apa adanya. Karena hal itu ada manfaatnya yaitu adanya memberikan nasehat yang kuat bagi setiap orang yang lihatnya, bahwa kemarin ada mayat di keranda ini. *_Kalau ditutup dengan kain penutup sebagaimana yang dipraktekkan, maka hal itu tidak mengapa.”_*
{Lihat Syarh Al-Mumti : juz 5 hal 356. Karya Tokoh Wahhabiy Ibnu 'Utsaimin}.
⤵ 5/ VII
*iii)• 🔴 Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Kepemakaman Karena Tidak Ada Yang Membawanya Atau Jauh Tempatnya.*
*_a]• Sunnah Membawa Mayyit Dengan Keranda Dan Makruh Mengusungnya Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Abu Hanifah._*
*♻☘• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
فَالسُّنَّةُ فِي حَمْلِ الْجِنَازَةِ أَنْ يَحْمِلَهَا أَرْبَعَةُ نَفَرٍ مِنْ جَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ عِنْدَنَا،
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع. للإمام أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني}.
*🌴🔵• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
Sunnah mengusung jenazah apabila 4 orang yang berada diempat sisi keranda mengusungnya menurut pendapat kami (Hanafiyyah).
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai'. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📗👌• قال الإمام السرخسي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " المبسوط ":*
(وَحُجَّتُنَا) حَدِيثُ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :
*«مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تُحْمَلَ الْجِنَازَةُ مِنْ جَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ»*
وَلِأَنَّ عَمَلَ النَّاسِ اشْتَهَرَ بِهَذِهِ الصِّفَةِ وَهُوَ أَيْسَرُ عَلَى الْحَامِلِينَ الْمُتَدَاوِلِينَ بَيْنَهُمْ وَأَبْعَدُ عَنْ تَشْبِيهِ حَمْلِ الْجِنَازَةِ بِحَمْلِ الْأَثْقَالِ وَقَدْ أُمِرْنَا بِذَلِكَ وَلِهَذَا كُرِهَ حَمْلُهَا عَلَى الظَّهْرِ أَوْ عَلَى الدَّابَّةِ.
{انظر كتاب المبسوط : / كتاب الصلاة / باب حمل الجنازة / للإمام
محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي}.
*♻✍• Imam Sarkhasiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mabsuth " berkata :*
(Dan hujjah kami Hanafiyyah) Hadits Ibnu Mas'ud radliyyAllahu 'anhu :
((Termasuk *SUNNAH* mengusung jenazah dari 4 sisinya))
Dan karena amalan orang banyak dengan model/sifat inilah yang paling masyhur, lebih mudah DIJALANI oleh para pengusung jenazah yang sudah kondang/mendunia diantara mereka, dan jauh dari menyerupakan mengusung jenazah, serupa dengan mengusung sesuatu yang berat - berat, dan kami (kaum Hanafiyyah) diperintahkan untuk melakukannya seperti hal tersebut, dan atas dasar sebab ini hukumnya *MAKRUH* mengusung jenazah diatas punggung atau diatas kendaraan menurut kami (Hanafiyyah).
{Lihat Kitab Al Mabsuth / Kitabu Ash Shalati / Bab Hamli Al Janazati. Karya Imam Sarkhasiy Al Hanafiy}.
*_b]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Malikiy._*
*♻✍• قال الإمام محمد بن يوسف بن أبي القاسم بن يوسف العبدري الغرناطي، أبو عبد الله المواق المالكي ، المتوفى: ٨٩٧ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " التاج والإكليل لمختصر خليل ":*
"وٙلاٙ بٙأْسٙ بِحٙمْلِ اْلجٙنٙازٙةِ عٙلٰى الدّٙابّٙة إِنْ لٙمْ يٙجِدْ مٙنْ يٙحْمِلُهٙا" انتهى .
{انظر كتاب التاج والإكليل لمختصر خليل : ج ٣ ص ٣٤. للإمام ابو عبد الله المواق المالكي}.
*📘🎙• Imam Abu 'Abdillah Al Mawwaq Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil ":*
Tidak mengapa mengusung jenazah diatas kendaraan ketika tidak ada orang yang mengusungnya.
{Lihat Kitab Al Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil : juz 3 hal 34. Karya Imam Abu 'Abdillah Al Mawwaq Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام المازري المالكي (وهو أبو عبد الله محمد بن علي بن عمر التَّمِيمي المازري المالكي المتوفى: ٥٣٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " شرح التلقين في فقه المالكي ":*
قال ﺃﺷﻬﺐ:
ﺣﻤﻞ ﺟﻨﺎﺯﺓ ﺍﻟﺼﺒﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻳﺪﻱ ﺃﺣﺐ
ﺇﻟﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﻭﺍﻟﻨﻌﺶ ﻓﺈﻥ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﻟﻢ ﺃﺭ ﺑﺄﺳﺎ.
{انظر كتاب شرح التلقين. للإمام المازري المالكي}.
*📘🎙• Imam Maaziriy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu At Talqiin Fi Fiqhi Al Malikiy " berkata :*
Imam Asyhab berkata:
Membawa jenazah anak kecil dengan tangan lebih aku sukai daripada membawa jenazah dengan kendaraan dan Keranda.
Apabila mengusung jenazah diatas kendaraan aku berpendapat tidaklah menjadi persoalan.
{Lihat Kitab Syarhu At Talqiin Fi Fiqhi Al Malikiy. Karya Imam Abu 'Abdillah Muhammad Al Maaziriy Al Malikiy}.
*🌴✒• قال الإمام القرافي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " الذخيرة ":*
قال أشهب : وحمل الصبي على الأيدي أحب إلي من الدابة والنعش .
{انظر كتاب الذخيرة : ج ٢ ص ٤٦٤ / كتاب الصلاة / الباب الحادي والعشرون في صلاة الجنازة / الفصل الرابع في الصلاة. للإمام شهاب الدين أحمد بن إدريس القرافي المالكي}.
*🚑🌐• Imam Qarafiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Adz Dzakhiirah " berkata :*
Imam Asyhab berkata:
Membawa jenazah anak kecil dengan tangan lebih aku sukai daripada membawa jenazah dengan kendaraan dan Keranda.
{Lihat Kitab Adz Dzakhiirah : juz 2 hal 464. Karya Imam Qarafiy Al Malikiy}.
*📗🎤• قال الإمام خليل بن إسحاق بن موسى، ضياء الدين الجندي المالكي المصري, المتوفى: ٧٧٦ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " التوضيح في شرح المختصر الفرعي لابن الحاجب ":*
قال ﺍﺑﻦ ﺣﺒﻴﺐ: ﻭﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﺤﻤﻞ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺍﺑﺔ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺪ ﻣﻦ ﻳﺤﻤﻠﻬﺎ.
{انظر كتاب التوضيح شرح مختصر ابن الحاجب في فقه الإمام مالك : ج ٢ ص ١ - ٧. للإمام ضياء الدين الجندي المالكي}.
*📒✒• Imam Dliyaa'uddin Al Jundiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " At Taudliih Syarhu Mukhtasar Ibnu Haajib " berkata :*
Ibn Habib berkata:
Tidak masalah mengusung jenazah diatas kendaraan, jika tidak ada orang yang membawanya.
{Lihat Kitab At Taudliih Syarhu Mukhtasar Ibnu Haajib : juz 2 hal 1-7. Karya Imam Dliyaa'uddin Al Jundiy Al Mishriy Al Malikiy}.
*_c]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Syafi'iy._*
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْأَصْحَابُ :
وَيُحْمَلُ عَلَى سَرِيرٍ أَوْ لَوْحٍ أَوْ مَحْمِلٍ ، قَالُوا : وَأَيُّ شَيْءٍ حُمِلَ عَلَيْهِ أَجْزَأَ؟.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٧٠ ، طپعة : دار الفكر - ببيروت / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / بَابُ مَا يُفْعَلُ بِالْمَيِّتِ. للإمام النووي الشافعي}.
*♻🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Imam Syafi'iy dalam kitabnya " Al Umm ", Al Qadli Abu Thib, dan Sahabat - sahabat (pengikut Imam Syafi'iy) berkata :
Dan jenazah diusung diatas semacam tempat tidur, meja panjang, atau tandu/sekedup,
mereka berkata : di bawa diatas apa saja sudah mencukupi
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 270, Cet. Dar Al Fikri / Kitabu Al Jana'izi / Bab Ma Yuf'alu Bilmayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_d]• Boleh Membawa Mayyit Dengan Kendaraan Menurut Madzhab Imam Ahmad._*
*📘👌• وجاء في كتاب "مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى للإمام مصطفى بن سعد بن عبده السيوطي شهرة، الرحيبانى الحنبلي رحمه الله تعالى :*
"وٙلاٙ بٙأْسٙ بِحٙمْلِهِ عٙلٰى دٙابٙةٍ لِغٙرْضٍ صٙحِيْحٍ، كٙبُعْدِ قٙبْرِهِ , وٙسٙمِنِ جِثْتِهِ" انتهى .
{انظر كتاب مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى : ج ١ ص ٨٩٥. للإمام الرحيبانى الحنبلي}.
*📓🔵• Imam Ar Rohibaniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mathoolib Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha " berkata:*
Tidak mengapa dengan mengusungnya diatas kendaraan karena tujuan yang baik, seperti karena jarak pemakamannya yang jauh atau mayitnya berat (gemuk) badannya.
{Lihat Kitab Mathoolib Uli An Nuha Fi Syarhi Ghayati Al Muntaha : juz 1 hal 895. Karya Imam Rohibaniy Al Hanbaliy}.
*☘🔵• Ulama' Kekinian Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Hanbaliy hafidzahullahu ta'ala ditanya seperti tersebut dalam Kitabnya " Syarhu Abu Dawud " :*
السؤال: هل أخذ الجنازة إلى المقبرة في السيارة أفضل أم المشي بها؟
Manakah yang lebih utama, membawa jenazah ke kuburan dengan bobil atau dengan berjalan ?
Jawaban Syaikh hafidzahullah :
الجواب: إذا كانت المقبرة قريبة فالمشي إليها هو الأفضل، وإذا كانت بعيدة يشق على الناس المشيء إليها فلا بأس أن يُذهب بها بالسيارة.
{انظر شرح سنن أبي داود / حكم إعلام الناس بصلاة الجنازة. للشيخ : عبد المحسن العباد الحنبلي}.
Jika kuburannya dekat maka yang lebih afdhal dengan berjalan. Namun kuburannya jauh sehingga memberatkan orang-orang berjalan menuju ke kuburan, maka tidak mengapa membawa jenazah dengan mobil.
{Lihat Syarhu Abu Dawud / Hukmu I'laami An Naasi Bishalaati Al Janazati. Karya Syaikh 'Abdil Muhsin 'Abaad Al Hanbaliy}.
*iv)• 🚑 Posisi Kepala Jenazah Saat Dibawa Kepemakaman.*
*DISUNAHKAN MENDAHULUKAN KEPALANYA UNTUK MENGIKUTI ARAH JALAN,* baik itu berjalan ke arah qiblat maupun bukan. sebagaimana diterangkan dalam kitab: Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj:
*🚑🎙• قال الإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ":*
قَوْلُهُ (اِلَى تَنْكِيْسِ رَأْسِ الْمَيِّتِ) يُؤْخَذُ مِنْهُ اَنَّ السُّـنَّةَ فِىْ وَضْعِ رَأْسِ الْمَيِّتِ فِى حَالِ السَّيْرِ اَنْ يَكُوْنَ اِلَى جِهَّةِ الطَّرِيْقِ سَوَاءٌ اَلْقِبْلَةَ وَغَيْرَهَا بَصْرِىٌّ قَوْلُ الْمَتَنِ.
{انظر كتاب تحفة المحتاج فى شرح المنهاج : ج ٤ ص ٧١ / فصل فى تكفين الميت. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي}.
*🚑✒• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj ":*
Perkataan (Sampai membalikkan kepala mayit) diambil dari perkataan tersebut, sesungguhnya sunnah meletakkan kepala mayit ketika berjalan/membawa ke makam sesuai arah jalan yang dilalui, baik menghadap kiblat atau tidak. Seperti dikatakan Sayid Umar Bashry.
{Lihat Kitab Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarhi al-Minhaj : juz 4 hal. 71 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy. Terdapat jugå dalam kitab Mauhibah dzii al-Fadhli juz 3 hal. 424. Hawasyi al-Syarwani Wa al-Ubadi Fashl Fii Takfini al-Mayit Wa Khamlihi}.
*v)• Pahala Mengusung Jenazah.*
*📒🌐• وَعَنْ أَنَسٍ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ مَرْفُوعًا (هو ما أُضيف إلى النبي محمد من قول أو فعل أو تقرير أو وصف في خُلُقه أو خِلْقَتِه) بِلَفْظِ:*
{مَنْ حَمَلَ جَوَانِبَ السَّرِيرِ الْأَرْبَعِ، كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ أَرْبَعِينَ كَبِيرَةً}.
{رواه الطبراني في الأوسط ومرفوعا. وانظر كتاب مجمع الزوائد ومنبع الفوائد / كتاب الجنائز / باب حمل السرير / رقم الحديث : ٤١٠٩. للإمام نور الدين علي بن أبي بكر الهيثمي. وقال : رواه الطبراني في الأوسط ، وفيه علي بن أبي سارة ، وهو ضعيف}.
*📓✍• Dari Anas. Imam Thabaraniy telah mengeluarkannya dalam kitabnya " Al Ausath " secara marfu' (hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad dari perkataan, perilaku, dan ketetapan beliau) dengan teks :*
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, maka Allah akan melebur darinya 40 dosa besar (selain dosa besar yang tidak diampuni, seperti musyrik, membunuh, dsb)]]
{HR. Thabaraniy Dalam Al Ausath Secara Marfu'. Dan Lihat Kitab Majma' Az Zawa'id Wa Manba'u Al Fawaa'id / Kitabu Al Jana'izi / Bab Hamli As Sariir / No. 1409. Karya Imam Al Haitsamiy, ia berkata : Hadits Riwayat Thabaraniy dalam Al Ausath, didalamnya ada 'Aliy bin Saarah, dia lemah}.
*📓✍• جاء في كتاب العلل المتناهية في الأحاديث الواهية المؤلف: جمال الدين أبو الفرج عبد الرحمن بن علي بن محمد الجوزي ، المتوفى: ٥٩٧ هـ) رحمه الله تعالى :*
أَنبَأنا ابن خَيرُونَ، قال: أَنبَأَنا الجَوهَرِيُّ، عَن الدارَقُطنِيِّ، عَن أَبِي حاتم ابنِ حِبَّان، قال: حَدَّثنا مُحَمد بن عَلِي الصَّيرَفِيُّ، قال: حَدَّثنا عُثمانُ بن طالُوتَ بنِ عَبادٍ، قال: حَدَّثنا بَكرُ بن عَبدِ رَبِّهِ، قال: حَدَّثنا عَلِيُّ بن أَبِي سارَةَ، عَن ثابتٍ، عَن أَنَسِ بنِ مالِكٍ، قال: قال رَسول الله ﷺ💚:
«مَن حَمَلَ قَوائِمَ السَّرِيرِ الأَربَعَ إِيمانًا واحتِسابًا حَطَّ اللَّهُ عَزَّ وجَلَّ عَنهُ أَربَعِينَ كَبِيرَةً».
قال المُؤَلِّفُ: هَذا حديث لاَ يَصِحُّ.
قال ابن حِبَّان: غلبت المناكير على رواية علي بن أَبِي سارة.
{أخرجه الإمام ابن الجوزي الحنبلى في كتابه العلل المتناهية في الأحاديث الواهية / حديث في ثواب حمل الجنازة}.
*📘✒• Tersebut dalam kitab " Al Ìlal Al Mutanahiyyah Fi Al Ahaadiitsi Al Waahiyyah " karya Imam Ibnu Al Jauziy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Telah mengabarkan kepada kami : Ibnu Khairun, ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Al Jauhariy. Dari Daruquthniy. Dari Abi Hatim bin Ibnu Hibban, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin 'Aliy Ash Shairofiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Utsman bin Thaluth bin 'Abaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Bakr bin 'Abdirrabbih, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : 'Aliy bin Abi Saarah. Dari Tsaabit. Dari Anas bin Malik, beliau berkata : Rasulullah ﷺ💙 pernah bersabda :
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, dengan hanya beriman kepada Allah dan hanya mencari keridhaan Nya, maka Allah 'Azza Wa Jalla akan menghapus darinya 40 dosa besar (selain dosa besar yang tidak diampuni, seperti musyrik, membunuh, dsb)]]
Mu'allif/pengarang (Ibnul Jauziy) berkata : *INI HADITS YANG TIDAK SHAHIH*
Ibnu Hibban berkata : Aku condong *TERMASUK HADITS MUNKAR* dari riwayat 'Aliy bin Abi Saarah.
{Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Al Jauziy Al Hanbaliy dalam kitabnya " Al Ìlal Al Mutanahiyyah Fi Al Ahaadiitsi Al Waahiyyah / Hadits Fi Tsawaabi Hamli Al Janazati}.
*♻📘• جاء في كتاب مستدرك الوسائل ومستنبط المسائل المعروف بـ"مستدرك" كتاب فقهي لـميرزا حسين النوري الطبرسي الشيعي المعروف بـ المحدث النوري من علماء الشيعة (المتوفى سنة : ١٢٤٥ هـ - ١٣٢٠ هـ) :*
عن جابر بن عبد الله ، عن النبي ( صلى الله عليه و آله ) قال :
" إذٙا مٙاتٙ الرّٙجلُ من أهلِ الْجنةِ اِسْتٙحْيِىٙ اللّٰهُ أٙنْ يُّعٙذِبٙ مٙنْ حٙمٙلٙهُ و مٙنِ اتّٙبعٙه و مٙن صلّٙى عليه " .
{انظر كتاب مستدرك الوسائل ومستنبط المسائل المعروف بـ"مستدرك"
المؤلف ميرزا حسين النوري الطبرسي الشيعي}.
*☘📓• Tersebut dalam kitab " Mustadrak Al Wasaa'ili Wa Mustanbathu Al Masaa'ili " karya Ulama' Syi'ah Mirza Husain An Nuriy At Thabarsiy Asy Syi'iy :*
Dari Jabir bin 'Abdillah, dari Nabi ShallAllahu 'Alaihi Wa Aalihi :
((Ketika seorang Ahli Surga meninggal, maka Allah akan merasa malu apabila menyiksa orang yang telah mengusungnya, mengiringinya, dan menshalatinya)).
{Lihat Kitab Mustadrak Al Wasaa'ili Wa Mustanbathu Al Masaa'ili " karya Ulama' Syi'ah Mirza Husain An Nuriy At Thabarsiy Asy Syi'iy}.
*♻📗• جاء في كتاب نيل الأوطار للإمام محمد بن علي الشوكاني رحمه الله تعالى :*
وَرَوَى عَبْدُ الرَّزَّاقِ (مِنْ طَرِيقِ أَبِي الْمُهَزِّمِ), عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أٙنّهُ قٙالٙ :
«مَنْ حَمَلَ الْجِنَازَةَ بِجَوَانِبِهَا الْأَرْبَعِ فَقَدْ قَضَى الَّذِي عَلَيْهِ»
وأخرج الترمذي عن أبي هريرة قال : سمعت رسول الله ﷺ💓 يقول :
«مَنْ تَبِعَ جَنَازَةً وَحَمَلَهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ مِنْ حَقِّهَا»
قال الترمذي : هذا حديث غريب . ورواه بعضهم بهذا الإسناد ولم يرفعه .
والحديث يدل على مشروعية الحمل للميت ، وأن السنة أن يكون بجميع جوانب السرير .
{انظر كتاب نيل الأوطار. للامام محمد بن علي الشوكاني}.
*🌴🔵• Tersebut dalam kitab " Nailu Al Authaar " karya Imam Syaukaniy rahimahullahu ta'ala :*
Abdurrazzaq telah meriwayatkan : (dari jalan Abi Al Muhazzim), dari Abi Hurairah, bahwasannya beliau berkata :
[[Barangsiapa Mengusung jenazah pada 4 sisi keranda mayat, maka sesungguhnya ia telah memenuhi hak yang ada padanya (memenuhi kesunnahannya membawanya sebanyak 3 kali, jika kurang dari 3 kali belum memenuhi haknya)]].
Dan Tirmidzi mengeluarkan dari Abi Hurairah beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah ﷺ💞 bersabda :
[[Barangsiapa mengiringi jenazah dan mengusungnya sebanyak 3 kali (mengusungnya kemudian merasa payah dan digantikan orang lain, begitu seterusnya sampai 3 kali), maka dia telah memenuhi perkara atas jenazah yang menjadi haknya (kesunnahan membawanya minimal 3 kali). Tirmidzi berkata : *HADITS INI GHARIB/ASING*. Dan sebagian meriwayatkannya dengan sanad ini dan tidak memarfu'kannya.
Dan hadits menunjukkan *DISYARI'ATKANNYA* mengusung jenazah, dan yang *SUNNAH* apabila mengusungnya pada semua sisi keranda jenazah.
{Lihat Kitab Nailu Al Authaar. Imam Muhammad bin 'Aliy Asy Syaukaniy}.
*2⃣4⃣• Tutup Keranda (Lurup : Jawa), Terutama Jika Mayyitnya Perempuan* karena bisa lebih menutupi auratnya ketika diusung atau dibentangkan ketika dimasukkan kedalam liang kubur.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ سِيرِينَ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يُغَطِّي قَبْرَ الْمَرْأَةِ ،
وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ قَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا , وَبَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ , فَجَذَبَهُ وَقَالَ : إنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ, وَشَهِدَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ دَفْنَ أَبِي زَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ فَخَمَّرَ الْقَبْرَ بِثَوْبٍ ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَنَسٍ : ارْفَعُوا الثَّوْبَ , إنَّمَا يُخَمَّرُ قَبْرُ النِّسَاءِ , وَأَنَسٌ شَاهِدٌ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ لَا يُنْكِرُ .
وَلِأَنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ , وَلَا يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ,
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💚 - ". انتهى .
Dan sesungguhnya Ibnu Sîrîn rahimahullahu ta'ala telah meriwayatkan dari Umar radliyyAllahu 'anhu : bahwa beliau juga menutupi kuburan seorang mayat perempuan.
Dan diriwayatkan pula dari Ali radliyyAllahu 'anhu; bahwasanya beliau pernah melewati suatu kaum yang sedang menguburkan mayat seorang laki-laki, mereka menghamparkan kain diatas kubur tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja.
*♻ KET :* ((Riwayat ini telah disebutkan oleh Imam Baihaqi (4/54) *DENGAN SANAD DLA'IF ,(LEMAH),* dan kami tidak tahu tentang atsar yang dinisbatkan kepada Ibnu Sîrîn bahwa beliau telah meriwayatkan tentang perbuatan Umar radliyyAllahu 'anhu yang disebutkan diatas. Lagi pula jarak masa antara Ibnu Sîrîn dan Umar sangat jauh sekali. Dengan demikian maka atsar yang dia riwayatkan juga termasuk dha'îf/lemah)).
Dan Anas ibn Malik radliyyAllahu 'anhu pernah menyaksikan pemakaman Abu Zaid al-Anshârîy, ketika kuburnya ditutupi dengan kain *_Abdullah ibn Anas berkata: angkat kain tersebut, sebab sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja._* Sementara pada saat itu Anas –yang sedang berdiri ditepi lobang kuburan- hanya berdiam saja, dan tidak memberikan protes sama sekali. Dan karena wanita adalah aurat yang dikhawatirkan jika terlihat darinya sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilihat.
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa tidak dimakruhkan menutupi kubur mayat laki-laki dengan kain. Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut dimakruhkan dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💙.
KESIMPULANNYA:
Makna dari perkataan mereka mengandung arti bahwa; apabila mayat tersebut adalah seorang wanita, maka disunnahkan, ketika memakamkannya, untuk menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya.
*♻🎙• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ تَغْطِيَةُ قَبْرِ الْمَرْأَةِ حِينَ الدَّفْنِ لأَِنَّهَا عَوْرَةٌ، وَلأَِنَّهُ لاَ يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ، وَبِنَاءُ أَمْرِهَا عَلَى السِّتْرِ، وَالْخُنْثَى فِي ذَلِكَ كَالأُْنْثَى احْتِيَاطًا.
وٙاخْتٙلٙفُوْا فِي تَغْطِيَةِ قَبْرِ الرَّجُل، فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ تَغْطِيَةُ قَبْرِ الرَّجُل إِلاَّ لِعُذْرٍ مِنْ مَطَرٍ وَغَيْرِهِ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ وَقَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا، وَقَدْ بَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ، فَجَذَبَهُ وَقَال: إِنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنِ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُول اللَّهِ ﷺ💘 .
وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ فِي الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ، سَوَاءٌ كَانَ رَجُلاً أَوِ امْرَأَةً، وَالْمَرْأَةُ آكَدُ.؛ لأَِنَّهُ رُبَّمَا يَنْكَشِفُ عِنْدَ الاِضْطِجَاعِ وَحَل الشِّدَادِ، فَيَظْهَرُ مَا يُسْتَحَبُّ إِخْفَاؤُهُ.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٢١ ص ١٦ / دفن / تَغْطِيَةُ الْقَبْرِ حِينَ الدَّqفْنِ / لوزارة الاوقاف والشؤون الاسلاميه - دولة الكويت}.
*📓☘• Tersebut dalam kitab " Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya the Ministry of Endowments and Islamic Affairs (Kementerian Urusan Wakaf dan Agama Negara Kuwait):*
Tidak ada perbedaan diantara Ahli Fiqih dalam persoalan tersebut *DISUNNAHKAN* menutupi kuburan perempuan ketika dikebumikan karena sesungguhnya wanita adalah aurat, dan karena hal tersebut tidak aman apabila sesuatu yang tidak pantas terlihat darinya lantas orang banyak melihatnya, dan menetapkan urusannya agar menutup aurat, dan waria/banci dalam urusan tersebut seperti wanita sebagai bentuk kehati - hatian.
Para Ahli Fikih berselisih pendapat dalam masalah menutupi kuburan mayat laki-laki, jumhur ( mayoritas ulama' ) memilih bahwasannya *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburan mayat laki-laki, kecuali karena 'udzur menutupi dari hujan dan lainnya, berdasarkan riwayat hadits yang diriwayatkan dari 'Aliy radliyyAllahu 'anhu, bahwasannya beliau berjalan melewati segeromnbolan kaum, mereka sedang menguburkan mayat laki-laki, membentangkan kain diatas kuburan tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja. Hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💞.
Dan Syafi'iyyah (Pengikut Madzhab Imam Syafi'iy) berpendapat dalam ideologi mereka bahwasannya hal tersebut *DISUNNAHKAN* baik mayatnya laki-laki ataupun perempuan, dan mayat wanita *LEBIH DIPRIORITASKAN* (untuk ditutupi). Ketika mayat perempuan tersebut ditidur miringkan dan dilepas tali kain kafannya mungkin akan tersingkap, lantas terlihat jelas sesuatu yang seharusnya disembunyikannya.
{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya the Ministry of Endowments and Islamic Affairs (Kementerian Urusan Wakaf dan Agama Negara Kuwait)}.
*_1⃣• Sunnah Menutup Keranda Dan Liang Lahad mayyit Perempuan Ketika Dikuburkan Dan Tidak Makruh Apabila Menutup Keranda Atau Liang Lahad Mayyit Laki Laki Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah._*
*🌴🌐• قال الشيخ عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
الحنفية قالوا : ... ويغطى نعش المرأة ندبا كما يغطي قبرها عند الدفن إلى أن يفرغ من لحدها إذ المرأة عورة من قدمها إلى قرنها فربما يبدو شيء منها وإذا تأكد ظهور شيء منها وجبت التغطية ...
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٣١. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📓✍• Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah ":*
Hanafiyyah (Pengikut madzhab Imam Abi Hanifah) berkata : ... Dan *SUNNAH* menutup keranda mayat wanita seperti menutup liang kuburnya ketika ia dimasukkan kedalam kubur, sampai selesai ditaruh dalam liang lahadnya, karena wanita adalah aurat, mulai dari ujung kaki sampai pucuk rambutnya,
Barangkali sesuatu tampak darinya, ketika sesuatu tampak sangat menonjol darinya, maka hukumnya *WAJIB* menutupinya.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 831. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*🌴✒• جاء في كتاب المغني للإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى :*
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -
وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💚 - ".
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٧٤ / كِتَاب الْجَنَائِز / فَصْلٌ إذَا مَاتَ فِي سَفِينَةٍ فِي الْبَحْرِ / مَسْأَلَةٌ الْمَرْأَةُ يُخَمِّر قَبْرُهَا بِثَوْبِ. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📘✒• Tersebut dalam kitab " Al Mughniy " karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka *DIMAKRUHKAN* menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa *TIDAK DIMAKRUHKAN MENUTUPI KUBUR MAYAT LAKI-LAKI DENGAN KAIN.* Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut *DIMAKRUHKAN* dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💙.
{Lihat Keterangan Ini Dalam Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 374 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Idza Maata Fi Safiinatin Fi Al Bahri / Mas'alatun Al Mar'atu Yukhammaru Qabruha Bitsaubin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*_2⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Malik._*
*💾✏•وفي حاشية الدسوقي على الشرح الكبير للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (المتوفى: ١٢٣٠هـ)، رحمه الله تعالى :*
" ندب ستر المرأة الميتة ظهر النعش؛ لأنه أبلغ في الستر" انتهى.
{كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٨ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / مندوبات التشييع. للإمام محمد عرفة الدسوقي المالكي}.
*💾🎤• Terdapat dalam kitab Hasyiyah Ad-Dasuqi, karya Imam Muhammad 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy, rahimahullahu ta'ala :*
*“DISUNNAHKAN* menutupi mayat wanita dengan meletakkan kubah (naungan) diatas keranda. Karena hal itu lebih menutupi mayyit.”
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy : juz 1 hal 418 / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Fi Ahkaami Al Mauta / Manduubaatu At Tasyyii'. Karya Muhammad 'Irfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام الحطاب المالكي [وهو محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب المالكي)] رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر خليل ":*
ولا بأس بستر النعش للرجل نقله في التوضيح وابن عرفة .
( فرع ) قال في النوادر في ترجمة إنزال الميتة في قبرها بثوب وكذلك فعل بزينب بنت جحش وهي أول من مات من أزواج النبي ﷺ💜 ،
قال أشهب في المجموعة : وما أكره أن يستر القبر في دفن الرجال وأما المرأة فهو الذي ينبغي وذلك واسع في الرجل ،
ومن العتبية قال موسى عن ابن القاسم : وستر قبر للمرأة بثوب مما ينبغي فعله انتهى
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع أوصى بأن لا يزاد على ثوب فزاد بعض الورثة آخر. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*📗🎙• Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtshar Khalil " berkata :*
Tidak menjadi persoalan menutup keranda mayat laki - laki, menukilnya dari At Taudliih dan Ibnu 'Irfah.
Cabang) : Berkata dalam An Nawadir dalam mengartikan menurunkan mayyit kedalam kuburannya dengan membentangkan kain diatasnya, dan seperti itulah pernah dilakukan dengan jenazah Sayyidatuna Zainab binti Jahsy dan beliau adalah orang yang pertama kali meninggal dari istri - istri Rasulullah ﷺ💓,
Asyhab didalam Al Majmu'ah berkata : Aku tidak benci apabila menutup membentangkan kain diatas liang kubur dalam prosesi penguburan seorang mayat laki - laki, adapun membentangkan kain diatas liang kubur mayat perempuan itu adalah hal yang semestinya, dan hal tersebut meluas pada mayat laki-laki.
Dari 'Utbiyyah, berkata Musa dari Ibnil Qaasim : Dan menutup (membentangkan) dengan kain diatas liang kubur mayat wanita (ketika akan dimasukkan kedalam liang kubur), merupakan sebagian perkara yang semestinya dilakukan.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtshar Khalil / Kitabu Al Jana'izi / Masaa'il Muta'aliqah Bilghusli Waddafni Washshlaati / Far'u Aushaa Bi An La Yuzaada 'Ala Tsaubin Fazaada Ba'dlu Al Waratsati Aakhar. Karya Imam Hathaab Al Malikiy}.
*_3⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Syafi'iy._*
*💾✏• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
فرع: قَال أَصْحَابُنَا: يُسْتَحَبُّ أَنْ يُتَّخَذَ للمَرْأَةِ نَعْشٌ،
قَال الشَّيْخُ نَصْرٌ المَقْدِسِيُّ وَالنَّعْشُ هُوَ المِكَبَّةُ التِي تُوضَعُ فَوْقَ المَرْأَةِ عَلى السَّرِيرِ، وَتُغَطَّى بِثَوْبٍ لتُسْتَرَ عَنْ أَعْيُنِ النَّاسِ،
وَكَذَا قَالهُ صَاحِبُ الحَاوِي: يُخْتَارُ للمَرْأَةِ إصْلاحُ النَّعْشِ كَالقُبَّةِ عَلى السَّرِيرِ لمَا فِيهِ مِنْ الصِّيَانَةِ وَسَمَّاهُ صَاحِبُ البَيَانِ رحمه الله خَيْمَةً فَقَال: إنْ كَانَتْ امْرَأَةً اُتُّخِذَ لهَا خَيْمَةٌ تَسْتُرُهَا،
وَاسْتَدَلوا لهُ بِقِصَّةِ جِنَازَةِ زَيْنَبَ أُمِّ المُؤْمِنِينَ رضي الله عنها قِيل: وَهِيَ أَوَّل مَنْ حُمِل عَلى هَذَا النَّعْشِ مِنْ المُسْلمَاتِ، وَقَدْ رَوَى البَيْهَقِيُّ رحمه الله أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ رَسُول اللهِ ﷺ💚 وَرَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَوْصَتْ أَنْ يُتَّخَذَ لهَا ذَلكَ فَفَعَلوهُ، فَإِنْ صَحَّ هَذَا فَهِيَ قَبْل زَيْنَبَ بِسِنِينَ كَثِيرَةٍ
(وَأَمَّا) مَا حَكَاهُ البَنْدَنِيجِيُّ أَنَّ أَوَّل مَا اُتُّخِذَ ذَلكَ فِي جِنَازَةِ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُول اللهِ
ﷺ💙 وَأَنَّ رَسُول اللهِ ﷺ💓 أَمَرَ بِذَلكَ فَبَاطِلٌ غَيْرُ مَعْرُوفٍ نَبَّهْت عَليْهِ؛ لئَلا يُغْتَرَّ بِهِ. " انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٣٤. للإمام النووي الشافعي}.
*📿📕• Imam An-Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullah ta'ala mengatakan didalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
(Cabang) : Sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah) berkata :
*```“DISUNNAHKAN*``` bagi mayat wanita dibuatkan keranda (peti).
Syaikh Nashr Al Maqdisiy berkata : Keranda adalah tempat diletakkan wanita diatas ranjang. *_Dan ditutup dengan baju untuk menutupi dari pandangan orang-orang._*
Begitu juga pengarang Kitab Al Hawi (Imam Mawardiy) berkata :
Dipilihkan bagi wanita sebaik - baik keranda semacam kubbah diatas Keranda, karena didalamnya termasuk penjagaan. Pengarang kitab Al Bayan (Imam Ramliy) menyebutnya khoimah (paviliun/naungan), kemudian beliau berkata : Apabila adanya mayyit seorang wanita maka diambilkan baginya khoimah (naungan) yang menutupinya.
Mereka berdalil dengan kisah jenazah Zainab Umul Mukminin radhiyyAllahu anha, dikatakan: beliau adalah orang yang pertama kali dibawa dengan menggunakan keranda dari kalangan wanita muslimah.
Diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullahu bahwa Fatimah binti Rasulullah ﷺ💞 radliyyAllahu ’anha memberi wasiat agar dibuatkan (keranda) untuknya, dan mereka melaksanakannya. Jika (atsar) ini shahih, maka beliau (telah melaksanakan) beberapa tahun yang lalu sebelum Zainab. Sementara apa yang diceritakan oleh Al-Bandanaiji bahwa orang yang pertama kali membuat hal itu adalah jenazah Zainab binti Rasulullah ﷺ💖. Bahwa Rasulullah ﷺ💜 memerintahkan hal itu tidak benar dan tidak dikenal. Saya telah ingatkah (hal itu) agar tidak terperdaya.”
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarh Al-Muhadzab : juz 5 hal 234. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*_4⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Madzhab Imam Ahmad._*
*💓🌴• وقال الامام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُتْرَكَ فَوْقَ سَرِيرِ الْمَرْأَةِ شَيْءٌ مِنْ الْخَشَبِ أَوْ الْجَرِيدِ ، مِثْلُ الْقُبَّةِ ، يُتْرَكُ فَوْقَهُ ثَوْبٌ ; لِيَكُونَ أَسْتَرَ لَهَا . انتهى.
{انظر كتاب "المغني" : ج ٢ ص ٢١١ / كتاب الجنائز / مسألة إن كان شارب الميت طويلا أخذ وجعل معه / فصل جبر عظمه بعظم فجبر ثم مات. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*🌴📿• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Mughniy " :*
Pasal) : *“DISUNNAHKAN* memakaikan diatas dipan wanita sesuatu dari kayu atau tikar. Seperti kubah, dibiarkan diatasnya ada baju agar lebih tertutup."
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 2 hal 211 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah In Kaana Syaaribun Thawiilan Ukhidza Waju'ila Ma'ahu.
Karya Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*🌴🎙• قال الامام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه "المغني" :*
وَالْمَرْأَةُ يُخَمَّرُ قَبْرُهَا (أي : يُستر) بِثَوْبٍ ، لَا نَعْلَمُ فِي اسْتِحْبَابِ هَذَا بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ خِلَافًا ، وَقَدْ رَوَى ابْنُ سِيرِينَ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يُغَطِّي قَبْرَ الْمَرْأَةِ ، وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ قَدْ دَفَنُوا مَيِّتًا , وَبَسَطُوا عَلَى قَبْرِهِ الثَّوْبَ , فَجَذَبَهُ وَقَالَ : إنَّمَا يُصْنَعُ هَذَا بِالنِّسَاءِ, وَشَهِدَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ دَفْنَ أَبِي زَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ فَخَمَّرَ الْقَبْرَ بِثَوْبٍ ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَنَسٍ : ارْفَعُوا الثَّوْبَ , إنَّمَا يُخَمَّرُ قَبْرُ النِّسَاءِ , وَأَنَسٌ شَاهِدٌ عَلَى شَفِيرِ الْقَبْرِ لَا يُنْكِرُ . وَلِأَنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ , وَلَا يُؤْمَنُ أَنْ يَبْدُوَ مِنْهَا شَيْءٌ فَيَرَاهُ الْحَاضِرُونَ ،
فَإِنْ كَانَ الْمَيِّتُ رَجُلًا كُرِهَ سَتْرُ قَبْرِهِ. لِمَا ذَكَرْنَا.
وَكَرِهَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ وَلَمْ يَكْرَهْهُ أَصْحَابُ الرَّأْيِ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْأَوَّلُ أَوْلَى؛ لِأَنَّ فِعْلَ عَلِيٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَأَنَسٍ يَدُلُّ عَلَى كَرَاهَتِهِ، وَلِأَنَّ كَشْفَهُ أَمْكَنُ وَأَبْعَدُ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ، مَعَ مَا فِيهِ مِنْ اتِّبَاعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ. - ﷺ💜 - " انتهى
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٣٧٣ / كتاب الجنائز / فَصْلٌ إذَا مَاتَ فِي سَفِينَةٍ فِي الْبَحْرِ / مَسْأَلَةٌ الْمَرْأَةُ يُخَمِّر قَبْرُهَا بِثَوْبِ. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*📘🔴• Imam Ibnu Qudâmah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata:*
(Syarah masalah: Kubur mayat wanita harus ditutupi dengan kain) kami tidak mengetahui ada ulama yang tidak mengatakan bahwa hal tersebut disunnahkan.
Ibnu Sîrîn rahimahullah telah meriwayatkan dari Umar radliyyAllahu 'anhu bahwa beliau juga *_menutupi kuburan seorang mayat perempuan._*
Dan diriwayatkan pula dari Ali karramAllahu wajhahu : bahwasanya beliau pernah melewati suatu kaum yang sedang menguburkan mayat seorang laki-laki, mereka menghamparkan kain diatas kubur tersebut, lalu Ali menariknya dan beliau berkata: hal ini dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja.
Dan Anas ibn Malik rahimahullaahu ta'ala pernah menyaksikan pemakaman Abu Zaid al-Anshârî, ketika kuburnya ditutupi dengan kain Abdullah ibn Anas berkata: angkat kain tersebut, sebab sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mayat perempuan saja. Sementara pada saat itu Anas –yang sedang berdiri ditempi lobang kuburan- hanya berdiam saja, dan tidak memberikan protes sama sekali. Dan karena wanita adalah aurat yang dikhawatirkan jika terlihat darinya sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilihat.
Dan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki maka dimakruhkan menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya, hal ini berdasarkan dalil dan alasan yang telah kami sebutkan.
Pendapat ini juga diaminkan oleh Abdullah ibn Zaid.
Namun Ulama mazhab Hanafi dan Abu Tsûr r.a mengatakan bahwa tidak dimakruhkan menutupi kubur mayat laki-laki dengan kain. Akan tetapi yang lebih utama adalah pendapat pertama, sebab perbuatan Ali radliyyAllahu 'anhu dan Anas radliyyAllahu 'anhu menunjukan bahwa hal tersebut dimakruhkan dan juga, kerena tanpa menutupi kubur mayat laki-laki akan lebih memungkinkan dan lebih jauh dari penyerupaan dengan mayat perempuan, disamping itu, hal tersebut termasuk mutâba'ah (mengikuti) perbuatan para sahabat Rasulullah ﷺ💚.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 373 / Kitabu Al Jana'izi / Idza Maata Fi Safiinatin Fi Al Bahri / Mas'alatun Al Mar'atu Yukhammaru Qabruha Bitsaubin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*👌🌴• DAPAT DISIMPULKAN:*
Makna dari perkataan mereka mengandung arti bahwa; apabila mayat tersebut adalah seorang wanita, maka disunnahkan, ketika memakamkannya, untuk menutupi kuburnya dengan kain atau sejenisnya.
*💖🍒•وقال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى ":*
وَيُسْتَحَبُّ سَتْرُ نَعْشِ الْمَرْأَةِ بِالْمُكِبَّةِ . انتهى.
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى (المعروف بشرح منتهى الإرادات) : ج ١ ص ٣٦٩ / كتاب الجنائز / فصل في حمل الجنازة. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📗👉• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (Muntaha Al Ìradaat) ":*
*“DISUNNAHKAN* menutupi keranda mayat dengan penutup.”
{Lihat Kitab Daqoiq Ulin Nuha
Lisyarhi Al Muntaha (Muntaha Al Ìradaat) : juz 1 hal 369 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Hamli Al Janazati. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*♻✒• قال الامام ابن مفلح الحنبلي (وهو محمد بن مفلح بن محمد المقدسي الحنبلي) رحمه الله تعالى في كتابن " الفروع " :*
وَيُسْتَحَبُّ سَتْرُ نَعْشِ الْمَرْأَةِ ، ذَكَرَهُ جَمَاعَةٌ ،
قَالَ فِي الْمُسْتَوْعِبِ (محمد بن عبد الله السامري الحنبلي نصير الدين) : يُسْتَرُ بِالْمِكَبَّةِ ، وَمَعْنَاهُ فِي الْفُصُولِ ،
قَالَ بَعْضُهُمْ : أَوَّلُ مَنْ اُتُّخِذَ ذَلِكَ لَهُ زَيْنَبُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ ، مَاتَتْ سَنَةَ عِشْرِينَ .
{انظر كتاب الفروع : ج ٣ ص ٣٦٤ / كتاب الجنائز / بَابُ حَمْلِ الْجَنَائِزِ. للإمام ابن مفلح الحنبلي}.
*📓✍• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' " berkata :*
*DISUNNAHKAN* menutupi keranda mayat perempuan, demikian " jama'ah " telah mengatakannya,
Berkata (Imam As Saamiriy Al Hanbaliy Nashiruddin) dalam Kitabnya " Al Mustau'ib " :
" Keranda mayat ditutup dengan penutup, dan maknanya didalam beberapa rincian.
Sebagian mengatakan : Orang yang pertama kali dibuatkan seperti hal tersebut adalah Sayyidatuna Zainab Ummil Mu'miniin, beliau wafat tahun 20 hijriyyah.
{Lihat Kitab Al Furuu' : juz 2 hal 373 / Kitabu Al Jana'izi / Bab Hamli Al Janazati. Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*_5⃣• Sunnah Menutup Keranda Atau Kubur Dengan Kain Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy._*
ونصوص هؤلاء العلماء باستحباب ستر نعش المرأة يدل على أن الرجل لا يستر ، بل يبقى مكشوفاً .
*🌴✒• قال ابن عثيمين الوهابي (وهو محمد بن صالح بن محمد العثيمين، المتوفى: ١٤٢١هـ ) :*
*🌐• " هل ينبغي أن يوضع على النعش " مكبة " أو لا ؟*
والمكبة مثل الخيمة أعواد مقوسة توضع على النعش، ويوضع عليها ستر.
*🔴• الجواب:*
إن كانت أنثى فنعم، وقد استحبه كثير من العلماء؛ لأن ذلك أستر لها.
وقد ذكر البيهقي ـ رحمه الله ـ: أن فاطمة بنت محمد ﷺ👭💜 أوصت بذلك ، وقيل: غير هذا.
وهذا مستعمل في الحجاز، ولكنه في نجد لا يعرف، ولو فعله أحد لكان محسناً، ولا ينكر عليه؛ لأنه تقدم أحياناً بعض الجنائز من النساء يشاهد الإنسان أشياء لا يحب أن يشاهدها، فإذا جعلت عليها "المكبة" فإنها تسترها.
قال في الروض: ( فإن كانت امرأة استحب تغطية نعشها بمكبة؛ لأنه أستر لها ويروى أن فاطمة صنع لها ذلك بأمرها ويجعل فوق المكبة ثوب. وكذا إن كان بالميت حدب ونحوه )؛ لأجل ستر هذا التشويه.
أما الرجل فلا يسن فيه هذا، بل يبقى كما هو عليه؛ لأنه فيه فائدة، وهي: قوة الاتعاظ إذا شاهده من كان معه بالأمس جثة على هذا السرير، وإن ستر بعباءة كما هو معمول به عندنا فلا بأس" انتهى.
{انظر كتاب "الشرح الممتع" : ج ٥ ص ٣٥٦. محمد صالح العثيمين الوهابي}.
Dari nash-nash para ulama tadi menganjurkan menutupi (mayat) wanita. Hal itu menunjukkan bahwa lelaki tidak ditutupi, bahkan dibiarkan terbuka.
*🌴🎙• Tokoh Wahhabiy Ibnu Utsaimin berkata :*
*🔵• “Apakah selayaknya meletakkan penutup di atas keranda atau tidak?*
*🔴• Jawabannya adalah :*
kalau wanita, ya. Kebanyakan para ulama menganjurkannya. Karena hal itu lebih tertutup. Baihaqi rahimahullah menyebutkan, bahwa Fatimah bin Muhammad ﷺ👭💘 mewasiatkan hal itu. Ada yang mengatakan selain itu.
Hal ini telah digunakan di Hijaz, akan tetapi di Najad tidak dikenal. Jika seseorang melakukannya, *_hal itu bagus dan jangan diingkari_*. Karena terkadang sebagian jenazah wanita yang ditaruh di depan, seseorang menyaksikan sesuatu yang tidak senang untuk dilihatnya. Kalau di atasnya ditaruh penutup, maka hal itu lebih tertutup.
Dalam ‘Ar-Raud’ dikatakan : (Kalau mayat wanita, dianjurkan menutupi keranda dengan penutup. Karena hal itu lebih tertutup baginya. Diriwayatkan bahwa Fatimah memerintahkan untuk membuat hal itu, ditaruh baju diatas penutup . Begitu juga jika mayat bongkok dan semisalnya), agar aibnya tertutup.
Sementara mayat lelaki tidak dianjurkan hal ini. Bahkan dibiarkan seperti apa adanya. Karena hal itu ada manfaatnya yaitu adanya memberikan nasehat yang kuat bagi setiap orang yang lihatnya, bahwa kemarin ada mayat di keranda ini. *_Kalau ditutup dengan kain penutup sebagaimana yang dipraktekkan, maka hal itu tidak mengapa.”_*
{Lihat Syarh Al-Mumti : juz 5 hal 356. Karya Tokoh Wahhabiy Ibnu 'Utsaimin}.
⤵ 5/ VII
⤵ 6/ VII
*2⃣5⃣• Kain Kafan atau Kain Ihram Yang Diwashiyyatkan Oleh Mayyit Ketika Masih Hidup Agar Menjadi Kafannya Ketika Sudah Mati.*
Persiapan untuk kematian adalah masalah yang dianjurkan. Terdapat dalil-dalil yang menunjukkan akan dianjurkannya.
*```ì)•👉 Dalil Yang Menunjukkan Bolehnya Menyiapkan Kain Kafannya Sendiri Sebelum Mati.*
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ : سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَتْ امْرَأَةٌ بِبُرْدَةٍ قَالَ : أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ؟
فَقِيلَ لَهُ : نَعَمْ هِيَ الشَّمْلَةُ مَنْسُوجٌ فِي حَاشِيَتِهَا ،
قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَسَجْتُ هَذِهِ بِيَدِي أَكْسُوكَهَا ،
فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ ﷺ💚 مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا إِزَارُهُ ،
فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ : يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْسُنِيهَا ،
فَقَالَ : نَعَمْ ، فَجَلَسَ النَّبِيُّ ﷺ💖 فِي الْمَجْلِسِ ثُمَّ رَجَعَ فَطَوَاهَا ثُمَّ أَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ ،
فَقَالَ لَهُ الْقَوْمُ : مَا أَحْسَنْتَ سَأَلْتَهَا إِيَّاهُ لَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلًا؟
فَقَالَ الرَّجُلُ : وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ إِلَّا لِتَكُونَ كَفَنِي يَوْمَ أَمُوتُ ،
قَالَ سَهْلٌ : فَكَانَتْ كَفَنَهُ.
{رواه البخاري / ٣٤ - كتاب البيوع / باب ذكر النساج / رقم الحديث : ٢٠٩٣}.
Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Bukair. Telah menceritakan kepada kami : Ya'qub bin 'Abdurrahman. Dari Abu Hazim, ia berkata : Aku mendengar Sahal bin Sa'ad radliyyAlahu 'anhu, beliau berkata;
Ada seorang wanita mendatangi Nabi ﷺ💓 dengan membawa burdah.
(Sahal) berkata; "Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan burdah?"
Dikatakan kepadanya lalu dia mengatakan: "Ya benar, itu adalah kain selimut yang pinggirnya berjahit?"
Wanita itu berkata: "Wahai Rasulullah, aku menjahitnya dengan tanganku sendiri, dan aku membuatnya untuk memakaikannya kepada anda".
Maka Nabi ﷺ💞 mengambilnya karena Beliau memerlukannya. Kemudian Beliau menemui kami dengan mengenakan kain tersebut.
Kemudian ada seseorang dari suatu kaum yang berkata: "Wahai Rasulullah, pakaikanlah kain itu untukku".
Beliau menawab: "Ya".
Lalui Nabi ﷺ❤ duduk dalam suatu majelis lalu kembali dan melipat kain tersebut kemudian memberikannya kepada orang itu.
Orang-orang berkata, kepada orang itu:
*_" Tidak baik apa yang telah kamu minta kepada Beliau. Bukankah kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak (permintaan orang)._*
Maka orang itu menjawab:
*_"Demi Allah, sungguh aku tidak memintanya melainkan untuk aku jadikan sebagai kain kafanku pada hari kematianku"._*
Sahal berkata:
*_"Akhirnya memang kain itu yang jadi kain kafannya"._*
{HR. Bukhariy / 34 - Kitabu Al Buyuu' / Babu Dzikri An Nassaa'i / No. 2093}.
*🌴📿• قال ألإمام ابن بطال المالكي (وهو أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك المالكي المتوفى: ٤٤٩ هـ) ، رحمه الله في الحديث :
جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ، وقد حفر قوم من الصالحين قبورهم بأيديهم ليمثلوا حلول الموت فيهم ، وأفضل ما يُنْظَر فيه في وقت المهل وفسحة الأجل الاستعدادُ للمعاد ، وقد قال صلى الله عليه وسلم : ( أفضل المؤمنين إيمانًا أكثرهم للموت ذكراً ، وأحسنهم له استعداداً ) انتهى
{انظر كتاب شرح صحيح البخارى : ج ٣ ص ٣٦٧. للإمام ابن بطال المالكي}.
*📗🍒• Imam Ibnu Bathal Al Malikiy rahimahullahu ta'ala mengomentari hadits :*
*“DIBOLEHKAN* mempersiapkan sesuatu sebelum ada keperluannya. Sebagian orang saleh telah menggali kuburannya dengan tangannya, agar teringat waktu kematian dirinya. Sebaik-baik melihatnya di waktu senggang dan kosong sebagai persiapan waktu kembali (ke akhirat). Nabi ﷺ💙 telah bersabda:
أفضل الْمُؤمنِينَ إِيمَانًا أَكْثَرهم للْمَوْت ذكرا وَأَحْسَنهمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا
“Sebaik-baik keimanan orang-orang mukmin adalah yang paling banyak mengingat kematian, dan yang terbaik dalam melakukan persiapan.”
{Lihat Kitab Syarh Bukhariy : juz 3 hal 267. Karya Imam Ibnu Bathal Al Malikiy}.
*💾✒• قال الحافظ ابن حجر العسقلاني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح الباري شرح صحيح البخاري ":*
“…. فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ جَوَازُ تَحْصِيلِ مَا لَا بُدَّ لِلْمَيِّتِ مِنْهُ مِنْ كَفَنٍ وَنَحْوِهِ فِي حَالِ حَيَاتِهِ ... (الى ان قال) ...
وَقَالَ ابنُ بَطَّالٍ . فِيهِ جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ وَقْتِ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ، قَالَ : وَقَدْ حَفَرَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّالِحِينَ قُبُورَهُمْ قَبْلَ الْمَوْتِ .
وَتَعَقَّبَهُ الزَّيْنُ بْنُ الْمُنِيرِ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَقَعْ مِنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ ، قَالَ : وَلَوْ كَانَ مُسْتَحَبًّا لَكَثُرَ فِيهِمْ .
وَقَالَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ : يَنْبَغِي لِمَنِ اسْتَعَدَّ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ أَنْ يَجْتَهِدَ فِي تَحْصِيلِهِ مِنْ جِهَةٍ يَثِقُ بِحِلِّهَا ، أَوْ مِنْ أَثَرِ مَنْ يَعْتَقِدُ فِيهِ الصَّلَاحَ وَالْبَرَكَةَ .
{انظر كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري : ج ٣ ص ٣٨٥ / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💙 فلم ينكر عليه. للحافظ أحمد بن علي بن حجر العسقلاني الشافعي}.
*📓✒• Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Shahih Al Bukhariy " berkata :*
Maka bisa diambil faidah dari situ akan *BOLEHNYA* menyediakan sesuatu yang wajib bagi mayyit dari hal tersebut yang terdiri dari kain kafan dan semacamnya pada masa hidupnya ... (sampai pada perkataan Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy) ...
Dan Ibnu Bathal berkata : didalam hadits menunjukkan *“DIPERBOLEHKANNYA* mempersiapkan sesuatu sebelum tiba waktu hajat keperluannya. Dan ia (Ibnu Bathal) berkata : sesungguhnya sekelompok kaum yang shalih - shalih telah menggali kuburan mereka sendiri sebelum kematian mereka datang.
Dan Az Zain bin Al Munir menafsirkannya bahwa semua itu tidak pernah terjadi dari salahsatupun sahabat Nabi, ia berkata : Kalaupun toh hal itu *DISUNNAHKAN* pasti banyak yang melakukannya dikalangan mereka (para sahabat radliyyAllahu 'anhum).
Dan berkata sebagian Syafi'iyyah (pengikut Imam Syafi'iy) : seyogyanya bagi orang yang telah mempersiapkan sesuatu dari hal tersebut agar berusaha penuh untuk mendapatkannya dari arah yang betul - betul jelas kehalalan kain kafannya, atau mendapatkan kain kafannya dari kain bekas orang yang telah menyakini bahwasannya didalam kain kafan yang dipersiapkan tersebut terdapat kebaikkan dan keberkahan.
{Lihat Kitab Fathu Al Baary Syarhu Shahih Bukhariy : juz 3 hal 385 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Man Ista'adda Al Kufna Fi Zamani An Nabi ﷺ💚 Falam Yunkir 'Alaihi. Karya Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy Asy Syafi'iy}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا الفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، ق قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 :
*«أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ»* يَعْنِي الْمَوْتَ
وَفِي البَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: *«هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ»*
{رواه الترمذي / ٣٤ - أبواب الزهد / باب ما جاء في ذكر الموت / رقم الحديث : ٢٣٠٧، واللفظ له. والنسائي (١٨٢٤) وابن ماجه (٤٢٥٨) وصححه الألباني في صحيح الترمذي}.
Telah menceritakan kepada kami : Mahmud bin Ghailan. Telah menceritakan kepada kami : Al Fadl bin Musa. Dari Muhammad bin 'Amru. Dari Abu Salamah. Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah ﷺ💓 bersabda:
*_"Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian"._* Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Sa'id. Berkata Abu Isa: *HADITS INI HASAN SHAHIH GHARIB.*
{HR. Tirmizi / 34 - Abwaabu Az Zuhdiy / Baabu Ma Ja'a Fi Dzikir Al Mauti / No. 2307, Teks miliknya. Dan Nasa’i, 1824, Ibnu Majah, 4258 *DINYATAKAN SHAHIH* oleh Tokoh Wahhabiy Al-Albani dalam Shahih Tirmizdzi}.
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو عَنْ ابْنِ مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ أَبُو بَكْرٍ فِي كَمْ كَفَّنْتُمْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚؟ فَقُلْت : فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ, قَالَ:
«فَاغْسِلُوا ثَوْبَيَّ هَذَيْنِ وَاشْتَرُوا لِي ثَوْبًا مِنْ السُّوقِ»
قَالَتْ : إنَّا مُوسِرُونَ
قَالَ : «يَا بُنَيَّةُ الْحَيُّ أَحَقُّ بِالْجَدِيدِ مِنْ الْمَيِّتِ إنَّمَا هُوَ لِلْمُهْلَةِ وَالصَّدِيدِ»
{رواه ابن أبي شيبة في المصنف / كتاب الجنائز / ما قالوا في كم يكفن الميت / رقم الحديث : ١٣١٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Sufyan bin 'Uyainah. Dari 'Amr. Dari Ibnu Mulailah. Dari 'Aisyah, beliau berkata : Abu Bakar bertanya : Dalam berapa lapis kalian mengkafani Rasulullah ﷺ💜?
Aku menjawab : Dalam tiga lapis kain.
Abu berkata : " Kalian cucilah dua pakaianku ini dan kalian belikanlah satu pakaian untukku dari pasar."
'Aisyah berkata : Sesungguhnya kami termasuk orang - orang yang kaya.
Abu Bakar berkata : " Wahay putriku , orang yang masih hidup lebih berhak atas pakaian baru daripada orang mati. Sejatinya kain itu akan habis dimakan ulat/cacing tanah dan ular.”
{HR. Ibnu Abi Syaibah / Kitabu Al Jana'izi / Ma Qaluu Kam Yukfanu Al Mayyitu / No. 1310}.
Alkisah khalifah-khalifah banyak yang mempersiapkan kain kafannya. Kalau melihat gambar Sultan-sultan Dinasti Utsmaniyah, nampaik imamah mereka besar-besar.
Ternyata, itu bukan sekedar peci, topi, atau mahkota, tetapi kain kafan yang dipersiapkan untuk mereka, kain kafan diikat menjadi mahkota, dan itu adalah salah satu syarat menjadi Sultan.
🔹Filosofinya setiap Sultan yang memimpin Turki harus berjiwa mujahid, harus berani memimpin perang dan berada di barisan terdepan, dan itu juga sebagai pengingat kepada Sultan, bahwa kematian selalu mengintainya, dan kain kafan sudah disiapkan, sehingga dalam memimpin Negara dan rakyat, dia harus sadar bahwa itu hanya amanah, bukan buat bangga-banggaan, tapi itu adalah kesempatan mengumpulkan kebaikan, dan saat dia mau berbuat zalim, dia akan ingat kalau kain kafan selalu di kepalanya, kapan saja dia bisa mati.
Di Shahih al-Bukhari disebutkan bab,
بَابُ مَنِ اسْتَعَدَّ الكَفَنَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ💘 فَلَمْ يُنْكَرْ عٙلٙيْهِ
{صحيح البخاري / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💓 فلم ينكر عليه / رقم الحديث : ١٢١٨}.
“Bab orang menyiapkan kafan di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan beliau tidak mengingkarinya.”
Adapun mempersiapkan kain kafan atau kain apapun menurut ulama' madzhab adalah :
*1⃣• Batal Washiyyat Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah.*
*☘✍• قال الإمام ابن نجيم الحنفي (وهو زين الدين بن إبراهيم ابن نجيم الحنفي في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق - تكملة البحر الرائق للطوري ":*
وَلَوْ لَمْ تَتْرُكْ مَالًا يَكُونُ كَفَنُهَا فِي بَيْتِ الْمَالِ دُونَ الزَّوْجِ بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ عُلَمَاؤُنَا ,
قَالَ فِي الْفَقِيهِ أَبُو اللَّيْثِ رَحِمَهُ اللَّهُ : هَذَا الْجَوَابُ ظَاهِرُ الرِّوَايَةِ عَنْ أَصْحَابِنَا وَرَوَى خَلَفٌ عَنْ أَبِي يُوسُفَ أَنَّ الْكَفَنَ عَلَى الزَّوْجِ كَالْكِسْوَةِ ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ أَنَّهُ لَا يَجِبُ قَالَ : وَبِقَوْلِ أَبِي يُوسُفَ : نَأْخُذُ، قَالَ الْفَقِيهُ أَبُو بَكْرٍ فِيمَنْ أَوْصَى بِأَنْ يُكَفَّنَ فِي ثَوْبٍ أَنَّ هَذِهِ الْوَصِيَّةَ بَاطِلَةٌ ،
وَفِي الظَّهِيرِيَّةِ : وَلَوْ أَوْصَى أَنْ يُكَفَّنَ فِي ثَوْبِ كَذَا وَيُدْفَنَ فِي مَوْضِعِ كَذَا فَالْوَصِيَّةُ فِي تَعْيِينِ الْكَفَنِ وَمَوْضِعِ الْقَبْرِ بَاطِلَةٌ ، وَفِي رَوْضَةِ الزَّنْدُوسَنِيِّ : إذَا أَوْصَى بِأَنْ يُكَفَّنَ فِي خَمْسَةِ أَثْوَابٍ أَوْ فِي سِتَّةِ أَثْوَابٍ جَازَتْ وَصِيَّتُهُ وَيُرَاعَى شَرَائِطُهُ ،
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / تكملة البحر الرائق للطوري / كتاب الوصايا / الوصية بالخدمة والسكنى والثمرة. للإمام زين الدين بن إبراهيم ابن نجيم)د الحنفي}
*📘👌• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq " berkata :*
Dan apabila mayyit perempuan tidak meninggalkan harta maka kain kafannya menjadi tanggung jawabnya Baitul Mal bukan tanggung jawab suami tidak ada perbedaan diantara ulama' - ulama' kami
Berkata Abu Laits rahimahullahu ta'ala dalam Al Faqih : ini adalah jawaban dzahirnya riwayat dari sahabat - sahabat kami. Dan Khalaf telah meriwayatkan dari Abi Yusuf : bahwasannya kafan itu menjadi tanggung jawab suami layaknya seperti kebutuhan sandang. Dan dari Imam Muhammad hal tersebut tidak wajib, ia berkata : dån Abi Yusuf : kami mengambilnya, berkata Al Faqih Abu Bakar dalam masalah orang yang berwasiat supaya dikafani dengan sebuah kain, *WASHIYYAT INI BATAL*
Dan dalam kalangan dzahiriyyah (kalangan pengikut madzhab Dzahiriy) : apabila seseorang berwasiat supaya dikafani dengan kain seperti ini dan dikuburkan dalam tempat seperti ini, maka washiyyat menentukan kain kafan dan tempat mengubur adalah *BATAL*. Dan dalam kitab Raudl Az Zindusaniy : Ketika seseorang berwasiat supaya dikafani dengan 5 lapis atau 6 lapis, maka washiyyat *BOLEH DIJALANKAN*, dan dijaga syarat - syaratnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Takmilatu Al Bahri Ar Raa'iq Liththuuriy / Kitabu Al Washaaya / Al Waahiyyah Bilkhidmati Wassukna / Waratsati. Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}
*♻✍• قال الإمام العيني الحنفي (وهو أبو محمد محمود بن أحمد بن موسى بن أحمد بن حسين الغيتابى الحنفى بدر الدين العينى) رحمه تعالى في كتابه " عمدة القاري شرح صحيح البخاري ":*
قلت: لَا يلْزم من عدم وُقُوعه من أحد من الصَّحَابَة عدم جَوَازه، لِأَن مَا رَآهُ الْمُؤْمِنُونَ حسنا فَهُوَ عِنْد الله حسن، وَلَا سِيمَا إِذا فعله قوم من الصلحاء الأخيار.
{انظر كتاب عمدة القاري صحيح البخاري / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💖 فلم ينكر عليه / رقم الحديث : ١٢٣٠. للامام.العيني الحنفي}.
*♻🌴• Imam Badruddin 'Ainiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " 'Umdatu Al Qaariy Syarhu Shahih Bukhariy ":*
Aku berpendapat : *TIDAK WAJIB* (menyiapkan Kafan sebelum mati) dari tidak adanya ketetapan dari salahsatupun sahabat tentang tidak ada hukum kebolehannya, karena sesungguhnya sesuatu yang dipandang oleh orang - orang beriman baik, maka disisi Allah pun baik, dan apalagi apabila kaum shalih yang terpilih pernah melakukannya.
{Lihat Kitab 'Umdatu Al Qaariy Syarhu / Kitabu Al Jana'izi / Babu Man Ista'adda Al Kufna Fi Zamani An Nabi ﷺ💜 / No. 1230. Karya Imam Badruddin Al 'Ainiy Al Hanafiy}.
*2⃣• Boleh Menyiapkan Sesuatu Sebelum Datang Keperluannya, Seperti Sedia Kain Kafan Atau Kain Ihram, Liang Lahadnya Sebelum Meninggal, Dll Menurut Pengikut Imam Malik.*
*🌴📿• قال ألإمام ابن بطال المالكي (وهو أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك المالكي المتوفى: ٤٤٩ هـ) ، رحمه الله في الحديث :
جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ،
{انظر كتاب شرح صحيح البخارى : ج ٣ ص ٣٦٧. للإمام ابن بطال المالكي}.
*📗🍒• Imam Ibnu Bathal Al Malikiy rahimahullahu ta'ala mengomentari hadits :*
“Dibolehkan mempersiapkan sesuatu sebelum ada keperluannya.
{Lihat Kitab Syarh Bukhariy : juz 3 hal 267. Karya Imam Ibnu Bathal Al Malikiy}.
*3⃣• Boleh Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Syafi'iy.*
*♻✍• قال النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وإذا أوصى الميت أن يكفن في كفن خاص ، فلا بأس بتنفيذ وصيته إن لم يكن في ذلك حرمة ، كمن يوصي بأن يكفن في ثوب من الحرير ، فلا تنفذ وصيته إن كان رجلاً، وكذلك ما لم يكن هناك مغالاة بالكفن ، فلا تنفذ وصيته؛ لقوله ﷺ💓 :
((لا تغالوا في الكفن فإنه يسلب سلباً سريعاً)) رواه أبو داود وإسناده حسن ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٩٦. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴🔴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika mayyit berwashiyyat supaya dikafani dengan Kafan khusus, maka *TIDAK BOLEH MENERUSKAN WASHIYYAT YA* jikalau tidak ada keharaman didalamnya, seperti orang berwashiyyat agar dikafani dengan sutra, *TIDAK BOLEH MENERUSKAN WASHIYYATNYA* jikalau dia seorang laki-laki, begitu juga apabila disana tidak dengan kafan yang mahal harganya, maka tidak diteruskan washiyyatnya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ💚 :
"Janganlah kalian bermewah-mewah dalam mengkafani, karena sesungguhnya kain tersebut akan cepat rusak." (HR. Abu Dawud dengan *SANAD HASAN*).
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 196. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🍒📿• وجاء في "أسنى المطالب شرح روضة الطالب للشيخ زكريا الأنصاري الشافعي، رحمه الله تعالى :*
وَلَا يُنْدَبُ أَنْ يُعِدَّ لِنَفْسِهِ كَفَنًاِّ ... إلَّا أَنْ يَكُونَ مِنْ جِهَةِ حِلٍّ أَوْ أَثَرٍ ذِي صَلَاحٍ وَحَسُنَ إعْدَادِهِ ... وقد صٙحّٙ عن بعضِ الصّٙحٙابةِ فِعْلُهُ " انتهى .
{انظر كتاب أسنى المطالب شرح روضة الطالب : ج ١ ص ٣١٠. للشيخ زكريا الأنصاري الشافعي}.
*🌴💞• Terdapat dalam kitab ‘Asna Al-Mathalib Syarhu Raudlotu Ath Thalib karya Syaikh Zakariyya Al Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala :*
*“TIDAK DISUNNAHKAN* mempersiapkan kafan untuk dirinya, kecuali dari sisi kehalalan. Maka dianjurkan mempersiapkannya. Terdapat prilaku hal itu dari sebagian shahabat.”
{Lihat Kitab Asna Al Mathalib : juz 1 hal 310. Karya Syaikh Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*💾📿• قال الإمام أحمد بن لؤلؤ بن عبد الله الرومي، أبو العباس، شهاب الدين ابن النَّقِيب الشافعي (المتوفى: ٧٦٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " عمدة السالك وعدة الناسك ":*
ويُبخرُ الكفنُ ويُذرُّ عليهِ الحَنوطُ والكافورُ، ويجعلُ قطناً بحنوطٍ على منافذِهِ ومواضعِ السجودِ، ولوْ طيَّب جميعَ بدنهِ فحسنٌ .
فإنْ ماتَ مُحْرِماً حرُمَ الطيبُ والمَخيطُ وتغطيةُ رأس الرجلِ ووجهُ المرأةِ، ولا يندبُ أنْ يعدَّ لنفسهِ كفناً إلا أنْ يقطعَ بحلهِ، أوْ منْ أثرِ أهلِ الخيرِ.
{انظر كتاب عمدة السالك وعدة الناسك / فصلٌ في بيانِ الكفن. للامام ابن النَّقِيب الشافعي}
*🍒🖍• Berkata Imam Ibnu Naqib Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " 'Umdatu As Saalik Wa 'Iddatu An Naasik ":*
Sunnah kain kafan tersebut diungkup dengan Bukhur yang dibakar dan ditaburkan kain kafan dengan minyak wangi dan kafur. Si amil menjadikan kapas yang sudah dilekatkan minyak wangi untuk dimasukan pada lubang-lubang anggota badan mayyitLain (hidung, telinga dan dubur) serta anggota sujudnya (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan jar kaki). Bila mungkin seluruh badan mayyit diberikan minyak wangi maka lebih bagus.
Apabila mayyit lelaki meninggal dalam keadaan berihram, maka haram dipakaikan minyak wangi, dikenakan pakaian yang terjahit, ditutup kepalanya. Adapun mayyit perempuan meninggal dalam kondisi berihram yang haram hanya bila ditutup mukanya. Tidak disunnahkan bagi seseorang untuk menyiapkan kain kafan jauh-jauh hari untuk dirinya menghadapi kematian kecuali dapat dipastikan kain kafan tersebut halal atau bekas dipakai orang baik (ulama dan orang shalih).
{Lihat Kitab 'Umdatu As Saalik Wa 'Iddatu An Naasik / Fashl Fi Bayani Al Kufni. Karya Imam Ibnu Naqib Asy Syafi'iy}.
*💾👉• Kesimpulan:
* Mengkafani mayyit dengan kain berwarna hitam, hijau muda, merah saus baso, kuning kunyit busuk, coklat ongol-ongol hukumnya boleh. Hanya saja kain berwarna putih adalah yang utama.
* Mayyit dikuburkan dengan menggunakan stelan piama atau Jas hukumnya boleh tetapi kena pasal pemborosan. Sayang-sayang jas cakep dibuat pakean di kuburan yang bakal dimakan rayap meninggan kasih orang selain bernilai shodaqah itu jas bisa digunakan bakal kondangan.
* Mengkafani Mayit baik lelaki dan perempuan yang wajib adalah satu lembar kain. Satu lembar kain yang menutupi aurat mayyit itu merupakan haq Allah. Satu Lembar kain yang dapat membungkus seluruh badannya itu adalah haq mayyit. Adapun dua atau tiga lembar maka itu haq pemiutang artinya Si Mayyit yang selama hidupnya punya hutang sampai mati belum kebayar maka untuk dikafani dengan dua atau tiga lembar kain, maka minta izin kepada si pemiutang. Sedangkan lembaran ke empat dan kelima menjadi haq ahli waris.
*4⃣• Boleh Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.*
*🌴🔵• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
( وَلَا بَأْسَ بِاسْتِعْدَادِ الْكَفَنِ ، لِحَلٍّ أَوْ لِعِبَادَةٍ فِيهِ قِيلَ لِأَحْمَدَ : يُصَلَّى فِيهِ ثُمَّ يَغْسِلْهُ وَيَضَعُهُ لِكَفَنِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ) لِمَا فِيهِ مِنْ أَثَرِ الْعِبَادَةِ وَالِاسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ .
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع / كتاب الجنائز / فصل في الكفن. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📘✒• Imam Manshur Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' " berkata :*
(Tidak menjadi persoalan dengan menyiapkan kain kafan, karena kehalalan kain kafan tersebut atau karena kain kafannya adalah kain bekas yang biasa untuk beribadah,
Dikatakan kepada Imam Ahmad : mempersiapkan kain kafan yang biasa untuk shalat lantas mensucikannya dan menanggalkannya sebagai kain kafannya, maka Imam Ahmad memandangnya sebagai *SEBAGAI HAL YANG BAIK.* Karena didalamnya terdapat bekas untuk beribadah dan sebagai persiapan untuk menghadapi kematian.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Kufni. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*ìi)•👉 Dalil Yang Menunjukkan Bolehnya Menyiapkan Kuburanya Sendiri Sebelum Mati.*
Dalam hal mengubur mayit secara tidak langsung ada beberapa pertimbangan :
*_1. Lebih afdhol di pemakaman umum karena mengikuti sunah nabi_* yang memakamkan para sahabat di makam baqi' dan untuk mendapatkan doanya atau dzikirnya orang-orang yang lewat dan ziarah, dengan demikian mayit tersebut ikut terkena berkahnya.
*_2. jika dimakamkan di pemakaman khusus sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang membangun madrasah dan semisalnya maka *_HUKUMNYA MAKRUH_* menurut Ibnu Abidin Al Hanafiy.
*_3. Jika dimakamkan di rumah atau di kebun dan tempat-tempat lain yang tidak terdapat kuburannya maka hukumnya boleh menurut imam nawawi dalam kitab majmu' dan afdholnya di pemakaman umum. *_Dalam fatwanya imam qoffal bahwa mengubur di rumah hukumnya makruh_*, kecuali jika ada hajat atau mashlahat, tetapi pendapat yang masyhur adalah khilaful aula, bukan makruh.
*a]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah.*
*📓🖍• قال الإمام الكمال بن الهمام الحنفي في كتابه " فتح القدير " وابن عابدين الحنفي في كتابه " رد المحتار على الرد المختار " رحمهما الله تعالى يقولان:*
وَلَا يُدْفَنُ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ فِي الْبَيْتِ الَّذِي كَانَ فِيهِ (وفي رد المحتار : مات فيه) فَإِنَّ ذَلِكَ خَاصٌّ بِالْأَنْبِيَاءِ بَلْ يُنْقَلُ إلَى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ. ا.هـ
{انظر كتاب فتح القدير / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الدفن. للإَمام كمال الدين بن عبد الواحد (ابن الهمام) الحنفي. وانظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للإمام ابن عابدين الحنفي}.
*📕✏• Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy dalam Kitabnya " Fathu Al Qadir ". Dan Imam Ibnu 'Abidiin dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar ", rahimahumallahu, keduanya berkata :*
Anak kecil dan orang dewasa *TIDAK BOLEH DIKUBURKAN* didalam rumah dimana dia tinggal (dikatakan dalam kitab Raddu Al Muhtar : dimana dia meninggal didalamnya), karena hal tersebut khusus bagi para Nabi, sebaliknya dipindahkan Kepemakaman umum kaum muslimin.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadir / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ad Dafni. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy. Dan Lihat Kitab Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar / Kitabu Ash Shalaati / Babu Shalati Al Janazati. Karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*📿🖍• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية وكتاب رد المحتار على الدر المختار المؤلف: ابن عابدين، محمد أمين بن عمر بن عبد العزيز عابدين الدمشقي الحنفي (المتوفى: ١٢٥٢ هـ)، رحمه الله تعالى :*
الْمَقْبَرَةُ أَفْضَل مَكَانٍ لِلدَّفْنِ، وَذَلِكَ لِلاِتِّبَاعِ، وَلِنَيْل دُعَاءِ الطَّارِقِينَ، وَفِي أَفْضَل مَقْبَرَةٍ بِالْبَلَدِ أَوْلَى.
وَإِنَّمَا دُفِنَ النَّبِيُّ ﷺ💙 فِي بَيْتِهِ؛ لأَِنَّ مِنْ خَوَاصِّ الأَْنْبِيَاءِ أَنَّهُمْ يُدْفَنُونَ حَيْثُ يَمُوتُونَ.
وَيُكْرَهُ الدَّفْنُ فِي الدَّارِ وَلَوْ كَانَ الْمَيِّتُ صَغِيرًا.
وَقَال ابْنُ عَابِدِينَ : وَكَذَلِكَ الدَّفْنُ فِي مَدْفَنٍ خَاصٍّ كَمَا يَفْعَلُهُ مَنْ يَبْنِي مَدْرَسَةً وَنَحْوَهَا وَيَبْنِي لَهُ بِقُرْبِهِ مَدْفَنًا. انتهى.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية وكتاب رد المحتار على الدر المختار : ج ٢ ص ٢٣٥. للعلامة ابن عابدين الحنفي}.
*📕🍒• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah dan Kitab " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " :*
Lebih afdhol di pemakaman umum karena mengikuti *SUNNAH NABI* (yang memakamkan para sahabat di makam baqi') dan untuk mendapatkan doanya atau dzikirnya orang-orang yang lewat dan ziarah (dengan demikian mayit tersebut ikut terkena berkahnya).
Dan disarankan dimakamkan di pemakaman terbaik di daerahnya.
Adapun Baginda Nabi ﷺ❤ yang dimakamkan dirumahnya adalah karena termasuk kekhususan - kekhususan para Nabi sesungguhnya mereka dimakamkan disana ketika mereka meninggal.
Dan *MAKRUH* memakamkan didalam rumah sekalipun mayyitnya adalah anak - anak.
Ibnu 'Abidiin (Al Hanafiy) berkata : Jika dimakamkan di pemakaman khusus sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang membangun madrasah dan semisalnya dan membangun kuburan didekatnya (hukumnya makruh).
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 9 hal 21. Dan Kitab Raddu Al Muhtar 'Alaa Ad Durri Al Mukhtaar : juz 2 hal 235. Karya Al 'Alaamah Ibnu 'Abidin Al Hanafiy}.
*b]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Malik.*
*📘✍• وقال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته على الشرح الكبير:*
فيجوز دفْنُه في الدار كما قال المٙوّٙاقُ، وإن كان الأفضلُ بمقابر المسلمين. ا.هـ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / زيارة القبور . للإمام الدسوقي المالكي}.
*🌴🔴• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitab Hasyiyyahnyas 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir berkata :*
*BOLEH* menguburkannya didalam rumah seperti perkataan Al Mawwaq, namun yang *LEBIH UTAMA* dikuburkan dipemakaman kaum muslimin.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Fi Ahkaami Al Mauta / Ziyaratu Al Quburi. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*c]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Syafi'iy.*
*📓🖍• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
يَجُوزُ الدَّفْنُ فِي البَيْتِ وَفِي المَقْبَرَةِ وَالمَقْبَرَةُ أَفْضَل بِالاتِّفَاقِ ..." انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٤٥. للإمام الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " :*
*Dibolehkan* menguburkan (mayat) di rumah dan di tempat kuburan. Dan tempat kuburan itu yang *lebih utama.”*
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarh Al-Muhadzab : juz 5 hal 245. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قٙالٙ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( دَفْنُ الْمَيِّتِ فَرْضٌ عَلَى الْكِفَايَةِ ; لِأَنَّ فِي تَرْكِهِ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ ، وَيَتَأَذَّى النَّاسُ مِنْ رَائِحَتِهِ ،
وَالدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ أَفْضَلُ ، لِأَنَّ { النَّبِيَّ ﷺ💞 كَانَ يَدْفِنُ الْمَوْتَى بِالْبَقِيعِ } ، وَلِأَنَّهُ يَكْثُرُ الدُّعَاءُ لَهُ مِمَّنْ يَزُورُهُ ,
وَيَجُوزُ الدَّفْنُ فِي الْبَيْتِ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💘 دُفِنَ فِي حُجْرَةِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَإِنْ قَالَ بَعْضُ الْوَرَثَةِ : يُدْفَنُ فِي الْمَقْبَرَةِ ،
وَقَالَ بَعْضُهُمْ : [ يُدْفَنُ ] فِي الْبَيْتِ ، دُفِنَ فِي الْمَقْبَرَةِ ، لِأَنَّ لَهُ حَقًّا فِي الْبَيْتِ ، فَلَا يَجُوزُ إسْقَاطُهُ ... (الى ان قال) ...
يَجُوزُ الدَّفْنُ فِي البَيْتِ وَفِي المَقْبَرَةِ وَالمَقْبَرَةُ أَفْضَل بِالاتِّفَاقِ وَدَليلهُمَا فِي الكِتَابِ، وَفِي مَعْنَى البَيْتِ البُسْتَانُ وَغَيْرُهُ مِنْ المَوَاضِعِ التِي ليْسَتْ فِيهَا مَقَابِرُ ،
فإن قيل كَيْفَ قُلتُمْ الدَّفْنَ فِي المَقْبَرَةِ أَفْضَل؟ وَالنَّبِيُّ ﷺ💚 إنَّمَا دُفِنَ فِي البَيْتِ
فالجواب: مِنْ ثَلاثَةِ أَوْجُهٍ (أَشْهُرُهَا) وَهُوَ جَوَابُ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💓 دَفَنَ أَصْحَابَهُ فِي المَقْبَرَةِ فَكَانَ الاقْتِدَاءُ بِفِعْلهِ أَوْلى، وَإِنَّمَا دُفِنَ هُوَ ﷺ💜 فِي الحُجْرَةِ؛ لأَنَّهُمْ اخْتَلفُوا فِي مَدْفَنِهِ فَقَال أَبُو بَكْرٍ رضي الله عنه "سَمِعْت رَسُول اللهِ ﷺ💞 يَقُول: "مَا قَبَضَ اللهُ نَبِيًّا إلا فِي المَوْضِعِ الذِي يَجِبُ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ فَادْفِنُوهُ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِهِ}؛ وَلأَنَّهُمْ خَصُّوهُ بِالحُجْرَةِ لكَثْرَةِ زَائِرِيهِ وَقَاصِدِيهِ ليُخِفَّ عَليْهِمْ بِقُرْبِهِ
(الثاني) أَجَابَ بِهِ المُتَوَلي [أَنَّهُ يَحْدُثُ] مِنْ دَفْنِهِ ﷺ💖 فِي بَعْضِ المَقَابِرِ التَّنَازُعُ وَالتَّنَافُسُ فِيهِ فَيَطْلبُهُ كُل قَبِيلةٍ ليُدْفَنَ عِنْدَهُمْ،
(الثَّالث)ُ: ذَكَرَهُ المُتَوَلي أَيْضًا؛ وَهُوَ أَنَّهُمْ فَعَلوهُ صِيَانَةً لقَبْرِهِ لئَلا يَزْدَحِمَ النَّاسُ عَليْهِ وَيَنْتَهِكُوهُ وَهَذَا الجَوَابُ ضَعِيفٌ؛ لأَنَّ الازْدِحَامَ فِي المَسْجِدِ أَكْثَرُ . وَاَللهُ أَعْلمُ.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٤٦ / كتاب الجنائز / باب حمل الجنازة والدفن / دفن الميت فرض على الكفاية. للإمام النووي الشافعي}.
*📓🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Mushannif (Pengarang kitab Al Muhadzab) rahimahullahu ta'ala berkata :
Menguburkan jenazah adalah *FARDLU KIFAYAH*, karena membiarkan jenazah tergeletak diatas bumi adalah sebuah hinaan bagi kemuliaannya, dan dapat menyakitkan orang dari baunya,
Dan mengubur dipemakaman umum *_LEBIH UTAMA_* karena sesungguhnya ((Nabi ﷺ💞 beliau menguburkan para sahabatnya dipemakaman umum Baqi')) dan karena hal itu akan banyak mendapatkan doa dari orang yang menziarahinya (dengan demikian mayit tersebut mendapat doa berkahnya).
Dan *_BOLEH_* mengubur mayyit didalam rumah, karena Nabi ﷺ💚 disemayamkan dikamar 'Aisyah radliyyAllahu 'anha. Apabila sebagian ahli warisnya berkata : dikuburkan dipemakaman umum.
Sebagian ahli warisnya yang lain berkata : Dimakamkan dirumah, dimakamkan dipemakaman umum, karena mayyit mempunyai hak dimakamkan dirumah dan tidak boleh menggugurkan haknya tersebut ... (sampai pada ungkapan Imam Nawawiy) ...
*_BOLEH_* mengubur mayyit dirumah dan dipemakaman umum, dan mengubur dipemakaman umum adalah lebih utama berdasarkan kesepakatan, dan dalil keduanya adalah al kitab, dan didalam makna Al Bait (rumah) adalah kebun dan sebagainya terdiri dari beberapa tempat yang tidak ada kuburannya
(Jika ditanyakan) kenapa anda mengatakan bahwasannya mengubur mayyit dipemakaman umum lebih utama? Dan sedangkan Nabi ﷺ💓 sesungguhnya beliau dimakamkan dirumah.
(Maka jawabannya) terdiri dari tiga sudut pandang :
*(Yang paling unggul) yakni jawaban mayoritas sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah)* sesungguhnya Nabi ﷺ💙 menguburkan para sahabatnya dipemakaman umum, *_maka mengikuti perbuatan beliau adalah lebih utama_* dan sesungguhnya kenapa Nabi ﷺ💜 dimakamkan didalam kamar ('Aisyah) : Alasannya karena pada waktu itu para sahabat berbeda pendapat tentang dimana tempat makam Rasulullah, maka Abu Bakar berkata : *_((Allah tidak mewafatkan seorang Nabi kecuali di tempat yang mana dia suka untuk dikubur pada tempat itu. Kuburkanlah beliau di tempat tidurnya))_*. Dan karena para sahabat mengkhususkan pemakaman beliau dikamar karena banyaknya peziarah dan orang yang menuju kepada beliau, untuk meringankan mereka dengan jarak dekatnya.
*(Kedua)* Al Mutawwaliy menjawab terkait dengan persoalan ini : (Sesungguhnya ia menceritakan) dari kasus pemakaman Rasulullaahu ﷺ💜 disebågian pekuburan, didalamnya ada kasus perebutan dan persaingan, setiap kabilah berkeinginan supaya Rasulullah dimakamkan bersama mereka,
*(Ketiga)* Al Mutawwaliy menuturkannya kembali : Itu mereka lakukan karena demi menjaga kuburan beliau supaya manusia tidak berdesak - desakkan berbondong - bondong mendatangi kuburan beliau dan mereka malah bisa menghinakannya, dan ini adalah jawaban yang tidak kuat, karena berbondong - bondong berdesakkan didalam masjid adalah lebih meningkatkan. Wallahu A'laam.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 246 / Kitabu Al Janaa'izi / Bab Hamli Al Janazati Wa Ad Dafni / Ad Dafnu Fardlu Al Kifaayati. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✏• قال الإمام الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ), رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَالدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ أَفْضَلُ) مِنْهُ بِغَيْرِهَا لِمَا يَلْحَقُهُ مِنْ دُعَاءِ الزُّوَّارِ وَالْمَارِّينَ؛ وَلِأَنَّهُ - ﷺ💞 - كَانَ يَدْفِنُ أَهْلَهُ وَأَصْحَابَهُ بِالْبَقِيعِ،
وَفِي فَتَاوَى الْقَفَّالِ : أَنَّ الدَّفْنَ بِالْبَيْتِ مَكْرُوهٌ.
قَالَ الْأَذْرَعِيُّ: إلَّا أَنْ تَدْعُوَ إلَيْهِ حَاجَةٌ أَوْ مَصْلَحَةٌ عَلَى أَنَّ الْمَشْهُورَ أَنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى لَا مَكْرُوهٌ.
وَأَمَّا دَفْنُهُ - ﷺ💚 - فِي بَيْتِهِ؛ فَلِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَقْبِضْ نَبِيًّا إلَّا فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ،
وَاسْتَثْنَى الْأَذْرَعِيُّ وَغَيْرُهُ الشَّهِيدَ فَيُسَنُّ دَفْنُهُ حَيْثُ قُتِلَ لِحَدِيثٍ فِيهِ، وَيُسَنُّ الدَّفْنُ فِي أَفْضَلِ مَقْبَرَةٍ بِالْبَلَدِ كَالْمَقْبَرَةِ الْمَشْهُورَةِ بِالصَّالِحِينَ.
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٢ ص ٥٢. للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj ":*
Dan memakamkan mayyit dipekuburan umum itu *_LEBIH UTAMA_* dibandingkan dengan selainnya, karena perkara yang mayyit akan mendapatkannya dari doa orang yang ziarah dan orang - orang yang lewat. Dan karena sesungguhnya Nabi ﷺ💞 menguburkan keluarganya dan sahabat - sahabatnya dipemakaman umum Baqi'.
Dan dalam fatwanya Imam Qaffaal : *_Sesungguhnya menguburkan mayyit dirumah adalah makruh._*
Al Adzraa'iy berkata : Kecuali suatu kebutuhan atau kemaslahatan menyeru/mengharapkan pada mayyit, sesungguhnya pada pendapat yang masyhur hal itu bertolak belakang dengan Keutamaan namun *_TIDAK ADA KEMAKRUHANNYA SAMA SEKALI._*
Dan adapun pemakaman Nabi ﷺ💜 dirumah beliau (tepatnya dikamar 'Aisyah), karena sesungguhnya Allah itu tidak mencabut nyawa seorang Nabi kecuali pada tempat yang Nabi tersebut menyukainya dan supaya dimakamkan didalamnya.
Al Adzraa'iy dan yang lainnya mengecualikan orang yang mati syahid, maka disunnahkan memakamkannya ketika ia terbunuh, berdasarkan hadits didalamnya, *_dan disunnahkan mengubur mayyit diseutama - utamanya kuburan dalam suatu negara yang terkenal dengan kuburan orang - orang yang shalih - shalih._*
{Lihat Kitab Mughni Allah Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj : juz 2 hal 52. Karya Syaikh Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*d]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Ahmad.*
*📓✏• قال ألإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي في كتابه " المغني " :*
قال الإمام أحمد رحمه الله :
" لَا بَأْسَ أَنْ يَشْتَرِيَ الرَّجُلُ مَوْضِعَ قَبْرِهِ , وَيُوصِيَ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ , فَعَلَ ذَلِكَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ , وَعَائِشَةُ , وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ رضي الله عنهم " . انتهى
{انظر كتاب المغني : ج ٣ ص ٤٤٣. للإمام ابن قدامة الحنبلي. وانظر كتاب أحكام المقابر في الشريعة. للدكتور عبد الله السحيباني : ص ٢٣ - ٢٨}.
*🌴✍• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Imam Ahmad rahimahullahu berkata :
*TIDAK MENGAPA* apabila seseorang membeli kaplingan tanah untuk kuburan dirinya kelak, dan berwashiyyat supaya dia menguburkannya didalamnya, hal tersebut telah dilakukan oleh 'Utsman bin 'Affan, 'Aisyah, 'Umar bin 'Abdil 'Aziz radliyyAllahu 'anhum. Selesai.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 3 hal 443. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy. Dan lihat kitab Ahkaamu Al Maqaabiri Fi Syarii'ati : hal 23 - 28. Karya DR. As Suhaibaniy}.
*📿✍• قال الامام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَالدَّفْنُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ أَعْجَبُ إلَى أَبِي عَبْدِ اللَّهِ مِنْ الدَّفْنِ فِي الْبُيُوتِ ; لِأَنَّهُ أَقَلُّ ضَرَرًا عَلَى الْأَحْيَاءِ مِنْ وَرَثَتِهِ ، وَأَشْبَهُ بِمَسَاكِنِ الْآخِرَةِ ، وَأَكْثَرُ لِلدُّعَاءِ لَهُ ، وَالتَّرَحُّمِ عَلَيْهِ . وَلَمْ يَزَلْ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ يُقْبَرُونَ فِي الصَّحَارِي .
فَإِنْ قِيلَ : فَالنَّبِيُّ ﷺ💚 قُبِرَ فِي بَيْتِهِ ، وَقُبِرَ صَاحِبَاهُ مَعَهُ ؟
قُلْنَا : قَالَتْ عَائِشَةُ إنَّمَا فُعِلَ ذَلِكَ لِئَلَّا يُتَّخَذَ قَبْرُهُ مَسْجِدًا . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ .
وَلِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💞 كَانَ يَدْفِنُ أَصْحَابَهُ فِي الْبَقِيعِ ، وَفِعْلُهُ أَوْلَى مِنْ فِعْلِ غَيْرِهِ ، وَإِنَّمَا أَصْحَابُهُ رَأَوْا تَخْصِيصَهُ بِذَلِكَ .
وَلِأَنَّهُ رُوِيَ : " يُدْفَنُ الْأَنْبِيَاءُ حَيْثُ يَمُوتُونَ " وَصِيَانَةً لَهُمْ عَنْ كَثْرَةِ الطُّرَّاقِ ، وَتَمْيِيزًا لَهُ عَنْ غَيْرِهِ . " انتهى.
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ١٩٣ / كتاب الجنائز / فصل: الدفن في مقابر المسلمين. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " mengatakan :*
*"PENGUBURAN DI KUBURAN ORANG ISLAM* lebih disenangi Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad) dibandingkan mengubur di rumah-rumah. Karena hal itu lebih sedikit mudharatnya bagi orang yang masih hidup dari ahli warisnya. Disamping hal itu akan membuat kuburan seperti tempat tinggal di akhirat. Lebih banyak doa untuknya dan diberi kasih sayang. Para shahabat dan para tabiin dan generasi setelahnya senantiasa menguburkan di padang pasir.
Kalau ditanyakan : Bagaimana dengan Nabi ﷺ💖 dikuburkan di rumahnya begitu juga dua kuburan shahabatnya (Abu Bakar dan Umar) bersama beliau?
Kami katakan apa yang dikatakan oleh Aisyah:
إنَّمَا فُعِلَ ذَلِكَ لِئَلَّا يُتَّخَذَ قَبْرُهُ مَسْجِدًا .
(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ).
“Sesungguhnya beliau melakukan hal itu agar kuburannya tidak dijadikan masjid.” (HR. Bukhari)
Karena Nabi ﷺ💜 menguburkan para shahabatnya di Baqi. Tindakan beliau lebih utama dibandingkan dengan lainnya. Sesungguhnya para shahabat memandang hal itu (penguburan Nabi di dalam rumahnya) sebagai sebuah pengkhususan, karena diriwayatkan bahwa "Para Nabi dikuburkan di tempat mereka meninggal dunia." Sebagai perlindungan karena banyaknya perampok dan untuk membedakaan dengan (mayat) lainnya.”
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 2 hal 193 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ad Dafnu Fi Maqaabiri Al Muslimin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*iii)• 👉 Hukum Menyiapkan Kafan Berupa Kain Ihram, Berwarna Putih, Dijahit, Bertuliskan Ayat Al Qur'an, Dan Berharga Mahal.*
Orang yang *DISYARI'ATKANNYA/DISUNNAHKAN* untuk dikafani dengan kain ihram adalah mereka yang mati ketika ihram. Bukan mereka yang pernah melaksanakan ihram haji. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
Ketika sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ada orang yang jatuh dari kendaraannya dan patah tulang lehernya. Lalu Rasulullah ﷺ💙 menyarankan :
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مُلَبِّيًا
Mandikan dia dengan air dicampur daun bidara (agar keset), kafani dia dengan dua lapis kain (yang dia kenakan untuk ihram), jangan diberi minyak wangi, dan jangan ditutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah. (HR. Bukhari 1265 dan Muslim 1206)
*MAKNA: “dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah” :*
حال كونه قائلا لبيك أي يحشر يوم القيامة على الهيئة التي مات عليها ليكون ذلك علامة لحجه كما يجيء الشهيد يوم القيامة ودمه يسيل
Ketika dibangkitkan dia akan mengucapkan ‘Labbaika Allahumma hajjan’, artinya dia dibangkitkan dalam keadaan sebagaimana ketika dia meninggal. Sebagai tanda bahwa dia sedang berhaji. Sebagaimana orang yang mati syahid akan dibangkitkan pada hari kiamat, sementara darahnya bercucuran.
{Lihat Kitab Syarh Shahih Muslim Oleh Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi (1299 - 1388 H = 1882 - 1968 M)}.
*MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI'IY* rahimahullahu ta'ala bahwa ketika mengkafani orang yang meninggal ketika beribadah ihram haji *_dibuka kepala orang ihrom saja. Sementara sisa seluruh badannya ditutup._*
Sementara mazhab dua *IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM MALIK* rahimahumAllahu ta'ala adalah *_kafan orang muhrim seperti kafan mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja.
Adapun mengenai hal tersebut menurut pendapat ulama' madzhab sebagai berikut :
*📓🌴• جاء في كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية :*
"قال الشافعية والحنابلة : إذا مات المحرم ، والمحرمة : حرُم تطييبهما ، وأخذ شيء من شعرهما ، أو ظفرهما ، وحرُم ستر رأس الرجل ، وإلباسه مخيطاً ، وحرُم ستر وجه المحرمة ؛ لما روى ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في المحرم الذي وقصته ناقته فمات : ( اغسلوه بماء وسدر ، وكفنوه في ثوبيه ، اللذين مات فيهما ، ولا تمسوه بطيب ، ولا تخمروا رأسه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيّاً ) .
وعند الحنفية والمالكية : يكفَّن المحرم ، والمحرمة ، كما يكفن غير المحرِم ، أي : يُغطَّى رأسه ، ووجهه ، ويطيَّب ، لما روي عن عطاء عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في المحرم يموت : (خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود) ، وروي عن علي رضي الله عنه أنه قال في المحرم : (إذا مات انقطع إحرامه) ، ولأن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له ، أو صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ) ، والإحرام ليس من هذه الثلاثة" انتهى .
وحديث : ( خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود ) ، حديث ضعيف ، رواه الدارقطني في " سننه " (2/296) من طريق : علي بن عاصم عن ابن جريح عن عطاء عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم .
{انظر كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٣ ص ٢٤٤ - ٢٤٥.
*💾☘• Telah ada dalam Mausu’ah Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah :*
*_"Syafiiyah dan Hanabilah_* mengatakan :
Kalau orang berihram lelaki dan perempuan meninggal dunia, diharamkan memakai wewngian. Diambil sedikit dari rambutnya atau kukunya. Diharamkan menutup kepala lelaki dan memakaikan yang berjahit. Diharamkan menutup wajah orang ihram perempuan. Sebagaiamana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhua sesungguhnya Nabi sallallahu alai wa sallam mengatakan kepada orang berihram yang terinjak untanya dan mati:
( اغسلوه بماء وسدر ، وكفنوه في ثوبيه ، اللذين مات فيهما ، ولا تمسوه بطيب ، ولا تخمروا رأسه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيّا
“Mandikan dia dengan air dan daun bidara, dan kafankan dengan bajunya. Yang meninggal dunia. Dan jangan diberi wewangian, jangan ditutup kepalanya. Karena dia akan dibangkitkan hari kiamat dalam kondisi bertalbiyah.
Sementara menurut Hanafiyah dan Malikiyah, orang ihram lelaki dan perempuan yang meninggal dunia dikafani sebagaimana orang yang tidak ihram. Maksudnya ditutupi kepala, wajah dan diberi wewangian. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang ihram yang meninggal dunia:
(خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود)
“Tutupi mereka, dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi.”
Diriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau mengatakan kepada orang ihram, “Kalau meninggal dunia, maka terputus ihramnya.
Dan karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له ، أو صدقة جارية ، أو علم ينتفع به )
“Kalau anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalannya kecuali tiga, anak sholeh yang mendoakan (kebaikan) kepadanya atau shodaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat. Dan ihram tidak termasuk dari tiga hal ini.” Selesai
Sementara hadits ‘Tutupi mereka dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi,’ adalah hadits lemah, diriwayatkan Daruqutni di Sunannya (2/296) dari jalan Ali bin Asyim dari Ibnu Juraij dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
*1⃣• Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah Mayyit Muhrim/Muhrimah Dikafani Layaknya Mayyit Biasa.*
Yakni *_kafannya orang muhrim/muhrimah seperti kafannya mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas berlaku hanya khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja. Penjelasannya diantaranya adalah :
*🌴💐• قال الإمام السرخسي الحنفي (وهو محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " المبسوط " :*
وٙسُىِٔلَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَتْ : اصْنَعُوا بِهِ مَا تَصْنَعُونَ بِمَوْتَاكُمْ وَإِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَمَّا مَاتَ ابْنُهُ وَاقِدٌ وَهُوَ مُحْرِمٌ كَفَّنَهُ وَعَمَّمَهُ وَحَنَّكَهُ ، وَقَالَ : لَوْلَا أَنَّا مُحْرِمُونَ لَحَنَّطْنَاك يَا وَاقِدُ وَلِأَنَّ إحْرَامَهُ قَدْ انْقَطَعَ بِمَوْتِهِ ، وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ } وَالْإِحْرَامُ لَيْسَ مِنْهَا فَيَنْقَطِعُ بِالْمَوْتِ وَلِهَذَا لَا يَبْنِي الْمَأْمُورُ بِالْحَجِّ عَلَى إحْرَامِهِ وَالْتَحَقَ بِالْحَلَالِ وَإِذَا جَازَ أَنْ يُخَمَّرَ رَأْسَهُ وَوَجْهَهُ بِاللَّبَنِ وَالتُّرَابِ فَكَذَلِكَ بِالْكَفَنِ ، وَحَدِيثُ الْأَعْرَابِيِّ تَأْوِيلُهُ أَنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَرَفَ بِطَرِيقِ الْوَحْيِ خُصُوصِيَّتَهُ بِبَقَاءِ إحْرَامِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 يَخُصُّ بَعْضَ أَصْحَابِهِ بِأَشْيَاءَ .
{انظر كتاب المبسوط : ج ٢ ص ٥٣ / كتاب الصلاة / باب الشهيد. للإمام محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي}.
*💾🎙• Imam Sarakhsiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mabsuth " berkata :*
Dan Sayyidatuna 'Aisyah radliyyAllahu 'anha pernah ditanya dari kasus tersebut, beliau menjawab : kalian uruslah mayyit muhrim tersebut, seperti layaknya kalian mengurusi orang-orang mati halal (bukan mati saat Ihram) kalian, dan sesungguhnya 'Abdallah bin 'Umar radliyyAllahu 'anhuma ketika putranya Waaqid meninggal dan ia sedang beribadah ihram, maka beliau mengkafaninya, memakaikan surban dikepalainya, dan menutupi bagian wajahnya, beliau berkata : Andaisaja aku termasuk dari orang-orang yang mati saat Ihram, pasti aku akan mengolesimu minyak wangi wahai Waaqid, karena sesungguhnya *IBADAH IHRAMNYA TERPUTUS PAHALANYA SEBAB KEMATIANNYA* dan Nabi 'Alaihishshalaatu wassallama pernah bersabda : ((ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya, kecuali dari tiga perkara)), dan ihram bukan termasuk darinya, maka putuslah amal ihramnya sebab kematian, dan karena hal ini, maka perkara yang diperintahkan terkait dengan ibadah haji tidak bisa menetapkan pada ihramnya, dan disamakan dengan mayyit halal, dan ketika boleh apabila menutup kepala dan wajahnya dengan batu bata merah dan debu, maka begitu juga terkait dengan kain kafannya.
Dan hadits A'raabiy penafsirannya adalah : bahwasannya Nabi 'Alaihishshalaatu Wassallamau mengetahui dengan perjalan wahyu, Khususnya tentang ketetapan ibadah Ihramnya setelah kematiannya, dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ💙 banyak menetapkan kekhususan kepada sebagian sahabat-sahabatnya dengan beberapa perkara.
{Lihat Kitab Al Mabsuth : juz 2 hal 53 / Kitabu Ash Shalati / Babu Asy Syahiidi. Karya Imam Sarakhsiy Al Hanafiy}.
*📓🖍• قال الإمام الكاساني الحنفي (وهو ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ثُمّٙ الْمُحْرِمُ يُكَفَّنُ , كَمَا يُكَفَّنُ الْحٙلٙالُ عِنْدٙنٙا أَيْ : يُغَطَّى رَأْسُهُ وَوَجْهُهُ وَيُطَيَّبُ ,
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع / كتاب الصلاة / فصل بيان وجوب التكفين / فصل كيفية التكفين. للإمام ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*📕🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Kemudian mayyit Muhrim dikafani seperti Mayyit Halal dikafani, artinya ditutup kepalanya, wajahnya, dan diolesi wewangian.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz hal / Kitabu Ash Shalaati / Fashal Bayaanu Wujuubi At Takfiini / Fashal Kaifiyyati At Takfiini. Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*💾📌• وقال ايضا الإمام الكاساني الحنفي (وهو ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ورخص بعض مشايخنا المتأخرون لبس الصندلة قياسا على الخف المقطوع ; لأنه في معناه وكذا لبس الميثم لما قلنا ، ولا يلبس الجوربين ; لأنهما في معنى الخفين ، ولا يغطي رأسه بالعمامة ، ولا غيرها مما يقصد به التغطية ; لأن المحرم ممنوع عن تغطية رأسه بما يقصد به التغطية ، والأصل فيه ما روي { عن رسول الله ﷺ❤ أنه قال في المحرم الذي وقصت به ناقته في أخاقيق جرذان فمات
: *_[وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ وَلَا وَجْهَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا]._*
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ٢ ص ١٨٤ / كتاب الحج / فصل محظورات الإحرام / المطبعة : دار الكتب العلمية ، سنة النشر: ١٤٠٦ هـ/١٩٨٦مـ. للإمام ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*📘🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata lagi dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Dan sebagian guru-guru kami yang hidup akhir-akhir ini memberikan keringanan/rukhshah memakai sandal diqiyaskan/disamakan dengan memakai khuff (semacam sepatu boot terbuat dari kulit) yang dipotong, karena hal itu semakna dengan sandal, dan begitu juga memakai miitsam (sepatu boot yang menjadi berat langkahnya) karena ungkapan kami, dan jangan memakai jaurabaini (sepatu boot terbuat dari bulu tebal yang panjangnya sampai betis) karena keduanya dalam makna khuff, *_jangan menutup kepalanya dengan surban, dan semacamnya dari sesuatu yang disengaja untuk tutup, karena orang yang sedang berihram dilarang memakai tutup kepala dengan perkara yang dimaksudkan untuk tutup_*. Dan asal dalam permasalahan ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulillaah ﷺ💙 beliau bersabda dalam kasus orang berihram yang ontanya mematahkan batang lehernya akibat ontanya terjerembab didalam lubang tikus lantas ia meninggal seketika, beliau bersabda :
*_[Dan janganlah kalian menutupi kepala dengan surban, jangan pula menutupi wajahnya, karena ia akan dibangkitnya kelak di hari kiamat dalam keadaan Ihram]}._* HR. Muslim.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 2 hal 184 / Kitabu Al Hajj / Fashl Fi Mahdzuuraati Al Ihraami / Cet. Daar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Th. 1406 H | 1986 M. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*2⃣• Menurut Pengikut Imam Malik Mayyit Muhrim/Muhrimah Dikafani Layaknya Orang Yang Mati Biasa.*
Yakni *_kafannya orang muhrim/muhrimah seperti kafannya mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas berlaku hanya khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja.
*📕✒• قال الإمام الحطاب المالكي (وهو محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل ":*
قَالَ ابْنُ حَبِيبٍ : يُسْتَحَبُّ أَنْ يُكَفَّنَ فِي ثِيَابِهِ الَّتِي يَشْهَدُ بِهَا الْجَمَاعَاتِ وَالصَّلَوَاتِ وَثَوْبَيْ إحْرَامِهِ رَجَاءَ بَرَكَةِ ذَلِكَ انْتَهَى
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل : ج ٣ ص ٤٦ / كتاب الجنائز / فروع / فرع من دفن بغير صلاة. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*📓🎙• Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jaliil Syarhu Mukhtashar Khaliil " berkata :*
Ibnu Habib (Al Malikiy) berkata : *YUSTAHAB/LEBIH DISUKAI* apabila mayyit dikafani didalam pakaian yang biasa digunakan untuk menghadiri jamaah-jamaah dan shalat-shalat, *DAN PAKAIAN-PAKAIAN IHRAMNYA* karena berharap agar memperoleh berkah dengan semua itu.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jaliil Syarhu Mukhtashar Khaliil : juz 3 hal 46 / Kitabu Al Jana'izi / Furuu' /
Far'u Man Dufina Bighairi Shalaati. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*📓🖍• قال الإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته :*
(قَوْلُهُ وَكُفِّنَ نَدْبًا بِمَلْبُوسِهِ لِجُمُعَةٍ) أَيْ وَلَوْ كَانَ قَدِيمًا وَهَذَا عِنْدَ اتِّفَاقِ الْوَرَثَةِ عَلَى تَكْفِينِهِ فِيهِ ,
وَ (قَوْلُهُ وَقُضِيَ بِهِ عِنْدَ التَّنَازُعِ) أَيْ عِنْدَ تَنَازُعِ الْوَرَثَةِ بِأَنْ طَلَبَ بَعْضُهُمْ تَكْفِينَهُ فِيهِ وَبَعْضُهُمْ تَكْفِينَهُ فِي غَيْرِهِ وَفِيهِ أَنَّ الْقَضَاءَ إنَّمَا يَكُونُ بِوَاجِبٍ لَا بِمَنْدُوبٍ،
{انظر حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٣ - ٤١٤ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / أركان صلاة الجنازة. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📘✍• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan mayyit *DIANJURKAN DIKAFANI* dengan pakaian yang biasa ia pakai untuk Shalat Jum'at) artinya walaupun Pakaian tersebut sudah usang, dan ini harus menurut persetujuan ahli warisnya apabila akan mengkafaninya didalam pakaian tersebut.
(Dan ungkapan pengarang : dan harus diputuskan dengan hal tersebut ketika terjadi perebutan ketetapan) artinya ketika terjadi perebutan pendapat diantara ahli waris, kronologinya sebagian dari mereka menginginkan/menuntut mayyit dibungkus didalam pakaian tersebut, dan sebagian yang lain menginginkan mayyit dibungkus dengan pakaian lainnya, didalam kasus ini keputusan bisa jatuh apabila kasus tersebut bersifat wajib bukan bersifat mandub/sebatas anjuran.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 413 - 414 / Babu Auqaatu Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bihi Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaamu Al Mauta / Arkaanu Shalaati Al Janaazati. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• Menurut Imam Syafi'iy Mayyit Muhrim Dikafani Hanya Dengan Pakaian Ihramnya Atau Kain Lain Yang Tidak Diberi Gamis Dan Surban.*
Menurut Madzhab Imam Syafi'iy rahimahullah ta'ala bahwa dibuka kepalanya orang yang mati ihrom saja. Sementara sisa seluruh badannya ditutup.
*💾🍀• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
( قَالَ الشَّافِعِيُّ ) : رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : إذَا مَاتَ الْمُحْرِمُ غُسِّلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَكُفِّنَ فِي ثِيَابِهِ الَّتِي أَحْرَمَ فِيهَا أَوْ غَيْرِهَا لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ ، وَلَا عِمَامَةٌ ، وَلَا يُعْقَدُ عَلَيْهِ ثَوْبٌ كَمَا لَا يَعْقِدُ الْحَيُّ الْمُحْرِمُ ، وَلَا يُمَسُّ بِطِيبٍ ، وَيُخَمَّرُ وَجْهُهُ ، وَلَا يُخَمَّرُ رَأْسُهُ وَيُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَيُدْفَنُ ،
وَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ : إذَا مَاتَ كُفِّنَ كَمَا يُكَفَّنُ غَيْرُ الْمُحْرِمِ ، وَلَيْسَ مَيِّتُ إحْرَامٍ ،
{انظر كتاب الأم / كتاب الجنائز / باب ما يفعل بالمحرم إذا مات
. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🎙• Imam Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata :*
Ketika " Al Muhrimu " (orang yang sedang berihram) meninggal, maka dia dimandikan dengan air dan daun Bidara (dadap srêp : jawa), dan DIKAFANI dengan pakaian yang ia gunakan untuk beribadah ihram, atau kain lainnya yang tidak ada gamis (baju kurung) dan Ìmamahnya (surban), kainnya tidak diikatkan kepadanya seperti Muhrim yang masih hidup tidak mengikatkan pakaian Ihramnya, tidak boleh diolesi/dipakaikan wewangian dan *TIDAK DITUTUPI WAJAHNYA, TIDAK BOLEH DITUTUPI KEPALANYA DAN DISHALATI, DAN DIKUBUR,*
Sebagian ulama' berkata : Ketika Muhrim meninggal, maka dikafani seperti mayyit selain Muhrim dan tidak ada istilah mayyit ihram, berdasarkan ungkapan Sayyidina 'Abdillah bin 'Amr mungkin saja Sayyidina 'Abdillah bin 'Amr tidak mendengar berita hadits ini, sebaliknya aku tidak akan meragukannya InsyaAllah,
{Lihat Kitab Al Umm / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ma Yuf'alu Bi Al Muhrimi Ìdzaa Maata. Karya Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy}.
*🌼✒• قال الإمام أبي القاسم الرافعي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " شرح مسند الشافعي ":*
وَقَوْلُهُ: "كَفَّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ" وَرُوِيَ: "وَلَا تُحَنِّطُوهُ" ذَكَرَ فِيهِ أَنَّهُ اسْتَبْقَى لِلْمُحْرِمِ شِعَارَ الْإِحْرَامِ مِنْ كَشْفِ الرَّأْسِ وَاجْتِنَابِ الطِّيبِ تَكْرُمَةً لَهُ كَمَا اسْتَبْقَى لِلشُّهَدَاءِ شِعَارَ الْجِهَادِ فَلَمْ يُغَسَّلُوا وَدُفِنُوا بِدِمَائِهِمْ، وَظَاهِرُ النَّهْيِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ حُكْمَ الْإِحْرَامِ لَا يَنْقَطِعُ بِالْمَوْتِ، حَتَّى لَا يَجُوزَ تَخْمِيرُ رَأْسِهِ وَلَا أَنْ يَقْرَبَ طِيبًا، وَبِهِ قَالَ الثَّوْرِيُّ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ.
وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ: يَنْقَطِعُ وَيَفْعَلُ بِهِ مَا يَفْعَلُ بِسَائِرِ الْمَوْتَى.
{انظر كتاب شرح مسند الشافعي / من كتاب الجنائز والحدود. للإمام أبي القاسم الرافعي الشافعي}.
*🌴📓• Imam Abu Qasim Ar Rafi'iy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Syarhu Musnad Asy Syafi'iy " :*
Sabda Nabi : " kalian kafanilah dia dalam dua helai kainnya dan jangan kalian tutupi kepalanya. Diriwayatkan : " ... dan janganlah diberi wewangian " beliau telah menyebutkan didalam hadits bahwasannya akan menjadi tetap syi'ar Ihramnya Muhrim dari membuka kepalanya dan menjauhi wewangian sebagai penghormatan baginya seperti tetap yang syi'ar jihad bagi para syuhadaa' mereka tidak dimandikan dan dikuburkan bersamaan dengan darah - darah mereka, dan jelasnya larangan menunjukkan bahwasannya *HUKUM IHRAM TERSEBUT TIDAK TERPUTUS SEBAB KARENA KEMATIAN* sampai - sampai tidak boleh menutupi kepalanya, dan tidak boleh mendekatkan minyak wangi, dan dengan pendapat tersebut Ats Tsauriy, Asy Syafi'iy, dan Ahmad mengatakannya.
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berkata : orang yang mati ihram terputus ibadah Ihramnya (sebab kematiannya) dan melakukan apa yang berjalan pada sekian banyak orang-orang yang mati.
{Lihat Kitab Syarhu Musnad Asy Syafi'iy / Min Kitabi Al Jana'izi Wa Al Huduudi. Karya Imam Abu Al Qaasim Ar Rafi'iy Asy Syafi'iy}.
*iv• 👉 Boleh Memakai Pakaian Yang Biasa Dipakai Semasa Hidupnya Sebagai Kafannya Setelah Dia Mati.*
Karena memakai baju ihrom boleh dipakai dimasa hidupnya maka boleh dijadikan kafan asal bisa menutup seluruh badan mayit.
*💾✍• جاء في كتاب الموسوعة الفقه على المذاهب الاربعة للإمام عبد الرحمن بن محمد عوض الجزيري، المتوفى: ١٣٦٠ هـ)، رحمه الله تعالى :*
الشافعية قالوا : لايجوز تكفين الميت الا بما كان يجوز له لبسه حال حياته
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠٤. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📓💥• Tersebut dalam Kitab " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala :*
Pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) mereka berkata : Tidak diperbolehkan mengkafani mayyit kecuali dengan kain yang ia boleh memakainya semasa hidupnya.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 805. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📕🎙• وجاء في كتاب " روضة الطالبين وعمدة المفتين " للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي رحمه الله تعالى :*
تَقَدَّمَ أَنَّهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ . وَيُسْتَحَبُّ فِي لَوْنِ الْكَفَنِ الْبَيَاضُ ، وَجِنْسُهُ فِي حَقِّ كُلِّ مَيِّتٍ ، مَا يَجُوزُ لَهُ لُبْسُهُ فِي الْحَيَاةِ ، فَيَجُوزُ تَكْفِينُ الْمَرْأَةِ فِي الْحَرِيرِ ، لَكِنْ يُكْرَهُ ، وَيَحْرُمُ تَكْفِينُ الرَّجُلِ بِهِ .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ص / كتاب الجنائز / باب التكفين. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*💾🌴• Tersebut dalam kitab " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqien " Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala :*
Telah lalu bahwa pekerjaan mengkafani hukumnya fardlu kifayah,Dan disunahkan dalam warna kain kafan adalah yang berwarna putih,dan jenisnya menurut hak setiap mayit adalah kain yang boleh dikenakan semasa hidupnya,maka diperbolehkan mengkafani mayit wanita dengan sutera namun makruh,dan haram mengkafani mayit laki-laki dengan sutera.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqien : juz hal / Kitab Al Jana'izi / Babu At Takfiini. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• وقال الشيخ نووي البنتني الإندونيسي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الثمار اليانعة في الرياض البديعة ":*
(واقل الكفن) بالنسبة لحق الله تعالي ما يستر العورة فقط ولا يجب زائد علي ما يستر العورة ويختلف بالذكورة والانوثة دون الرق والحرية لزوال الرق بالموت علي الاصح وبالنسبة للغرماء (لفافة واحدة تستر جميع البدن الا راس المحرم ووجه المحرمة فيحرم سترهما).
{انظر كتاب الثمار اليانعة في الرياض البديعة (وهو شرح نووي على الرياض البديعة) : ص ٥٠. للشيخ نووي الجاوي الإندونيسي الشافعي}.
*📕✍• Syaikh Nawawiy Al Bantaniy Al Indonisiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ats Tsamaar Al Yaani'ah Fi Ar Riyaadli Al Badii'ah " berkata :*
(Minimal dalam mengkafani mayit) jika dinisbatkan pada hak Allah SWT adalah kain yang bisa menutupi aurot,(adalah satu lapis lipatan/bungkusan yang dapat menutupi seluruh badan kecuali kepala orang laki-laki yang sedang menjalankan ihrom dan wajah wanita yang ihrom,maka haram menutupi keduanya.
{Lihat Kitab Ats Tsamaar Al Yaani'ah Fi Ar Riyaadli Al Badii'ah : hal 50. Karya Syaikh Nawawiy Al Bantaniy Al Indonisiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• Menurut Imam Ahmad Orang Yang Meninggal Saat Ihram Dikafani Dengan Dua Lapis Kain Tanpa Ditutupi Kepala Dan Kedua Kakinya Dan Tidak Boleh Kain Yang Dijahit.*
*📔🖊• قال الإمام ابن قدامة الحنبلي (وهو موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي) رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
( وَالْمُحْرِمُ يُغَسَّلُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَلَا يُقَرَّبُ طِيبًا ، وَيُكَفَّنُ فِي ثَوْبَيْهِ ، وَلَا يُغَطَّى رَأْسُهُ ، وَلَا رِجْلَاهُ ) إنَّمَا كَانَ كَذَلِكَ لِأَنَّ الْمُحْرِمَ لَا يَبْطُلُ حُكْمُ إحْرَامِهِ بِمَوْتِهِ ، فَلِذَلِكَ جُنِّبَ مَا يُجَنَّبُهُ الْمُحْرِمُ مِنْ الطِّيبِ ، وَتَغْطِيَةِ الرَّأْسِ ، وَلُبْسِ الْمَخِيطِ ، وَقَطْعِ الشَّعْرِ .
رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عُثْمَانَ ، وَعَلِيٍّ ، وَابْنِ عَبَّاسٍ .
وَبِهِ قَالَ عَطَاءٌ ، وَالثَّوْرِيُّ ، وَالشَّافِعِيُّ ، وَإِسْحَاقُ .
وَقَالَ مَالِكٌ ، وَالْأَوْزَاعِيُّ ، وَأَبُو حَنِيفَةَ : يَبْطُلُ إحْرَامُهُ بِالْمَوْتِ ، وَيُصْنَعُ بِهِ كَمَا يُصْنَعُ بِالْحَلَالِ .
وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَائِشَةَ ، وَابْنِ عُمَرَ ، وَطَاوُسٍ ؛ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ شَرْعِيَّةٌ ، فَبَطَلَتْ بِالْمَوْتِ ، كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ .
وَلَنَا ، مَا رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ : «أَنَّ رَجُلًا وَقَصَهُ بَعِيرُهُ وَنَحْنُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ💙 وَهُوَ مُحْرِمٌ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ❤ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ وَلَا تُمِسُّوهُ طِيبًا وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّدًا». وفي رواية : " مُلَبِّيًا " . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
{انظر كتاب المغني / كتاب الجنائز / مسألة المحرم يغسل بماء وسدر. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🍒• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu didalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
(Dan Muhrim (pria yang wafat saat Ihram dimandikan dengan air dan daun bidara dijauhkan dari dipakaikan wewangian, dikafani dengan dua lapis kain, tidak ditutupi kepalanya, dan tidak ditutupi kedua kakinya). Semestinya begitu karena sesungguhnya orang yang mati saat Ihram tidak hilang hukum Ihramnya karena sebab kematiannya, begitu juga orang yang junub (hadats besar) Muhrim harus menjauhi wewangian, menutup kepala, memakai pakaian yang dijahit, dan memotong rambut. Semua itu telah diriwayatkan dari Sayyidina 'Utsman, Imam 'Aliy, dan Sayyidina Ibunu 'Abbas radliyyAllahu 'anhum. Dan dengan ini pula berkata : Imam 'Atho`, Imam Tsauriy, Imam Syafi'iy, dan Imam Ìshaq.
Dan Imam Malik, Imam Auza'iy, dan Imam Abu Hanifah berkata : Ihramnya *BATAL* sebab kematiannya, ia diurus seperti mengurusi mayyit halal (orang yang meninggal bukan disaat beribadah Ihram)
Semua itu diriwayatkan dari 'Aisyah, Ibnu 'Umar, dan Thawwus : bahwasannya ihram adalah ibadah Syar'iyyati, maka *BATAL* karena sebab kematian, seperti shalat dan puasa.
Dan bagi kami (hanabillah) berdasarkan hadits riwayat Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما :
*_" Bahwa ada seorang laki-laki yang sedang berihram dijatuhkan oleh untanya yang saat itu kami sedang bersama Nabi ﷺ💚. Maka Nabi ﷺ💜 berkata: "Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena dia nanti akan dibangkitkan pada hari qiyamat dalam keadaan mulabbidan (orang yang bergerombol)."_* Dan dalam sebuah riwayat dikatakan :
*_"Mulabbiyan " (orang yang membaca bertalbiyyah)."_* Muttafaq 'Alaih (disepakati).
{Lihat Kitab Al Mughniy / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah Yughsalu Al Muhrimu Bima'in Wa Sidrin. Karya Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
⤵ 6/ VII
*2⃣5⃣• Kain Kafan atau Kain Ihram Yang Diwashiyyatkan Oleh Mayyit Ketika Masih Hidup Agar Menjadi Kafannya Ketika Sudah Mati.*
Persiapan untuk kematian adalah masalah yang dianjurkan. Terdapat dalil-dalil yang menunjukkan akan dianjurkannya.
*```ì)•👉 Dalil Yang Menunjukkan Bolehnya Menyiapkan Kain Kafannya Sendiri Sebelum Mati.*
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ : سَمِعْتُ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَتْ امْرَأَةٌ بِبُرْدَةٍ قَالَ : أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ؟
فَقِيلَ لَهُ : نَعَمْ هِيَ الشَّمْلَةُ مَنْسُوجٌ فِي حَاشِيَتِهَا ،
قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَسَجْتُ هَذِهِ بِيَدِي أَكْسُوكَهَا ،
فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ ﷺ💚 مُحْتَاجًا إِلَيْهَا فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا إِزَارُهُ ،
فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ : يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْسُنِيهَا ،
فَقَالَ : نَعَمْ ، فَجَلَسَ النَّبِيُّ ﷺ💖 فِي الْمَجْلِسِ ثُمَّ رَجَعَ فَطَوَاهَا ثُمَّ أَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ ،
فَقَالَ لَهُ الْقَوْمُ : مَا أَحْسَنْتَ سَأَلْتَهَا إِيَّاهُ لَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّهُ لَا يَرُدُّ سَائِلًا؟
فَقَالَ الرَّجُلُ : وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ إِلَّا لِتَكُونَ كَفَنِي يَوْمَ أَمُوتُ ،
قَالَ سَهْلٌ : فَكَانَتْ كَفَنَهُ.
{رواه البخاري / ٣٤ - كتاب البيوع / باب ذكر النساج / رقم الحديث : ٢٠٩٣}.
Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Bukair. Telah menceritakan kepada kami : Ya'qub bin 'Abdurrahman. Dari Abu Hazim, ia berkata : Aku mendengar Sahal bin Sa'ad radliyyAlahu 'anhu, beliau berkata;
Ada seorang wanita mendatangi Nabi ﷺ💓 dengan membawa burdah.
(Sahal) berkata; "Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan burdah?"
Dikatakan kepadanya lalu dia mengatakan: "Ya benar, itu adalah kain selimut yang pinggirnya berjahit?"
Wanita itu berkata: "Wahai Rasulullah, aku menjahitnya dengan tanganku sendiri, dan aku membuatnya untuk memakaikannya kepada anda".
Maka Nabi ﷺ💞 mengambilnya karena Beliau memerlukannya. Kemudian Beliau menemui kami dengan mengenakan kain tersebut.
Kemudian ada seseorang dari suatu kaum yang berkata: "Wahai Rasulullah, pakaikanlah kain itu untukku".
Beliau menawab: "Ya".
Lalui Nabi ﷺ❤ duduk dalam suatu majelis lalu kembali dan melipat kain tersebut kemudian memberikannya kepada orang itu.
Orang-orang berkata, kepada orang itu:
*_" Tidak baik apa yang telah kamu minta kepada Beliau. Bukankah kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak (permintaan orang)._*
Maka orang itu menjawab:
*_"Demi Allah, sungguh aku tidak memintanya melainkan untuk aku jadikan sebagai kain kafanku pada hari kematianku"._*
Sahal berkata:
*_"Akhirnya memang kain itu yang jadi kain kafannya"._*
{HR. Bukhariy / 34 - Kitabu Al Buyuu' / Babu Dzikri An Nassaa'i / No. 2093}.
*🌴📿• قال ألإمام ابن بطال المالكي (وهو أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك المالكي المتوفى: ٤٤٩ هـ) ، رحمه الله في الحديث :
جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ، وقد حفر قوم من الصالحين قبورهم بأيديهم ليمثلوا حلول الموت فيهم ، وأفضل ما يُنْظَر فيه في وقت المهل وفسحة الأجل الاستعدادُ للمعاد ، وقد قال صلى الله عليه وسلم : ( أفضل المؤمنين إيمانًا أكثرهم للموت ذكراً ، وأحسنهم له استعداداً ) انتهى
{انظر كتاب شرح صحيح البخارى : ج ٣ ص ٣٦٧. للإمام ابن بطال المالكي}.
*📗🍒• Imam Ibnu Bathal Al Malikiy rahimahullahu ta'ala mengomentari hadits :*
*“DIBOLEHKAN* mempersiapkan sesuatu sebelum ada keperluannya. Sebagian orang saleh telah menggali kuburannya dengan tangannya, agar teringat waktu kematian dirinya. Sebaik-baik melihatnya di waktu senggang dan kosong sebagai persiapan waktu kembali (ke akhirat). Nabi ﷺ💙 telah bersabda:
أفضل الْمُؤمنِينَ إِيمَانًا أَكْثَرهم للْمَوْت ذكرا وَأَحْسَنهمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا
“Sebaik-baik keimanan orang-orang mukmin adalah yang paling banyak mengingat kematian, dan yang terbaik dalam melakukan persiapan.”
{Lihat Kitab Syarh Bukhariy : juz 3 hal 267. Karya Imam Ibnu Bathal Al Malikiy}.
*💾✒• قال الحافظ ابن حجر العسقلاني الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح الباري شرح صحيح البخاري ":*
“…. فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ جَوَازُ تَحْصِيلِ مَا لَا بُدَّ لِلْمَيِّتِ مِنْهُ مِنْ كَفَنٍ وَنَحْوِهِ فِي حَالِ حَيَاتِهِ ... (الى ان قال) ...
وَقَالَ ابنُ بَطَّالٍ . فِيهِ جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ وَقْتِ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ، قَالَ : وَقَدْ حَفَرَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّالِحِينَ قُبُورَهُمْ قَبْلَ الْمَوْتِ .
وَتَعَقَّبَهُ الزَّيْنُ بْنُ الْمُنِيرِ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَقَعْ مِنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ ، قَالَ : وَلَوْ كَانَ مُسْتَحَبًّا لَكَثُرَ فِيهِمْ .
وَقَالَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ : يَنْبَغِي لِمَنِ اسْتَعَدَّ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ أَنْ يَجْتَهِدَ فِي تَحْصِيلِهِ مِنْ جِهَةٍ يَثِقُ بِحِلِّهَا ، أَوْ مِنْ أَثَرِ مَنْ يَعْتَقِدُ فِيهِ الصَّلَاحَ وَالْبَرَكَةَ .
{انظر كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري : ج ٣ ص ٣٨٥ / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💙 فلم ينكر عليه. للحافظ أحمد بن علي بن حجر العسقلاني الشافعي}.
*📓✒• Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Shahih Al Bukhariy " berkata :*
Maka bisa diambil faidah dari situ akan *BOLEHNYA* menyediakan sesuatu yang wajib bagi mayyit dari hal tersebut yang terdiri dari kain kafan dan semacamnya pada masa hidupnya ... (sampai pada perkataan Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy) ...
Dan Ibnu Bathal berkata : didalam hadits menunjukkan *“DIPERBOLEHKANNYA* mempersiapkan sesuatu sebelum tiba waktu hajat keperluannya. Dan ia (Ibnu Bathal) berkata : sesungguhnya sekelompok kaum yang shalih - shalih telah menggali kuburan mereka sendiri sebelum kematian mereka datang.
Dan Az Zain bin Al Munir menafsirkannya bahwa semua itu tidak pernah terjadi dari salahsatupun sahabat Nabi, ia berkata : Kalaupun toh hal itu *DISUNNAHKAN* pasti banyak yang melakukannya dikalangan mereka (para sahabat radliyyAllahu 'anhum).
Dan berkata sebagian Syafi'iyyah (pengikut Imam Syafi'iy) : seyogyanya bagi orang yang telah mempersiapkan sesuatu dari hal tersebut agar berusaha penuh untuk mendapatkannya dari arah yang betul - betul jelas kehalalan kain kafannya, atau mendapatkan kain kafannya dari kain bekas orang yang telah menyakini bahwasannya didalam kain kafan yang dipersiapkan tersebut terdapat kebaikkan dan keberkahan.
{Lihat Kitab Fathu Al Baary Syarhu Shahih Bukhariy : juz 3 hal 385 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Man Ista'adda Al Kufna Fi Zamani An Nabi ﷺ💚 Falam Yunkir 'Alaihi. Karya Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaaniy Asy Syafi'iy}.
*✍• Hadits Yang Senada :*
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا الفَضْلُ بْنُ مُوسَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، ق قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 :
*«أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ»* يَعْنِي الْمَوْتَ
وَفِي البَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: *«هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ»*
{رواه الترمذي / ٣٤ - أبواب الزهد / باب ما جاء في ذكر الموت / رقم الحديث : ٢٣٠٧، واللفظ له. والنسائي (١٨٢٤) وابن ماجه (٤٢٥٨) وصححه الألباني في صحيح الترمذي}.
Telah menceritakan kepada kami : Mahmud bin Ghailan. Telah menceritakan kepada kami : Al Fadl bin Musa. Dari Muhammad bin 'Amru. Dari Abu Salamah. Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah ﷺ💓 bersabda:
*_"Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian"._* Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Sa'id. Berkata Abu Isa: *HADITS INI HASAN SHAHIH GHARIB.*
{HR. Tirmizi / 34 - Abwaabu Az Zuhdiy / Baabu Ma Ja'a Fi Dzikir Al Mauti / No. 2307, Teks miliknya. Dan Nasa’i, 1824, Ibnu Majah, 4258 *DINYATAKAN SHAHIH* oleh Tokoh Wahhabiy Al-Albani dalam Shahih Tirmizdzi}.
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو عَنْ ابْنِ مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ أَبُو بَكْرٍ فِي كَمْ كَفَّنْتُمْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚؟ فَقُلْت : فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابٍ, قَالَ:
«فَاغْسِلُوا ثَوْبَيَّ هَذَيْنِ وَاشْتَرُوا لِي ثَوْبًا مِنْ السُّوقِ»
قَالَتْ : إنَّا مُوسِرُونَ
قَالَ : «يَا بُنَيَّةُ الْحَيُّ أَحَقُّ بِالْجَدِيدِ مِنْ الْمَيِّتِ إنَّمَا هُوَ لِلْمُهْلَةِ وَالصَّدِيدِ»
{رواه ابن أبي شيبة في المصنف / كتاب الجنائز / ما قالوا في كم يكفن الميت / رقم الحديث : ١٣١٠}.
Telah menceritakan kepada kami : Sufyan bin 'Uyainah. Dari 'Amr. Dari Ibnu Mulailah. Dari 'Aisyah, beliau berkata : Abu Bakar bertanya : Dalam berapa lapis kalian mengkafani Rasulullah ﷺ💜?
Aku menjawab : Dalam tiga lapis kain.
Abu berkata : " Kalian cucilah dua pakaianku ini dan kalian belikanlah satu pakaian untukku dari pasar."
'Aisyah berkata : Sesungguhnya kami termasuk orang - orang yang kaya.
Abu Bakar berkata : " Wahay putriku , orang yang masih hidup lebih berhak atas pakaian baru daripada orang mati. Sejatinya kain itu akan habis dimakan ulat/cacing tanah dan ular.”
{HR. Ibnu Abi Syaibah / Kitabu Al Jana'izi / Ma Qaluu Kam Yukfanu Al Mayyitu / No. 1310}.
Alkisah khalifah-khalifah banyak yang mempersiapkan kain kafannya. Kalau melihat gambar Sultan-sultan Dinasti Utsmaniyah, nampaik imamah mereka besar-besar.
Ternyata, itu bukan sekedar peci, topi, atau mahkota, tetapi kain kafan yang dipersiapkan untuk mereka, kain kafan diikat menjadi mahkota, dan itu adalah salah satu syarat menjadi Sultan.
🔹Filosofinya setiap Sultan yang memimpin Turki harus berjiwa mujahid, harus berani memimpin perang dan berada di barisan terdepan, dan itu juga sebagai pengingat kepada Sultan, bahwa kematian selalu mengintainya, dan kain kafan sudah disiapkan, sehingga dalam memimpin Negara dan rakyat, dia harus sadar bahwa itu hanya amanah, bukan buat bangga-banggaan, tapi itu adalah kesempatan mengumpulkan kebaikan, dan saat dia mau berbuat zalim, dia akan ingat kalau kain kafan selalu di kepalanya, kapan saja dia bisa mati.
Di Shahih al-Bukhari disebutkan bab,
بَابُ مَنِ اسْتَعَدَّ الكَفَنَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ💘 فَلَمْ يُنْكَرْ عٙلٙيْهِ
{صحيح البخاري / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💓 فلم ينكر عليه / رقم الحديث : ١٢١٨}.
“Bab orang menyiapkan kafan di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan beliau tidak mengingkarinya.”
Adapun mempersiapkan kain kafan atau kain apapun menurut ulama' madzhab adalah :
*1⃣• Batal Washiyyat Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah.*
*☘✍• قال الإمام ابن نجيم الحنفي (وهو زين الدين بن إبراهيم ابن نجيم الحنفي في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق - تكملة البحر الرائق للطوري ":*
وَلَوْ لَمْ تَتْرُكْ مَالًا يَكُونُ كَفَنُهَا فِي بَيْتِ الْمَالِ دُونَ الزَّوْجِ بِلَا خِلَافٍ بَيْنَ عُلَمَاؤُنَا ,
قَالَ فِي الْفَقِيهِ أَبُو اللَّيْثِ رَحِمَهُ اللَّهُ : هَذَا الْجَوَابُ ظَاهِرُ الرِّوَايَةِ عَنْ أَصْحَابِنَا وَرَوَى خَلَفٌ عَنْ أَبِي يُوسُفَ أَنَّ الْكَفَنَ عَلَى الزَّوْجِ كَالْكِسْوَةِ ، وَعَنْ مُحَمَّدٍ أَنَّهُ لَا يَجِبُ قَالَ : وَبِقَوْلِ أَبِي يُوسُفَ : نَأْخُذُ، قَالَ الْفَقِيهُ أَبُو بَكْرٍ فِيمَنْ أَوْصَى بِأَنْ يُكَفَّنَ فِي ثَوْبٍ أَنَّ هَذِهِ الْوَصِيَّةَ بَاطِلَةٌ ،
وَفِي الظَّهِيرِيَّةِ : وَلَوْ أَوْصَى أَنْ يُكَفَّنَ فِي ثَوْبِ كَذَا وَيُدْفَنَ فِي مَوْضِعِ كَذَا فَالْوَصِيَّةُ فِي تَعْيِينِ الْكَفَنِ وَمَوْضِعِ الْقَبْرِ بَاطِلَةٌ ، وَفِي رَوْضَةِ الزَّنْدُوسَنِيِّ : إذَا أَوْصَى بِأَنْ يُكَفَّنَ فِي خَمْسَةِ أَثْوَابٍ أَوْ فِي سِتَّةِ أَثْوَابٍ جَازَتْ وَصِيَّتُهُ وَيُرَاعَى شَرَائِطُهُ ،
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / تكملة البحر الرائق للطوري / كتاب الوصايا / الوصية بالخدمة والسكنى والثمرة. للإمام زين الدين بن إبراهيم ابن نجيم)د الحنفي}
*📘👌• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq " berkata :*
Dan apabila mayyit perempuan tidak meninggalkan harta maka kain kafannya menjadi tanggung jawabnya Baitul Mal bukan tanggung jawab suami tidak ada perbedaan diantara ulama' - ulama' kami
Berkata Abu Laits rahimahullahu ta'ala dalam Al Faqih : ini adalah jawaban dzahirnya riwayat dari sahabat - sahabat kami. Dan Khalaf telah meriwayatkan dari Abi Yusuf : bahwasannya kafan itu menjadi tanggung jawab suami layaknya seperti kebutuhan sandang. Dan dari Imam Muhammad hal tersebut tidak wajib, ia berkata : dån Abi Yusuf : kami mengambilnya, berkata Al Faqih Abu Bakar dalam masalah orang yang berwasiat supaya dikafani dengan sebuah kain, *WASHIYYAT INI BATAL*
Dan dalam kalangan dzahiriyyah (kalangan pengikut madzhab Dzahiriy) : apabila seseorang berwasiat supaya dikafani dengan kain seperti ini dan dikuburkan dalam tempat seperti ini, maka washiyyat menentukan kain kafan dan tempat mengubur adalah *BATAL*. Dan dalam kitab Raudl Az Zindusaniy : Ketika seseorang berwasiat supaya dikafani dengan 5 lapis atau 6 lapis, maka washiyyat *BOLEH DIJALANKAN*, dan dijaga syarat - syaratnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Takmilatu Al Bahri Ar Raa'iq Liththuuriy / Kitabu Al Washaaya / Al Waahiyyah Bilkhidmati Wassukna / Waratsati. Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}
*♻✍• قال الإمام العيني الحنفي (وهو أبو محمد محمود بن أحمد بن موسى بن أحمد بن حسين الغيتابى الحنفى بدر الدين العينى) رحمه تعالى في كتابه " عمدة القاري شرح صحيح البخاري ":*
قلت: لَا يلْزم من عدم وُقُوعه من أحد من الصَّحَابَة عدم جَوَازه، لِأَن مَا رَآهُ الْمُؤْمِنُونَ حسنا فَهُوَ عِنْد الله حسن، وَلَا سِيمَا إِذا فعله قوم من الصلحاء الأخيار.
{انظر كتاب عمدة القاري صحيح البخاري / كتاب الجنائز / باب من استعد الكفن في زمن النبي ﷺ💖 فلم ينكر عليه / رقم الحديث : ١٢٣٠. للامام.العيني الحنفي}.
*♻🌴• Imam Badruddin 'Ainiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " 'Umdatu Al Qaariy Syarhu Shahih Bukhariy ":*
Aku berpendapat : *TIDAK WAJIB* (menyiapkan Kafan sebelum mati) dari tidak adanya ketetapan dari salahsatupun sahabat tentang tidak ada hukum kebolehannya, karena sesungguhnya sesuatu yang dipandang oleh orang - orang beriman baik, maka disisi Allah pun baik, dan apalagi apabila kaum shalih yang terpilih pernah melakukannya.
{Lihat Kitab 'Umdatu Al Qaariy Syarhu / Kitabu Al Jana'izi / Babu Man Ista'adda Al Kufna Fi Zamani An Nabi ﷺ💜 / No. 1230. Karya Imam Badruddin Al 'Ainiy Al Hanafiy}.
*2⃣• Boleh Menyiapkan Sesuatu Sebelum Datang Keperluannya, Seperti Sedia Kain Kafan Atau Kain Ihram, Liang Lahadnya Sebelum Meninggal, Dll Menurut Pengikut Imam Malik.*
*🌴📿• قال ألإمام ابن بطال المالكي (وهو أبو الحسن علي بن خلف بن عبد الملك المالكي المتوفى: ٤٤٩ هـ) ، رحمه الله في الحديث :
جَوَازُ إِعْدَادِ الشَّيْءِ قَبْلَ الْحَاجَةِ إِلَيْهِ ،
{انظر كتاب شرح صحيح البخارى : ج ٣ ص ٣٦٧. للإمام ابن بطال المالكي}.
*📗🍒• Imam Ibnu Bathal Al Malikiy rahimahullahu ta'ala mengomentari hadits :*
“Dibolehkan mempersiapkan sesuatu sebelum ada keperluannya.
{Lihat Kitab Syarh Bukhariy : juz 3 hal 267. Karya Imam Ibnu Bathal Al Malikiy}.
*3⃣• Boleh Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Syafi'iy.*
*♻✍• قال النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وإذا أوصى الميت أن يكفن في كفن خاص ، فلا بأس بتنفيذ وصيته إن لم يكن في ذلك حرمة ، كمن يوصي بأن يكفن في ثوب من الحرير ، فلا تنفذ وصيته إن كان رجلاً، وكذلك ما لم يكن هناك مغالاة بالكفن ، فلا تنفذ وصيته؛ لقوله ﷺ💓 :
((لا تغالوا في الكفن فإنه يسلب سلباً سريعاً)) رواه أبو داود وإسناده حسن ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٩٦. للإمام النووي الشافعي}.
*🌴🔴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika mayyit berwashiyyat supaya dikafani dengan Kafan khusus, maka *TIDAK BOLEH MENERUSKAN WASHIYYAT YA* jikalau tidak ada keharaman didalamnya, seperti orang berwashiyyat agar dikafani dengan sutra, *TIDAK BOLEH MENERUSKAN WASHIYYATNYA* jikalau dia seorang laki-laki, begitu juga apabila disana tidak dengan kafan yang mahal harganya, maka tidak diteruskan washiyyatnya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ💚 :
"Janganlah kalian bermewah-mewah dalam mengkafani, karena sesungguhnya kain tersebut akan cepat rusak." (HR. Abu Dawud dengan *SANAD HASAN*).
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 196. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🍒📿• وجاء في "أسنى المطالب شرح روضة الطالب للشيخ زكريا الأنصاري الشافعي، رحمه الله تعالى :*
وَلَا يُنْدَبُ أَنْ يُعِدَّ لِنَفْسِهِ كَفَنًاِّ ... إلَّا أَنْ يَكُونَ مِنْ جِهَةِ حِلٍّ أَوْ أَثَرٍ ذِي صَلَاحٍ وَحَسُنَ إعْدَادِهِ ... وقد صٙحّٙ عن بعضِ الصّٙحٙابةِ فِعْلُهُ " انتهى .
{انظر كتاب أسنى المطالب شرح روضة الطالب : ج ١ ص ٣١٠. للشيخ زكريا الأنصاري الشافعي}.
*🌴💞• Terdapat dalam kitab ‘Asna Al-Mathalib Syarhu Raudlotu Ath Thalib karya Syaikh Zakariyya Al Al Anshariy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala :*
*“TIDAK DISUNNAHKAN* mempersiapkan kafan untuk dirinya, kecuali dari sisi kehalalan. Maka dianjurkan mempersiapkannya. Terdapat prilaku hal itu dari sebagian shahabat.”
{Lihat Kitab Asna Al Mathalib : juz 1 hal 310. Karya Syaikh Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*💾📿• قال الإمام أحمد بن لؤلؤ بن عبد الله الرومي، أبو العباس، شهاب الدين ابن النَّقِيب الشافعي (المتوفى: ٧٦٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " عمدة السالك وعدة الناسك ":*
ويُبخرُ الكفنُ ويُذرُّ عليهِ الحَنوطُ والكافورُ، ويجعلُ قطناً بحنوطٍ على منافذِهِ ومواضعِ السجودِ، ولوْ طيَّب جميعَ بدنهِ فحسنٌ .
فإنْ ماتَ مُحْرِماً حرُمَ الطيبُ والمَخيطُ وتغطيةُ رأس الرجلِ ووجهُ المرأةِ، ولا يندبُ أنْ يعدَّ لنفسهِ كفناً إلا أنْ يقطعَ بحلهِ، أوْ منْ أثرِ أهلِ الخيرِ.
{انظر كتاب عمدة السالك وعدة الناسك / فصلٌ في بيانِ الكفن. للامام ابن النَّقِيب الشافعي}
*🍒🖍• Berkata Imam Ibnu Naqib Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " 'Umdatu As Saalik Wa 'Iddatu An Naasik ":*
Sunnah kain kafan tersebut diungkup dengan Bukhur yang dibakar dan ditaburkan kain kafan dengan minyak wangi dan kafur. Si amil menjadikan kapas yang sudah dilekatkan minyak wangi untuk dimasukan pada lubang-lubang anggota badan mayyitLain (hidung, telinga dan dubur) serta anggota sujudnya (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan jar kaki). Bila mungkin seluruh badan mayyit diberikan minyak wangi maka lebih bagus.
Apabila mayyit lelaki meninggal dalam keadaan berihram, maka haram dipakaikan minyak wangi, dikenakan pakaian yang terjahit, ditutup kepalanya. Adapun mayyit perempuan meninggal dalam kondisi berihram yang haram hanya bila ditutup mukanya. Tidak disunnahkan bagi seseorang untuk menyiapkan kain kafan jauh-jauh hari untuk dirinya menghadapi kematian kecuali dapat dipastikan kain kafan tersebut halal atau bekas dipakai orang baik (ulama dan orang shalih).
{Lihat Kitab 'Umdatu As Saalik Wa 'Iddatu An Naasik / Fashl Fi Bayani Al Kufni. Karya Imam Ibnu Naqib Asy Syafi'iy}.
*💾👉• Kesimpulan:
* Mengkafani mayyit dengan kain berwarna hitam, hijau muda, merah saus baso, kuning kunyit busuk, coklat ongol-ongol hukumnya boleh. Hanya saja kain berwarna putih adalah yang utama.
* Mayyit dikuburkan dengan menggunakan stelan piama atau Jas hukumnya boleh tetapi kena pasal pemborosan. Sayang-sayang jas cakep dibuat pakean di kuburan yang bakal dimakan rayap meninggan kasih orang selain bernilai shodaqah itu jas bisa digunakan bakal kondangan.
* Mengkafani Mayit baik lelaki dan perempuan yang wajib adalah satu lembar kain. Satu lembar kain yang menutupi aurat mayyit itu merupakan haq Allah. Satu Lembar kain yang dapat membungkus seluruh badannya itu adalah haq mayyit. Adapun dua atau tiga lembar maka itu haq pemiutang artinya Si Mayyit yang selama hidupnya punya hutang sampai mati belum kebayar maka untuk dikafani dengan dua atau tiga lembar kain, maka minta izin kepada si pemiutang. Sedangkan lembaran ke empat dan kelima menjadi haq ahli waris.
*4⃣• Boleh Menyiapkan Kain Kafan Atau Kain Ihram Sebelum Meninggal Menurut Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.*
*🌴🔵• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
( وَلَا بَأْسَ بِاسْتِعْدَادِ الْكَفَنِ ، لِحَلٍّ أَوْ لِعِبَادَةٍ فِيهِ قِيلَ لِأَحْمَدَ : يُصَلَّى فِيهِ ثُمَّ يَغْسِلْهُ وَيَضَعُهُ لِكَفَنِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ) لِمَا فِيهِ مِنْ أَثَرِ الْعِبَادَةِ وَالِاسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ .
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع / كتاب الجنائز / فصل في الكفن. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📘✒• Imam Manshur Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' " berkata :*
(Tidak menjadi persoalan dengan menyiapkan kain kafan, karena kehalalan kain kafan tersebut atau karena kain kafannya adalah kain bekas yang biasa untuk beribadah,
Dikatakan kepada Imam Ahmad : mempersiapkan kain kafan yang biasa untuk shalat lantas mensucikannya dan menanggalkannya sebagai kain kafannya, maka Imam Ahmad memandangnya sebagai *SEBAGAI HAL YANG BAIK.* Karena didalamnya terdapat bekas untuk beribadah dan sebagai persiapan untuk menghadapi kematian.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Kufni. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*ìi)•👉 Dalil Yang Menunjukkan Bolehnya Menyiapkan Kuburanya Sendiri Sebelum Mati.*
Dalam hal mengubur mayit secara tidak langsung ada beberapa pertimbangan :
*_1. Lebih afdhol di pemakaman umum karena mengikuti sunah nabi_* yang memakamkan para sahabat di makam baqi' dan untuk mendapatkan doanya atau dzikirnya orang-orang yang lewat dan ziarah, dengan demikian mayit tersebut ikut terkena berkahnya.
*_2. jika dimakamkan di pemakaman khusus sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang membangun madrasah dan semisalnya maka *_HUKUMNYA MAKRUH_* menurut Ibnu Abidin Al Hanafiy.
*_3. Jika dimakamkan di rumah atau di kebun dan tempat-tempat lain yang tidak terdapat kuburannya maka hukumnya boleh menurut imam nawawi dalam kitab majmu' dan afdholnya di pemakaman umum. *_Dalam fatwanya imam qoffal bahwa mengubur di rumah hukumnya makruh_*, kecuali jika ada hajat atau mashlahat, tetapi pendapat yang masyhur adalah khilaful aula, bukan makruh.
*a]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah.*
*📓🖍• قال الإمام الكمال بن الهمام الحنفي في كتابه " فتح القدير " وابن عابدين الحنفي في كتابه " رد المحتار على الرد المختار " رحمهما الله تعالى يقولان:*
وَلَا يُدْفَنُ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ فِي الْبَيْتِ الَّذِي كَانَ فِيهِ (وفي رد المحتار : مات فيه) فَإِنَّ ذَلِكَ خَاصٌّ بِالْأَنْبِيَاءِ بَلْ يُنْقَلُ إلَى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ. ا.هـ
{انظر كتاب فتح القدير / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الدفن. للإَمام كمال الدين بن عبد الواحد (ابن الهمام) الحنفي. وانظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للإمام ابن عابدين الحنفي}.
*📕✏• Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy dalam Kitabnya " Fathu Al Qadir ". Dan Imam Ibnu 'Abidiin dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar ", rahimahumallahu, keduanya berkata :*
Anak kecil dan orang dewasa *TIDAK BOLEH DIKUBURKAN* didalam rumah dimana dia tinggal (dikatakan dalam kitab Raddu Al Muhtar : dimana dia meninggal didalamnya), karena hal tersebut khusus bagi para Nabi, sebaliknya dipindahkan Kepemakaman umum kaum muslimin.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadir / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ad Dafni. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy. Dan Lihat Kitab Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar / Kitabu Ash Shalaati / Babu Shalati Al Janazati. Karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*📿🖍• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية وكتاب رد المحتار على الدر المختار المؤلف: ابن عابدين، محمد أمين بن عمر بن عبد العزيز عابدين الدمشقي الحنفي (المتوفى: ١٢٥٢ هـ)، رحمه الله تعالى :*
الْمَقْبَرَةُ أَفْضَل مَكَانٍ لِلدَّفْنِ، وَذَلِكَ لِلاِتِّبَاعِ، وَلِنَيْل دُعَاءِ الطَّارِقِينَ، وَفِي أَفْضَل مَقْبَرَةٍ بِالْبَلَدِ أَوْلَى.
وَإِنَّمَا دُفِنَ النَّبِيُّ ﷺ💙 فِي بَيْتِهِ؛ لأَِنَّ مِنْ خَوَاصِّ الأَْنْبِيَاءِ أَنَّهُمْ يُدْفَنُونَ حَيْثُ يَمُوتُونَ.
وَيُكْرَهُ الدَّفْنُ فِي الدَّارِ وَلَوْ كَانَ الْمَيِّتُ صَغِيرًا.
وَقَال ابْنُ عَابِدِينَ : وَكَذَلِكَ الدَّفْنُ فِي مَدْفَنٍ خَاصٍّ كَمَا يَفْعَلُهُ مَنْ يَبْنِي مَدْرَسَةً وَنَحْوَهَا وَيَبْنِي لَهُ بِقُرْبِهِ مَدْفَنًا. انتهى.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية وكتاب رد المحتار على الدر المختار : ج ٢ ص ٢٣٥. للعلامة ابن عابدين الحنفي}.
*📕🍒• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah dan Kitab " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " :*
Lebih afdhol di pemakaman umum karena mengikuti *SUNNAH NABI* (yang memakamkan para sahabat di makam baqi') dan untuk mendapatkan doanya atau dzikirnya orang-orang yang lewat dan ziarah (dengan demikian mayit tersebut ikut terkena berkahnya).
Dan disarankan dimakamkan di pemakaman terbaik di daerahnya.
Adapun Baginda Nabi ﷺ❤ yang dimakamkan dirumahnya adalah karena termasuk kekhususan - kekhususan para Nabi sesungguhnya mereka dimakamkan disana ketika mereka meninggal.
Dan *MAKRUH* memakamkan didalam rumah sekalipun mayyitnya adalah anak - anak.
Ibnu 'Abidiin (Al Hanafiy) berkata : Jika dimakamkan di pemakaman khusus sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang membangun madrasah dan semisalnya dan membangun kuburan didekatnya (hukumnya makruh).
{Lihat Kitab Al Mausuu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 9 hal 21. Dan Kitab Raddu Al Muhtar 'Alaa Ad Durri Al Mukhtaar : juz 2 hal 235. Karya Al 'Alaamah Ibnu 'Abidin Al Hanafiy}.
*b]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Malik.*
*📘✍• وقال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته على الشرح الكبير:*
فيجوز دفْنُه في الدار كما قال المٙوّٙاقُ، وإن كان الأفضلُ بمقابر المسلمين. ا.هـ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / زيارة القبور . للإمام الدسوقي المالكي}.
*🌴🔴• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitab Hasyiyyahnyas 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir berkata :*
*BOLEH* menguburkannya didalam rumah seperti perkataan Al Mawwaq, namun yang *LEBIH UTAMA* dikuburkan dipemakaman kaum muslimin.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir / Bab Fi Bayaani Auqaati Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Fi Ahkaami Al Mauta / Ziyaratu Al Quburi. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*c]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Syafi'iy.*
*📓🖍• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
يَجُوزُ الدَّفْنُ فِي البَيْتِ وَفِي المَقْبَرَةِ وَالمَقْبَرَةُ أَفْضَل بِالاتِّفَاقِ ..." انتهى
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٤٥. للإمام الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawi Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala mengatakan dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " :*
*Dibolehkan* menguburkan (mayat) di rumah dan di tempat kuburan. Dan tempat kuburan itu yang *lebih utama.”*
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarh Al-Muhadzab : juz 5 hal 245. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قٙالٙ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( دَفْنُ الْمَيِّتِ فَرْضٌ عَلَى الْكِفَايَةِ ; لِأَنَّ فِي تَرْكِهِ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ ، وَيَتَأَذَّى النَّاسُ مِنْ رَائِحَتِهِ ،
وَالدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ أَفْضَلُ ، لِأَنَّ { النَّبِيَّ ﷺ💞 كَانَ يَدْفِنُ الْمَوْتَى بِالْبَقِيعِ } ، وَلِأَنَّهُ يَكْثُرُ الدُّعَاءُ لَهُ مِمَّنْ يَزُورُهُ ,
وَيَجُوزُ الدَّفْنُ فِي الْبَيْتِ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💘 دُفِنَ فِي حُجْرَةِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَإِنْ قَالَ بَعْضُ الْوَرَثَةِ : يُدْفَنُ فِي الْمَقْبَرَةِ ،
وَقَالَ بَعْضُهُمْ : [ يُدْفَنُ ] فِي الْبَيْتِ ، دُفِنَ فِي الْمَقْبَرَةِ ، لِأَنَّ لَهُ حَقًّا فِي الْبَيْتِ ، فَلَا يَجُوزُ إسْقَاطُهُ ... (الى ان قال) ...
يَجُوزُ الدَّفْنُ فِي البَيْتِ وَفِي المَقْبَرَةِ وَالمَقْبَرَةُ أَفْضَل بِالاتِّفَاقِ وَدَليلهُمَا فِي الكِتَابِ، وَفِي مَعْنَى البَيْتِ البُسْتَانُ وَغَيْرُهُ مِنْ المَوَاضِعِ التِي ليْسَتْ فِيهَا مَقَابِرُ ،
فإن قيل كَيْفَ قُلتُمْ الدَّفْنَ فِي المَقْبَرَةِ أَفْضَل؟ وَالنَّبِيُّ ﷺ💚 إنَّمَا دُفِنَ فِي البَيْتِ
فالجواب: مِنْ ثَلاثَةِ أَوْجُهٍ (أَشْهُرُهَا) وَهُوَ جَوَابُ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💓 دَفَنَ أَصْحَابَهُ فِي المَقْبَرَةِ فَكَانَ الاقْتِدَاءُ بِفِعْلهِ أَوْلى، وَإِنَّمَا دُفِنَ هُوَ ﷺ💜 فِي الحُجْرَةِ؛ لأَنَّهُمْ اخْتَلفُوا فِي مَدْفَنِهِ فَقَال أَبُو بَكْرٍ رضي الله عنه "سَمِعْت رَسُول اللهِ ﷺ💞 يَقُول: "مَا قَبَضَ اللهُ نَبِيًّا إلا فِي المَوْضِعِ الذِي يَجِبُ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ فَادْفِنُوهُ فِي مَوْضِعِ فِرَاشِهِ}؛ وَلأَنَّهُمْ خَصُّوهُ بِالحُجْرَةِ لكَثْرَةِ زَائِرِيهِ وَقَاصِدِيهِ ليُخِفَّ عَليْهِمْ بِقُرْبِهِ
(الثاني) أَجَابَ بِهِ المُتَوَلي [أَنَّهُ يَحْدُثُ] مِنْ دَفْنِهِ ﷺ💖 فِي بَعْضِ المَقَابِرِ التَّنَازُعُ وَالتَّنَافُسُ فِيهِ فَيَطْلبُهُ كُل قَبِيلةٍ ليُدْفَنَ عِنْدَهُمْ،
(الثَّالث)ُ: ذَكَرَهُ المُتَوَلي أَيْضًا؛ وَهُوَ أَنَّهُمْ فَعَلوهُ صِيَانَةً لقَبْرِهِ لئَلا يَزْدَحِمَ النَّاسُ عَليْهِ وَيَنْتَهِكُوهُ وَهَذَا الجَوَابُ ضَعِيفٌ؛ لأَنَّ الازْدِحَامَ فِي المَسْجِدِ أَكْثَرُ . وَاَللهُ أَعْلمُ.
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٤٦ / كتاب الجنائز / باب حمل الجنازة والدفن / دفن الميت فرض على الكفاية. للإمام النووي الشافعي}.
*📓🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab ":*
Mushannif (Pengarang kitab Al Muhadzab) rahimahullahu ta'ala berkata :
Menguburkan jenazah adalah *FARDLU KIFAYAH*, karena membiarkan jenazah tergeletak diatas bumi adalah sebuah hinaan bagi kemuliaannya, dan dapat menyakitkan orang dari baunya,
Dan mengubur dipemakaman umum *_LEBIH UTAMA_* karena sesungguhnya ((Nabi ﷺ💞 beliau menguburkan para sahabatnya dipemakaman umum Baqi')) dan karena hal itu akan banyak mendapatkan doa dari orang yang menziarahinya (dengan demikian mayit tersebut mendapat doa berkahnya).
Dan *_BOLEH_* mengubur mayyit didalam rumah, karena Nabi ﷺ💚 disemayamkan dikamar 'Aisyah radliyyAllahu 'anha. Apabila sebagian ahli warisnya berkata : dikuburkan dipemakaman umum.
Sebagian ahli warisnya yang lain berkata : Dimakamkan dirumah, dimakamkan dipemakaman umum, karena mayyit mempunyai hak dimakamkan dirumah dan tidak boleh menggugurkan haknya tersebut ... (sampai pada ungkapan Imam Nawawiy) ...
*_BOLEH_* mengubur mayyit dirumah dan dipemakaman umum, dan mengubur dipemakaman umum adalah lebih utama berdasarkan kesepakatan, dan dalil keduanya adalah al kitab, dan didalam makna Al Bait (rumah) adalah kebun dan sebagainya terdiri dari beberapa tempat yang tidak ada kuburannya
(Jika ditanyakan) kenapa anda mengatakan bahwasannya mengubur mayyit dipemakaman umum lebih utama? Dan sedangkan Nabi ﷺ💓 sesungguhnya beliau dimakamkan dirumah.
(Maka jawabannya) terdiri dari tiga sudut pandang :
*(Yang paling unggul) yakni jawaban mayoritas sahabat - sahabat kami (Syafi'iyyah)* sesungguhnya Nabi ﷺ💙 menguburkan para sahabatnya dipemakaman umum, *_maka mengikuti perbuatan beliau adalah lebih utama_* dan sesungguhnya kenapa Nabi ﷺ💜 dimakamkan didalam kamar ('Aisyah) : Alasannya karena pada waktu itu para sahabat berbeda pendapat tentang dimana tempat makam Rasulullah, maka Abu Bakar berkata : *_((Allah tidak mewafatkan seorang Nabi kecuali di tempat yang mana dia suka untuk dikubur pada tempat itu. Kuburkanlah beliau di tempat tidurnya))_*. Dan karena para sahabat mengkhususkan pemakaman beliau dikamar karena banyaknya peziarah dan orang yang menuju kepada beliau, untuk meringankan mereka dengan jarak dekatnya.
*(Kedua)* Al Mutawwaliy menjawab terkait dengan persoalan ini : (Sesungguhnya ia menceritakan) dari kasus pemakaman Rasulullaahu ﷺ💜 disebågian pekuburan, didalamnya ada kasus perebutan dan persaingan, setiap kabilah berkeinginan supaya Rasulullah dimakamkan bersama mereka,
*(Ketiga)* Al Mutawwaliy menuturkannya kembali : Itu mereka lakukan karena demi menjaga kuburan beliau supaya manusia tidak berdesak - desakkan berbondong - bondong mendatangi kuburan beliau dan mereka malah bisa menghinakannya, dan ini adalah jawaban yang tidak kuat, karena berbondong - bondong berdesakkan didalam masjid adalah lebih meningkatkan. Wallahu A'laam.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 246 / Kitabu Al Janaa'izi / Bab Hamli Al Janazati Wa Ad Dafni / Ad Dafnu Fardlu Al Kifaayati. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✏• قال الإمام الخطيب الشربيني الشافعي (وهو شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي ، المتوفى: ٩٧٧ هـ), رحمه الله تعالى في كتابه " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ":*
(وَالدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ أَفْضَلُ) مِنْهُ بِغَيْرِهَا لِمَا يَلْحَقُهُ مِنْ دُعَاءِ الزُّوَّارِ وَالْمَارِّينَ؛ وَلِأَنَّهُ - ﷺ💞 - كَانَ يَدْفِنُ أَهْلَهُ وَأَصْحَابَهُ بِالْبَقِيعِ،
وَفِي فَتَاوَى الْقَفَّالِ : أَنَّ الدَّفْنَ بِالْبَيْتِ مَكْرُوهٌ.
قَالَ الْأَذْرَعِيُّ: إلَّا أَنْ تَدْعُوَ إلَيْهِ حَاجَةٌ أَوْ مَصْلَحَةٌ عَلَى أَنَّ الْمَشْهُورَ أَنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى لَا مَكْرُوهٌ.
وَأَمَّا دَفْنُهُ - ﷺ💚 - فِي بَيْتِهِ؛ فَلِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَقْبِضْ نَبِيًّا إلَّا فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ،
وَاسْتَثْنَى الْأَذْرَعِيُّ وَغَيْرُهُ الشَّهِيدَ فَيُسَنُّ دَفْنُهُ حَيْثُ قُتِلَ لِحَدِيثٍ فِيهِ، وَيُسَنُّ الدَّفْنُ فِي أَفْضَلِ مَقْبَرَةٍ بِالْبَلَدِ كَالْمَقْبَرَةِ الْمَشْهُورَةِ بِالصَّالِحِينَ.
{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٢ ص ٥٢. للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي}.
*💜🎙• Berkata Imam Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Mughniy Al Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj ":*
Dan memakamkan mayyit dipekuburan umum itu *_LEBIH UTAMA_* dibandingkan dengan selainnya, karena perkara yang mayyit akan mendapatkannya dari doa orang yang ziarah dan orang - orang yang lewat. Dan karena sesungguhnya Nabi ﷺ💞 menguburkan keluarganya dan sahabat - sahabatnya dipemakaman umum Baqi'.
Dan dalam fatwanya Imam Qaffaal : *_Sesungguhnya menguburkan mayyit dirumah adalah makruh._*
Al Adzraa'iy berkata : Kecuali suatu kebutuhan atau kemaslahatan menyeru/mengharapkan pada mayyit, sesungguhnya pada pendapat yang masyhur hal itu bertolak belakang dengan Keutamaan namun *_TIDAK ADA KEMAKRUHANNYA SAMA SEKALI._*
Dan adapun pemakaman Nabi ﷺ💜 dirumah beliau (tepatnya dikamar 'Aisyah), karena sesungguhnya Allah itu tidak mencabut nyawa seorang Nabi kecuali pada tempat yang Nabi tersebut menyukainya dan supaya dimakamkan didalamnya.
Al Adzraa'iy dan yang lainnya mengecualikan orang yang mati syahid, maka disunnahkan memakamkannya ketika ia terbunuh, berdasarkan hadits didalamnya, *_dan disunnahkan mengubur mayyit diseutama - utamanya kuburan dalam suatu negara yang terkenal dengan kuburan orang - orang yang shalih - shalih._*
{Lihat Kitab Mughni Allah Muhtaaj Ìlaa Ma'rifati Ma'ani Alfaadzi Al Minhaaj : juz 2 hal 52. Karya Syaikh Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy}.
*d]• 👌Hukum Mengubur Jenazah Dirumah Menurut Pengikut Imam Ahmad.*
*📓✏• قال ألإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي في كتابه " المغني " :*
قال الإمام أحمد رحمه الله :
" لَا بَأْسَ أَنْ يَشْتَرِيَ الرَّجُلُ مَوْضِعَ قَبْرِهِ , وَيُوصِيَ أَنْ يُدْفَنَ فِيهِ , فَعَلَ ذَلِكَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ , وَعَائِشَةُ , وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ رضي الله عنهم " . انتهى
{انظر كتاب المغني : ج ٣ ص ٤٤٣. للإمام ابن قدامة الحنبلي. وانظر كتاب أحكام المقابر في الشريعة. للدكتور عبد الله السحيباني : ص ٢٣ - ٢٨}.
*🌴✍• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Imam Ahmad rahimahullahu berkata :
*TIDAK MENGAPA* apabila seseorang membeli kaplingan tanah untuk kuburan dirinya kelak, dan berwashiyyat supaya dia menguburkannya didalamnya, hal tersebut telah dilakukan oleh 'Utsman bin 'Affan, 'Aisyah, 'Umar bin 'Abdil 'Aziz radliyyAllahu 'anhum. Selesai.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 3 hal 443. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy. Dan lihat kitab Ahkaamu Al Maqaabiri Fi Syarii'ati : hal 23 - 28. Karya DR. As Suhaibaniy}.
*📿✍• قال الامام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَالدَّفْنُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ أَعْجَبُ إلَى أَبِي عَبْدِ اللَّهِ مِنْ الدَّفْنِ فِي الْبُيُوتِ ; لِأَنَّهُ أَقَلُّ ضَرَرًا عَلَى الْأَحْيَاءِ مِنْ وَرَثَتِهِ ، وَأَشْبَهُ بِمَسَاكِنِ الْآخِرَةِ ، وَأَكْثَرُ لِلدُّعَاءِ لَهُ ، وَالتَّرَحُّمِ عَلَيْهِ . وَلَمْ يَزَلْ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ يُقْبَرُونَ فِي الصَّحَارِي .
فَإِنْ قِيلَ : فَالنَّبِيُّ ﷺ💚 قُبِرَ فِي بَيْتِهِ ، وَقُبِرَ صَاحِبَاهُ مَعَهُ ؟
قُلْنَا : قَالَتْ عَائِشَةُ إنَّمَا فُعِلَ ذَلِكَ لِئَلَّا يُتَّخَذَ قَبْرُهُ مَسْجِدًا . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ .
وَلِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ💞 كَانَ يَدْفِنُ أَصْحَابَهُ فِي الْبَقِيعِ ، وَفِعْلُهُ أَوْلَى مِنْ فِعْلِ غَيْرِهِ ، وَإِنَّمَا أَصْحَابُهُ رَأَوْا تَخْصِيصَهُ بِذَلِكَ .
وَلِأَنَّهُ رُوِيَ : " يُدْفَنُ الْأَنْبِيَاءُ حَيْثُ يَمُوتُونَ " وَصِيَانَةً لَهُمْ عَنْ كَثْرَةِ الطُّرَّاقِ ، وَتَمْيِيزًا لَهُ عَنْ غَيْرِهِ . " انتهى.
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ١٩٣ / كتاب الجنائز / فصل: الدفن في مقابر المسلمين. للإمام ابن قدامة الحنبلي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " mengatakan :*
*"PENGUBURAN DI KUBURAN ORANG ISLAM* lebih disenangi Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad) dibandingkan mengubur di rumah-rumah. Karena hal itu lebih sedikit mudharatnya bagi orang yang masih hidup dari ahli warisnya. Disamping hal itu akan membuat kuburan seperti tempat tinggal di akhirat. Lebih banyak doa untuknya dan diberi kasih sayang. Para shahabat dan para tabiin dan generasi setelahnya senantiasa menguburkan di padang pasir.
Kalau ditanyakan : Bagaimana dengan Nabi ﷺ💖 dikuburkan di rumahnya begitu juga dua kuburan shahabatnya (Abu Bakar dan Umar) bersama beliau?
Kami katakan apa yang dikatakan oleh Aisyah:
إنَّمَا فُعِلَ ذَلِكَ لِئَلَّا يُتَّخَذَ قَبْرُهُ مَسْجِدًا .
(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ ).
“Sesungguhnya beliau melakukan hal itu agar kuburannya tidak dijadikan masjid.” (HR. Bukhari)
Karena Nabi ﷺ💜 menguburkan para shahabatnya di Baqi. Tindakan beliau lebih utama dibandingkan dengan lainnya. Sesungguhnya para shahabat memandang hal itu (penguburan Nabi di dalam rumahnya) sebagai sebuah pengkhususan, karena diriwayatkan bahwa "Para Nabi dikuburkan di tempat mereka meninggal dunia." Sebagai perlindungan karena banyaknya perampok dan untuk membedakaan dengan (mayat) lainnya.”
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 2 hal 193 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ad Dafnu Fi Maqaabiri Al Muslimin. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*iii)• 👉 Hukum Menyiapkan Kafan Berupa Kain Ihram, Berwarna Putih, Dijahit, Bertuliskan Ayat Al Qur'an, Dan Berharga Mahal.*
Orang yang *DISYARI'ATKANNYA/DISUNNAHKAN* untuk dikafani dengan kain ihram adalah mereka yang mati ketika ihram. Bukan mereka yang pernah melaksanakan ihram haji. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
Ketika sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ada orang yang jatuh dari kendaraannya dan patah tulang lehernya. Lalu Rasulullah ﷺ💙 menyarankan :
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مُلَبِّيًا
Mandikan dia dengan air dicampur daun bidara (agar keset), kafani dia dengan dua lapis kain (yang dia kenakan untuk ihram), jangan diberi minyak wangi, dan jangan ditutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah. (HR. Bukhari 1265 dan Muslim 1206)
*MAKNA: “dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah” :*
حال كونه قائلا لبيك أي يحشر يوم القيامة على الهيئة التي مات عليها ليكون ذلك علامة لحجه كما يجيء الشهيد يوم القيامة ودمه يسيل
Ketika dibangkitkan dia akan mengucapkan ‘Labbaika Allahumma hajjan’, artinya dia dibangkitkan dalam keadaan sebagaimana ketika dia meninggal. Sebagai tanda bahwa dia sedang berhaji. Sebagaimana orang yang mati syahid akan dibangkitkan pada hari kiamat, sementara darahnya bercucuran.
{Lihat Kitab Syarh Shahih Muslim Oleh Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi (1299 - 1388 H = 1882 - 1968 M)}.
*MENURUT MADZHAB IMAM SYAFI'IY* rahimahullahu ta'ala bahwa ketika mengkafani orang yang meninggal ketika beribadah ihram haji *_dibuka kepala orang ihrom saja. Sementara sisa seluruh badannya ditutup._*
Sementara mazhab dua *IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM MALIK* rahimahumAllahu ta'ala adalah *_kafan orang muhrim seperti kafan mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja.
Adapun mengenai hal tersebut menurut pendapat ulama' madzhab sebagai berikut :
*📓🌴• جاء في كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية :*
"قال الشافعية والحنابلة : إذا مات المحرم ، والمحرمة : حرُم تطييبهما ، وأخذ شيء من شعرهما ، أو ظفرهما ، وحرُم ستر رأس الرجل ، وإلباسه مخيطاً ، وحرُم ستر وجه المحرمة ؛ لما روى ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في المحرم الذي وقصته ناقته فمات : ( اغسلوه بماء وسدر ، وكفنوه في ثوبيه ، اللذين مات فيهما ، ولا تمسوه بطيب ، ولا تخمروا رأسه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيّاً ) .
وعند الحنفية والمالكية : يكفَّن المحرم ، والمحرمة ، كما يكفن غير المحرِم ، أي : يُغطَّى رأسه ، ووجهه ، ويطيَّب ، لما روي عن عطاء عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في المحرم يموت : (خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود) ، وروي عن علي رضي الله عنه أنه قال في المحرم : (إذا مات انقطع إحرامه) ، ولأن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له ، أو صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ) ، والإحرام ليس من هذه الثلاثة" انتهى .
وحديث : ( خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود ) ، حديث ضعيف ، رواه الدارقطني في " سننه " (2/296) من طريق : علي بن عاصم عن ابن جريح عن عطاء عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم .
{انظر كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٣ ص ٢٤٤ - ٢٤٥.
*💾☘• Telah ada dalam Mausu’ah Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah :*
*_"Syafiiyah dan Hanabilah_* mengatakan :
Kalau orang berihram lelaki dan perempuan meninggal dunia, diharamkan memakai wewngian. Diambil sedikit dari rambutnya atau kukunya. Diharamkan menutup kepala lelaki dan memakaikan yang berjahit. Diharamkan menutup wajah orang ihram perempuan. Sebagaiamana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhua sesungguhnya Nabi sallallahu alai wa sallam mengatakan kepada orang berihram yang terinjak untanya dan mati:
( اغسلوه بماء وسدر ، وكفنوه في ثوبيه ، اللذين مات فيهما ، ولا تمسوه بطيب ، ولا تخمروا رأسه ، فإنه يبعث يوم القيامة ملبيّا
“Mandikan dia dengan air dan daun bidara, dan kafankan dengan bajunya. Yang meninggal dunia. Dan jangan diberi wewangian, jangan ditutup kepalanya. Karena dia akan dibangkitkan hari kiamat dalam kondisi bertalbiyah.
Sementara menurut Hanafiyah dan Malikiyah, orang ihram lelaki dan perempuan yang meninggal dunia dikafani sebagaimana orang yang tidak ihram. Maksudnya ditutupi kepala, wajah dan diberi wewangian. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang ihram yang meninggal dunia:
(خمِّروهم ولا تشبهوهم باليهود)
“Tutupi mereka, dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi.”
Diriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau mengatakan kepada orang ihram, “Kalau meninggal dunia, maka terputus ihramnya.
Dan karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : ولد صالح يدعو له ، أو صدقة جارية ، أو علم ينتفع به )
“Kalau anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalannya kecuali tiga, anak sholeh yang mendoakan (kebaikan) kepadanya atau shodaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat. Dan ihram tidak termasuk dari tiga hal ini.” Selesai
Sementara hadits ‘Tutupi mereka dan jangan menyerupai dengan orang Yahudi,’ adalah hadits lemah, diriwayatkan Daruqutni di Sunannya (2/296) dari jalan Ali bin Asyim dari Ibnu Juraij dari Atho’ dari Ibnu Abbas dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
*1⃣• Menurut Pengikut Imam Abu Hanifah Mayyit Muhrim/Muhrimah Dikafani Layaknya Mayyit Biasa.*
Yakni *_kafannya orang muhrim/muhrimah seperti kafannya mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas berlaku hanya khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja. Penjelasannya diantaranya adalah :
*🌴💐• قال الإمام السرخسي الحنفي (وهو محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " المبسوط " :*
وٙسُىِٔلَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَتْ : اصْنَعُوا بِهِ مَا تَصْنَعُونَ بِمَوْتَاكُمْ وَإِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَمَّا مَاتَ ابْنُهُ وَاقِدٌ وَهُوَ مُحْرِمٌ كَفَّنَهُ وَعَمَّمَهُ وَحَنَّكَهُ ، وَقَالَ : لَوْلَا أَنَّا مُحْرِمُونَ لَحَنَّطْنَاك يَا وَاقِدُ وَلِأَنَّ إحْرَامَهُ قَدْ انْقَطَعَ بِمَوْتِهِ ، وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ { إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ } وَالْإِحْرَامُ لَيْسَ مِنْهَا فَيَنْقَطِعُ بِالْمَوْتِ وَلِهَذَا لَا يَبْنِي الْمَأْمُورُ بِالْحَجِّ عَلَى إحْرَامِهِ وَالْتَحَقَ بِالْحَلَالِ وَإِذَا جَازَ أَنْ يُخَمَّرَ رَأْسَهُ وَوَجْهَهُ بِاللَّبَنِ وَالتُّرَابِ فَكَذَلِكَ بِالْكَفَنِ ، وَحَدِيثُ الْأَعْرَابِيِّ تَأْوِيلُهُ أَنَّ النَّبِيَّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَرَفَ بِطَرِيقِ الْوَحْيِ خُصُوصِيَّتَهُ بِبَقَاءِ إحْرَامِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💚 يَخُصُّ بَعْضَ أَصْحَابِهِ بِأَشْيَاءَ .
{انظر كتاب المبسوط : ج ٢ ص ٥٣ / كتاب الصلاة / باب الشهيد. للإمام محمد بن أحمد بن أبي سهل السرخسي الحنفي}.
*💾🎙• Imam Sarakhsiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mabsuth " berkata :*
Dan Sayyidatuna 'Aisyah radliyyAllahu 'anha pernah ditanya dari kasus tersebut, beliau menjawab : kalian uruslah mayyit muhrim tersebut, seperti layaknya kalian mengurusi orang-orang mati halal (bukan mati saat Ihram) kalian, dan sesungguhnya 'Abdallah bin 'Umar radliyyAllahu 'anhuma ketika putranya Waaqid meninggal dan ia sedang beribadah ihram, maka beliau mengkafaninya, memakaikan surban dikepalainya, dan menutupi bagian wajahnya, beliau berkata : Andaisaja aku termasuk dari orang-orang yang mati saat Ihram, pasti aku akan mengolesimu minyak wangi wahai Waaqid, karena sesungguhnya *IBADAH IHRAMNYA TERPUTUS PAHALANYA SEBAB KEMATIANNYA* dan Nabi 'Alaihishshalaatu wassallama pernah bersabda : ((ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalannya, kecuali dari tiga perkara)), dan ihram bukan termasuk darinya, maka putuslah amal ihramnya sebab kematian, dan karena hal ini, maka perkara yang diperintahkan terkait dengan ibadah haji tidak bisa menetapkan pada ihramnya, dan disamakan dengan mayyit halal, dan ketika boleh apabila menutup kepala dan wajahnya dengan batu bata merah dan debu, maka begitu juga terkait dengan kain kafannya.
Dan hadits A'raabiy penafsirannya adalah : bahwasannya Nabi 'Alaihishshalaatu Wassallamau mengetahui dengan perjalan wahyu, Khususnya tentang ketetapan ibadah Ihramnya setelah kematiannya, dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ💙 banyak menetapkan kekhususan kepada sebagian sahabat-sahabatnya dengan beberapa perkara.
{Lihat Kitab Al Mabsuth : juz 2 hal 53 / Kitabu Ash Shalati / Babu Asy Syahiidi. Karya Imam Sarakhsiy Al Hanafiy}.
*📓🖍• قال الإمام الكاساني الحنفي (وهو ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ثُمّٙ الْمُحْرِمُ يُكَفَّنُ , كَمَا يُكَفَّنُ الْحٙلٙالُ عِنْدٙنٙا أَيْ : يُغَطَّى رَأْسُهُ وَوَجْهُهُ وَيُطَيَّبُ ,
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع / كتاب الصلاة / فصل بيان وجوب التكفين / فصل كيفية التكفين. للإمام ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*📕🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Kemudian mayyit Muhrim dikafani seperti Mayyit Halal dikafani, artinya ditutup kepalanya, wajahnya, dan diolesi wewangian.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz hal / Kitabu Ash Shalaati / Fashal Bayaanu Wujuubi At Takfiini / Fashal Kaifiyyati At Takfiini. Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*💾📌• وقال ايضا الإمام الكاساني الحنفي (وهو ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ورخص بعض مشايخنا المتأخرون لبس الصندلة قياسا على الخف المقطوع ; لأنه في معناه وكذا لبس الميثم لما قلنا ، ولا يلبس الجوربين ; لأنهما في معنى الخفين ، ولا يغطي رأسه بالعمامة ، ولا غيرها مما يقصد به التغطية ; لأن المحرم ممنوع عن تغطية رأسه بما يقصد به التغطية ، والأصل فيه ما روي { عن رسول الله ﷺ❤ أنه قال في المحرم الذي وقصت به ناقته في أخاقيق جرذان فمات
: *_[وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ وَلَا وَجْهَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا]._*
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ٢ ص ١٨٤ / كتاب الحج / فصل محظورات الإحرام / المطبعة : دار الكتب العلمية ، سنة النشر: ١٤٠٦ هـ/١٩٨٦مـ. للإمام ابو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*📘🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala berkata lagi dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Dan sebagian guru-guru kami yang hidup akhir-akhir ini memberikan keringanan/rukhshah memakai sandal diqiyaskan/disamakan dengan memakai khuff (semacam sepatu boot terbuat dari kulit) yang dipotong, karena hal itu semakna dengan sandal, dan begitu juga memakai miitsam (sepatu boot yang menjadi berat langkahnya) karena ungkapan kami, dan jangan memakai jaurabaini (sepatu boot terbuat dari bulu tebal yang panjangnya sampai betis) karena keduanya dalam makna khuff, *_jangan menutup kepalanya dengan surban, dan semacamnya dari sesuatu yang disengaja untuk tutup, karena orang yang sedang berihram dilarang memakai tutup kepala dengan perkara yang dimaksudkan untuk tutup_*. Dan asal dalam permasalahan ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulillaah ﷺ💙 beliau bersabda dalam kasus orang berihram yang ontanya mematahkan batang lehernya akibat ontanya terjerembab didalam lubang tikus lantas ia meninggal seketika, beliau bersabda :
*_[Dan janganlah kalian menutupi kepala dengan surban, jangan pula menutupi wajahnya, karena ia akan dibangkitnya kelak di hari kiamat dalam keadaan Ihram]}._* HR. Muslim.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 2 hal 184 / Kitabu Al Hajj / Fashl Fi Mahdzuuraati Al Ihraami / Cet. Daar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Th. 1406 H | 1986 M. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*2⃣• Menurut Pengikut Imam Malik Mayyit Muhrim/Muhrimah Dikafani Layaknya Orang Yang Mati Biasa.*
Yakni *_kafannya orang muhrim/muhrimah seperti kafannya mayat lainnya sehingga ditutupi seluruh badannya._* Menurut mereka, bahwa hadits Ibnu Abbas berlaku hanya khusus bagi shahabat (yang meninggal sebab dijatuhkan oleh untanya saat beribadah ihram) itu saja.
*📕✒• قال الإمام الحطاب المالكي (وهو محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل ":*
قَالَ ابْنُ حَبِيبٍ : يُسْتَحَبُّ أَنْ يُكَفَّنَ فِي ثِيَابِهِ الَّتِي يَشْهَدُ بِهَا الْجَمَاعَاتِ وَالصَّلَوَاتِ وَثَوْبَيْ إحْرَامِهِ رَجَاءَ بَرَكَةِ ذَلِكَ انْتَهَى
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل : ج ٣ ص ٤٦ / كتاب الجنائز / فروع / فرع من دفن بغير صلاة. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*📓🎙• Imam Hathab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jaliil Syarhu Mukhtashar Khaliil " berkata :*
Ibnu Habib (Al Malikiy) berkata : *YUSTAHAB/LEBIH DISUKAI* apabila mayyit dikafani didalam pakaian yang biasa digunakan untuk menghadiri jamaah-jamaah dan shalat-shalat, *DAN PAKAIAN-PAKAIAN IHRAMNYA* karena berharap agar memperoleh berkah dengan semua itu.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jaliil Syarhu Mukhtashar Khaliil : juz 3 hal 46 / Kitabu Al Jana'izi / Furuu' /
Far'u Man Dufina Bighairi Shalaati. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*📓🖍• قال الإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته :*
(قَوْلُهُ وَكُفِّنَ نَدْبًا بِمَلْبُوسِهِ لِجُمُعَةٍ) أَيْ وَلَوْ كَانَ قَدِيمًا وَهَذَا عِنْدَ اتِّفَاقِ الْوَرَثَةِ عَلَى تَكْفِينِهِ فِيهِ ,
وَ (قَوْلُهُ وَقُضِيَ بِهِ عِنْدَ التَّنَازُعِ) أَيْ عِنْدَ تَنَازُعِ الْوَرَثَةِ بِأَنْ طَلَبَ بَعْضُهُمْ تَكْفِينَهُ فِيهِ وَبَعْضُهُمْ تَكْفِينَهُ فِي غَيْرِهِ وَفِيهِ أَنَّ الْقَضَاءَ إنَّمَا يَكُونُ بِوَاجِبٍ لَا بِمَنْدُوبٍ،
{انظر حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٣ - ٤١٤ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / أركان صلاة الجنازة. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📘✍• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan mayyit *DIANJURKAN DIKAFANI* dengan pakaian yang biasa ia pakai untuk Shalat Jum'at) artinya walaupun Pakaian tersebut sudah usang, dan ini harus menurut persetujuan ahli warisnya apabila akan mengkafaninya didalam pakaian tersebut.
(Dan ungkapan pengarang : dan harus diputuskan dengan hal tersebut ketika terjadi perebutan ketetapan) artinya ketika terjadi perebutan pendapat diantara ahli waris, kronologinya sebagian dari mereka menginginkan/menuntut mayyit dibungkus didalam pakaian tersebut, dan sebagian yang lain menginginkan mayyit dibungkus dengan pakaian lainnya, didalam kasus ini keputusan bisa jatuh apabila kasus tersebut bersifat wajib bukan bersifat mandub/sebatas anjuran.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 413 - 414 / Babu Auqaatu Ash Shalaati Wa Ma Yata'alaqu Bihi Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaamu Al Mauta / Arkaanu Shalaati Al Janaazati. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• Menurut Imam Syafi'iy Mayyit Muhrim Dikafani Hanya Dengan Pakaian Ihramnya Atau Kain Lain Yang Tidak Diberi Gamis Dan Surban.*
Menurut Madzhab Imam Syafi'iy rahimahullah ta'ala bahwa dibuka kepalanya orang yang mati ihrom saja. Sementara sisa seluruh badannya ditutup.
*💾🍀• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
( قَالَ الشَّافِعِيُّ ) : رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : إذَا مَاتَ الْمُحْرِمُ غُسِّلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَكُفِّنَ فِي ثِيَابِهِ الَّتِي أَحْرَمَ فِيهَا أَوْ غَيْرِهَا لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ ، وَلَا عِمَامَةٌ ، وَلَا يُعْقَدُ عَلَيْهِ ثَوْبٌ كَمَا لَا يَعْقِدُ الْحَيُّ الْمُحْرِمُ ، وَلَا يُمَسُّ بِطِيبٍ ، وَيُخَمَّرُ وَجْهُهُ ، وَلَا يُخَمَّرُ رَأْسُهُ وَيُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَيُدْفَنُ ،
وَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ : إذَا مَاتَ كُفِّنَ كَمَا يُكَفَّنُ غَيْرُ الْمُحْرِمِ ، وَلَيْسَ مَيِّتُ إحْرَامٍ ،
{انظر كتاب الأم / كتاب الجنائز / باب ما يفعل بالمحرم إذا مات
. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🎙• Imam Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata :*
Ketika " Al Muhrimu " (orang yang sedang berihram) meninggal, maka dia dimandikan dengan air dan daun Bidara (dadap srêp : jawa), dan DIKAFANI dengan pakaian yang ia gunakan untuk beribadah ihram, atau kain lainnya yang tidak ada gamis (baju kurung) dan Ìmamahnya (surban), kainnya tidak diikatkan kepadanya seperti Muhrim yang masih hidup tidak mengikatkan pakaian Ihramnya, tidak boleh diolesi/dipakaikan wewangian dan *TIDAK DITUTUPI WAJAHNYA, TIDAK BOLEH DITUTUPI KEPALANYA DAN DISHALATI, DAN DIKUBUR,*
Sebagian ulama' berkata : Ketika Muhrim meninggal, maka dikafani seperti mayyit selain Muhrim dan tidak ada istilah mayyit ihram, berdasarkan ungkapan Sayyidina 'Abdillah bin 'Amr mungkin saja Sayyidina 'Abdillah bin 'Amr tidak mendengar berita hadits ini, sebaliknya aku tidak akan meragukannya InsyaAllah,
{Lihat Kitab Al Umm / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ma Yuf'alu Bi Al Muhrimi Ìdzaa Maata. Karya Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy}.
*🌼✒• قال الإمام أبي القاسم الرافعي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " شرح مسند الشافعي ":*
وَقَوْلُهُ: "كَفَّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ" وَرُوِيَ: "وَلَا تُحَنِّطُوهُ" ذَكَرَ فِيهِ أَنَّهُ اسْتَبْقَى لِلْمُحْرِمِ شِعَارَ الْإِحْرَامِ مِنْ كَشْفِ الرَّأْسِ وَاجْتِنَابِ الطِّيبِ تَكْرُمَةً لَهُ كَمَا اسْتَبْقَى لِلشُّهَدَاءِ شِعَارَ الْجِهَادِ فَلَمْ يُغَسَّلُوا وَدُفِنُوا بِدِمَائِهِمْ، وَظَاهِرُ النَّهْيِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ حُكْمَ الْإِحْرَامِ لَا يَنْقَطِعُ بِالْمَوْتِ، حَتَّى لَا يَجُوزَ تَخْمِيرُ رَأْسِهِ وَلَا أَنْ يَقْرَبَ طِيبًا، وَبِهِ قَالَ الثَّوْرِيُّ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ.
وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ: يَنْقَطِعُ وَيَفْعَلُ بِهِ مَا يَفْعَلُ بِسَائِرِ الْمَوْتَى.
{انظر كتاب شرح مسند الشافعي / من كتاب الجنائز والحدود. للإمام أبي القاسم الرافعي الشافعي}.
*🌴📓• Imam Abu Qasim Ar Rafi'iy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Syarhu Musnad Asy Syafi'iy " :*
Sabda Nabi : " kalian kafanilah dia dalam dua helai kainnya dan jangan kalian tutupi kepalanya. Diriwayatkan : " ... dan janganlah diberi wewangian " beliau telah menyebutkan didalam hadits bahwasannya akan menjadi tetap syi'ar Ihramnya Muhrim dari membuka kepalanya dan menjauhi wewangian sebagai penghormatan baginya seperti tetap yang syi'ar jihad bagi para syuhadaa' mereka tidak dimandikan dan dikuburkan bersamaan dengan darah - darah mereka, dan jelasnya larangan menunjukkan bahwasannya *HUKUM IHRAM TERSEBUT TIDAK TERPUTUS SEBAB KARENA KEMATIAN* sampai - sampai tidak boleh menutupi kepalanya, dan tidak boleh mendekatkan minyak wangi, dan dengan pendapat tersebut Ats Tsauriy, Asy Syafi'iy, dan Ahmad mengatakannya.
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berkata : orang yang mati ihram terputus ibadah Ihramnya (sebab kematiannya) dan melakukan apa yang berjalan pada sekian banyak orang-orang yang mati.
{Lihat Kitab Syarhu Musnad Asy Syafi'iy / Min Kitabi Al Jana'izi Wa Al Huduudi. Karya Imam Abu Al Qaasim Ar Rafi'iy Asy Syafi'iy}.
*iv• 👉 Boleh Memakai Pakaian Yang Biasa Dipakai Semasa Hidupnya Sebagai Kafannya Setelah Dia Mati.*
Karena memakai baju ihrom boleh dipakai dimasa hidupnya maka boleh dijadikan kafan asal bisa menutup seluruh badan mayit.
*💾✍• جاء في كتاب الموسوعة الفقه على المذاهب الاربعة للإمام عبد الرحمن بن محمد عوض الجزيري، المتوفى: ١٣٦٠ هـ)، رحمه الله تعالى :*
الشافعية قالوا : لايجوز تكفين الميت الا بما كان يجوز له لبسه حال حياته
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠٤. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📓💥• Tersebut dalam Kitab " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala :*
Pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) mereka berkata : Tidak diperbolehkan mengkafani mayyit kecuali dengan kain yang ia boleh memakainya semasa hidupnya.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 805. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📕🎙• وجاء في كتاب " روضة الطالبين وعمدة المفتين " للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي رحمه الله تعالى :*
تَقَدَّمَ أَنَّهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ . وَيُسْتَحَبُّ فِي لَوْنِ الْكَفَنِ الْبَيَاضُ ، وَجِنْسُهُ فِي حَقِّ كُلِّ مَيِّتٍ ، مَا يَجُوزُ لَهُ لُبْسُهُ فِي الْحَيَاةِ ، فَيَجُوزُ تَكْفِينُ الْمَرْأَةِ فِي الْحَرِيرِ ، لَكِنْ يُكْرَهُ ، وَيَحْرُمُ تَكْفِينُ الرَّجُلِ بِهِ .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ص / كتاب الجنائز / باب التكفين. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*💾🌴• Tersebut dalam kitab " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqien " Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala :*
Telah lalu bahwa pekerjaan mengkafani hukumnya fardlu kifayah,Dan disunahkan dalam warna kain kafan adalah yang berwarna putih,dan jenisnya menurut hak setiap mayit adalah kain yang boleh dikenakan semasa hidupnya,maka diperbolehkan mengkafani mayit wanita dengan sutera namun makruh,dan haram mengkafani mayit laki-laki dengan sutera.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muttaqien : juz hal / Kitab Al Jana'izi / Babu At Takfiini. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• وقال الشيخ نووي البنتني الإندونيسي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الثمار اليانعة في الرياض البديعة ":*
(واقل الكفن) بالنسبة لحق الله تعالي ما يستر العورة فقط ولا يجب زائد علي ما يستر العورة ويختلف بالذكورة والانوثة دون الرق والحرية لزوال الرق بالموت علي الاصح وبالنسبة للغرماء (لفافة واحدة تستر جميع البدن الا راس المحرم ووجه المحرمة فيحرم سترهما).
{انظر كتاب الثمار اليانعة في الرياض البديعة (وهو شرح نووي على الرياض البديعة) : ص ٥٠. للشيخ نووي الجاوي الإندونيسي الشافعي}.
*📕✍• Syaikh Nawawiy Al Bantaniy Al Indonisiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ats Tsamaar Al Yaani'ah Fi Ar Riyaadli Al Badii'ah " berkata :*
(Minimal dalam mengkafani mayit) jika dinisbatkan pada hak Allah SWT adalah kain yang bisa menutupi aurot,(adalah satu lapis lipatan/bungkusan yang dapat menutupi seluruh badan kecuali kepala orang laki-laki yang sedang menjalankan ihrom dan wajah wanita yang ihrom,maka haram menutupi keduanya.
{Lihat Kitab Ats Tsamaar Al Yaani'ah Fi Ar Riyaadli Al Badii'ah : hal 50. Karya Syaikh Nawawiy Al Bantaniy Al Indonisiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• Menurut Imam Ahmad Orang Yang Meninggal Saat Ihram Dikafani Dengan Dua Lapis Kain Tanpa Ditutupi Kepala Dan Kedua Kakinya Dan Tidak Boleh Kain Yang Dijahit.*
*📔🖊• قال الإمام ابن قدامة الحنبلي (وهو موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي) رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
( وَالْمُحْرِمُ يُغَسَّلُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَلَا يُقَرَّبُ طِيبًا ، وَيُكَفَّنُ فِي ثَوْبَيْهِ ، وَلَا يُغَطَّى رَأْسُهُ ، وَلَا رِجْلَاهُ ) إنَّمَا كَانَ كَذَلِكَ لِأَنَّ الْمُحْرِمَ لَا يَبْطُلُ حُكْمُ إحْرَامِهِ بِمَوْتِهِ ، فَلِذَلِكَ جُنِّبَ مَا يُجَنَّبُهُ الْمُحْرِمُ مِنْ الطِّيبِ ، وَتَغْطِيَةِ الرَّأْسِ ، وَلُبْسِ الْمَخِيطِ ، وَقَطْعِ الشَّعْرِ .
رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عُثْمَانَ ، وَعَلِيٍّ ، وَابْنِ عَبَّاسٍ .
وَبِهِ قَالَ عَطَاءٌ ، وَالثَّوْرِيُّ ، وَالشَّافِعِيُّ ، وَإِسْحَاقُ .
وَقَالَ مَالِكٌ ، وَالْأَوْزَاعِيُّ ، وَأَبُو حَنِيفَةَ : يَبْطُلُ إحْرَامُهُ بِالْمَوْتِ ، وَيُصْنَعُ بِهِ كَمَا يُصْنَعُ بِالْحَلَالِ .
وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَائِشَةَ ، وَابْنِ عُمَرَ ، وَطَاوُسٍ ؛ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ شَرْعِيَّةٌ ، فَبَطَلَتْ بِالْمَوْتِ ، كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ .
وَلَنَا ، مَا رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ : «أَنَّ رَجُلًا وَقَصَهُ بَعِيرُهُ وَنَحْنُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ💙 وَهُوَ مُحْرِمٌ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ❤ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ وَلَا تُمِسُّوهُ طِيبًا وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّدًا». وفي رواية : " مُلَبِّيًا " . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
{انظر كتاب المغني / كتاب الجنائز / مسألة المحرم يغسل بماء وسدر. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🍒• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu didalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
(Dan Muhrim (pria yang wafat saat Ihram dimandikan dengan air dan daun bidara dijauhkan dari dipakaikan wewangian, dikafani dengan dua lapis kain, tidak ditutupi kepalanya, dan tidak ditutupi kedua kakinya). Semestinya begitu karena sesungguhnya orang yang mati saat Ihram tidak hilang hukum Ihramnya karena sebab kematiannya, begitu juga orang yang junub (hadats besar) Muhrim harus menjauhi wewangian, menutup kepala, memakai pakaian yang dijahit, dan memotong rambut. Semua itu telah diriwayatkan dari Sayyidina 'Utsman, Imam 'Aliy, dan Sayyidina Ibunu 'Abbas radliyyAllahu 'anhum. Dan dengan ini pula berkata : Imam 'Atho`, Imam Tsauriy, Imam Syafi'iy, dan Imam Ìshaq.
Dan Imam Malik, Imam Auza'iy, dan Imam Abu Hanifah berkata : Ihramnya *BATAL* sebab kematiannya, ia diurus seperti mengurusi mayyit halal (orang yang meninggal bukan disaat beribadah Ihram)
Semua itu diriwayatkan dari 'Aisyah, Ibnu 'Umar, dan Thawwus : bahwasannya ihram adalah ibadah Syar'iyyati, maka *BATAL* karena sebab kematian, seperti shalat dan puasa.
Dan bagi kami (hanabillah) berdasarkan hadits riwayat Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما :
*_" Bahwa ada seorang laki-laki yang sedang berihram dijatuhkan oleh untanya yang saat itu kami sedang bersama Nabi ﷺ💚. Maka Nabi ﷺ💜 berkata: "Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua helai kain dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepala (serban) karena dia nanti akan dibangkitkan pada hari qiyamat dalam keadaan mulabbidan (orang yang bergerombol)."_* Dan dalam sebuah riwayat dikatakan :
*_"Mulabbiyan " (orang yang membaca bertalbiyyah)."_* Muttafaq 'Alaih (disepakati).
{Lihat Kitab Al Mughniy / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah Yughsalu Al Muhrimu Bima'in Wa Sidrin. Karya Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
⤵ 6/ VII
⤵ 7/ VII
*2⃣7⃣• Menyediakan Seutas Kain/Tali Halus Untuk Mengikat Rahang Mayyit Jika Diperlukan.*
Dalil masalah ini (mengikat dagu mayyit) adalah dalil nzhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah, yaitu *```agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain.*```
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ، أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ، يَقُولُ: أَرْخَصَ النَّبِيُّ ﷺ💞 فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ لِبَنِي عَمْرٍو ,
قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ: وَسَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُولُ:
لَدَغَتْ رَجُلًا مِنَّا عَقْرَبٌ، وَنَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ💜, فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرْقِي؟ قَالَ:
*_«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»_*
{رواه مسلم / ٣٩ - كتاب السلام / ٢١ - باب استحباب الرقية من العين والنملة والحمة والنظرة / رقم الحديث : ٢١٩٩}.
Dan telah menceritakan kepadaku : Muhammad bin Hatim; Telah menceritakan kepada kami : Rauh bin ‘Ubadah; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij; Telah mengabarkan kepadaku Abu Az Zubair bahwa dia telah mendengar Jabir bin ‘Abdillah berkata;
Rasulullah ﷺ💖 membolehkan bagi Bani ‘Amru untuk meruqyah dari gigitan ular.
Kemudian Abu Az Zubair berkata; Dan aku mendengar Jabir bin ‘Abdillah berkata; Seekor kalajengking menggigit seseorang di antara kami, saat itu kami sedang duduk – duduk bersama Nabi ﷺ💚.
Lalu orang itu berkata; Wahai Rosulullah, ruqyahlah saya!
Kemudian beliau bersabda:
*Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka lakukanlah!.*
{HR. Muslim / 39 - Kitabu As Salaami / 21 - Babu Istihbaabi Ar Ruqyati Mi Al 'Aini Wa An Namlati Wa Al Hummah Wa An Nadzrah / No. 2199}.
*1⃣• DIANGGAP BAIK Menahan/Mengikat Dagu Mayyit Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*📕🎙• قال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار " :*
( وإذا مات تشد لحياه وتغمض عيناه ) تحسينا له ،
( قَوْلُهُ لَحْيَاهُ ) تَثْنِيَةُ لَحْيٍ بِفَتْحِ اللَّامِ فِيهِمَا ، وَهُوَ مَنْبَتُ اللِّحْيَةِ أَوْ الْعَظْمُ الَّذِي عَلَيْهِ الْأَسْنَانُ بَحْرٌ ( قَوْلُهُ تَحْسِينًا لَهُ ) إذْ لَوْ تُرِكَ فَظُعَ مَنْظَرُهُ وَلِئَلَّا يَدْخُلَ فَاهُ الْهَوَامُّ وَالْمَاءُ عِنْدَ غُسْلِهِ إمْدَادٌ
{انظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي}.
*📓🍒• Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " berkata :*
(Ketika ia mati diikat dua rahangnya dan dipejamkan kedua matanya) karena untuk kebaikkannya,
(Ungkapan pengarang : Lihyaahu tatsniyyahnya Lahyi, dengan huruf lam yang difathah pada keduanya) adalah tempat tumbuhnya jenggot atau tulang yang gigi - gigi tumbuh diatasnya (rahang),
(Ungkapan pengarang : tahsiinan lahu/berbuat baik kepada mayyit dengan mengikat dagunya) adalah mengedepankan pertolongan, karena apabila ditinggalkan akan sangat jelek pandangan orang kepada mayyit, dan bertujuan supaya serangga dan air tidak memasuki mulutnya saat dimandikan.
{Lihat Kitab Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Shalaati Al Janazati. Karya Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*2⃣• DIANJURKAN Mengikat Dagu Mayyit Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.*
*📘🎙• قال الإمام النفراوي المالكي (وهو شهاب الدين النفراوي (١٠٤٤ هـ - ١١٢٦ هـ ١٦٣٤ م - ١٧١٤ م) أحمد بن غانم (أو غنيم) بن سالم ابن مهنا، شهاب الدين النفراوي الأزهري المالكي), رحمه الله تعالى في كتابه " شرح الرسالة النورية " المسمى " الفواكه الدواني على رسالة ابن أبي زيد القيرواني " :*
وٙيُسْتَحَبُّ شَدُّ لَحْيَيْهِ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبِطُهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ لِيَنْطَبِقَ فَاهُ ،
{انظر كتاب
الكتاب: شرح الرسالة النورية : ج ٣ ص ٢٧٩. للإمام النفراوي الأزهري المالكي}.
*📘✍ • Imam Syihabuddin An Nafrawiy Al Azhariy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Ar Risalah An Nuriyyah " / " Al Fawakih Ad Dawaaniy " berkata :*
*DIANJURKAN* menahan dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, supaya bisa mengatupkan mulutnya.
{Lihat Kitab Syarhu Ar Risalah An Nuriyyah yang disebut Kitab Al Fawakih Ad Dawaaniy : juz 3 hal 279. Karya Imam Syihabuddin An Nafrawiy Al Azhariy Al Malikiy}.
*💾✍• وذكر في كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر خليل. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي، رحمه الله تعالى :*
وَاسْتَحَبَّ بَعْضُ النَّاسِ أَنْ يُفْعَلَ بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ سَبْعَةُ أَشْيَاءَ : إغْمَاضُ عَيْنَيْهِ ، *وَشَدُّ لَحْيَيْه*ِ ، وَتَلْيِينُ مَفَاصِلِهِ ، وَتَجْرِيدُهُ مِنْ ثِيَابِهِ ، وَوَضْعُهُ عَلَى لَوْحٍ أَوْ سَرِيرٍ ، وَتَثْقِيلُ بَطْنِهِ ، وَتَسْجِيَتُهُ بِثَوْبٍ .
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع كيفية الغسل. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي. طبعة دار الفكر. سنة النشر: ١٤١٢هـ/ ١٩٩٢م}.
*💾🎤• Disebutkan didalam Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil karya Imam Muhammad bin Muhammad bin 'Abdurrahman (Imam Al Hathab) Malikiy rahimahullahu ta'ala :*
Sebagian manusia *MENGANJURKAN* supaya memperlakukan mayyit setelah kematiannya dengan tujuh perkara : 1).Memejamkan kedua mata mayyit, *2).MENAHAN/MENGIKAT DAGU SIMAYYIT,* 3).melemaskan persendian - persendiannya, 4).melepaskan mayyit dari pakaiannya, 5). meletakkannya di atas meja atau tempat tidur, 6). membebani perut mayyit, dan 7). menyelimutinya dengan kain.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil / Kitabu Al Jana'izi / Masailu Muta'aliqatu Bilghusli Waddafni Washshalati. Karya Imam Al Hathab Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته على الشرح الكبير :*
(قَوْلُهُ شَرْطٌ فِي الْأَمْرَيْنِ) وَهُمَا تَغْمِيضُهُ وَشَدُّ لَحْيَيْهِ فَيُكْرَهُ فِعْلُ شَيْءٍ مِنْهُمَا قَبْلَ خُرُوجِ رُوحِهِ لِئَلَّا يُفْزِعَهُ.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / المندوبات المتعلقة بالمحتضر والميت. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📘🌴• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitab Hasyiyyahnya 'Ala Syarhi Al Kabir berkata :*
(Ungkapan pengarang : ada persyaratannya didalam dua perkara tersebut) : keduanya yaitu menutup mata mayyit dan mengikat kedua rahang mayyit *DIMAKRUHKAN/DILARANG* melakukan sesuatu dari keduanya sebelum ruh betul-betul keluar dari raga mayyit supaya tidak terkesan meneror/membuatnya panik.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz hal / Babu Fi Bayani Auqati Ash Shalati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkami / Fashl Ahkamu Al Mauta / Al Mandubaatu Al Muta'alliqatu Bi Al Mukhtadlori Wa Al Mayyiti. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• DIANJURKAN PERTAMA KALI YANG DILAKUKAN KERABAT/TEMAN DIHADAPAN MAYYIT Adalah Memejamkan Mata Dan Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*📓🌹• قال الإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن إدريس الشافعي رحمهما الله تعالى في كتابه " مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) للإمام المزاني (وهو إسماعيل بن يحيى بن إسماعيل، أبو إبراهيم المزني، المتوفى: ٢٦٤ هـ) :*
(قَالَ الشَّافِعِيُّ) : أَوَّلُ مَا يَبْدَأُ بِهِ أَوْلِيَاءُ الْمَيِّتِ أَنْ يَتَوَلَّى أَرْفَقُهُمْ بِهِ إغْمَاضَ عَيْنَيْهِ بِأَسْهَلَ مَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ ، وَأَنْ يَشُدَّ لَحْيَهُ الْأَسْفَلَ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبِطَهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ لِئَلَّا يَسْتَرْخِيَ لَحْيُهُ الْأَسْفَلُ فَيَنْفَتِحَ فُوهُ فَلَا يَنْطَبِقُ
{انظر كتاب الكتاب: مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) : ج ٨ ص ١٢٩ / كتاب الجنائز / باب إغماض الميت. للإمام المزني صاحب الامام الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Muzaniy sahabat Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy rahimahumallahu ta'ala dalam Kitabnya " Mukhtashar Al Muzaniy " (yang dicetak bergandengan dengan kitab) "Al Umm " karya Imam Syafi'iy berkata :*
(Asy Syafi'iy berkata) : perkara yang pertama kali dilakukan oleh kerabat/teman mayyit agar melimpahkan tugas kepada mereka yang paling mengasihi kepada mayyit untuk memejamkan kedua mata mayyit dengan sesuatu yang paling mudah yang bisa ia lakukan atas diri mayyit, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, supaya tidak kendor rahang bagian bawahnya, lantas mulutnya bisa terbuka dan tidak menutup.
{Lihat Kitab Mukhtashar Al Muzaniy Yang Dicetak Bergandengan (dengan) kitab Al Umm karya Imam Syafi'iy : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ìghmaadlu Al Mayyiti. Karya Imam Muzaniy Sahabat Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy}.
*📕🌹• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " روضة الطالبين وعمدة المفتين ":*
وَيُسْتَحَبُّ لِمَنْ عِنْدَهُ ، تَحْسِينُ ظَنِّهِ وَتَطْمِيعُهُ فِي رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى . فَإِذَا مَاتَ غُمِّضَتْ عَيْنَاهُ ، وَشُدَّ لَحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ ، وَيَرْبُطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ ،
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ١ ص ٦١١ / كتاب الجنائز / فصل في ذكر الموت وآداب المحتضر. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🍒• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin " berkata :*
*DAN DIANJURKAN* bagi orang-orang yang berada didekat orang yang sekarat, berprasangka baik kepadanya dan berkeinginan besar terhadapnya agar selalu dalam rahmat Allah ta'ala.
Maka ketika ia (benar-benar) sudah mati dipejamkan kedua matanya, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit,
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin : juz 1 hal 611 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Dzikri Al Mauti Wa Adaabi Al Mukhtadlori. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
أَمَّا الأَحْكَامُ: فَقَال الأَصْحَابُ:
يُسْتَحَبُّ إذَا مَاتَ أَنْ يُغَمَّضَ عَيْنَاهُ وَتُشَدَّ لحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ تَجْمَعُهُمَا، ثُمَّ يَرْبِطَ فَوْقَ رَأْسِهِ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٧٩ / كتاب الجنائز / تغميض عيني الميت. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓💥• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Adapun hukum-hukumnya : berkata Ashaab (Syafi'iyyah) :
*DIANJURKAN* ketika orang yang sekarat sudah (benar-benar) meninggal agar ditutup kedua matanya, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit,
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 79 / Kitabu Al Jana'izi / Taghmidlu 'Ainiyyi Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🌴• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَشُدَّ لَحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ ) عَرِيضَةٍ تَعُمُّهُمَا وَيَرْبِطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ لِئَلَّا يَبْقَى فَمُهُ مَفْتُوحًا فَيَدْخُلَ فِيهِ الْهَوَامُّ.
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*📙🌴• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " :*
*"(DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan) memanjang dari atas kepala mayyit, supaya mulutnya tidak terus terbuka, lantas serangga bisa memasuki mulutnya."
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 1 hal 395 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام الماوردي (وهو أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي), رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير " :*
وَالثَّانِي : أَنْ يُطَبِّقَ فَاهُ وَيَشُدَّ لَحْيَهُ الْأَسْفَلَ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبُطَهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ ؛ لِأَنْ لَا يَفْتَحَ فَاهُ فَيَقْبُحَ فِي عَيْنِ النَّاظِرِ إِلَيْهِ ، وَلِأَنْ لَا يَلِجَ فِيهِ شَيْءٌ مِنَ الْهَوَامِ .
{انظر كتاب كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ٣ / كتاب الجنائز / باب إغماض الميت. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*💾🎙• Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawiy Al Kabir " berkata :*
Dan kedua : agar menutup mulutnya dan mengikat rahangnya bagian bawah dengan tali yang memanjang dan diikatkan diatas kepalanya, supaya mulutnya tidak terbuka, lantas terkesan buruk dimata orang yang memandangnya, dan supaya serangga tidak masuk kedalam mulutnya.
{Lihat Kitab Al Hawiy Al Kabir : juz 3 hal 3 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ìghmaadli Al Mayyiti. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• DIANJURKAN Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.*
*📓✍• وقال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :,*
وَيُسْتَحَبُّ شَدُّ لَحْيَيْهِ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ ، يَرْبُطُهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ ; لِأَنَّ الْمَيِّتَ إذَا كَانَ مَفْتُوحَ الْعَيْنَيْنِ وَالْفَمِ ، فَلَمْ يُغَمَّضْ حَتَّى يَبْرُدَ ، بَقِيَ مَفْتُوحًا ، فَيَقْبُحُ مَنْظَرُهُ ، وَلَا يُؤْمَنُ دُخُولُ الْهَوَامِّ فِيهِ ، وَالْمَاءِ فِي وَقْتِ غُسْلِهِ .
{انظر كتاب المغني : ج ٤ ص ٣٣٦ / كتاب الجنائز / مسألة التوجيه إلى القبلة للمريض مرض الموت. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
*DIANJURKAN* menahan dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, karena sesungguhnya mayyit jika dibiarkan terbuka dua mata dan mulutnya tanpa ditutup sampai ia menjadi dingin, dia akan terus berada dalam keadaan terbuka dan ini akan menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain. Dan ia tidak aman dari dimasuki serangga, dan dimasuki air pada waktu memandikannya.”
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 3 hal 336 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alatu At Taujiihi Ìla Al Qiblati Li Al Mariidli Maradla Al Maut. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📓✍• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى، المتوفى : ١٠٥١ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " شرح منتهى الإرادات = دقائق أولي النهى لشرح المنتهى " :*
( وَ ) يُسَنُّ ( شَدُّ لَحْيَيْهِ ) بِعِصَابَةٍ أَوْ نَحْوِهَا تَجْمَعُ لَحْيَيْهِ ، وَيَرْبِطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ ، لِئَلَّا يَبْقَى فَمُهُ مَفْتُوحًا فَتَدْخُلَهُ الْهَوَامُّ ،
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات : ج ٢ ص ٣٧٦ / كتاب الجنائز. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📙🌹• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (yang dinamakan) Syarhu Muntaha Al Ìradaat " berkata :*
Dan *DISUNNAHKAN* mengikat kedua rahang mayyit dengan ikatan atau semacamnya yang bisa mengumpulkan kedua rahangnya, memanjang dan diikat bertumpu diatas kepala mayyit, supaya mulutnya tidak terbuka, dan serangga masuk kedalam melalui mulutnya.
{Lihat Kitab Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (yang dinamakan) Syarhu Muntaha Al Ìradaat : juz 2 hal 376 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🍒• قال الإمام ابن مفلح الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الفروع " :*
وإذا مات استحب أن يغمضه ( و ) للخبر ، لئلا يقبح منظره ، وقول " بسم الله وعلى وفاة رسول الله " نص عليه ، ويغمض الرجل ذات محرم وتغمضه ،
قال أحمد : يكره أن يغمضه جنب أو حائض أو يقرباه ويشد لحييه ، ويلين مفاصله ، وينزع ثيابه ، ويسجيه بثوب
( و ) ويجعل على بطنه حديدة أو طينا ونحوه قال ابن عقيل : وهذا لا يتصور إلا وهو على ظهره ، قال : فيجعل تحت رأسه شيء عال ليحصل مستقبلا بوجهه القبلة .
{انظر كتاب الفروع : ج ٣ ص ٢٧١ - ٢٧٢ / كتاب الجنائز / فصل ما يفعل بالمحتضر. للإمام ابن مفلح الحنبلي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' " berkata :*
Dan ketika orang yang sekarat *DIANJURKAN* supaya memejamkan matanya, dan berdasarkan hadits, supaya tidak terlihat buruk pemandangan wajahnya ketika dilihat orang lain. Dan ketika memejamkan mata mayyit *DIANJUKAN BERDOA :*
Bismillah Wa 'Ala Wafati Rasulillah (dengan menyebut nama Allah dan atas wafatnya Rasulullah)
Itu adalah teks doa atasnya, seorang laki-laki *DIANJURKAN* memejamkan mata mayyit perempuan yang mempunyai hubungan mahram/saudara, dan siperempuan *DIANJURKAN* memejamkan mayyit laki-laki saudaranya.
Imam Ahmad berkata : *DIMAKRUHKAN/ DILARANG* apabila orang yang junub (hadats besar) atau haidl memejamkan kedua mata mayyit, atau keduanya dilarang mendekatinya, makruh mengikat kedua rahangnya, melemaskan sendi-sendinya, melepas pakaiannya, dan menyelimuti mayyit.
Dan *DIANJURKAN* meletakkan besi diatas perut mayyit atau tanah liat dan semacamnya. Ibnu 'Aqil berkata : dan ini tidak digambarkan kecuali posisi simayyit berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : lantas ditaruh sesuatu yang tinggi dibawah kepala mayyit supaya dihasilkan wajah mayyit menghadap kiblat.
{Lihat Kitab Al Furuu' : juz 3 hal 271-272 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ma Yuf'alu Bi Al Mukhtadlori. Karya Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام ابو اسحاق برهان الدين ابن مفلح الحنبلي (وهو إبراهيم بن محمد بن عبد الله بن محمد ابن مفلح، أبو إسحاق، برهان الدين (المتوفى: ٨٨٤ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " المبدع في شرح المقنع ":*
( وَشَدَّ لِحْيَيْهِ ) لِئَلَّا يَدْخُلَهُ الْهَوَامُّ أَوِ الْمَاءُ فِي وَقْتِ غُسْلِهِ
{انظر كتاب المبدع في شرح المقنع : ج ٢ ص ٢٢٠ / كتاب الجنائز / ما يسن فعله إذا نزل به الموت. للإمام أبو إسحاق برهان الدين بن مفلح الحنبلي}.
*🌴🍒• Imam Abu Ishaq Burhanuddin Ibnu Muflih rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mubdi' Fi Syarhi Al Muqni' " berkata :*
Dan mengikat kedua rahang mayyit supaya serangga atau air tidak memasukinya diwaktu memandikannya.
{Lihat Kitab Al Mubdi' Fi Syarhi Al Muqni' : juz 2 hal 220 / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yusannu Fi'luhu Ìdzaa Nazala Bihi Al Mauti. Karya Abu Ishaq Burhanuddin Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*👉• ADAPUN TATA CARANYA adalah mengikatnya dengan kain yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan dengan bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.*
*👉• Dan sebaliknya jikalau sesuatu keluar dari tubuh mayyit seperti darah dan semacamnya boleh disumbat dengan kapas.*
*📕🌴• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع على متن الإقناع " :*
( وَإِنْ خِيفَ خُرُوجُ شَيْءٍ ) كَدَمٍ ( مِنْ مَنَافِذِ وَجْهِهِ ) كَفَمِهِ وَأَنْفِهِ ( فَلَا بَأْسَ أَنْ يُحْشَى بِقُطْنٍ ) دَفْعًا لِتِلْكَ الْمَفْسَدَةِ . انتهى.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ١١٢ / كتاب الجنائز للإمام منصور بن يونس البهوتي}.
*📓🍒• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' :*
Dan jika dikawatirkan sesuatu seperti darah dari lubang-lubang diwajahnya seperti lubang mulut dan hidungnya *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN* apabila menyumbatnya dengan kapas karena untuk menanggulangi kerusakkan tersebut.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 112 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• *TIDAK ADA DALILNYA Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Harakah Wahhabiy.*
*💾💥• سئل محمد بن صالح العثيمين :*
هل ورد دليل على أنه يسن إذا مات الإنسان أن يشد لحياه، وتلين مفاصله، وتغمض عيناه وتوضع حديدة على بطنه؟
فأجاب بقوله:
شد لحيي الميت وتليين مفاصله لم يرد فيه دليل، وإنما ذكره الفقهاء رحمهم الله لأن في شد اللحيين حفظ الميت من بقاء فمه مفتوحا، ودرءا عن تشويه وجهه، وتليين المفاصل ليسهل غسله وتكفينه.
{انظر مجموع فتاوى ورسائل العثيمين : ج ١٧ ص ٧٥. للعثيمين الوهابي}.
*📒🌴• Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy ditanya :*
Soal : Apakah ada dalilnya ketika seseorang mati *SUNNAH* diikat kedua rahangnya, melemaskan persendiannya, memejamkan kedua matanya, dan menaruh besi diatas perutnya?
Dijawab : Dengan jawabannya :
“Mengikat kedua rahang mayyit, melemaskan sendi-sendinya tidak didapati dalil didalamnya, namun para fuqahaa' (Pakar Fiqih) rahimahumullaahu yang telah menyebutkan, bahwasannya mengikat kedua rahang mayyit bertujuan agar mulutnya tidak selalu terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain, dan melemaskan persendian-persendiannya agar mudah untuk memandikan dan mengkafaninya."
{Lihat Majmu' Fatawa Wa Rasaa'il Al 'Utsaimin : juz 17 hal 75. Karya Shalih Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*B)• 📿✍ Prosesi Memandikan Mayyit Yang Paling Ringkas Sedikit Lebih Rinci Dan Detail Terperinci.*
*✍• Para ulama menyebutkan ada tiga cara yang bisa dilakukan dalam memandikan mayyit, yakni cara minimal, sedikit lebih rinci, dan cara sempurna.*
*1] 👉• Cara Minimal Memandikan Mayyit :*
Yaitu memandikan jenazah yang sudah memenuhi makna mandi dan cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah.
👉• Secara singkat Syaikh Habib Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan hal tersebut dalam kitabnya Safînatun Najâh :
أٙقٙلُّ الْغُسْلِ تٙعْمِيْمُ بٙدٙنِهِ بِالْمٙاءِ
{انظر كتاب متن سفينة النجاة ما يجب على العبد لمولاه : ص . للشيخ الحبيب سالم بن سمير الحضرمي الشافعي}
*_“Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota badan.”_*
{Lihat Kitab Safînatun Najâh. Cet. Beirut - Darul Minhaj. Th. 2009}.
*📓✍• وجاء في كتاب " المدونة على الفقه المالكي " للإمام مالك بن انس المدني الاصبحي رحمه الله تعالى :*
قَالَ ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ: إذَا غُسِلَ الْمَيِّتُ فَطَهُرَ فَذَلِكَ لَهُ غُسْلٌ وَطُهُورٌ.
قَالَ: وَالنَّاسُ يَغْسِلُونَ الْمَيِّتَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يُجْزِئُ عِنْدَ الْغَسْلَةِ الْوَاحِدَةِ، وَمَا فَوْقَ ذَلِكَ مِمَّا تَيَسَّرَ مِنْ غُسْلٍ فَهُوَ يَكْفِي وَيُجْزِئُ.
قَالَ مَالِكٌ: وَأَحَبُّ إلَيَّ أَنْ يُغَسَّلَ ثَلَاثًا كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 :
«ثَلَاثًا وَخَمْسًا بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَيُجْعَلُ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا إنْ تَيَسَّرَ ذَلِكَ».
{هذه رواية ابن وهب . انظر كتاب المدونة : ج ١ ص ٤٦٨ / في غسل الميت. للإمام مالك بن انس المدني الاصبحي}.
*📘🍒• Tersebut dalam kitab " Al Mudawwanah " karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullahu ta'ala :*
Ibnu Wahb berkata : dari Yahya bin Ayyub. Dari Yahya bin Sa'iid, ia berkata ; Ketika mayyit dimandikan maka ia menjadi suci, hal tersebut (dimandikan) sudah mencakup baginya mandi dan bersuci.
Ia (Ibnu Wahb) berkata : umumnya manusia mereka memandikan mayyit tiga kali, sekali dari hitungan itu sudah dianggap mencukupi satu pemandian, dan perkara mudah dari prosesi pemandian yang lebih dari hitungan tersebut sudah dianggap merata dan mencukupi.
Imam Malik berkata : dan aku lebih suka apabila mayyit dimandikan sebanyak 3x, seperti sabda Rasulillaah ﷺ❤ :
((Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara 3x, atau 5x, dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian atau yang sejenis), jikalau hal tersebut memudahkan)).
{Lihat Kitab Al Mudawwanah Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 468 / Fi Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy}.
*💾✍• وجاء في كتاب " الأم " للإمام الشافعي رحمه الله تعالى. قال الشافعي رحمه الله تعالى :*
( قَالَ الشَّافِعِيُّ ) : رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَقَلُّ مَا يُجْزِئُ مِنْ غَسْلِ الْمَيِّتِ الْإِنْقَاءُ كَمَا يَكُونُ أَقَلَّ مَا يُجْزِئُ فِي الْجَنَابَةِ ،
وَأَقَلُّ مَا أُحِبُّ أَنْ يُغَسَّلَ ثَلَاثًا فَإِنْ لَمْ يَبْلُغْ بِإِنْقَائِهِ مَا يُرِيدُ الْغَاسِلُ فَخَمْسٌ فَإِنْ لَمْ يَبْلُغْ مَا يُحِبُّ فَسَبْعٌ ، وَلَا يُغَسِّلُهُ بِشَيْءٍ مِنْ الْمَاءِ إلَّا أَلْقَى فِيهِ كَافُورًا لِلسُّنَّةِ ، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ كَرِهْتُهُ ، وَرَجَوْت أَنْ يُجْزِئَهُ. انتهى .
{انظر كتاب الأم : ج ١ ص ٣٢٠ / كتاب الجنائز / غسل الميت. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🌴• Dan tersebut dalam kitab " Al Umm " karya Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy Al Qarasyiy rahimahullahu ta'ala :*
(Berkata Imam Syafi'iy) rahimahullahu ta'ala :
*SEDIKIT - SEDIKITNYA PERKARA YANG MENCUKUPI DARI MEMANDIKAN MAYYIT* yaitu Ìntiqaa (bêrsih dari kotoran dan najis), seperti perkara yang dianggap mencukupi didalam mandi Janabah (dari hadats besar).
*DAN MINIMAL PERKARA YANG LEBIH AKU SUKAI* apabila mayyit dimandikan sebanyak 3x, jikalau belum sampai membersihkannya maka dimandikan 5x, jikalau juga belum mencapai perkara yang disukai maka mayyit dimandikan 7x, dan jangan sampai memandikan mayyit dengan sesuatu dari air kecuali dituangkan didalamnya kapur (atau sejenisnya pada akhir basuhannya) karena untuk bertujuan mengikuti Sunnah. Apabila tidak melakukan seperti itu aku tidak menyukainya, dan aku akan kembali mengulanginya agar bisa mencukupinya.
{Lihat Kitab Al Umm : juz 1 hal 320 / Kitabu Al Jana'izi / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy Al Qarasyiy}.
*2] 👉• Sedikit Lebih Rinci Memandikan Mayyit :*
*📿✍ • قال الشيخ الحبيب أحمد بن عمر العلوي الحضرمي الشاطري رحمه الله تعالى في كتابه " نيل الرجا بشرح سفينة النجا " :*
أٙقٙلُّ الْغُسْلِ تٙعْمِيْمُ بٙدٙنِهِ بِالْمٙاءِ ( أٙلْمٙعْنٙىٙ) أٙنٌّ أَٙقَلّٙ غُسْلِ الْمٙيِّتِ تَعْمِيمُ جٙمِيْعِ بَدَنِهِ شٙعْرًا وٙبٙشٙرًا بِالْمٙاءِ أٙيْ بَعْدَ إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ الْعٙيْنِيّٙةِ.
{انظر كتاب نيل الرجا بشرح سفينة النجا. للحبيب أحمد بن عمر العلوي الحضرمي الشاطري الشافعي}
*💾🎙• Berkata Syaikh Al Habib Ahmad bin 'Umar Asy Syathiriy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nailu Ar Rajaa' Bisyarhi Safiinati An Najaa ":*
*_“PALING SEDIKIT MEMANDIKAN MAYIT adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota badan (maknanya) sedikitnya memandikan Mayyit itu cukup meratakan keseluruhan badan mayyit baik kulit atau rambutnya dengan air. Artinya semua itu dilakukan setelah menghilangkan najis 'ainiyyahnya (najis yang terlihat kasat mata)._*
{Lihat Kitab Nailu Ar Rajaa' Bisyarhi Safiinati An Najaa. Karya Syaikh Habib Ahmad bin 'Umar Asy Syathiriy Asy Syafi'iy}.
*👉• Secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji :*
... أقل ما يتحقق به معنى الغسل ويرتفع به الإثم، هي: أن يزال ما قد يكون على جسمه من النجاسة، ثم يعمم سائر بدنه بالماء.
{انظر الفقه المنهجي في فقه الامام الشافعي : ج ١ ص ٢٤٩ / احكام الجنازة / ما يجب فعله إذا فارق الإنسان الحياة وتحقق موته: / غسل الميت. للشيخ الدكتور مصطفى الخن والشيخ الدكتور مصطفى البغا}.
*_Sedikitnya sesuatu yang menyatakan makna mandi, dan membebaskan dari dosa,yaitu cukup dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke tubuhnya._*
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Manhajiy 'Ala Fiqhi Al Imam Asy Syafi'iy : juz 1 hal 249 / Ahkaamu Al Jinaazati / Ma Yujabu Fi'luhu Idzaa Faaraqo Al Insaanu Al Hayaata .... / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Syaikh Musthafa Al Khin dan Syaikh Mushthafa Al Bugha. Cet. Damaskus - Darul Qalam. Th. 2013 M}.
*3]• 👉 Cara Detail Dan Terperinci Memandikan Mayyit.*
Sebelum kewajiban memandikan mayyit secara detail dilakukan ghasil (orang yang memandikan) baik yang diwashiyyati, saudara-saudara mahramnya, suami atau istrinya, dan orang yang amanah bisa menyembunyikan aib mayyit, terlebih dahulu mereka harus mengetahui beberapa hal seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa kitab fiqih :
*_i)• 📓👉 Harus Mengetahui Jenis Mayyit._*
(فَصْلٌ) فِيْمَا يَتَعَلَّقُ بِالْمَيِّت مِنْ غُسْلِهِ وَتَكْفِيْنِهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِ وَدَفْنِهِ
(وَيَلْزَمُ) عَلَى طَرِيْقِ فَرْضِ الْكِفَايَةِ (فِي الْمَيِّتِ) الْمُسْلِمِ غَيْرِ الْمُحْرِمِ وَالشَّهِيْدِ (أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ غُسْلُهُ وَتَكْفِيْنُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ)
وَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِالْمَيِّتِ إِلاَّ وَاحِدٌ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ مَا ذُكِرَ ،
وَأَمَّا الْمَيِّتُ الْكَافِرُ فَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ حَرْبِيًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا. وَيَجُوْزُ غُسْلُهُ فِيْ الْحَالَيْنِ،
وَيَجِبُ تَكْفِيْنُ الذِّمِيِّ وَدَفْنُهُ دُوْنَ الْحَرْبِيِّ وَالْمُرْتَدِ ،
وَأَمَّا الْمُحْرِمُ إِذَا كُفِّنَ فَلَا يَسْتُرُ رَأْسَهُ وَلَا وَجْهَ الْمُحْرِمَةِ
(Fasal) menjelaskan hal-hal yang terkait dengan orang yang meninggal dunia, dari memandikan, mengkafani, mensholati dan memakamkannya.
Di dalam mayat orang Islam yang tidak melaksanakan ihram dan bukan yang mati syahid, Wajib fardlu kifayah untuk melakukan empat perkara, yaitu memandikan, mengkafani, mensholati dan memakamkannya.
Jika mayat tidak diketahui kecuali oleh satu orang, maka semua hal yang telah disebutkan di atas menjadi fardlu ‘ain padanya.
Adapun mayat orang kafir, maka hukumnya haram untuk mensholatinya, baik kafir harbi atau dzimmi. Namun kedua macam orang kafir ini boleh dimandikan
Wajib mengkafani dan mengubur mayat kafir dzimmi (dalam perlindungan pemerintahan Islam), tidak kafir harbi (kafir yang memerangi Islam) dan orang murtad (keluar dari agama Islam).
Adapun mayat orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram haji, ketika di kafani, maka kepalanya tidak ditutup, begitu juga wajah mayat wanita yang melaksanakan ihram.
*a• ✍ Orang Yang Mati Syahid.*
وَأَمَّا الشَّهِيْدُ فَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ كَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ
(وَاثْنَانِ لَا يُغْسَلَانِ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِمَا)
أَحَدُهُمَا (الشَّهِيْدُ فِيْ مَعْرِكَةِ الْمُشْرِكِيْنَ)
وَهُوَ مَنْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ الْكُفَّارِ بِسَبَبِهِ
سَوَاءٌ قَتَلَهُ كَافِرٌ مُطْلَقًا أَوْ مُسْلِمٌ خَطَأً أَوْ عَادَ سِلَاحُهُ إِلَيْهِ أَوْ سَقَطَ عَنْ دَابَتِهِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ،
فَإِنْ مَاتَ بَعْدَ انْقِضَاءِ الْقِتَالِ بِجِرَاحَةٍ فِيْهِ يُقْطَعُ بِمَوْتِهِ مِنْهَا فَغَيْرُ شَهِيْدٍ فِي الْأَظْهَرِ
وَكَذَا لَوْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ الْبُغَاةِ أَوْ مَاتَ فِي الْقِتَالِ لَا بِسَبَبِ الْقِتَالِ
Adapun mayat orang yang mati syahid, maka tidak disholati sebagaimana yang dijelaskan oleh mushannif dengan perkataannya,
Ada dua mayat yang tidak dimandikan dan tidak disholati.
Salah satunya orang mati syahid di dalam pertempuran melawan kaum musyrik.
Dia adalah orang yang gugur di dalam pertempuran melawan orang-orang kafir sebab pertempuran tersebut.
Baik ia dibunuh oleh orang kafir secara mutlak, oleh orang Islam karena keliru, senjatanya mengenai pada dirinya sendiri, jatuh dari kendaraan, atau sesamanya.
Jika ada seseorang meninggal dunia setelah pertempuran selesai sebab luka-luka saat bertempur yang di pastikan akan menyebabkan ia meninggal dunia, maka ia bukan orang mati syahid menurut pendapat al adhhar.
Begitu juga -bukan orang mati syahid- seandainya seseorang meninggal dunia saat bertempur melawan bughah (pemberontak), atau meninggal di pertempuran melawan orang kafir namun bukan disebabkan pertempuran tersebut.
*b)• Bayi Keguguran.*
(وَ) الثَّانِيْ (السِّقْطُ الَّذِيْ لَمْ يَسْتَهِلْ) أَيْ لَمْ يَرْفَعْ صَوْتَهُ (صَارِخًا)
فَإِنِ اسْتَهَلَ صَارِخًا أَوْ بَكَى فَحُكْمُهُ كَالْكَبِيْرِ,
وَالسِّقْطُ بِتَثْلِيْثِ السِّيْنِ الْوَلَدُ النَّازِلُ قَبْلَ تَمَامِهِ مَأْخُوْذٌ مِنَ السُّقُوْطِ
Yang kedua adalah siqth (bayi keguguran) yang tidak mengeluarkan suara keras saat dilahirkan.
Jika bayi tersebut sempat mengeluarkan suara atau menangis, maka hukumnya seperti mayat dewasa.
Siqth dengan huruf sin yang bisa dibaca tiga wajah, adalah bayi yang terlahir sebelum sempurna bentuknya. Lafadz “siqth” di ambil dari lafadz “as suquth” yang berarti gugur.
{Lihat Kitab Fathu Al Qarib Al Mujiib :
*_ii)• 📘👉 Memandikan Jenazah Berikut Kewajiban Kesunnahan, Kemakruhan, Dan Hal Yang Diharamkan Didalamnya._*
*1• ✍ Disunnahkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Ketika Memandikannya.*
Menurut Ulama' Jumhur (mayoritas ulama') Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabillah *SUNNAH* menanggalkan pakaian mayyit ketika akan dimandikan berdasarkan dengan hadits dibawah ini :
حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبَّادٍ عَنْ أَبِيهِ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ :
لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِيِّ ﷺ💙 قَالُوا : وَاللَّهِ مَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚 مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا أَمْ نَغْسِلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ ؟
فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا وَذَقْنُهُ فِي صَدْرِهِ ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لَا يَدْرُونَ مَنْ هُوَ أَنْ اغْسِلُوا النَّبِيَّ ﷺ💜 وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ💞 فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ
وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ : لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا غَسَلَهُ إِلَّا نِسَاؤُهُ.
{رواه ابو داود / ٢٠ - كتاب الجنائز / باب في ستر الميت عند غسله / رقم الحديث : ٣١٤١}.
Telah menceritakan kepada kami : An Nufaili. Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Salamah. Dari Muhammad bin Ishaq. Telah menceritakan kepadaku : Yahya bin 'Abbad. Dari Ayahnya yaitu 'Abbad bin Abdullah bin Az Zubair, ia berkata; aku mendengar 'Aisyah beliau berkata;
*_Tatkala mereka hendak memandikan Rasulullah ﷺ💙 mereka mengatakan; demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menelanjangi Rasulullah ﷺ💞 dari pakaiannya sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal diantara kita atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya?_*
Tatkala mereka berselisih, Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorangpun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata; mandikan Nabi ﷺ💜 dalam keadaan memakai pakaiannya. Kemudian mereka bangkit menuju kepada Rasulullah ﷺ💚 dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya. Mereka menuangkan air dari atas jubah dan memijat-mijatnya dengan jubah bukan dengan tangan mereka.
Aisyah berkata; seandainya nampak bagiku dahulu seperti apa yang nampak sekarang ini maka tidak ada yang memandikan beliau kecuali para isterinya.
{HR. Abu Dawud / 20 - Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Sitri Al Mayyiti 'Ìnda Ghuslihi / No. 3141}.
*💾✍• وجاء في " الموسوعة الفقهية " لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
" وذهب الحنفية والمالكية...إلى أنه يستحب تجريد الميت عند تغسيله؛ لأن المقصود من الغسل هو التطهير وحصوله بالتجريد أبلغ . ولأنه لو اغتسل في ثوبه تنجس الثوب بما يخرج , وقد لا يطهر...
والصحيح المعروف عند الشافعية..أنه يغسل في قميصه...وأما ستر عورته فلا خلاف فيه... " انتهى.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية : ج ١٣ ص ٥٢. لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾🍒• Terdapat dalam " Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya Kementrian Urusan Wakaf Dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait :*
“Ulama kalangan *MAZHAB HANAFI DAN MALIKI* berpendapat *DIANJURKAN MELEPAS (PAKAIAN) MAYAT KETIKA MEMANDIKAN.* Karena maksud mamandikan adalah pembersihan, dan lebih sempurna ketika dilepas. Karena kalau dimandikan dengan pakaiannya, maka pakaiannya akan terkena najis yang keluar. Terkadang bisa tidak suci.
Yang benar dan dikenal dalam *MAZHAB SYAFI'IY, DIMANDIKAN DENGAN GAMISNYA.* Sementara menutup auratnya, tidak ada perbedaan.”
{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 13 hal 52. Karya Kementrian Urusan Wakaf Dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait}.
*1⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Abu Hanifah.*
*📙🍒• قال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار ":*
قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ : رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَائِشَةَ مِنْ وَجْهٍ صَحِيحٍ فَدَلَّ هَذَا : أَنَّ عَادَتَهُمْ كَانَتْ تَجْرِيدَ مَوْتَاهُمْ لِلْغُسْلِ فِي زَمَنِهِ ﷺ💓 شَرْحُ الْمُنْيَةِ زَادَ فِي الْمِعْرَاجِ : وَغُسْلُهُ ﷺ💙 لَيْسَ لِلتَّطْهِيرِ لِأَنَّهُ ﷺ💞 كَانَ طَاهِرًا حَيًّا وَمَيِّتًا
{انظر كتاب حاشية ابن عابدين : ج ٢ ص ١٩٥ / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي}.
*💾🎙• Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitab Hasyiyyahnya berkata :
Berkata Ibnu 'Abdil Barr berkata : hadits tersebut diriwayatkan dari 'Aisyah dengan jalan yang *SHAHIH*, hadits ini menunjukkan bahwasannya adat mereka menanggalkan pakaian mayyit mereka untuk dimandikan, pada zaman Nabi ﷺ🖤.
Syarah Al Munyah menambahkan dalam Al Mi'raaj : memandikan Rasulillah ﷺ❤ bukan bersuci, karena Rasulullah ﷺ💙 ada sudah suci ketika beliau masih hidup maupun ketika beliau sudah meninggal.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ibnu 'Abidiin : juz 2 hal 195 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Shalaatu Al Janazati. Karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*2⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.*
*💾✍• ورد إلى دار الإفتاء المصرية، سؤالا حول حكم تجريد الميت من ثيابه أثناء الغسل، وهل يغسَّل الميت في ثيابه، أم يجرد ثم يستر بما تيسر؟ :*
وأضاف "علام"، أنه إن أمكن تطبيق السنة التي غُسِّل عليها الحبيبُ المصطفى -
ﷺ💙 - من عدم نزع الثياب مع تحقق التنقية والتطهير، فذلك أَوْلَى، وإن تعسر ذلك أو تعذر فلا مانع من تجريده مع ستر عورته وجوبًا، وستر سائر جسده استحبابًا؛ فإن حرمة الإنسان ميتًا كحرمته حيًّا.
{وورد في دار الإفتاء المصرية. فتوى الدكتور شوقي إبراهيم عبد الكريم علّام المالكي (توفي ١٢ أغسطس ١٩٦١ مـ)، حفظه الله تعالى، هو مفتي الديار المصرية}.
*💾🌴• Sampai pada " Dar Al Ìftaa` Al Mishriyyah " pertanyaan seputar hukum menelanjangi pakaian mayyit dipertengahan prosesi pemandiannya, apakah mayyit dimandikan didalam pakaiannya, ataukah mayyit ditanggalkan pakaiannya kemudian ditutup dengan sesuatu yang tersedia?
DR. Syauqiy 'Alam (Al Malikiy) memberikan catatan : hal tersebut jika memungkinkan implementasinya (penerapan atau praktek) *SUNNAH* seperti yang dipraktekkan ketika Al Habib Al Musthofa (kekasih yang dipilih) ﷺ🖤 dari tanpa menanggalkan pakaian beliau serta kelihatan nyata kebersihan dan sucinya, *MAKA HAL TERSEBUT YANG LEBIH UTAMA*, apabila hal tersebut sulit atau terkendala, maka tidak ada halangan sama sekali dari *BOLEHNYA MENANGGALKA PAKAIAN MAYYIT* serta *WAJIB* menutupi auratnya, dan *DIANJURKAN* menutupi sebagian tubuhnya, karena *KEHORMATAN MANUSIA YANG MENINGGAL* itu seperti kehormatannya ketika masa hidupnya.
{Lihat Dar Al Iftaa` Al Mishriyyah. Fatwa DR. Syauqiy Ibrahim 'Abdil Kareem 'Alam Al Malikiy Mufti Ad Diyaar Al Mishriyyah}.
*3⃣• 🌴Dianjurkan Memandikan Mayyit Degan Gamis/Bajunya Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*📘🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( فَإِنْ قِيلَ ) مُعْتَمَدُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ فِي اسْتِحْبَابِ الْغُسْلِ فِي قَمِيصٍ ، حَدِيثُ عَائِشَةَ الْمَذْكُورُ ، وَهُوَ مَخْصُوصٌ بِالنَّبِيِّ ﷺ💜, وَدَلِيلُهُ أَنَّ فِي سُنَنِ أَبِي دَاوُد فِي هَذَا قَالُوا : نُجَرِّدُهُ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا ، فَهَذَا إشَارَةٌ إلَى أَنَّ عَادَتَهُمْ تَجْرِيدُ مَوْتَاهُمْ .
( فَالْجَوَابُ ) مَا أَجَابَ بِهِ الْأَصْحَابُ أَنَّ مَا ثَبَتَ كَوْنُهُ سُنَّةً فِي حَقِّهِ ﷺ💙 فَهُوَ سُنَّةٌ أَيْضًا فِي حَقِّ غَيْرِهِ حَتَّى يَثْبُتَ التَّخْصِيصُ وَاَلَّذِي فُعِلَ بِهِ ﷺ💚 هُوَ الْأَكْمَلُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٦٢ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع لا يجوز للغاسل أو لغيره مس شيء من عورة المغسول ولا النظر إليها. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📕🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
(Apabila ditanyakan) : apa pegangan Imam Syafi'iy dan Sahabat - sahabatnya dalam masalah *DIANJURKANNYA* memandikan mayyit didalam gamis/pakaiannya, yang dipegang oleh beliau dan sahabat-sahabatnya adalah hadits 'Aisyah yang telah disebutkan, dan itu *DIKHUSUSKAN* bagi Nabi ﷺ🖤, dan dalilnya : bahwasannya dalam kitab sunan Abi Dawud pada kasus ini : para sahabat berkata : " apakah kami harus melepas pakaiannya, seperti kami melepas pakaian orang-orang mati kami?"
*_Maka hal ini memberikan isyarat bahwasannya adat kebiasaan mereka ketika memandikan mayyit adalah melepas pakaian orang-orang mati mereka._*
(Maka jawabannya) : yakni perkara yang dengan perkara tersebut para sahabat (Syafi'iyyah) memberikan jawaban : " bahwasannya perkara yang tetap adanya menjadi *SUNNAH* dalam haknya Rasulullah ﷺ💓, maka juga *SUNNAH* didalam hak selain beliau hingga (Sunnah ikut melakukan) perkara yang tetap sebagai takhshish (pengkhususan), dan perkara yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ❤, itu dipandang lebih sempurna. Wallahu a'lam.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 162 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Far'un La Yajuzu Lilghashil Au Lighairihi Massu Syai'in Min 'Aurati Al Maghsuul Wa La An Nadzru Ìlaiha. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.*
*📘✍• قال الإمام البهوتي رحمه الله تعالى في كتابه كشاف القناع على متن الإقناع :*
( ثُمَّ جَرَّدَهُ مِنْ ثِيَابِهِ نَدْبًا ) لِأَنَّ ذَلِكَ أَمْكَنُ فِي تَغْسِيلِهِ ، وَأَبْلَغُ فِي تَطْهِيرِهِ وَأَشْبَهُ بِغُسْلِ الْحَيِّ وَأَصْوَنُ لَهُ مِنْ التَّنْجِيسِ إذْ يُحْتَمَل خُرُوجُهَا مِنْهُ وَلِفِعْلِ الصَّحَابَةِ بِدَلِيلِ قَوْلِهِمْ " لَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ النَّبِيَّ ﷺ💙 كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا ". انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ٩١ / كتاب الجنائز / فصل في غسل الميت وما يتعلق به / فصل ستر عورة الميت عند غسله. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📙🌴• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' " mengatakan :*
" Kemudian *DISUNNAHKAN MELEPAS BAJUNYA,* karena hal itu lebih memungkinkan dalam memandikannya. Dan lebih bagus dalam kebersihannya. Seperti mandinya orang yang masih hidup. Lebih terjaga dari terkena najis, karena ada kemungkinan keluar (najis) darinya. Dikarenakan prilaku para shahabat dengan dalil ungkapan mereka ‘Kami tidak tahu, apakah kita melepas (pakaian) Nabi ﷺ❤ sebagaimana kita lepaskan (pakaian) mayat-mayat kita.”
{Lihat Kitab Kasyaful Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 91 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti Wa Ma Yata'alaqu Bihi / Fashl Sitru 'Aurati Al Mayyiti 'Ìnda Ghuslihi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*2• ✍ Wajib Menutup Aurat Mayyit.*
Hal ini dijelaskan dalam keumuman hadits Sayyidina Abu Sa'iid Al Khudriy radliyyAllahu 'anhu, dan menurut Ijma'/kesepakatan ulama' tentang wajibnya menutup aurat mayyit dan keharaman melihatnya ketika mayyit dimandikan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ أَخْبَرَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ❤:
*« لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ».*
{رواه الترمذي / كتاب الأدب / باب في كراهية مباشرة الرجال الرجال والمرأة المرأة / رقم الحديث : ٢٧٩٣. وقَالَ أَبُو عِيسَى : *_هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ}._*
Telah menceritakan kepada kami : Abdullah bin Abu Ziyad. Telah menceritakan kepada kami : Zaid bin Hubab. Telah menceritakan kepada kami : Adl Dlahhak bin Utsman. Telah mengabarkan kepadaku : Zaid bin Aslam. Dari 'Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri. Dari Ayahnya, beliau berkata; Rasulullah ﷺ💚 bersabda:
*_"Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya."_*
{HR. Tirmidzi / Kitabu Al Adabi / Babu Fi Karahiyyati Mubaasyarati Ar Rijaali Ar Rijaala Wa Al Mar'ati Al Mar'ata / No. 2793. Dan Abu Isa (At Tirmidzi) berkata; *_Hadits ini Hasan Gharib Shahih_*}.
*✍• Dan Dalam Hal Ini Ada Sebuah Hadits Yang Senada Diriwayatkan :*
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَهْلٍ الرَّمْلِيُّ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أُخْبِرْتُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*« لَا تَكْشِفْ فَخِذَكَ وَلَا تَنْظُرْ إِلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلَا مَيِّتٍ »*.
{رواه ابو داود / كتاب الحمام / باب النهي عن التعري / باب ما جاء في التعري / رقم الحديث : ٤٠١٥. وقَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ نَكَارَةٌ}.
Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Sahl Ar Ramli. Telah menceritakan kepada kami Hajjaj. Dari Ibnu Juraij, ia berkata; aku mendapat kabar : Dari Habib bin Abu Tsabit. Dari 'Ashim bin Dlamrah. Dari 'Aliy radliyyAllahu 'anhu, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💜 bersabda:
*_"Janganlah engkau buka pahamu, dan jangan engkau melihat kepada paha orang yang hidup maupun yang mati!"_*
{HR. Abu Dawud / Kitabu Al Hammam / Babu An Nahyi 'An At Ta'ariy / Babu Ma Ja'a Fi At Ta'ariy / No. 4015. Dan Abu Daud berkata : *_"Dalam hadits ini terdapat sesuatu yang diingkari."_*}.
*1⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*📘🎙• قال العلَّامة الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه "بدائع الصنائع" :*
(فَصْلٌ) :
وَأَمَّا بَيَانُ كَيْفِيَّةِ الْغُسْلِ فَنَقُولُ: يُجَرَّدُ الْمَيِّتُ إذَا أُرِيدَ غُسْلُهُ عِنْدَنَا، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - لَا يُجَرَّدُ بَلْ يُغَسَّلُ وَعَلَيْهِ ثَوْبُهُ اسْتِدْلَالًا بِغُسْلِ النَّبِيِّ -
ﷺ💙 - حَيْثُ غُسِّلَ فِي قَمِيصِهِ، وَلَنَا أَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ الْغُسْلِ هُوَ التَّطْهِيرُ وَمَعْنَى التَّطْهِيرِ لَا يَحْصُلُ بِالْغُسْلِ وَعَلَيْهِ الثَّوْبُ لِتَنَجُّسِ الثَّوْبِ بِالْغُسَالَاتِ الَّتِي تَنَجَّسَتْ بِمَا عَلَيْهِ مِنْ النَّجَاسَاتِ الْحَقِيقِيَّةِ، وَتَعَذُّرُ عَصْرِهِ أَوْ حُصُولِهِ بِالتَّجْرِيدِ أَبْلَغُ فَكَانَ أَوْلَى. اهـ.
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ١ ص ٣٠٠ / فَصْلٌ بَيَانُ كَيْفِيَّةِ الْغُسْلِ لِلْمَيِّتِ. ط. دار الكتب العلمية. للعلامة الكاساني الحنفي}.
*💾🌴• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
(Pasal) : Adapun tatacara memandikan mayyit kami katakan :
*"MAYYIT DITELANJANGI* ketika hendak dimandikan menurut pendapat kami. Dan Imam Syafi'iy - rahimahullahu ta'ala - berkata : *" MAYYIT TIDAK DITELANJANGI* akan tetapi ia dimandikan bersama pakaiannya - karena mengambil dalil - dengan prosesi pemandian Nabi ﷺ❤ sebagaimana beliau dimandikan bersamaan dengan gamis/pakaiannya. Dan tujuan mandi menurut kami adalah bersuci, dan makna bersuci tidak bisa didapatkan dengan mandi dan ada (menempel) padanya pakaian yang terkena najis disebabkan dengan beberapa basuhan yang menyebabkan najis, disebåbkan perkara-perkara najis yang nyata (pada pakaian yang sebelumya melekat pada badan mayyit). Dan alasan untuk menghilangkannya atau dihasilkannya kesucian dengan cara mayyit ditelanjangi itu cara yang *LEBIH MAXIMAL DAN LEBIH UTAMA*.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 1 hal 300 / Fashlun Bayaanu Kaifiyyati Al Ghusli Liayyyiti. Karya Imam Al Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📒🍒• وقال العلَّامة برهان الدين الحنفي رحمه الله تعالى , المتوفي : ٦١٦ هـ في كتابه "المحيط البرهاني في الفقه النعماني ":*
[فقد اجتمعت الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين أن السنّة في سائر الموتى التجريد، والمعنى فيه، وهو أنَّ هذا غسل واجب، فلا يقام مع الثياب؛ اعتبارًا بحالة الحياة، وهذا لأنَّ المقصود من الغسل هو التطهر، والتطهير لا يحصل إذا غسل مع ثيابه؛ لأن الثوب متى تنجس الغسالة تتنجس يديه ثانيًا بنجاسة الثوب، فلا يفيد الغسل، فيجب التجريد..
أصلنا بين أمرين: بين أن نغسله في ثيابه حتى لا يطلع على عورته غيره، وبين أن يجرده فيقع الاحتراز عن نجاسة تصيبه من الثوب، والتجريد أولى؛ لأن صيانته عن النجاسة فرض، واطلاع الغاسل على عورة الميت مكروه. فكان مراعاة التطهير وأنه فرض: أولى من مراعاة الاطلاع على عورة الميت وأنه مكروه] اهـ.
{انظر كتاب المحيط البرهاني في الفقه النعماني : ج ٢ ص ٢٥٤ - ٢٥٥. ط. دار الكتب العلمية. للإمام محمود بن أحمد بن عبد العزيز بن مازة البخاري أبو المعالي الحنفي}.
*📓✍• Imam Burhanuddin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Muhith Al Burhaniy Fi Fiqhi An Nu'maani " berkata :*
Sesungguhnya para sahabat ridlwanullaahi 'alaihim ajma'in sepakat bahwasannya *KESUNNAHAN* pada sekian banyak orang yang mati yaitu *TAJRIID/DITELANJANGI* arti didalamnya, sesungguhnya ini adalah pemandian yang hukumnya bersifat *WAJIB* yang tidak bisa dilaksanakan besamaan dengan pakaian yang masih dikenakan, karena mengambil gambaran dengan perihalnya semasa masih hidup, dan maksud tujuan dari pemandian ini adalah tathir/bersuci, dan bersuci tidak dapat berhasil ketika mayyit dimandikan bersama pakaian yang masih ia kenakan, karena pakaian ketika menjadikan najis guyuran pemandian, maka kedua tangan mayyit akan terkena najis untuk kedua kalinya sebab najisnya pakaian tersebut, prosesi pemandianya terhitung tidak berfaidah, maka jikalau pemandiannya bisa berfaidah *WAJIB* dengan menelanjangi mayyit.
Landasan asal kami diantara dua perkara : (pertama) memandikan mayyit dalam keadaan masih mengenakan pakaiannya, sampai tidak terlihat auratnya oleh orang lain, (kedua) dengan menelanjanginya, maka akan terjaga dari najis yang mengenainya yang berasal dari pakaiannya, *DAN TAJRID/MENELANJANGI MAYYIT KETIKA HENDAK DIMANDIKAN ADALAH YANG PALING UTAMA* karena menjaga mayyit dari terkena najis adalah *FARDLU HUKUMNYA*, dan menyibak/memperlihatkannya ghasil/orang yang memandikan pada aurat mayyit hukumnya adalah *MAKRUH/DILARANG*.
Maka *MENJAGA KESUCIAN* yang sesungguhnya adalah *FARDLU,* hal itu *LEBIH UTAMA* daripada menjaga dari membuka/memperlihatkan aurat mayyit yang sesungguhnya hukumnya hanyalah *MAKRUH*.
{Lihat Kitab Al Muhith Al Burhaniy Fi Al Fiqhi An Nu'maani : juz 2 hal 254 - 255. Cet. Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Karya Imam Burhanuddin Al Hanafiy}.
*2⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Imam Malik Bin Anas.*
*📘✍• قال الإمام ابن رشد القرطبي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " بداية المجتهد ونهاية المقتصد ":*
هَلْ يُنْزَعُ عَنِ الْمَيِّتِ قَمِيصُهُ إِذَا غُسِّلَ ؟ أَمْ يُغَسَّلُ فِي قَمِيصِهِ ؟
اخْتَلَفُوا فِي ذَلِكَ : فَقَالَ مَالِكٌ : إِذَا غُسِّلَ الْمَيِّتُ تُنْزَعُ ثِيَابُهُ وَتُسْتَرُ عَوْرَتُهُ ، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ : يُغَسَّلُ فِي قَمِيصِهِ .
وَسَبَبُ اخْتِلَافِهِمْ : تَرَدُّدُ غُسْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - فِي قَمِيصِهِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ خَاصًّا بِهِ ، وَبَيْنَ أَنْ يَكُونَ سُنَّةً ،
فَمَنْ رَأَى أَنَّهُ خَاصٌّ بِهِ أَنَّهُ لَا يَحْرُمُ مِنَ النَّظَرِ إِلَى الْمَيِّتِ إِلَّا مَا يَحْرُمُ مِنْهُ وَهُوَ حَيٌّ, قَالَ : يُغَسَّلُ عُرْيَانًا إِلَّا عَوْرَتَهُ فَقَطْ الَّتِي يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا فِي حَالِ الْحَيَاةِ . وَمَنْ رَأَى أَنَّ ذَلِكَ سُنَّةً يَسْتَنِدُ إِلَى بَابِ الْإِجْمَاعِ أَوْ إِلَى الْأَمْرِ الْإِلَهِيِّ ( لِأَنَّهُ رُوِيَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُمْ سَمِعُوا صَوْتًا يَقُولُ لَهُمْ : لَا تَنْزِعُوا الْقَمِيصَ ، وَقَدْ أُلْقِيَ عَلَيْهِمُ النَّوْمُ ) , قَالَ : الْأَفْضَلُ أَنْ يُغَسَّلَ الْمَيِّتُ فِي قَمِيصِهِ .
{انظر كتاب بداية المجتهد ونهاية المقتصد / كتاب أحكام الميت / الباب الثاني في غسل الميت / الفصل الرابع في صفة الغسل. للإمام أبو الوليد محمد بن أحمد بن محمد بن رشد القرطبي المالكي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Rusyd Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid " berkata :*
Apakah dicopot dari mayyit gamis/pakaiannya ketika dimandikan?
Ataukah dimandikan didalam gamisnya?
Ulama' berbeda pendapat dalam permasalahan tersebut. Imam Malik berkata : ketika mayyit dimandikan ditanggalkan gamis/pakaiannya dan ditutupi auratnya, dan Imam Abu Hanifah juga mengatakan dengan pendapat tersebut, sedangkan Imam Syafi'iy berkata : mayyit dimandikan didalam gamis/pakaiannya.
Dan sebab perselisihan mereka : adalah kesimpangsiuran prosesi pemandian jenazah Nabi - 'Alaihishshalaatu wassallamu - didalam gamisnya, antara adanya prosesi tersebut sebagai kekhususan bagi Nabi ataukah hukumnya sebatas sunnah.
Barangsiapa memandang hal tersebut khusus bagi Nabi, maka hal tersebut tidak diharamkan melihat mayyit, kecuali perkara yang diharamkan darinya dikala ia hidup. Ia berkata : mayyit dimandikan dalam keadaan telanjang kecuali auratnya saja yang diharamkan melihatnya pada keadaan ia masih hidup.
Dan orang yang memandang prosesi tersebut hukumnya sunnah, maka ia berpegangan pada bab Ijma'/kesepakatan ulama' atau perintah ketuhanan (karena sesungguhnya hal tersebut telah diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwasannya mereka (para sahabat radliyyAllahu 'anhum) mendengar suara gaib yang berkata kepada mereka : " jangan kalian tanggalkan gamisnya, dan sungguh pada saat peristiwa itu dijatuhkan kepada mereka rasa kantuk". Ia berkata : Dan yang paling utama adalah apabila memandikannya didalam baju kurungnya.
{Lihat Kitab Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid : / Kitabu Ahkamu Al Mayyiti / Al Babu Ats Tsaani Fi Ghusli Al Mayyiti / Al Fashl Ar Rabi' Fi Shifati. Karya Imam Ibnu Rusyd Al Malikiy}.
*📙🎙• وقال الإمَام أبو الوليد الباجي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "المنتقى شرح الموطأ" :*
وَاَلَّذِي ذَهَبَ إلَيْهِ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَجُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّ الْمَيِّتَ يُجَرَّدُ عَنْ قَمِيصِهِ لِلْغُسْلِ وَلَا يُغَسَّلُ عَلَى قَمِيصِهِ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ لَا يُجَرَّدُ الْمَيِّتُ وَيُغَسَّلُ عَلَى قَمِيصِهِ وَالدَّلِيلُ عَلَى مَا ذَهَبَ إلَيْهِ مَالِكٌ أَنَّ مَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً مِنْ الْحَيِّ فَلَيْسَ بِعَوْرَةٍ مِنْ الْمَيِّتِ كَالْوَجْهِ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ جَسَدُ الْمَيِّتِ عَوْرَةً فَلَا مَعْنَى لِسَتْرِهِ بِالْقَمِيصِ؛ لِأَنَّ تَجْرِيدَهُ مِنْهُ أَمْكَنُ لِغُسْلِهِ وَأَبْلُغُ فِي تَنْقِيَتِهِ ,
قَالَ أَشْهَبُ فِي كِتَابِ ابْنِ سَحْنُونٍ، وَإِذَا جُرِّدَ لِلْغُسْلِ لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهِ إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يَلِيه.
وَوَجْهُ ذَلِكَ أَنَّهَا حَالَةٌ لَا يَجُوزُ لِلْحَيِّ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ فِيهَا غَالِبًا إلَّا لِضَرُورَةٍ وَحُسْنُ الزِّيِّ فَلَا يُطَّلَعُ عَلَى الْمَيِّتِ مَا دَامَ عَلَيْهَا إلَّا لِضَرُورَةٍ.
{انظر كتاب المنتقى شرح الموطإ : ج ٢ ص ٢ / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / ط. مطبعة السعادة. للإمام الباجي المالكي}.
*📕🎙• Imam Al Baji Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Muntaqa Syarhu Al Muwatho' Imam Malik " berkata :*
Dan perkara yang dipegang oleh Imam Malik, Abu Hanifah, dan mayoritas Ahli Fiqih bahwasannya mayyit itu ditelanjangi jauh dari gamis/pakaiannya saat untuk dimandikan, dan mayyit jangan dimandikan dalam keadaan masih memakai pakaiannya. Dan Imam Syafi'iy berkata : Mayyit jangan ditelanjangi dan mayyit dimandikan dalam keadaan masih berpakaian, dalilnya apa yang juga dipegang oleh Imam Malik : sesuatu yang bukan aurat dari orang hidup, juga bukan aurat dari orang yang mati, seperti wajah, dan ketika jasad mayyit bukanlah aurat maka tidak ada alasan menutupinya dengan gamis/pakaian, karena sesungguhnya menelanjanginya dari memakai gamis itu lebih mensolidkan untuk memandikannya, dan lebih maximal dalam kebersihannya.
Imam Asyhab berkata dalam kitab Ibnu Sahnun : dan ketika mayyit ditelanjangi untuk dimandikan tidak akan melihat atas mayyit kecuali ghasil/orang yang memandikan dan orang yang membantu disekelilingnya ghasil. Dan jalan tersebut sebenarnya merupakan sebuah perilaku bagi orang hidup yang ia tidak boleh memperlihatkan mayyit dalam perihal tersebut secara umum, kecuali karena keadaan darurat, dan bagusnya pakaiannya, maka tidak boleh diperlihatkan atas mayyit keadaan yang sudah tetap padanya kecuali karena darurat.
{Lihat Kitab Al Muntaqa Syarhu Al Muwatho' Imam Malik : juz 2 hal 2. Cet. Mathba'ah As Sa'adah. Karya Imam Al Baji Al Malikiy}.
*📓✍• وقال العلَّامة شهاب الدين النفراوي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "الفواكه الدواني" :*
[(تتمة): بقي من مستحبات الغسل تجريد الميت من ثيابه التي مات فيها، إلا ساتر عورته] اهـ.
{انظر كتاب الفواكه الدواني : ج ١ ص ٢٨٧. ط. دار الفكر. للإمام شهاب الدين النفراوي المالكي}.
*📓✍• Al 'Alamah Syihabuddin An Nafrawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fawakih Ad Dawaaniy " berkata :*
(Tatimmah/Kesimpulan) : yang tetap dari hal yang mewajibkan mandi yakni menelanjangi mayyit dari pakaiannya, yang ia mati didalamnya, kecuali kain yang dipakai menutup auratnya.
{Lihat Kitab Al Fawakih Ad Dawaaniy : juz 1 hal 287. Cet. Daar Al Fikr. Karya Al 'Alamah Syihabuddin An Nafrawiy Al Malikiy}.
*💾🌴• قال الحافظ ابن عبد البر المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "الاستذكار" :*
قَالَ أَبُو عُمَرَ : السُّنَّةُ الْمُجْتَمَعُ عَلَيْهَا تَحْرِيمُ النَّظَرِ إِلَى عَوْرَةِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ ، وَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ مَيِّتًا كَحُرْمَتِهِ حَيًّا ، وَلَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَغْسِلَ مَيِّتًا إِلَّا وَعَلَيْهِ مَا يَسْتُرُهُ ، فَإِنْ غُسِّلَ فِي قَمِيصٍ فَحَسَنٌ وَسَتْرُهُ كُلُّهُ حَسُنٌ ، وَأَقَلُّ مَا يَلْزَمُ مِنَ السِّتْرِ لَهُ سِتْرُ عَوْرَتِهِ .
{انظر كتاب الإستذكار : ج ٣ ص ٤. ط. دار الكتب العلميه. للإمام الحافظ ابن عبد البر المالكي}.
*📘🌴• Imam Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Istidzkar " berkata :*
Abu 'Umar berkata : *SUNNAH* yang telah disepakati para Ulama', yaitu *DIHARAMKANNYA* melihat aurat orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati, kehormatan orang mu'min yang sudah mati, seperti kehormatannya ketika masih hidup, *DAN TIDAK BOLEH* bagi salah seorangpun apabila memandikan mayyit kecuali ada padanya kain yang bisa menutupi auratnya, maka apabila mayyit dimandikan dalam baju gamisnya maka itu adalah bagus, menutupi seluruh badan mayyit juga bagus, dan paling sedikitnya perkara yang wajib dari perkara yang bisa menutupinya adalah menutupi auratnya.
{Lihat Kitab Al Ìstidzkar : juz 3 hal 4. Cet. Daar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Karya Imam Al Hafidz Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy}.
*📘🍒• وقال القاضي ابن العربي المالكي (وهو القاضي محمد بن عبد الله أبو بكر بن العربي المعافري الاشبيلي المالكي، المتوفى: ٥٤٣ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه "القبس في شرح موطأ مالك بن أنس" :*
[واعلموا، وفَّقكم الله تعالى، أن الميت كله عورة؛ فلذلك يستحب أن يغسل على ثوب، وقد نُهِيَ أصحابُ رسول الله ﷺ❤ عن نزع قميصه حين غُسِّل فيه، وما أحسنَ الاقتداءَ به حيًّا وميتًا] اهـ.
{انظر كتاب المسالِك في شرح مُوَطَّأ مالك : ج ١ ص ٤٣٨. ط. دار الغرب الاسلامي. للإمام القاضي محمد بن عبد الله أبو بكر بن العربي المعافري الاشبيلي المالكي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Al 'Arabiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Qabsu Fi Syarhi Al Muwatho' Malik Bin Anas " berkata :*
Kalian semua ketahuilah, dan semoga Allah ta'ala selalu mencocoki kalian : Bahwasanya mayyit keseluruhannya adalah aurat, oleh karena itu *DIANJURKAN* supaya memandikannya dengan ditutupi kain, sungguh sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ💙 telah *DILARANG* dari menanggalkan baju gamis beliau ketika beliau dimandikan bersamaan didalamnya, *DAN TIDAK ADA YANG LEBIH BAGUS* mengikuti beliau dikala hidup dan dikala sudah mati.
{Lihat Kitab Qabsu Fi Syarhi Al Muwatho' Malik Bin Anas : juz 1 hal 438. Cet. Daar Al Gharbi Al Islamiy. Karya Imam Ibnu Al 'Arabiy Al Malikiy}.
*📕✍• وقال القاضي عياض المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " إكمال المعلم بفوائد مسلم ":*
[وفي أمره بغسله في القميص ونهيهم عن نزعه عنه عليه وآله الصلاة والسلام: ما يُستدل به على ستر جسد الميت، واستحب العلماء أن يُغسَل تحت ثوبٍ لتغيّر جَسَدِه بالمرض، وأنه كان في حياته يكره على أن يُطَّلَع على ذلك منه بتلك الصفة] اهـ.
{انظر كتاب إكمال المعلم بفوائد مسلم : ج ٣ ص ٣٩٧. طبعة دار الوفاء. للإمام القاضي عياض المالكي}.
*📘🌴• Imam Al Qadli 'Ìyadl Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ìkmaalu Al Mu'allim Bifawaa'idi Muslim ":*
Dan dalam perkara Nabi berkaitan dengan prosesi memandikan jenazah beliau didalam baju gamis beliau dan larangan para sahabat menanggalkannya dari Nabi Wa Alihi Ash Shalaatu Wassallamau, tidak bisa dibuat dalil dari kasus menutupi jasad mayyit, dan para ulama' lebih menganjurkan supaya mayyit dimandikan dibawah kain karena perubahan jasadnya disebabkan sakit, dan hal tersebut ada dalam hidupanya yang ia tidak suka apabila semua itu diperlihatkan darinya dengan sifat tersebut.
{Lihat Kitab Ìkmaalu Al Mu'llim Bifawaa'idi Muslim : juz 3 hal 397. Cet. Daar Al Wafaa'. Karya Imam Qadli 'Ìyaadl Al Malikiy}.
*📒🌴• وقال الإمام زروق المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "شرحه على الرسالة" :*
[المازري: واستحب سحنون ستر صدره. ابن العربي: كله عورة فلا يجرد. عياض: واستحب العلماء غسله تحت ثوب إذا تغير بالمرض إذا كان يكره أن يطلع عليه وهو بتلك الصفة. الباجي: عن أشهب ستر وجهه وصدره، واستحب سحنون في نحيل الجسم ستر صدره، واختاره اللخمي بهذا القيد] اهـ.
{انظر كتاب شرح على الرسالة : ج ١ ص ٤٠٨. طبعة دار الكتب العلمية. للإمام زروق المالكي}.
*📕🌴• Imam Zaruq Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Asy Syarhu 'Ala Ar Risalah " berkata :*
[Al Maaziriy] : Imam Sahnun menganjurkan menutupi dadanya. Ibnu 'Arabiy : semua badannya adalah aurat, maka tidak boleh menanggalkan pakaiannya. Qadli 'Ìyadl : ulama' menganjurkan agar memandikannya dibawah kain ketika keadaannya telah berubah sebab sakit, ketika mayyit tidak suka jikalau memperlihatkannya dan ia dengan keadaan seperti itu. Al Baajiy : dari Asyhab : ditutupi wajah dan dadanya, dan Sahnun menganjurkan dalam keadaan kurus jasadnya agar ditutupi dadanya dan Imam Al Lakhmiy memilihnya dengan qayyid/batasan ini.
{Lihat Kitab Syarhu 'Ala Ar Risalah : juz 1 hal 408. Cet. Daar Al Kutub Al 'Ìlmiyyah. Karya Imam Zaruuq Al Malikiy}.
⤵ 7/ VII
*2⃣7⃣• Menyediakan Seutas Kain/Tali Halus Untuk Mengikat Rahang Mayyit Jika Diperlukan.*
Dalil masalah ini (mengikat dagu mayyit) adalah dalil nzhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah, yaitu *```agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain.*```
وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ، أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ، يَقُولُ: أَرْخَصَ النَّبِيُّ ﷺ💞 فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ لِبَنِي عَمْرٍو ,
قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ: وَسَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُولُ:
لَدَغَتْ رَجُلًا مِنَّا عَقْرَبٌ، وَنَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ💜, فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرْقِي؟ قَالَ:
*_«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»_*
{رواه مسلم / ٣٩ - كتاب السلام / ٢١ - باب استحباب الرقية من العين والنملة والحمة والنظرة / رقم الحديث : ٢١٩٩}.
Dan telah menceritakan kepadaku : Muhammad bin Hatim; Telah menceritakan kepada kami : Rauh bin ‘Ubadah; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij; Telah mengabarkan kepadaku Abu Az Zubair bahwa dia telah mendengar Jabir bin ‘Abdillah berkata;
Rasulullah ﷺ💖 membolehkan bagi Bani ‘Amru untuk meruqyah dari gigitan ular.
Kemudian Abu Az Zubair berkata; Dan aku mendengar Jabir bin ‘Abdillah berkata; Seekor kalajengking menggigit seseorang di antara kami, saat itu kami sedang duduk – duduk bersama Nabi ﷺ💚.
Lalu orang itu berkata; Wahai Rosulullah, ruqyahlah saya!
Kemudian beliau bersabda:
*Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka lakukanlah!.*
{HR. Muslim / 39 - Kitabu As Salaami / 21 - Babu Istihbaabi Ar Ruqyati Mi Al 'Aini Wa An Namlati Wa Al Hummah Wa An Nadzrah / No. 2199}.
*1⃣• DIANGGAP BAIK Menahan/Mengikat Dagu Mayyit Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*📕🎙• قال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار " :*
( وإذا مات تشد لحياه وتغمض عيناه ) تحسينا له ،
( قَوْلُهُ لَحْيَاهُ ) تَثْنِيَةُ لَحْيٍ بِفَتْحِ اللَّامِ فِيهِمَا ، وَهُوَ مَنْبَتُ اللِّحْيَةِ أَوْ الْعَظْمُ الَّذِي عَلَيْهِ الْأَسْنَانُ بَحْرٌ ( قَوْلُهُ تَحْسِينًا لَهُ ) إذْ لَوْ تُرِكَ فَظُعَ مَنْظَرُهُ وَلِئَلَّا يَدْخُلَ فَاهُ الْهَوَامُّ وَالْمَاءُ عِنْدَ غُسْلِهِ إمْدَادٌ
{انظر كتاب رد المحتار على الدر المختار / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي}.
*📓🍒• Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar " berkata :*
(Ketika ia mati diikat dua rahangnya dan dipejamkan kedua matanya) karena untuk kebaikkannya,
(Ungkapan pengarang : Lihyaahu tatsniyyahnya Lahyi, dengan huruf lam yang difathah pada keduanya) adalah tempat tumbuhnya jenggot atau tulang yang gigi - gigi tumbuh diatasnya (rahang),
(Ungkapan pengarang : tahsiinan lahu/berbuat baik kepada mayyit dengan mengikat dagunya) adalah mengedepankan pertolongan, karena apabila ditinggalkan akan sangat jelek pandangan orang kepada mayyit, dan bertujuan supaya serangga dan air tidak memasuki mulutnya saat dimandikan.
{Lihat Kitab Raddu Al Muhtaar 'Ala Ad Durri Al Mukhtaar / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Shalaati Al Janazati. Karya Al 'Alamah Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*2⃣• DIANJURKAN Mengikat Dagu Mayyit Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.*
*📘🎙• قال الإمام النفراوي المالكي (وهو شهاب الدين النفراوي (١٠٤٤ هـ - ١١٢٦ هـ ١٦٣٤ م - ١٧١٤ م) أحمد بن غانم (أو غنيم) بن سالم ابن مهنا، شهاب الدين النفراوي الأزهري المالكي), رحمه الله تعالى في كتابه " شرح الرسالة النورية " المسمى " الفواكه الدواني على رسالة ابن أبي زيد القيرواني " :*
وٙيُسْتَحَبُّ شَدُّ لَحْيَيْهِ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبِطُهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ لِيَنْطَبِقَ فَاهُ ،
{انظر كتاب
الكتاب: شرح الرسالة النورية : ج ٣ ص ٢٧٩. للإمام النفراوي الأزهري المالكي}.
*📘✍ • Imam Syihabuddin An Nafrawiy Al Azhariy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Syarhu Ar Risalah An Nuriyyah " / " Al Fawakih Ad Dawaaniy " berkata :*
*DIANJURKAN* menahan dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, supaya bisa mengatupkan mulutnya.
{Lihat Kitab Syarhu Ar Risalah An Nuriyyah yang disebut Kitab Al Fawakih Ad Dawaaniy : juz 3 hal 279. Karya Imam Syihabuddin An Nafrawiy Al Azhariy Al Malikiy}.
*💾✍• وذكر في كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر خليل. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي، رحمه الله تعالى :*
وَاسْتَحَبَّ بَعْضُ النَّاسِ أَنْ يُفْعَلَ بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ سَبْعَةُ أَشْيَاءَ : إغْمَاضُ عَيْنَيْهِ ، *وَشَدُّ لَحْيَيْه*ِ ، وَتَلْيِينُ مَفَاصِلِهِ ، وَتَجْرِيدُهُ مِنْ ثِيَابِهِ ، وَوَضْعُهُ عَلَى لَوْحٍ أَوْ سَرِيرٍ ، وَتَثْقِيلُ بَطْنِهِ ، وَتَسْجِيَتُهُ بِثَوْبٍ .
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الجنائز / مسائل متعلقة بالغسل والدفن والصلاة / فرع كيفية الغسل. للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي. طبعة دار الفكر. سنة النشر: ١٤١٢هـ/ ١٩٩٢م}.
*💾🎤• Disebutkan didalam Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil karya Imam Muhammad bin Muhammad bin 'Abdurrahman (Imam Al Hathab) Malikiy rahimahullahu ta'ala :*
Sebagian manusia *MENGANJURKAN* supaya memperlakukan mayyit setelah kematiannya dengan tujuh perkara : 1).Memejamkan kedua mata mayyit, *2).MENAHAN/MENGIKAT DAGU SIMAYYIT,* 3).melemaskan persendian - persendiannya, 4).melepaskan mayyit dari pakaiannya, 5). meletakkannya di atas meja atau tempat tidur, 6). membebani perut mayyit, dan 7). menyelimutinya dengan kain.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil / Kitabu Al Jana'izi / Masailu Muta'aliqatu Bilghusli Waddafni Washshalati. Karya Imam Al Hathab Al Malikiy}.
*📓✍• قال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في حاشيته على الشرح الكبير :*
(قَوْلُهُ شَرْطٌ فِي الْأَمْرَيْنِ) وَهُمَا تَغْمِيضُهُ وَشَدُّ لَحْيَيْهِ فَيُكْرَهُ فِعْلُ شَيْءٍ مِنْهُمَا قَبْلَ خُرُوجِ رُوحِهِ لِئَلَّا يُفْزِعَهُ.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / المندوبات المتعلقة بالمحتضر والميت. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📘🌴• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitab Hasyiyyahnya 'Ala Syarhi Al Kabir berkata :*
(Ungkapan pengarang : ada persyaratannya didalam dua perkara tersebut) : keduanya yaitu menutup mata mayyit dan mengikat kedua rahang mayyit *DIMAKRUHKAN/DILARANG* melakukan sesuatu dari keduanya sebelum ruh betul-betul keluar dari raga mayyit supaya tidak terkesan meneror/membuatnya panik.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz hal / Babu Fi Bayani Auqati Ash Shalati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkami / Fashl Ahkamu Al Mauta / Al Mandubaatu Al Muta'alliqatu Bi Al Mukhtadlori Wa Al Mayyiti. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• DIANJURKAN PERTAMA KALI YANG DILAKUKAN KERABAT/TEMAN DIHADAPAN MAYYIT Adalah Memejamkan Mata Dan Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*📓🌹• قال الإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن إدريس الشافعي رحمهما الله تعالى في كتابه " مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) للإمام المزاني (وهو إسماعيل بن يحيى بن إسماعيل، أبو إبراهيم المزني، المتوفى: ٢٦٤ هـ) :*
(قَالَ الشَّافِعِيُّ) : أَوَّلُ مَا يَبْدَأُ بِهِ أَوْلِيَاءُ الْمَيِّتِ أَنْ يَتَوَلَّى أَرْفَقُهُمْ بِهِ إغْمَاضَ عَيْنَيْهِ بِأَسْهَلَ مَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ ، وَأَنْ يَشُدَّ لَحْيَهُ الْأَسْفَلَ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبِطَهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ لِئَلَّا يَسْتَرْخِيَ لَحْيُهُ الْأَسْفَلُ فَيَنْفَتِحَ فُوهُ فَلَا يَنْطَبِقُ
{انظر كتاب الكتاب: مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) : ج ٨ ص ١٢٩ / كتاب الجنائز / باب إغماض الميت. للإمام المزني صاحب الامام الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Muzaniy sahabat Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy rahimahumallahu ta'ala dalam Kitabnya " Mukhtashar Al Muzaniy " (yang dicetak bergandengan dengan kitab) "Al Umm " karya Imam Syafi'iy berkata :*
(Asy Syafi'iy berkata) : perkara yang pertama kali dilakukan oleh kerabat/teman mayyit agar melimpahkan tugas kepada mereka yang paling mengasihi kepada mayyit untuk memejamkan kedua mata mayyit dengan sesuatu yang paling mudah yang bisa ia lakukan atas diri mayyit, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, supaya tidak kendor rahang bagian bawahnya, lantas mulutnya bisa terbuka dan tidak menutup.
{Lihat Kitab Mukhtashar Al Muzaniy Yang Dicetak Bergandengan (dengan) kitab Al Umm karya Imam Syafi'iy : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ìghmaadlu Al Mayyiti. Karya Imam Muzaniy Sahabat Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy}.
*📕🌹• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " روضة الطالبين وعمدة المفتين ":*
وَيُسْتَحَبُّ لِمَنْ عِنْدَهُ ، تَحْسِينُ ظَنِّهِ وَتَطْمِيعُهُ فِي رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى . فَإِذَا مَاتَ غُمِّضَتْ عَيْنَاهُ ، وَشُدَّ لَحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ ، وَيَرْبُطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ ،
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ١ ص ٦١١ / كتاب الجنائز / فصل في ذكر الموت وآداب المحتضر. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🍒• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin " berkata :*
*DAN DIANJURKAN* bagi orang-orang yang berada didekat orang yang sekarat, berprasangka baik kepadanya dan berkeinginan besar terhadapnya agar selalu dalam rahmat Allah ta'ala.
Maka ketika ia (benar-benar) sudah mati dipejamkan kedua matanya, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit,
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin : juz 1 hal 611 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Dzikri Al Mauti Wa Adaabi Al Mukhtadlori. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
أَمَّا الأَحْكَامُ: فَقَال الأَصْحَابُ:
يُسْتَحَبُّ إذَا مَاتَ أَنْ يُغَمَّضَ عَيْنَاهُ وَتُشَدَّ لحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ تَجْمَعُهُمَا، ثُمَّ يَرْبِطَ فَوْقَ رَأْسِهِ،
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٧٩ / كتاب الجنائز / تغميض عيني الميت. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓💥• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Adapun hukum-hukumnya : berkata Ashaab (Syafi'iyyah) :
*DIANJURKAN* ketika orang yang sekarat sudah (benar-benar) meninggal agar ditutup kedua matanya, dan *DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit,
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 79 / Kitabu Al Jana'izi / Taghmidlu 'Ainiyyi Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*💾🌴• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَشُدَّ لَحْيَاهُ بِعِصَابَةٍ ) عَرِيضَةٍ تَعُمُّهُمَا وَيَرْبِطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ لِئَلَّا يَبْقَى فَمُهُ مَفْتُوحًا فَيَدْخُلَ فِيهِ الْهَوَامُّ.
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*📙🌴• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " :*
*"(DIANJURKAN* agar menahan/mengikat dua rahangnya dengan ikatan) memanjang dari atas kepala mayyit, supaya mulutnya tidak terus terbuka, lantas serangga bisa memasuki mulutnya."
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 1 hal 395 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام الماوردي (وهو أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي), رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير " :*
وَالثَّانِي : أَنْ يُطَبِّقَ فَاهُ وَيَشُدَّ لَحْيَهُ الْأَسْفَلَ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ وَيَرْبُطَهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ ؛ لِأَنْ لَا يَفْتَحَ فَاهُ فَيَقْبُحَ فِي عَيْنِ النَّاظِرِ إِلَيْهِ ، وَلِأَنْ لَا يَلِجَ فِيهِ شَيْءٌ مِنَ الْهَوَامِ .
{انظر كتاب كتاب الحاوي الكبير : ج ٣ ص ٣ / كتاب الجنائز / باب إغماض الميت. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*💾🎙• Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawiy Al Kabir " berkata :*
Dan kedua : agar menutup mulutnya dan mengikat rahangnya bagian bawah dengan tali yang memanjang dan diikatkan diatas kepalanya, supaya mulutnya tidak terbuka, lantas terkesan buruk dimata orang yang memandangnya, dan supaya serangga tidak masuk kedalam mulutnya.
{Lihat Kitab Al Hawiy Al Kabir : juz 3 hal 3 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ìghmaadli Al Mayyiti. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• DIANJURKAN Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.*
*📓✍• وقال الإمام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :,*
وَيُسْتَحَبُّ شَدُّ لَحْيَيْهِ بِعِصَابَةٍ عَرِيضَةٍ ، يَرْبُطُهَا مِنْ فَوْقِ رَأْسِهِ ; لِأَنَّ الْمَيِّتَ إذَا كَانَ مَفْتُوحَ الْعَيْنَيْنِ وَالْفَمِ ، فَلَمْ يُغَمَّضْ حَتَّى يَبْرُدَ ، بَقِيَ مَفْتُوحًا ، فَيَقْبُحُ مَنْظَرُهُ ، وَلَا يُؤْمَنُ دُخُولُ الْهَوَامِّ فِيهِ ، وَالْمَاءِ فِي وَقْتِ غُسْلِهِ .
{انظر كتاب المغني : ج ٤ ص ٣٣٦ / كتاب الجنائز / مسألة التوجيه إلى القبلة للمريض مرض الموت. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
*DIANJURKAN* menahan dua rahangnya dengan ikatan memanjang dari atas kepala mayyit, karena sesungguhnya mayyit jika dibiarkan terbuka dua mata dan mulutnya tanpa ditutup sampai ia menjadi dingin, dia akan terus berada dalam keadaan terbuka dan ini akan menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain. Dan ia tidak aman dari dimasuki serangga, dan dimasuki air pada waktu memandikannya.”
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 3 hal 336 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alatu At Taujiihi Ìla Al Qiblati Li Al Mariidli Maradla Al Maut. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📓✍• قال الإمام البهوتي الحنبلي (وهو منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى، المتوفى : ١٠٥١ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " شرح منتهى الإرادات = دقائق أولي النهى لشرح المنتهى " :*
( وَ ) يُسَنُّ ( شَدُّ لَحْيَيْهِ ) بِعِصَابَةٍ أَوْ نَحْوِهَا تَجْمَعُ لَحْيَيْهِ ، وَيَرْبِطُهَا فَوْقَ رَأْسِهِ ، لِئَلَّا يَبْقَى فَمُهُ مَفْتُوحًا فَتَدْخُلَهُ الْهَوَامُّ ،
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات : ج ٢ ص ٣٧٦ / كتاب الجنائز. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📙🌹• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (yang dinamakan) Syarhu Muntaha Al Ìradaat " berkata :*
Dan *DISUNNAHKAN* mengikat kedua rahang mayyit dengan ikatan atau semacamnya yang bisa mengumpulkan kedua rahangnya, memanjang dan diikat bertumpu diatas kepala mayyit, supaya mulutnya tidak terbuka, dan serangga masuk kedalam melalui mulutnya.
{Lihat Kitab Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha (yang dinamakan) Syarhu Muntaha Al Ìradaat : juz 2 hal 376 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🍒• قال الإمام ابن مفلح الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الفروع " :*
وإذا مات استحب أن يغمضه ( و ) للخبر ، لئلا يقبح منظره ، وقول " بسم الله وعلى وفاة رسول الله " نص عليه ، ويغمض الرجل ذات محرم وتغمضه ،
قال أحمد : يكره أن يغمضه جنب أو حائض أو يقرباه ويشد لحييه ، ويلين مفاصله ، وينزع ثيابه ، ويسجيه بثوب
( و ) ويجعل على بطنه حديدة أو طينا ونحوه قال ابن عقيل : وهذا لا يتصور إلا وهو على ظهره ، قال : فيجعل تحت رأسه شيء عال ليحصل مستقبلا بوجهه القبلة .
{انظر كتاب الفروع : ج ٣ ص ٢٧١ - ٢٧٢ / كتاب الجنائز / فصل ما يفعل بالمحتضر. للإمام ابن مفلح الحنبلي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' " berkata :*
Dan ketika orang yang sekarat *DIANJURKAN* supaya memejamkan matanya, dan berdasarkan hadits, supaya tidak terlihat buruk pemandangan wajahnya ketika dilihat orang lain. Dan ketika memejamkan mata mayyit *DIANJUKAN BERDOA :*
Bismillah Wa 'Ala Wafati Rasulillah (dengan menyebut nama Allah dan atas wafatnya Rasulullah)
Itu adalah teks doa atasnya, seorang laki-laki *DIANJURKAN* memejamkan mata mayyit perempuan yang mempunyai hubungan mahram/saudara, dan siperempuan *DIANJURKAN* memejamkan mayyit laki-laki saudaranya.
Imam Ahmad berkata : *DIMAKRUHKAN/ DILARANG* apabila orang yang junub (hadats besar) atau haidl memejamkan kedua mata mayyit, atau keduanya dilarang mendekatinya, makruh mengikat kedua rahangnya, melemaskan sendi-sendinya, melepas pakaiannya, dan menyelimuti mayyit.
Dan *DIANJURKAN* meletakkan besi diatas perut mayyit atau tanah liat dan semacamnya. Ibnu 'Aqil berkata : dan ini tidak digambarkan kecuali posisi simayyit berbaring diatas punggungnya. Ia berkata : lantas ditaruh sesuatu yang tinggi dibawah kepala mayyit supaya dihasilkan wajah mayyit menghadap kiblat.
{Lihat Kitab Al Furuu' : juz 3 hal 271-272 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Ma Yuf'alu Bi Al Mukhtadlori. Karya Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام ابو اسحاق برهان الدين ابن مفلح الحنبلي (وهو إبراهيم بن محمد بن عبد الله بن محمد ابن مفلح، أبو إسحاق، برهان الدين (المتوفى: ٨٨٤ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " المبدع في شرح المقنع ":*
( وَشَدَّ لِحْيَيْهِ ) لِئَلَّا يَدْخُلَهُ الْهَوَامُّ أَوِ الْمَاءُ فِي وَقْتِ غُسْلِهِ
{انظر كتاب المبدع في شرح المقنع : ج ٢ ص ٢٢٠ / كتاب الجنائز / ما يسن فعله إذا نزل به الموت. للإمام أبو إسحاق برهان الدين بن مفلح الحنبلي}.
*🌴🍒• Imam Abu Ishaq Burhanuddin Ibnu Muflih rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mubdi' Fi Syarhi Al Muqni' " berkata :*
Dan mengikat kedua rahang mayyit supaya serangga atau air tidak memasukinya diwaktu memandikannya.
{Lihat Kitab Al Mubdi' Fi Syarhi Al Muqni' : juz 2 hal 220 / Kitabu Al Jana'izi / Ma Yusannu Fi'luhu Ìdzaa Nazala Bihi Al Mauti. Karya Abu Ishaq Burhanuddin Ibnu Muflih Al Hanbaliy}.
*👉• ADAPUN TATA CARANYA adalah mengikatnya dengan kain yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan dengan bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.*
*👉• Dan sebaliknya jikalau sesuatu keluar dari tubuh mayyit seperti darah dan semacamnya boleh disumbat dengan kapas.*
*📕🌴• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع على متن الإقناع " :*
( وَإِنْ خِيفَ خُرُوجُ شَيْءٍ ) كَدَمٍ ( مِنْ مَنَافِذِ وَجْهِهِ ) كَفَمِهِ وَأَنْفِهِ ( فَلَا بَأْسَ أَنْ يُحْشَى بِقُطْنٍ ) دَفْعًا لِتِلْكَ الْمَفْسَدَةِ . انتهى.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ١١٢ / كتاب الجنائز للإمام منصور بن يونس البهوتي}.
*📓🍒• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' :*
Dan jika dikawatirkan sesuatu seperti darah dari lubang-lubang diwajahnya seperti lubang mulut dan hidungnya *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN* apabila menyumbatnya dengan kapas karena untuk menanggulangi kerusakkan tersebut.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 112 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• *TIDAK ADA DALILNYA Mengikat Kedua Rahang Mayyit Menurut Harakah Wahhabiy.*
*💾💥• سئل محمد بن صالح العثيمين :*
هل ورد دليل على أنه يسن إذا مات الإنسان أن يشد لحياه، وتلين مفاصله، وتغمض عيناه وتوضع حديدة على بطنه؟
فأجاب بقوله:
شد لحيي الميت وتليين مفاصله لم يرد فيه دليل، وإنما ذكره الفقهاء رحمهم الله لأن في شد اللحيين حفظ الميت من بقاء فمه مفتوحا، ودرءا عن تشويه وجهه، وتليين المفاصل ليسهل غسله وتكفينه.
{انظر مجموع فتاوى ورسائل العثيمين : ج ١٧ ص ٧٥. للعثيمين الوهابي}.
*📒🌴• Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy ditanya :*
Soal : Apakah ada dalilnya ketika seseorang mati *SUNNAH* diikat kedua rahangnya, melemaskan persendiannya, memejamkan kedua matanya, dan menaruh besi diatas perutnya?
Dijawab : Dengan jawabannya :
“Mengikat kedua rahang mayyit, melemaskan sendi-sendinya tidak didapati dalil didalamnya, namun para fuqahaa' (Pakar Fiqih) rahimahumullaahu yang telah menyebutkan, bahwasannya mengikat kedua rahang mayyit bertujuan agar mulutnya tidak selalu terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain, dan melemaskan persendian-persendiannya agar mudah untuk memandikan dan mengkafaninya."
{Lihat Majmu' Fatawa Wa Rasaa'il Al 'Utsaimin : juz 17 hal 75. Karya Shalih Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*B)• 📿✍ Prosesi Memandikan Mayyit Yang Paling Ringkas Sedikit Lebih Rinci Dan Detail Terperinci.*
*✍• Para ulama menyebutkan ada tiga cara yang bisa dilakukan dalam memandikan mayyit, yakni cara minimal, sedikit lebih rinci, dan cara sempurna.*
*1] 👉• Cara Minimal Memandikan Mayyit :*
Yaitu memandikan jenazah yang sudah memenuhi makna mandi dan cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah.
👉• Secara singkat Syaikh Habib Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan hal tersebut dalam kitabnya Safînatun Najâh :
أٙقٙلُّ الْغُسْلِ تٙعْمِيْمُ بٙدٙنِهِ بِالْمٙاءِ
{انظر كتاب متن سفينة النجاة ما يجب على العبد لمولاه : ص . للشيخ الحبيب سالم بن سمير الحضرمي الشافعي}
*_“Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota badan.”_*
{Lihat Kitab Safînatun Najâh. Cet. Beirut - Darul Minhaj. Th. 2009}.
*📓✍• وجاء في كتاب " المدونة على الفقه المالكي " للإمام مالك بن انس المدني الاصبحي رحمه الله تعالى :*
قَالَ ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ: إذَا غُسِلَ الْمَيِّتُ فَطَهُرَ فَذَلِكَ لَهُ غُسْلٌ وَطُهُورٌ.
قَالَ: وَالنَّاسُ يَغْسِلُونَ الْمَيِّتَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يُجْزِئُ عِنْدَ الْغَسْلَةِ الْوَاحِدَةِ، وَمَا فَوْقَ ذَلِكَ مِمَّا تَيَسَّرَ مِنْ غُسْلٍ فَهُوَ يَكْفِي وَيُجْزِئُ.
قَالَ مَالِكٌ: وَأَحَبُّ إلَيَّ أَنْ يُغَسَّلَ ثَلَاثًا كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💙 :
«ثَلَاثًا وَخَمْسًا بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَيُجْعَلُ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا إنْ تَيَسَّرَ ذَلِكَ».
{هذه رواية ابن وهب . انظر كتاب المدونة : ج ١ ص ٤٦٨ / في غسل الميت. للإمام مالك بن انس المدني الاصبحي}.
*📘🍒• Tersebut dalam kitab " Al Mudawwanah " karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullahu ta'ala :*
Ibnu Wahb berkata : dari Yahya bin Ayyub. Dari Yahya bin Sa'iid, ia berkata ; Ketika mayyit dimandikan maka ia menjadi suci, hal tersebut (dimandikan) sudah mencakup baginya mandi dan bersuci.
Ia (Ibnu Wahb) berkata : umumnya manusia mereka memandikan mayyit tiga kali, sekali dari hitungan itu sudah dianggap mencukupi satu pemandian, dan perkara mudah dari prosesi pemandian yang lebih dari hitungan tersebut sudah dianggap merata dan mencukupi.
Imam Malik berkata : dan aku lebih suka apabila mayyit dimandikan sebanyak 3x, seperti sabda Rasulillaah ﷺ❤ :
((Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara 3x, atau 5x, dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian atau yang sejenis), jikalau hal tersebut memudahkan)).
{Lihat Kitab Al Mudawwanah Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 468 / Fi Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy}.
*💾✍• وجاء في كتاب " الأم " للإمام الشافعي رحمه الله تعالى. قال الشافعي رحمه الله تعالى :*
( قَالَ الشَّافِعِيُّ ) : رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَقَلُّ مَا يُجْزِئُ مِنْ غَسْلِ الْمَيِّتِ الْإِنْقَاءُ كَمَا يَكُونُ أَقَلَّ مَا يُجْزِئُ فِي الْجَنَابَةِ ،
وَأَقَلُّ مَا أُحِبُّ أَنْ يُغَسَّلَ ثَلَاثًا فَإِنْ لَمْ يَبْلُغْ بِإِنْقَائِهِ مَا يُرِيدُ الْغَاسِلُ فَخَمْسٌ فَإِنْ لَمْ يَبْلُغْ مَا يُحِبُّ فَسَبْعٌ ، وَلَا يُغَسِّلُهُ بِشَيْءٍ مِنْ الْمَاءِ إلَّا أَلْقَى فِيهِ كَافُورًا لِلسُّنَّةِ ، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ كَرِهْتُهُ ، وَرَجَوْت أَنْ يُجْزِئَهُ. انتهى .
{انظر كتاب الأم : ج ١ ص ٣٢٠ / كتاب الجنائز / غسل الميت. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🌴• Dan tersebut dalam kitab " Al Umm " karya Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy Al Qarasyiy rahimahullahu ta'ala :*
(Berkata Imam Syafi'iy) rahimahullahu ta'ala :
*SEDIKIT - SEDIKITNYA PERKARA YANG MENCUKUPI DARI MEMANDIKAN MAYYIT* yaitu Ìntiqaa (bêrsih dari kotoran dan najis), seperti perkara yang dianggap mencukupi didalam mandi Janabah (dari hadats besar).
*DAN MINIMAL PERKARA YANG LEBIH AKU SUKAI* apabila mayyit dimandikan sebanyak 3x, jikalau belum sampai membersihkannya maka dimandikan 5x, jikalau juga belum mencapai perkara yang disukai maka mayyit dimandikan 7x, dan jangan sampai memandikan mayyit dengan sesuatu dari air kecuali dituangkan didalamnya kapur (atau sejenisnya pada akhir basuhannya) karena untuk bertujuan mengikuti Sunnah. Apabila tidak melakukan seperti itu aku tidak menyukainya, dan aku akan kembali mengulanginya agar bisa mencukupinya.
{Lihat Kitab Al Umm : juz 1 hal 320 / Kitabu Al Jana'izi / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Imam Muhammad bin Ìdris Asy Syafi'iy Al Qarasyiy}.
*2] 👉• Sedikit Lebih Rinci Memandikan Mayyit :*
*📿✍ • قال الشيخ الحبيب أحمد بن عمر العلوي الحضرمي الشاطري رحمه الله تعالى في كتابه " نيل الرجا بشرح سفينة النجا " :*
أٙقٙلُّ الْغُسْلِ تٙعْمِيْمُ بٙدٙنِهِ بِالْمٙاءِ ( أٙلْمٙعْنٙىٙ) أٙنٌّ أَٙقَلّٙ غُسْلِ الْمٙيِّتِ تَعْمِيمُ جٙمِيْعِ بَدَنِهِ شٙعْرًا وٙبٙشٙرًا بِالْمٙاءِ أٙيْ بَعْدَ إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ الْعٙيْنِيّٙةِ.
{انظر كتاب نيل الرجا بشرح سفينة النجا. للحبيب أحمد بن عمر العلوي الحضرمي الشاطري الشافعي}
*💾🎙• Berkata Syaikh Al Habib Ahmad bin 'Umar Asy Syathiriy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nailu Ar Rajaa' Bisyarhi Safiinati An Najaa ":*
*_“PALING SEDIKIT MEMANDIKAN MAYIT adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota badan (maknanya) sedikitnya memandikan Mayyit itu cukup meratakan keseluruhan badan mayyit baik kulit atau rambutnya dengan air. Artinya semua itu dilakukan setelah menghilangkan najis 'ainiyyahnya (najis yang terlihat kasat mata)._*
{Lihat Kitab Nailu Ar Rajaa' Bisyarhi Safiinati An Najaa. Karya Syaikh Habib Ahmad bin 'Umar Asy Syathiriy Asy Syafi'iy}.
*👉• Secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji :*
... أقل ما يتحقق به معنى الغسل ويرتفع به الإثم، هي: أن يزال ما قد يكون على جسمه من النجاسة، ثم يعمم سائر بدنه بالماء.
{انظر الفقه المنهجي في فقه الامام الشافعي : ج ١ ص ٢٤٩ / احكام الجنازة / ما يجب فعله إذا فارق الإنسان الحياة وتحقق موته: / غسل الميت. للشيخ الدكتور مصطفى الخن والشيخ الدكتور مصطفى البغا}.
*_Sedikitnya sesuatu yang menyatakan makna mandi, dan membebaskan dari dosa,yaitu cukup dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke tubuhnya._*
{Lihat Kitab Al Fiqhu Al Manhajiy 'Ala Fiqhi Al Imam Asy Syafi'iy : juz 1 hal 249 / Ahkaamu Al Jinaazati / Ma Yujabu Fi'luhu Idzaa Faaraqo Al Insaanu Al Hayaata .... / Ghaslu Al Mayyiti. Karya Syaikh Musthafa Al Khin dan Syaikh Mushthafa Al Bugha. Cet. Damaskus - Darul Qalam. Th. 2013 M}.
*3]• 👉 Cara Detail Dan Terperinci Memandikan Mayyit.*
Sebelum kewajiban memandikan mayyit secara detail dilakukan ghasil (orang yang memandikan) baik yang diwashiyyati, saudara-saudara mahramnya, suami atau istrinya, dan orang yang amanah bisa menyembunyikan aib mayyit, terlebih dahulu mereka harus mengetahui beberapa hal seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa kitab fiqih :
*_i)• 📓👉 Harus Mengetahui Jenis Mayyit._*
(فَصْلٌ) فِيْمَا يَتَعَلَّقُ بِالْمَيِّت مِنْ غُسْلِهِ وَتَكْفِيْنِهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِ وَدَفْنِهِ
(وَيَلْزَمُ) عَلَى طَرِيْقِ فَرْضِ الْكِفَايَةِ (فِي الْمَيِّتِ) الْمُسْلِمِ غَيْرِ الْمُحْرِمِ وَالشَّهِيْدِ (أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ غُسْلُهُ وَتَكْفِيْنُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ)
وَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِالْمَيِّتِ إِلاَّ وَاحِدٌ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ مَا ذُكِرَ ،
وَأَمَّا الْمَيِّتُ الْكَافِرُ فَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ حَرْبِيًا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا. وَيَجُوْزُ غُسْلُهُ فِيْ الْحَالَيْنِ،
وَيَجِبُ تَكْفِيْنُ الذِّمِيِّ وَدَفْنُهُ دُوْنَ الْحَرْبِيِّ وَالْمُرْتَدِ ،
وَأَمَّا الْمُحْرِمُ إِذَا كُفِّنَ فَلَا يَسْتُرُ رَأْسَهُ وَلَا وَجْهَ الْمُحْرِمَةِ
(Fasal) menjelaskan hal-hal yang terkait dengan orang yang meninggal dunia, dari memandikan, mengkafani, mensholati dan memakamkannya.
Di dalam mayat orang Islam yang tidak melaksanakan ihram dan bukan yang mati syahid, Wajib fardlu kifayah untuk melakukan empat perkara, yaitu memandikan, mengkafani, mensholati dan memakamkannya.
Jika mayat tidak diketahui kecuali oleh satu orang, maka semua hal yang telah disebutkan di atas menjadi fardlu ‘ain padanya.
Adapun mayat orang kafir, maka hukumnya haram untuk mensholatinya, baik kafir harbi atau dzimmi. Namun kedua macam orang kafir ini boleh dimandikan
Wajib mengkafani dan mengubur mayat kafir dzimmi (dalam perlindungan pemerintahan Islam), tidak kafir harbi (kafir yang memerangi Islam) dan orang murtad (keluar dari agama Islam).
Adapun mayat orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram haji, ketika di kafani, maka kepalanya tidak ditutup, begitu juga wajah mayat wanita yang melaksanakan ihram.
*a• ✍ Orang Yang Mati Syahid.*
وَأَمَّا الشَّهِيْدُ فَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ كَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ
(وَاثْنَانِ لَا يُغْسَلَانِ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِمَا)
أَحَدُهُمَا (الشَّهِيْدُ فِيْ مَعْرِكَةِ الْمُشْرِكِيْنَ)
وَهُوَ مَنْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ الْكُفَّارِ بِسَبَبِهِ
سَوَاءٌ قَتَلَهُ كَافِرٌ مُطْلَقًا أَوْ مُسْلِمٌ خَطَأً أَوْ عَادَ سِلَاحُهُ إِلَيْهِ أَوْ سَقَطَ عَنْ دَابَتِهِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ،
فَإِنْ مَاتَ بَعْدَ انْقِضَاءِ الْقِتَالِ بِجِرَاحَةٍ فِيْهِ يُقْطَعُ بِمَوْتِهِ مِنْهَا فَغَيْرُ شَهِيْدٍ فِي الْأَظْهَرِ
وَكَذَا لَوْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ الْبُغَاةِ أَوْ مَاتَ فِي الْقِتَالِ لَا بِسَبَبِ الْقِتَالِ
Adapun mayat orang yang mati syahid, maka tidak disholati sebagaimana yang dijelaskan oleh mushannif dengan perkataannya,
Ada dua mayat yang tidak dimandikan dan tidak disholati.
Salah satunya orang mati syahid di dalam pertempuran melawan kaum musyrik.
Dia adalah orang yang gugur di dalam pertempuran melawan orang-orang kafir sebab pertempuran tersebut.
Baik ia dibunuh oleh orang kafir secara mutlak, oleh orang Islam karena keliru, senjatanya mengenai pada dirinya sendiri, jatuh dari kendaraan, atau sesamanya.
Jika ada seseorang meninggal dunia setelah pertempuran selesai sebab luka-luka saat bertempur yang di pastikan akan menyebabkan ia meninggal dunia, maka ia bukan orang mati syahid menurut pendapat al adhhar.
Begitu juga -bukan orang mati syahid- seandainya seseorang meninggal dunia saat bertempur melawan bughah (pemberontak), atau meninggal di pertempuran melawan orang kafir namun bukan disebabkan pertempuran tersebut.
*b)• Bayi Keguguran.*
(وَ) الثَّانِيْ (السِّقْطُ الَّذِيْ لَمْ يَسْتَهِلْ) أَيْ لَمْ يَرْفَعْ صَوْتَهُ (صَارِخًا)
فَإِنِ اسْتَهَلَ صَارِخًا أَوْ بَكَى فَحُكْمُهُ كَالْكَبِيْرِ,
وَالسِّقْطُ بِتَثْلِيْثِ السِّيْنِ الْوَلَدُ النَّازِلُ قَبْلَ تَمَامِهِ مَأْخُوْذٌ مِنَ السُّقُوْطِ
Yang kedua adalah siqth (bayi keguguran) yang tidak mengeluarkan suara keras saat dilahirkan.
Jika bayi tersebut sempat mengeluarkan suara atau menangis, maka hukumnya seperti mayat dewasa.
Siqth dengan huruf sin yang bisa dibaca tiga wajah, adalah bayi yang terlahir sebelum sempurna bentuknya. Lafadz “siqth” di ambil dari lafadz “as suquth” yang berarti gugur.
{Lihat Kitab Fathu Al Qarib Al Mujiib :
*_ii)• 📘👉 Memandikan Jenazah Berikut Kewajiban Kesunnahan, Kemakruhan, Dan Hal Yang Diharamkan Didalamnya._*
*1• ✍ Disunnahkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Ketika Memandikannya.*
Menurut Ulama' Jumhur (mayoritas ulama') Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabillah *SUNNAH* menanggalkan pakaian mayyit ketika akan dimandikan berdasarkan dengan hadits dibawah ini :
حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبَّادٍ عَنْ أَبِيهِ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ :
لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِيِّ ﷺ💙 قَالُوا : وَاللَّهِ مَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ💚 مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا أَمْ نَغْسِلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ ؟
فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا وَذَقْنُهُ فِي صَدْرِهِ ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لَا يَدْرُونَ مَنْ هُوَ أَنْ اغْسِلُوا النَّبِيَّ ﷺ💜 وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ💞 فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ
وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ : لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا غَسَلَهُ إِلَّا نِسَاؤُهُ.
{رواه ابو داود / ٢٠ - كتاب الجنائز / باب في ستر الميت عند غسله / رقم الحديث : ٣١٤١}.
Telah menceritakan kepada kami : An Nufaili. Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Salamah. Dari Muhammad bin Ishaq. Telah menceritakan kepadaku : Yahya bin 'Abbad. Dari Ayahnya yaitu 'Abbad bin Abdullah bin Az Zubair, ia berkata; aku mendengar 'Aisyah beliau berkata;
*_Tatkala mereka hendak memandikan Rasulullah ﷺ💙 mereka mengatakan; demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menelanjangi Rasulullah ﷺ💞 dari pakaiannya sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal diantara kita atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya?_*
Tatkala mereka berselisih, Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorangpun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata; mandikan Nabi ﷺ💜 dalam keadaan memakai pakaiannya. Kemudian mereka bangkit menuju kepada Rasulullah ﷺ💚 dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya. Mereka menuangkan air dari atas jubah dan memijat-mijatnya dengan jubah bukan dengan tangan mereka.
Aisyah berkata; seandainya nampak bagiku dahulu seperti apa yang nampak sekarang ini maka tidak ada yang memandikan beliau kecuali para isterinya.
{HR. Abu Dawud / 20 - Kitabu Al Jana'izi / Babu Fi Sitri Al Mayyiti 'Ìnda Ghuslihi / No. 3141}.
*💾✍• وجاء في " الموسوعة الفقهية " لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
" وذهب الحنفية والمالكية...إلى أنه يستحب تجريد الميت عند تغسيله؛ لأن المقصود من الغسل هو التطهير وحصوله بالتجريد أبلغ . ولأنه لو اغتسل في ثوبه تنجس الثوب بما يخرج , وقد لا يطهر...
والصحيح المعروف عند الشافعية..أنه يغسل في قميصه...وأما ستر عورته فلا خلاف فيه... " انتهى.
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية : ج ١٣ ص ٥٢. لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾🍒• Terdapat dalam " Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " karya Kementrian Urusan Wakaf Dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait :*
“Ulama kalangan *MAZHAB HANAFI DAN MALIKI* berpendapat *DIANJURKAN MELEPAS (PAKAIAN) MAYAT KETIKA MEMANDIKAN.* Karena maksud mamandikan adalah pembersihan, dan lebih sempurna ketika dilepas. Karena kalau dimandikan dengan pakaiannya, maka pakaiannya akan terkena najis yang keluar. Terkadang bisa tidak suci.
Yang benar dan dikenal dalam *MAZHAB SYAFI'IY, DIMANDIKAN DENGAN GAMISNYA.* Sementara menutup auratnya, tidak ada perbedaan.”
{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 13 hal 52. Karya Kementrian Urusan Wakaf Dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait}.
*1⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Abu Hanifah.*
*📙🍒• قال العلامة ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " رد المحتار على الدر المختار ":*
قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ : رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَائِشَةَ مِنْ وَجْهٍ صَحِيحٍ فَدَلَّ هَذَا : أَنَّ عَادَتَهُمْ كَانَتْ تَجْرِيدَ مَوْتَاهُمْ لِلْغُسْلِ فِي زَمَنِهِ ﷺ💓 شَرْحُ الْمُنْيَةِ زَادَ فِي الْمِعْرَاجِ : وَغُسْلُهُ ﷺ💙 لَيْسَ لِلتَّطْهِيرِ لِأَنَّهُ ﷺ💞 كَانَ طَاهِرًا حَيًّا وَمَيِّتًا
{انظر كتاب حاشية ابن عابدين : ج ٢ ص ١٩٥ / كتاب الصلاة / باب صلاة الجنازة. للعلامة محمد أمين بن عمر (ابن عابدين) الحنفي}.
*💾🎙• Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitab Hasyiyyahnya berkata :
Berkata Ibnu 'Abdil Barr berkata : hadits tersebut diriwayatkan dari 'Aisyah dengan jalan yang *SHAHIH*, hadits ini menunjukkan bahwasannya adat mereka menanggalkan pakaian mayyit mereka untuk dimandikan, pada zaman Nabi ﷺ🖤.
Syarah Al Munyah menambahkan dalam Al Mi'raaj : memandikan Rasulillah ﷺ❤ bukan bersuci, karena Rasulullah ﷺ💙 ada sudah suci ketika beliau masih hidup maupun ketika beliau sudah meninggal.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ibnu 'Abidiin : juz 2 hal 195 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Shalaatu Al Janazati. Karya Imam Ibnu 'Abidiin Al Hanafiy}.
*2⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.*
*💾✍• ورد إلى دار الإفتاء المصرية، سؤالا حول حكم تجريد الميت من ثيابه أثناء الغسل، وهل يغسَّل الميت في ثيابه، أم يجرد ثم يستر بما تيسر؟ :*
وأضاف "علام"، أنه إن أمكن تطبيق السنة التي غُسِّل عليها الحبيبُ المصطفى -
ﷺ💙 - من عدم نزع الثياب مع تحقق التنقية والتطهير، فذلك أَوْلَى، وإن تعسر ذلك أو تعذر فلا مانع من تجريده مع ستر عورته وجوبًا، وستر سائر جسده استحبابًا؛ فإن حرمة الإنسان ميتًا كحرمته حيًّا.
{وورد في دار الإفتاء المصرية. فتوى الدكتور شوقي إبراهيم عبد الكريم علّام المالكي (توفي ١٢ أغسطس ١٩٦١ مـ)، حفظه الله تعالى، هو مفتي الديار المصرية}.
*💾🌴• Sampai pada " Dar Al Ìftaa` Al Mishriyyah " pertanyaan seputar hukum menelanjangi pakaian mayyit dipertengahan prosesi pemandiannya, apakah mayyit dimandikan didalam pakaiannya, ataukah mayyit ditanggalkan pakaiannya kemudian ditutup dengan sesuatu yang tersedia?
DR. Syauqiy 'Alam (Al Malikiy) memberikan catatan : hal tersebut jika memungkinkan implementasinya (penerapan atau praktek) *SUNNAH* seperti yang dipraktekkan ketika Al Habib Al Musthofa (kekasih yang dipilih) ﷺ🖤 dari tanpa menanggalkan pakaian beliau serta kelihatan nyata kebersihan dan sucinya, *MAKA HAL TERSEBUT YANG LEBIH UTAMA*, apabila hal tersebut sulit atau terkendala, maka tidak ada halangan sama sekali dari *BOLEHNYA MENANGGALKA PAKAIAN MAYYIT* serta *WAJIB* menutupi auratnya, dan *DIANJURKAN* menutupi sebagian tubuhnya, karena *KEHORMATAN MANUSIA YANG MENINGGAL* itu seperti kehormatannya ketika masa hidupnya.
{Lihat Dar Al Iftaa` Al Mishriyyah. Fatwa DR. Syauqiy Ibrahim 'Abdil Kareem 'Alam Al Malikiy Mufti Ad Diyaar Al Mishriyyah}.
*3⃣• 🌴Dianjurkan Memandikan Mayyit Degan Gamis/Bajunya Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.*
*📘🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( فَإِنْ قِيلَ ) مُعْتَمَدُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ فِي اسْتِحْبَابِ الْغُسْلِ فِي قَمِيصٍ ، حَدِيثُ عَائِشَةَ الْمَذْكُورُ ، وَهُوَ مَخْصُوصٌ بِالنَّبِيِّ ﷺ💜, وَدَلِيلُهُ أَنَّ فِي سُنَنِ أَبِي دَاوُد فِي هَذَا قَالُوا : نُجَرِّدُهُ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا ، فَهَذَا إشَارَةٌ إلَى أَنَّ عَادَتَهُمْ تَجْرِيدُ مَوْتَاهُمْ .
( فَالْجَوَابُ ) مَا أَجَابَ بِهِ الْأَصْحَابُ أَنَّ مَا ثَبَتَ كَوْنُهُ سُنَّةً فِي حَقِّهِ ﷺ💙 فَهُوَ سُنَّةٌ أَيْضًا فِي حَقِّ غَيْرِهِ حَتَّى يَثْبُتَ التَّخْصِيصُ وَاَلَّذِي فُعِلَ بِهِ ﷺ💚 هُوَ الْأَكْمَلُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٦٢ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع لا يجوز للغاسل أو لغيره مس شيء من عورة المغسول ولا النظر إليها. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📕🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
(Apabila ditanyakan) : apa pegangan Imam Syafi'iy dan Sahabat - sahabatnya dalam masalah *DIANJURKANNYA* memandikan mayyit didalam gamis/pakaiannya, yang dipegang oleh beliau dan sahabat-sahabatnya adalah hadits 'Aisyah yang telah disebutkan, dan itu *DIKHUSUSKAN* bagi Nabi ﷺ🖤, dan dalilnya : bahwasannya dalam kitab sunan Abi Dawud pada kasus ini : para sahabat berkata : " apakah kami harus melepas pakaiannya, seperti kami melepas pakaian orang-orang mati kami?"
*_Maka hal ini memberikan isyarat bahwasannya adat kebiasaan mereka ketika memandikan mayyit adalah melepas pakaian orang-orang mati mereka._*
(Maka jawabannya) : yakni perkara yang dengan perkara tersebut para sahabat (Syafi'iyyah) memberikan jawaban : " bahwasannya perkara yang tetap adanya menjadi *SUNNAH* dalam haknya Rasulullah ﷺ💓, maka juga *SUNNAH* didalam hak selain beliau hingga (Sunnah ikut melakukan) perkara yang tetap sebagai takhshish (pengkhususan), dan perkara yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ❤, itu dipandang lebih sempurna. Wallahu a'lam.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 162 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Far'un La Yajuzu Lilghashil Au Lighairihi Massu Syai'in Min 'Aurati Al Maghsuul Wa La An Nadzru Ìlaiha. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 🌴Dianjurkan Menanggalkan Pakaian Mayyit Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.*
*📘✍• قال الإمام البهوتي رحمه الله تعالى في كتابه كشاف القناع على متن الإقناع :*
( ثُمَّ جَرَّدَهُ مِنْ ثِيَابِهِ نَدْبًا ) لِأَنَّ ذَلِكَ أَمْكَنُ فِي تَغْسِيلِهِ ، وَأَبْلَغُ فِي تَطْهِيرِهِ وَأَشْبَهُ بِغُسْلِ الْحَيِّ وَأَصْوَنُ لَهُ مِنْ التَّنْجِيسِ إذْ يُحْتَمَل خُرُوجُهَا مِنْهُ وَلِفِعْلِ الصَّحَابَةِ بِدَلِيلِ قَوْلِهِمْ " لَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ النَّبِيَّ ﷺ💙 كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا ". انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ٩١ / كتاب الجنائز / فصل في غسل الميت وما يتعلق به / فصل ستر عورة الميت عند غسله. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📙🌴• Imam Al-Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' " mengatakan :*
" Kemudian *DISUNNAHKAN MELEPAS BAJUNYA,* karena hal itu lebih memungkinkan dalam memandikannya. Dan lebih bagus dalam kebersihannya. Seperti mandinya orang yang masih hidup. Lebih terjaga dari terkena najis, karena ada kemungkinan keluar (najis) darinya. Dikarenakan prilaku para shahabat dengan dalil ungkapan mereka ‘Kami tidak tahu, apakah kita melepas (pakaian) Nabi ﷺ❤ sebagaimana kita lepaskan (pakaian) mayat-mayat kita.”
{Lihat Kitab Kasyaful Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz 2 hal 91 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti Wa Ma Yata'alaqu Bihi / Fashl Sitru 'Aurati Al Mayyiti 'Ìnda Ghuslihi. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*2• ✍ Wajib Menutup Aurat Mayyit.*
Hal ini dijelaskan dalam keumuman hadits Sayyidina Abu Sa'iid Al Khudriy radliyyAllahu 'anhu, dan menurut Ijma'/kesepakatan ulama' tentang wajibnya menutup aurat mayyit dan keharaman melihatnya ketika mayyit dimandikan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ أَخْبَرَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ❤:
*« لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ».*
{رواه الترمذي / كتاب الأدب / باب في كراهية مباشرة الرجال الرجال والمرأة المرأة / رقم الحديث : ٢٧٩٣. وقَالَ أَبُو عِيسَى : *_هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ}._*
Telah menceritakan kepada kami : Abdullah bin Abu Ziyad. Telah menceritakan kepada kami : Zaid bin Hubab. Telah menceritakan kepada kami : Adl Dlahhak bin Utsman. Telah mengabarkan kepadaku : Zaid bin Aslam. Dari 'Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri. Dari Ayahnya, beliau berkata; Rasulullah ﷺ💚 bersabda:
*_"Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya."_*
{HR. Tirmidzi / Kitabu Al Adabi / Babu Fi Karahiyyati Mubaasyarati Ar Rijaali Ar Rijaala Wa Al Mar'ati Al Mar'ata / No. 2793. Dan Abu Isa (At Tirmidzi) berkata; *_Hadits ini Hasan Gharib Shahih_*}.
*✍• Dan Dalam Hal Ini Ada Sebuah Hadits Yang Senada Diriwayatkan :*
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَهْلٍ الرَّمْلِيُّ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أُخْبِرْتُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ💞 :
*« لَا تَكْشِفْ فَخِذَكَ وَلَا تَنْظُرْ إِلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلَا مَيِّتٍ »*.
{رواه ابو داود / كتاب الحمام / باب النهي عن التعري / باب ما جاء في التعري / رقم الحديث : ٤٠١٥. وقَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ نَكَارَةٌ}.
Telah menceritakan kepada kami : Ali bin Sahl Ar Ramli. Telah menceritakan kepada kami Hajjaj. Dari Ibnu Juraij, ia berkata; aku mendapat kabar : Dari Habib bin Abu Tsabit. Dari 'Ashim bin Dlamrah. Dari 'Aliy radliyyAllahu 'anhu, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ💜 bersabda:
*_"Janganlah engkau buka pahamu, dan jangan engkau melihat kepada paha orang yang hidup maupun yang mati!"_*
{HR. Abu Dawud / Kitabu Al Hammam / Babu An Nahyi 'An At Ta'ariy / Babu Ma Ja'a Fi At Ta'ariy / No. 4015. Dan Abu Daud berkata : *_"Dalam hadits ini terdapat sesuatu yang diingkari."_*}.
*1⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.*
*📘🎙• قال العلَّامة الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه "بدائع الصنائع" :*
(فَصْلٌ) :
وَأَمَّا بَيَانُ كَيْفِيَّةِ الْغُسْلِ فَنَقُولُ: يُجَرَّدُ الْمَيِّتُ إذَا أُرِيدَ غُسْلُهُ عِنْدَنَا، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - لَا يُجَرَّدُ بَلْ يُغَسَّلُ وَعَلَيْهِ ثَوْبُهُ اسْتِدْلَالًا بِغُسْلِ النَّبِيِّ -
ﷺ💙 - حَيْثُ غُسِّلَ فِي قَمِيصِهِ، وَلَنَا أَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ الْغُسْلِ هُوَ التَّطْهِيرُ وَمَعْنَى التَّطْهِيرِ لَا يَحْصُلُ بِالْغُسْلِ وَعَلَيْهِ الثَّوْبُ لِتَنَجُّسِ الثَّوْبِ بِالْغُسَالَاتِ الَّتِي تَنَجَّسَتْ بِمَا عَلَيْهِ مِنْ النَّجَاسَاتِ الْحَقِيقِيَّةِ، وَتَعَذُّرُ عَصْرِهِ أَوْ حُصُولِهِ بِالتَّجْرِيدِ أَبْلَغُ فَكَانَ أَوْلَى. اهـ.
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ١ ص ٣٠٠ / فَصْلٌ بَيَانُ كَيْفِيَّةِ الْغُسْلِ لِلْمَيِّتِ. ط. دار الكتب العلمية. للعلامة الكاساني الحنفي}.
*💾🌴• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
(Pasal) : Adapun tatacara memandikan mayyit kami katakan :
*"MAYYIT DITELANJANGI* ketika hendak dimandikan menurut pendapat kami. Dan Imam Syafi'iy - rahimahullahu ta'ala - berkata : *" MAYYIT TIDAK DITELANJANGI* akan tetapi ia dimandikan bersama pakaiannya - karena mengambil dalil - dengan prosesi pemandian Nabi ﷺ❤ sebagaimana beliau dimandikan bersamaan dengan gamis/pakaiannya. Dan tujuan mandi menurut kami adalah bersuci, dan makna bersuci tidak bisa didapatkan dengan mandi dan ada (menempel) padanya pakaian yang terkena najis disebabkan dengan beberapa basuhan yang menyebabkan najis, disebåbkan perkara-perkara najis yang nyata (pada pakaian yang sebelumya melekat pada badan mayyit). Dan alasan untuk menghilangkannya atau dihasilkannya kesucian dengan cara mayyit ditelanjangi itu cara yang *LEBIH MAXIMAL DAN LEBIH UTAMA*.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 1 hal 300 / Fashlun Bayaanu Kaifiyyati Al Ghusli Liayyyiti. Karya Imam Al Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📒🍒• وقال العلَّامة برهان الدين الحنفي رحمه الله تعالى , المتوفي : ٦١٦ هـ في كتابه "المحيط البرهاني في الفقه النعماني ":*
[فقد اجتمعت الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين أن السنّة في سائر الموتى التجريد، والمعنى فيه، وهو أنَّ هذا غسل واجب، فلا يقام مع الثياب؛ اعتبارًا بحالة الحياة، وهذا لأنَّ المقصود من الغسل هو التطهر، والتطهير لا يحصل إذا غسل مع ثيابه؛ لأن الثوب متى تنجس الغسالة تتنجس يديه ثانيًا بنجاسة الثوب، فلا يفيد الغسل، فيجب التجريد..
أصلنا بين أمرين: بين أن نغسله في ثيابه حتى لا يطلع على عورته غيره، وبين أن يجرده فيقع الاحتراز عن نجاسة تصيبه من الثوب، والتجريد أولى؛ لأن صيانته عن النجاسة فرض، واطلاع الغاسل على عورة الميت مكروه. فكان مراعاة التطهير وأنه فرض: أولى من مراعاة الاطلاع على عورة الميت وأنه مكروه] اهـ.
{انظر كتاب المحيط البرهاني في الفقه النعماني : ج ٢ ص ٢٥٤ - ٢٥٥. ط. دار الكتب العلمية. للإمام محمود بن أحمد بن عبد العزيز بن مازة البخاري أبو المعالي الحنفي}.
*📓✍• Imam Burhanuddin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Muhith Al Burhaniy Fi Fiqhi An Nu'maani " berkata :*
Sesungguhnya para sahabat ridlwanullaahi 'alaihim ajma'in sepakat bahwasannya *KESUNNAHAN* pada sekian banyak orang yang mati yaitu *TAJRIID/DITELANJANGI* arti didalamnya, sesungguhnya ini adalah pemandian yang hukumnya bersifat *WAJIB* yang tidak bisa dilaksanakan besamaan dengan pakaian yang masih dikenakan, karena mengambil gambaran dengan perihalnya semasa masih hidup, dan maksud tujuan dari pemandian ini adalah tathir/bersuci, dan bersuci tidak dapat berhasil ketika mayyit dimandikan bersama pakaian yang masih ia kenakan, karena pakaian ketika menjadikan najis guyuran pemandian, maka kedua tangan mayyit akan terkena najis untuk kedua kalinya sebab najisnya pakaian tersebut, prosesi pemandianya terhitung tidak berfaidah, maka jikalau pemandiannya bisa berfaidah *WAJIB* dengan menelanjangi mayyit.
Landasan asal kami diantara dua perkara : (pertama) memandikan mayyit dalam keadaan masih mengenakan pakaiannya, sampai tidak terlihat auratnya oleh orang lain, (kedua) dengan menelanjanginya, maka akan terjaga dari najis yang mengenainya yang berasal dari pakaiannya, *DAN TAJRID/MENELANJANGI MAYYIT KETIKA HENDAK DIMANDIKAN ADALAH YANG PALING UTAMA* karena menjaga mayyit dari terkena najis adalah *FARDLU HUKUMNYA*, dan menyibak/memperlihatkannya ghasil/orang yang memandikan pada aurat mayyit hukumnya adalah *MAKRUH/DILARANG*.
Maka *MENJAGA KESUCIAN* yang sesungguhnya adalah *FARDLU,* hal itu *LEBIH UTAMA* daripada menjaga dari membuka/memperlihatkan aurat mayyit yang sesungguhnya hukumnya hanyalah *MAKRUH*.
{Lihat Kitab Al Muhith Al Burhaniy Fi Al Fiqhi An Nu'maani : juz 2 hal 254 - 255. Cet. Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Karya Imam Burhanuddin Al Hanafiy}.
*2⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Imam Malik Bin Anas.*
*📘✍• قال الإمام ابن رشد القرطبي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " بداية المجتهد ونهاية المقتصد ":*
هَلْ يُنْزَعُ عَنِ الْمَيِّتِ قَمِيصُهُ إِذَا غُسِّلَ ؟ أَمْ يُغَسَّلُ فِي قَمِيصِهِ ؟
اخْتَلَفُوا فِي ذَلِكَ : فَقَالَ مَالِكٌ : إِذَا غُسِّلَ الْمَيِّتُ تُنْزَعُ ثِيَابُهُ وَتُسْتَرُ عَوْرَتُهُ ، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ : يُغَسَّلُ فِي قَمِيصِهِ .
وَسَبَبُ اخْتِلَافِهِمْ : تَرَدُّدُ غُسْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - فِي قَمِيصِهِ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ خَاصًّا بِهِ ، وَبَيْنَ أَنْ يَكُونَ سُنَّةً ،
فَمَنْ رَأَى أَنَّهُ خَاصٌّ بِهِ أَنَّهُ لَا يَحْرُمُ مِنَ النَّظَرِ إِلَى الْمَيِّتِ إِلَّا مَا يَحْرُمُ مِنْهُ وَهُوَ حَيٌّ, قَالَ : يُغَسَّلُ عُرْيَانًا إِلَّا عَوْرَتَهُ فَقَطْ الَّتِي يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا فِي حَالِ الْحَيَاةِ . وَمَنْ رَأَى أَنَّ ذَلِكَ سُنَّةً يَسْتَنِدُ إِلَى بَابِ الْإِجْمَاعِ أَوْ إِلَى الْأَمْرِ الْإِلَهِيِّ ( لِأَنَّهُ رُوِيَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّهُمْ سَمِعُوا صَوْتًا يَقُولُ لَهُمْ : لَا تَنْزِعُوا الْقَمِيصَ ، وَقَدْ أُلْقِيَ عَلَيْهِمُ النَّوْمُ ) , قَالَ : الْأَفْضَلُ أَنْ يُغَسَّلَ الْمَيِّتُ فِي قَمِيصِهِ .
{انظر كتاب بداية المجتهد ونهاية المقتصد / كتاب أحكام الميت / الباب الثاني في غسل الميت / الفصل الرابع في صفة الغسل. للإمام أبو الوليد محمد بن أحمد بن محمد بن رشد القرطبي المالكي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Rusyd Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid " berkata :*
Apakah dicopot dari mayyit gamis/pakaiannya ketika dimandikan?
Ataukah dimandikan didalam gamisnya?
Ulama' berbeda pendapat dalam permasalahan tersebut. Imam Malik berkata : ketika mayyit dimandikan ditanggalkan gamis/pakaiannya dan ditutupi auratnya, dan Imam Abu Hanifah juga mengatakan dengan pendapat tersebut, sedangkan Imam Syafi'iy berkata : mayyit dimandikan didalam gamis/pakaiannya.
Dan sebab perselisihan mereka : adalah kesimpangsiuran prosesi pemandian jenazah Nabi - 'Alaihishshalaatu wassallamu - didalam gamisnya, antara adanya prosesi tersebut sebagai kekhususan bagi Nabi ataukah hukumnya sebatas sunnah.
Barangsiapa memandang hal tersebut khusus bagi Nabi, maka hal tersebut tidak diharamkan melihat mayyit, kecuali perkara yang diharamkan darinya dikala ia hidup. Ia berkata : mayyit dimandikan dalam keadaan telanjang kecuali auratnya saja yang diharamkan melihatnya pada keadaan ia masih hidup.
Dan orang yang memandang prosesi tersebut hukumnya sunnah, maka ia berpegangan pada bab Ijma'/kesepakatan ulama' atau perintah ketuhanan (karena sesungguhnya hal tersebut telah diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwasannya mereka (para sahabat radliyyAllahu 'anhum) mendengar suara gaib yang berkata kepada mereka : " jangan kalian tanggalkan gamisnya, dan sungguh pada saat peristiwa itu dijatuhkan kepada mereka rasa kantuk". Ia berkata : Dan yang paling utama adalah apabila memandikannya didalam baju kurungnya.
{Lihat Kitab Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid : / Kitabu Ahkamu Al Mayyiti / Al Babu Ats Tsaani Fi Ghusli Al Mayyiti / Al Fashl Ar Rabi' Fi Shifati. Karya Imam Ibnu Rusyd Al Malikiy}.
*📙🎙• وقال الإمَام أبو الوليد الباجي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "المنتقى شرح الموطأ" :*
وَاَلَّذِي ذَهَبَ إلَيْهِ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَجُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّ الْمَيِّتَ يُجَرَّدُ عَنْ قَمِيصِهِ لِلْغُسْلِ وَلَا يُغَسَّلُ عَلَى قَمِيصِهِ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ لَا يُجَرَّدُ الْمَيِّتُ وَيُغَسَّلُ عَلَى قَمِيصِهِ وَالدَّلِيلُ عَلَى مَا ذَهَبَ إلَيْهِ مَالِكٌ أَنَّ مَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً مِنْ الْحَيِّ فَلَيْسَ بِعَوْرَةٍ مِنْ الْمَيِّتِ كَالْوَجْهِ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ جَسَدُ الْمَيِّتِ عَوْرَةً فَلَا مَعْنَى لِسَتْرِهِ بِالْقَمِيصِ؛ لِأَنَّ تَجْرِيدَهُ مِنْهُ أَمْكَنُ لِغُسْلِهِ وَأَبْلُغُ فِي تَنْقِيَتِهِ ,
قَالَ أَشْهَبُ فِي كِتَابِ ابْنِ سَحْنُونٍ، وَإِذَا جُرِّدَ لِلْغُسْلِ لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهِ إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يَلِيه.
وَوَجْهُ ذَلِكَ أَنَّهَا حَالَةٌ لَا يَجُوزُ لِلْحَيِّ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ فِيهَا غَالِبًا إلَّا لِضَرُورَةٍ وَحُسْنُ الزِّيِّ فَلَا يُطَّلَعُ عَلَى الْمَيِّتِ مَا دَامَ عَلَيْهَا إلَّا لِضَرُورَةٍ.
{انظر كتاب المنتقى شرح الموطإ : ج ٢ ص ٢ / كِتَابُ الْجَنَائِزِ / ط. مطبعة السعادة. للإمام الباجي المالكي}.
*📕🎙• Imam Al Baji Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Muntaqa Syarhu Al Muwatho' Imam Malik " berkata :*
Dan perkara yang dipegang oleh Imam Malik, Abu Hanifah, dan mayoritas Ahli Fiqih bahwasannya mayyit itu ditelanjangi jauh dari gamis/pakaiannya saat untuk dimandikan, dan mayyit jangan dimandikan dalam keadaan masih memakai pakaiannya. Dan Imam Syafi'iy berkata : Mayyit jangan ditelanjangi dan mayyit dimandikan dalam keadaan masih berpakaian, dalilnya apa yang juga dipegang oleh Imam Malik : sesuatu yang bukan aurat dari orang hidup, juga bukan aurat dari orang yang mati, seperti wajah, dan ketika jasad mayyit bukanlah aurat maka tidak ada alasan menutupinya dengan gamis/pakaian, karena sesungguhnya menelanjanginya dari memakai gamis itu lebih mensolidkan untuk memandikannya, dan lebih maximal dalam kebersihannya.
Imam Asyhab berkata dalam kitab Ibnu Sahnun : dan ketika mayyit ditelanjangi untuk dimandikan tidak akan melihat atas mayyit kecuali ghasil/orang yang memandikan dan orang yang membantu disekelilingnya ghasil. Dan jalan tersebut sebenarnya merupakan sebuah perilaku bagi orang hidup yang ia tidak boleh memperlihatkan mayyit dalam perihal tersebut secara umum, kecuali karena keadaan darurat, dan bagusnya pakaiannya, maka tidak boleh diperlihatkan atas mayyit keadaan yang sudah tetap padanya kecuali karena darurat.
{Lihat Kitab Al Muntaqa Syarhu Al Muwatho' Imam Malik : juz 2 hal 2. Cet. Mathba'ah As Sa'adah. Karya Imam Al Baji Al Malikiy}.
*📓✍• وقال العلَّامة شهاب الدين النفراوي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "الفواكه الدواني" :*
[(تتمة): بقي من مستحبات الغسل تجريد الميت من ثيابه التي مات فيها، إلا ساتر عورته] اهـ.
{انظر كتاب الفواكه الدواني : ج ١ ص ٢٨٧. ط. دار الفكر. للإمام شهاب الدين النفراوي المالكي}.
*📓✍• Al 'Alamah Syihabuddin An Nafrawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fawakih Ad Dawaaniy " berkata :*
(Tatimmah/Kesimpulan) : yang tetap dari hal yang mewajibkan mandi yakni menelanjangi mayyit dari pakaiannya, yang ia mati didalamnya, kecuali kain yang dipakai menutup auratnya.
{Lihat Kitab Al Fawakih Ad Dawaaniy : juz 1 hal 287. Cet. Daar Al Fikr. Karya Al 'Alamah Syihabuddin An Nafrawiy Al Malikiy}.
*💾🌴• قال الحافظ ابن عبد البر المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "الاستذكار" :*
قَالَ أَبُو عُمَرَ : السُّنَّةُ الْمُجْتَمَعُ عَلَيْهَا تَحْرِيمُ النَّظَرِ إِلَى عَوْرَةِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ ، وَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ مَيِّتًا كَحُرْمَتِهِ حَيًّا ، وَلَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَغْسِلَ مَيِّتًا إِلَّا وَعَلَيْهِ مَا يَسْتُرُهُ ، فَإِنْ غُسِّلَ فِي قَمِيصٍ فَحَسَنٌ وَسَتْرُهُ كُلُّهُ حَسُنٌ ، وَأَقَلُّ مَا يَلْزَمُ مِنَ السِّتْرِ لَهُ سِتْرُ عَوْرَتِهِ .
{انظر كتاب الإستذكار : ج ٣ ص ٤. ط. دار الكتب العلميه. للإمام الحافظ ابن عبد البر المالكي}.
*📘🌴• Imam Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Istidzkar " berkata :*
Abu 'Umar berkata : *SUNNAH* yang telah disepakati para Ulama', yaitu *DIHARAMKANNYA* melihat aurat orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati, kehormatan orang mu'min yang sudah mati, seperti kehormatannya ketika masih hidup, *DAN TIDAK BOLEH* bagi salah seorangpun apabila memandikan mayyit kecuali ada padanya kain yang bisa menutupi auratnya, maka apabila mayyit dimandikan dalam baju gamisnya maka itu adalah bagus, menutupi seluruh badan mayyit juga bagus, dan paling sedikitnya perkara yang wajib dari perkara yang bisa menutupinya adalah menutupi auratnya.
{Lihat Kitab Al Ìstidzkar : juz 3 hal 4. Cet. Daar Al Kutub Al Ìlmiyyah. Karya Imam Al Hafidz Ibnu 'Abdil Barr Al Malikiy}.
*📘🍒• وقال القاضي ابن العربي المالكي (وهو القاضي محمد بن عبد الله أبو بكر بن العربي المعافري الاشبيلي المالكي، المتوفى: ٥٤٣ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه "القبس في شرح موطأ مالك بن أنس" :*
[واعلموا، وفَّقكم الله تعالى، أن الميت كله عورة؛ فلذلك يستحب أن يغسل على ثوب، وقد نُهِيَ أصحابُ رسول الله ﷺ❤ عن نزع قميصه حين غُسِّل فيه، وما أحسنَ الاقتداءَ به حيًّا وميتًا] اهـ.
{انظر كتاب المسالِك في شرح مُوَطَّأ مالك : ج ١ ص ٤٣٨. ط. دار الغرب الاسلامي. للإمام القاضي محمد بن عبد الله أبو بكر بن العربي المعافري الاشبيلي المالكي}.
*💾🎙• Imam Ibnu Al 'Arabiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Al Qabsu Fi Syarhi Al Muwatho' Malik Bin Anas " berkata :*
Kalian semua ketahuilah, dan semoga Allah ta'ala selalu mencocoki kalian : Bahwasanya mayyit keseluruhannya adalah aurat, oleh karena itu *DIANJURKAN* supaya memandikannya dengan ditutupi kain, sungguh sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ💙 telah *DILARANG* dari menanggalkan baju gamis beliau ketika beliau dimandikan bersamaan didalamnya, *DAN TIDAK ADA YANG LEBIH BAGUS* mengikuti beliau dikala hidup dan dikala sudah mati.
{Lihat Kitab Qabsu Fi Syarhi Al Muwatho' Malik Bin Anas : juz 1 hal 438. Cet. Daar Al Gharbi Al Islamiy. Karya Imam Ibnu Al 'Arabiy Al Malikiy}.
*📕✍• وقال القاضي عياض المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " إكمال المعلم بفوائد مسلم ":*
[وفي أمره بغسله في القميص ونهيهم عن نزعه عنه عليه وآله الصلاة والسلام: ما يُستدل به على ستر جسد الميت، واستحب العلماء أن يُغسَل تحت ثوبٍ لتغيّر جَسَدِه بالمرض، وأنه كان في حياته يكره على أن يُطَّلَع على ذلك منه بتلك الصفة] اهـ.
{انظر كتاب إكمال المعلم بفوائد مسلم : ج ٣ ص ٣٩٧. طبعة دار الوفاء. للإمام القاضي عياض المالكي}.
*📘🌴• Imam Al Qadli 'Ìyadl Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ìkmaalu Al Mu'allim Bifawaa'idi Muslim ":*
Dan dalam perkara Nabi berkaitan dengan prosesi memandikan jenazah beliau didalam baju gamis beliau dan larangan para sahabat menanggalkannya dari Nabi Wa Alihi Ash Shalaatu Wassallamau, tidak bisa dibuat dalil dari kasus menutupi jasad mayyit, dan para ulama' lebih menganjurkan supaya mayyit dimandikan dibawah kain karena perubahan jasadnya disebabkan sakit, dan hal tersebut ada dalam hidupanya yang ia tidak suka apabila semua itu diperlihatkan darinya dengan sifat tersebut.
{Lihat Kitab Ìkmaalu Al Mu'llim Bifawaa'idi Muslim : juz 3 hal 397. Cet. Daar Al Wafaa'. Karya Imam Qadli 'Ìyaadl Al Malikiy}.
*📒🌴• وقال الإمام زروق المالكي رحمه الله تعالى في كتابه "شرحه على الرسالة" :*
[المازري: واستحب سحنون ستر صدره. ابن العربي: كله عورة فلا يجرد. عياض: واستحب العلماء غسله تحت ثوب إذا تغير بالمرض إذا كان يكره أن يطلع عليه وهو بتلك الصفة. الباجي: عن أشهب ستر وجهه وصدره، واستحب سحنون في نحيل الجسم ستر صدره، واختاره اللخمي بهذا القيد] اهـ.
{انظر كتاب شرح على الرسالة : ج ١ ص ٤٠٨. طبعة دار الكتب العلمية. للإمام زروق المالكي}.
*📕🌴• Imam Zaruq Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Asy Syarhu 'Ala Ar Risalah " berkata :*
[Al Maaziriy] : Imam Sahnun menganjurkan menutupi dadanya. Ibnu 'Arabiy : semua badannya adalah aurat, maka tidak boleh menanggalkan pakaiannya. Qadli 'Ìyadl : ulama' menganjurkan agar memandikannya dibawah kain ketika keadaannya telah berubah sebab sakit, ketika mayyit tidak suka jikalau memperlihatkannya dan ia dengan keadaan seperti itu. Al Baajiy : dari Asyhab : ditutupi wajah dan dadanya, dan Sahnun menganjurkan dalam keadaan kurus jasadnya agar ditutupi dadanya dan Imam Al Lakhmiy memilihnya dengan qayyid/batasan ini.
{Lihat Kitab Syarhu 'Ala Ar Risalah : juz 1 hal 408. Cet. Daar Al Kutub Al 'Ìlmiyyah. Karya Imam Zaruuq Al Malikiy}.
⤵ 7/ VII
⤵ 8/ VII
*3⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DISUNNAHKAN TETAP DIDALAM GAMIS/PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Muhammad Bin Ìdris Asy Syafi'iy.*
*💾🍒• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه "
ع شرح المهذب ":*
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُغَسَّلَ فِي قَمِيصٍ يَلْبَسُهُ عِنْدَ إرَادَةِ غُسْلِهِ ، هَذَا هُوَ الصَّحِيحُ ، الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ ، وَقَطَعَ بِهِ الْأَصْحَابُ فِي كُلِّ طُرُقِهِمْ .
وَحَكَى الرَّافِعِيُّ وَجْهًا عَنْ حِكَايَةِ ابْنِ كَجٍّ أَنَّ الْأَفْضَلَ أَنْ يُجَرَّدَ وَيُغَسَّلَ بِلَا قَمِيصٍ ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ ، وَالصَّوَابُ الْأَوَّلُ ،
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ : وَلْيَكُنْ الْقَمِيصُ رَقِيقًا سَخِيفًا ، قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُدْخِلُ الْغَاسِلُ يَدَهُ فِي كُمَّيْهِ وَيَصُبُّ الْمَاءَ مِنْ فَوْقِ الْقَمِيصِ ، وَيَغْسِلُ مِنْ تَحْتِهِ ، قَالُوا : فَإِنْ لَمْ تَكُنْ أَكْمَامُ الْقَمِيصِ وَاسِعَةً فَتَقَ فَوْقَ الدَّخَارِيصِ مَوْضِعًا ، وَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهِ وَغَسَلَهُ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ الْقَمِيصُ وَاسِعًا يُمْكِنُ تَقْلِيبُهُ فِيهِ نُزِعَ عَنْهُ وَطُرِحَ عَلَيْهِ مِئْزَرٌ يُغَطِّي مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ ، وَذَكَرَ جَمَاعَةٌ أَنَّهُ إذَا لَمْ يَكُنْ قَمِيصٌ طُرِحَ عَلَيْهِ ثَوْبٌ يَسْتُرُ جَمِيعَ الْبَدَنِ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ طُرِحَ عَلَيْهِ مَا يَسْتُرُ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ ، وَاتَّفَقُوا عَلَى وُجُوبِ تَغْطِيَةِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع لا يجوز للغاسل أو لغيره مس شيء من عورة المغسول ولا النظر إليها. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan *DIANJURKAN* supaya mayyit dimandikan didalam gamis/pakaian yang dikenakannya ketika hendak memandikannya, dan inilah yang shahih/benar, Imam Syafi'iy telah mencatatnya dan para sahabatnya telah menetapkannya pada setiap jalan-jalan mereka.
Imam Rafi'iy telah menceritakan sebuah jalan dari kisah Ibnu Kajj : bahwasannya *YANG PALING UTAMA* supaya ditanggalkan pakaiannya dan dimandikan tanpa gamis/pakaian, dan itu adalah Madzhab Abu Hanifah, dan yang benar adalah pendapat yang pertama,
Imam Syafi'iy dan Ashab (Syafi'iyyah) berkata : dan sebaiknya gamisnya tipis dan lembut, sahabat-sahabat kami berkata : orang yang memandikan memasukkan tangannya didalam kedua lengan baju mayyit, dan menyiramkan air dari atas pakaian Mayyit, dan memandikan dari bawahnya, mereka berkata : apabila lengan-lengan gamis mayyit tidak lebar maka menyobek pada bagian atas lengannya, lantas memasukkan tangan kedalamnya dan memandikannya، apabila pakaiannya tidak lebar yang mungkin bisa memindahkan kedalamnya, maka ditarik darinya dan dihamparkan semacam potongan kain sarung untuk menutupi bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lutut mayyit,
Jama'ah menyebutkan : hal tersebut ketika tidak ada ditemukan gamis, maka dihamparkan pakaian diatas mayyit yang bisa menutup semua bagian badan, ketika pakaian tersebut tidak ada, maka dihamparkan kain diatas mayyit yang bisa menutup bagian badan mayyit diantara pusar dan perutnya, dan para ulama' *SEPAKAT ATAS WAJIBNYA* menutup bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lututnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghaslu Al Mayyiti / Far'un La Yajuzu Lilghaasili Au Lighairihi Massu Syai'in Min 'Aurati Al Maghsuuli Wa La An Nadzair Ìlaiha. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• قال الشيخ السيد البكري بن محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وٙحٙاصِلُهُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي خَلْوَةٍ لَا يَدْخُلُهَا إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يُعِينُهُ،
وولي الميت - وهو أقرب الورثة - وأن يكون في قميص بال لأنه أستر له .
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ٢ ص ١٢٥. للشيخ البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📕🍒• Syaikh Sayyid Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin berkata :*
Imam Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syata Al-Dimyathi didalam kitabnya I’anah Al Thalibin menuturkan :
"Bahwa hendaknya jenazah dimandikan ditempat yang sepi yang tidak dimasuki oleh selain orang yang memandikannya dan orang-orang tertentu juga wali jenazah. Ia (wali) adalah ahli waris yang terdekat. Dan hendaknya (sunnah) jenazah dimandikan dengan mengenakan baju gamis. Karena baju gamis lebih dapat menutupi aurat.
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 2 hal 125. Karya Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية ":*
( ويسن ) أن يغسل ( في قميص ) لأنه أستر له وأن يكون القميص خلقا أو سخيفا حتى لا يمنع وصول الماء إليه ثم إن اتسع أدخل يده في كمه وإلا فتح دخاريصه فإن تعذر غسله ستر ما بين سرته وركبته مع جزء منهما وأن يغسل.
{انظر كتاب المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية : ج ١ ص ٤٢٨. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي}.
*📘✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Minhaju Al Qawwim Syarhu Al Muqaddimah Al Hadlramiyyah " berkata :*
Hal senada juga dituturkan oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Beliau menambahkan bahwa baju gamis yang dipergunakan adalah baju gamis yang telah usang dan tipis agar tidak mencegah terhadap sampainya air pada anggota tubuh jenazah.
{Lihat Kitab Al Minhaju Al Qawwiim Syarhu Al Muqaddimah Al Hadlramiyyah : juz 1 hal 428. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📕🌴• قال الإمام زكريا الانصاري الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اسنى المطالب في شرح روضة الطالب ":*
(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَمِيصًا أَوْ لَمْ يَتَأَتَّ غَسَّلَهُ فِيهِ) لِضِيقِهِ (سَتَرَ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ وَحَرُمَ النَّظَرُ إلَيْهِ) أَيْ إلَى مَا بَيْنَهُمَا؛ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ وَإِلَى غَيْرِهِ إنْ كَانَ بِشَهْوَةٍ إلَّا فِي حَقِّ الزَّوْجَيْنِ حَيْثُ لَا شَهْوَةَ فَجَائِزٌ مُطْلَقًا إذْ لَيْسَ شَيْءٌ مِنْ أَحَدِهِمَا عَوْرَةٌ فِي حَقِّ الْآخَرِ
(وَكُرِهَ لِلْغَاسِلِ نَظَرُ) شَيْءٍ مِنْ (الْبَدَنِ) غَيْرِ الْعَوْرَةَ (بِغَيْرِ حَاجَةٍ) وَلَا شَهْوَةٍ؛ لِأَنَّهُ قَدْ يَكُونُ بِبَدَنِهِ مَا يُخْفِيهِ وَاَلَّذِي فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى وَقِيلَ مَكْرُوهٌ أَمَّا لِلْحَاجَةِ كَأَنْ أَرَادَ مَعْرِفَةَ الْمَغْسُولِ مِنْ غَيْرِهِ فَلَا كَرَاهَةَ وَلَا خِلَافَ الْأَوْلَى.
أسنى المطالب في شرح روض الطالب : ج ١ ص ٢٩٩. للإمام زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📙🖤• Imam Zakariya Ibnu Muhammad Ibnu Zakariya Al Anshariy Asy Syafi'iy juga menambahkan:
“Jika tidak ditemukan baju gamis, maka tutuplah anggota tubuh (jenazah) yang berada diantara pusar dan lutut. Adapun hukum melihatnya adalah haram. Karena anggota tubuh yang berada diantara pusar dan lutut adalah aurat . Demikian juga melihat anggota tubuh yang lain dengan syahwat kecuali bagi pasangan suami istri. Sekiranya tidak ada syahwat, maka hukum melihat semua anggota tubuh adalah boleh secara mutlak. Karena tidak ada aurat bagi pasangan suami dan istri.”
Imam Zakariya juga menambahkan bahwa orang yang memandikan jenazah makruh untuk melihat bagian tubuh jenazah (selain aurat) tanpa adanya kebutuhan yang mendesak (hajat) dan tanpa adanya syahwat. Karena terkadang pada anggota tubuh terdapat sesuatu yang memang dirahasiakan. Didalam kitab Al Majmu’ dijelaskan bahwa hal itu adalah menyalahi yang terbaik (khilaf al aula) dan sebagian pendapat menyatakan makruh. Namun jika melihat karena adanya kebutuhan yang mendesak (hajat) seperti untuk mengetahui anggota tubuh yang telah dibasuh dan anggota tubuh yang belum dibasuh, maka hukumnya adalah tidak makruh dan tidak menyalahi yang terbaik (boleh).
{Lihat Kitab Asna Al Mathoolib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib : juz 1 hal 299. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
حكم النظر إلى عورة الميت ولمسها وتغسيل الرجال النساء، وبالعكس يجب ستر عورة الميت، فلا يحل للغاسل ولا غيره أن ينظر إليها، وكذلك لا يحل لمسها، فيجب أن يلف الغاسل على يده خرقة ليغسل بها عورته، سواء كانت مخففة أو مغلظة .
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٤٥٨. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📘✍• Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " menyatakan :*
Bahwa menutup aurat jenazah adalah wajib. Maka tidak diperbolehkan bagi orang yang memandikan juga yang lain untuk melihatnya. Demikian juga menyentuhnya. Maka wajib bagi orang yang memandikan jenazah untuk menutupi tangannya dengan potongan kain baik tipis atau tebal guna membasuh aurat jenazah.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 458. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📓🌴• قال الإمام البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ":*
( وَأَكْمَلُهُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي خَلْوَةٍ ) لَا يَدْخُلُهَا إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يُعِينُهُ وَالْوَلِيُّ فَيُسْتَرُ كَمَا كَانَ يَسْتَتِرُ حَيًّا عِنْدَ اغْتِسَالِهِ ، وَقَدْ يَكُونُ بِبَدَنِهِ مَا يَكْرَهُ ظُهُورَهُ وَقَدْ { تَوَلَّى غُسْلَ النَّبِيِّ ﷺ🖤 عَلِيٌّ وَالْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ يُنَاوِلُ الْمَاءَ وَالْعَبَّاسُ وَاقِفٌ } ثَمَّ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ وَالْأَوْلَى أَنْ يَكُونَ تَحْتَ سَقْفٍ لِأَنَّهُ أَسْتَرُ نَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ .
( وَ ) فِي ( قَمِيصٍ ) بَالٍ أَوْ سَخِيفٍ لِأَنَّهُ أَسْتَرُ لَهُ وَأَلْيَقُ وَقَدْ { غُسِّلَ ﷺ💓 فِي قَمِيصٍ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ وَيُدْخِلُ الْغَاسِلُ يَدَهُ فِي كُمِّهِ إنْ كَانَ وَاسِعًا وَيُغَسِّلُهُ مِنْ تَحْتِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَتَقَ رُءُوسَ الدَّخَارِيصِ وَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي مَوْضِعِ الْفَتْقِ فَإِنْ لَمْ يُوجَدْ قَمِيصٌ أَوْ لَمْ يَتَأَتَّ غُسْلُهُ فِيهِ سَتَرَ مِنْهُ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب : ج ٤ ص ٣٦٦ - ٣٦٧. للإمام البجيرمي الشافعي}.
*📙🎙• Imam Al Bujairamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib " berkata :*
Dan tatacara yang paling sempurna yaitu apabila mayyit dimandikan ditempat yang sepi, tidak memasukinya kecuali orang yang bertugas memandikannya, orang-orang yang membantunya, dan walinya, lantas mayyit ditutupi seperti ia memakai tutup dimasa hidupnya, ketika memandikannya.
Dan orang-orang yang mengemban prosesi pemandian jenazah Rasulullah ﷺ💙 adalah Sayyidina 'Aliy, Fadlal bin 'Abbas, dan Usamah bin Zaid, menyodorkan air dan Al 'Abbas dalam posisi berdiri. Kemudian Ibnu Majah dan yang lainnya telah meriwayatkannya *YANG PALING UTAMA* apabila keberadaan prosesi memandikannya dibawah naungan atap karena sesungguhnya hal itu lebih menutupi, dan Imam Syafi'iy menetapkannya didalam Kitabnya " Al Umm ".
Dan dimandikan didalam gamis yang sudah usang atau tipis karena hal yang tesebut lebih menutupi dan lebih pantas.
Dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ💙 dimandikan didalam gamisnya, yang Abu Dawud dan yang lainnya telah meriwayatkannya.
Dan orang yang memandikan memasukkan tangannya kedalam lengan bajunya apabila lengan bajunya lebar, dan ghasil membasuhnya dari bawahnya, dan apabila lengan bajunya sempit maka disobek bagian atas tempat masuknya anggota badan dan memasukkan tangannya ditempat yang disobek, maka ketika gamis tidak ditemukan atau basuhannya tidak sampai didalamnya, maka ghasil menutup sesuatu darinya yang berada diantara pusar dan lutut.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib : juz 4 hal 366 - 367. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
*📕🌴• قال الدكتور الشيخ وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الاسلامي وآدلته ":*
ويجب ستر عورة المغسول، إلا من له دون سبع سنين، فلا بأس بغسله مجرداً، كما ذكر الحنابلة،
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي : الجز ٢ صفحة ١٤٩٠. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*💾🍒• Syaikh Prof. Dr. Wahbah Al Zuhailiy Asy Syafi'iy hafidzohullaahu ta'ala juga menegaskan :*
"Bahwa menutup aurat jenazah saat dimandikan adalah *_wajib kecuali jenazah yang berusia dibawah tujuh tahun._* Maka tidaklah berbahaya memandikannya dengan kondisi telanjang. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Ulama’ dari kalangan Madzhab Hanbali.
{Lihat Kitab Fiqhu Al Islami Wa Adilatuhu : juz 2 hal 1490. Karya Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*💾✍• KESIMPULAN DALAM MADZHAB SYAFI'IY :*
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa hukum menutup aurat jenazah saat dimandikan adalah wajib. Maka menelanjangi jenazah saat dimandikan adalah haram.
*4⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Imam Ahmad.*
*📘🎙• قال الإمام ابن قدامة الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : ( فَإِذَا أَخَذَ فِي غُسْلِهِ سَتَرَ مِنْ سُرَّتِهِ إلَى رُكْبَتَيْهِ ) وَجُمْلَتُهُ أَنَّ الْمُسْتَحَبَّ تَجْرِيدُ الْمَيِّتِ عِنْدَ غُسْلِهِ ، وَيَسْتُرُ عَوْرَتَهُ بِمِئْزَرٍ . هَذَا ظَاهِرُ قَوْلِ الْخِرَقِيِّ ، فِي رِوَايَةِ الْأَثْرَمِ عَنْ أَحْمَدَ فَقَالَ : يُغَطِّي مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتَيْهِ .
وَهَذَا اخْتِيَارُ أَبِي الْخَطَّابِ وَهُوَ مَذْهَبُ ابْنِ سِيرِينَ وَمَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَرَوَى الْمَرُّوذِيُّ ، عَنْ أَحْمَدَ ، أَنَّهُ قَالَ : يُعْجِبُنِي أَنْ يُغَسِّلَ الْمَيِّتَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ يُدْخِلُ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الثَّوْبِ . قَالَ : وَكَانَ أَبُو قِلَابَةَ إذَا غَسَّلَ مَيِّتًا جَلَّلَهُ بِثَوْبٍ .
قَالَ الْقَاضِي : السُّنَّةُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي قَمِيصٍ رَقِيقٍ يَنْزِلُ الْمَاءُ فِيهِ ، وَلَا يَمْنَعُ أَنْ يَصِلَ إلَى بَدَنِهِ ، وَيُدْخِلُ يَدَهُ فِي كُمِّ الْقَمِيصِ ، فَيُمِرُّهَا عَلَى بَدَنِهِ وَالْمَاءُ يُصَبُّ ، فَإِنْ كَانَ الْقَمِيصُ ضَيِّقًا فَتَقَ رَأْسَ الدَّخَارِيصِ ، وَأَدْخَلَ يَدَهُ مِنْهُ . وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ❤ غُسِّلَ فِي قَمِيصِهِ .
{انظر كتاب المغني : ج ٤ ص ٣٦٤ / كتاب الجنائز / فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ خَلْعُ ثِيَابِ الْمَيِّتِ. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}
*📓🍒• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : Pengarang telah berkata : ketika mengambil pekerjaan memandikan mayyit, maka ghasil/orang yang memandikan menutupi mayyit diantara pusar dan kedua lututnya. Dan keseluruhannya *BAHWASANNYA YANG DIANJURKAN* adalah menanggalkan seluruh pakaian Mayyit ketika memandikannya, dan menutupnya dengan kain kain bawahan/semacam sarung. Dan ini adalah kejelasan pendapat " Imam Al Khiraqiy " dalam riwayat " Al Atsram " dari Ahmad, beliau berkata : " Ditutup bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lututnya ".
Dan pendapat ini adalah pilihan " Imam Abi Al Khattab " dan itu merupakan Madzhab Ibnu Sirin, Malik, dan Abi Hanifah, dan " Al Maruudziy " meriwayatkan dari Ahmad bahwasannya beliau berkata : " Lebih mengagumkanku apabila mayyit dimandikan, dan ada padanya pakaian, yang ghasil memasukkan tangannya dari bawah pakaian. Beliau berkata : Abu Qilabah ketika memandikan mayyit beliau menghampari/menutupnya dengan kain.
Al Qadliy berkata : *SUNNAH* apabila memandikan mayyit didalam gamisnya yang tipis yang air bisa merembes turun kebawah didalamnya, dan tidak terhalang apabila air sampai pada badan mayyit, dan ghasil memasukkan tangannya kedalam lengan gamis mayyit lantas meraba badannya dan air diguyurkan, dan apabila gamisnya sempit, maka disobek bagian atas tempat memasukkan anggota badan, dan ghasil memasukkan tangannya dari tempat itu, dan ini adalah Madzhab Imam Syafi'iy karena sesungguhnya Nabi ﷺ💞 dimandikan dalam keadaan masih memakai pakaian gamisnya.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 4 hal 364 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl : Wa Yustahabbu Khal'u Tsiyaabu Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• ORANG YANG MEMANDIKAN MAYIT HARUS MEMAKAI PELAPIS Menurut Ulama' Yaman.*
Pertanyaan:
س: هل يجوز لمن يغسل الميت أن يكشف عورته أم أنه يجب أن تكون مستورة؟
Apakah boleh bagi yang memandikan mayit menyingkap auratnya atau wajibkah memandikan dalam keadaan tertutup?
1) لا يجوز لمس عورة الميت، ولا النظر إليها، ولا كشفها لا للمغسل، ولا لغيره.
2) من يتولى غسل الميت عليه أن يعمل في يده خرقه حائلة بين اليد والعورة.
{انظر فتوى مفتي عام الجمهورية اليمنيه (هو: أبو عبد الرحمن محمد بن إسماعيل بن محمد بن محمد بن علي بن حسين بن صالح بن شائع العمراني اللقب، الصنعاني، ولد في صنعاء القديمة في في ربيع أول سنة ١٣٤٠ هـ ـ الموافق ١٩٢٢ مـ، حفظه الله تعالى}.
Jawaban (ringkasan):
1.tidak boleh menyentuh aurat mayit, tidak boleh juga melihatnya, tidak boleh menyingkapnya baik bagi yang memandikan atau yang lain.
2.bagi yang memandikan mayit, wajib baginya memakai pelapis antara tangan dan aurat mayid (misalnya pakai sarung tangan).
{Lihat Fatwa ulama yaman, syaikh Muhammad bin Ismail Al-Umrani}.
*6⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Harakah/Gerakkan Wahhabiy.*
Pendapat mereka menukil dan sama dengan pendapat Jumhur (mayoritas ulama') dari kalangan Madzhab Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad rahimahumullahu ta'ala. Berikut ungkapan mereka :
*💾🍒• قال ابن عثيمين الوهابي :*
" والصحيح أنه يجرد إلا عورته وهي ما بين السرة والركبة " انتهى
{انظر كتاب "شرح الكافي"}.
*📘🌴• Ibnu Utsaimin mengatakan :*
"Yang benar adalah dilepas (pakaiannya) kecuali auratnya yaitu antara pusar dan lutut.”
{Lihat Syarh Al-Kafi}.
*📕🎙• Dan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah :*
س ٢ : هل عورة الميت – أقصد الجثة المعدة للتشريح – محرم كما هي محرمة علينا على قيد الحياة، وما العمل إذا؟
ج ٣: النظر إلى عورته ميتا كالنظر في عورته حيا، فلا يجوز إلا في الصورة التي رخص فيها في تشريحه؛ للضرورة إلى ذلك.
*📒🌴• Pertanyaan:*
Apakah aurat mayit –maksud saya kadaver/jenazah yang disiapkan untuk dipotong-potong untuk belajar- apakah (melihat) auratnya haram sebagaimana haram ketika hidup, apa yang harus dilakukan?
Jawaban:
Memandang pada aurat mayit sebagaimana memandang pada aurat orang hidup, tidak boleh melihatnya keculai pada hal yang diberi keringanan untuk memotong-motongnya. Karena kebutuhan darurat pada hal itu.
{Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 9421, syamilah}.
*3• ✍ Dianjurkan Mengarahkan Wajah Mayyit Kearah Kiblat Posisi Kepala Diarahkan Keutara.*
Sebaik baik arah adalah arah kiblat dan semulia mulianya majlis (perkumpulan atau amalan yang bersifat ibadah) adalah mengarah kearah Kiblat, prosesi pemandian, pengkafanan, menshalatkan mayyit terhitung termasuk majlis-majlis atau amalan yang baik, sehingga banyak ulama' berpendapat mayyit dianjurkan ketika dimandikan, dikafani, dishalati, bahkan ketika dikubur dengan perbagai perbedaan pendapat dihadapkan kearah qiblat dengan posisi kepala diarah utara, kaki diarah selatan, dengan posisi miring menindih lambung sebelah kanan, atau dibaringkan disandarkan agak tinggi kepalanya sehingga wajahnya dapat menghadap kiblat, hal ini berdasarkan keumuman hadits tentang *_((Duduk yang paling bagus adalah yang menghadap ke arah kiblat))_* dan beberapa anjuran para ulama'.
*A]• 👉Adapun hadits - hadits yang menganjurkan menghadap kiblat, terutama ketika melakukan amal sholih. Diantaranya adalah :*
*1⃣•🌴✍ Hadis dari Ibnu Abbas radhiyyAllahu ‘anhuma, secara marfu’,*
خٙيْرُ اْلمٙجٙالِسِ مٙا اسْتُقْبِلٙ بِهِ اْلقِبْلٙةُ
“Duduk yang paling bagus adalah yang menghadap ke arah kiblat.”
{HR. Thabariy dalam Tahdzib al-Atsar. No. 776}.
*2⃣• 🌴✍ Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’,*
" إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَيِّدًا، وَإِنَّ سَيِّدَ المَجَالِسِ قُبَالَةَ القِبْلَةِ ".
“Segala sesuatu itu ada pemimpinnya, dan pemimpin majlis adalah yang menghadap kiblat.”
{HR. Thabaraniy dalam Kitabnya Al-Ausath. No. 2375}.
*3⃣• 🌴✍ Hadis dari Ibnu 'Umar radhiyyAllahu ‘anhuma.*
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ الْحَنَّاطُ، عَنْ حَمْزَةَ النَّصِيبِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ❤ :
*« أَكْرَمُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتُقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةُ »*
{أخرجه ابن حجر العسقلاني في كتابه " المطالب العالية بزوائد المسانيد الثمانية " / ٤ - كتاب الصلاة / ٢٦ - باب استقبال القبلة والسترة للمصلي / رقم الحديث ؛ ٣١١}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Rabi'. Telah menceritakan kepada kami : Abu Syihab Al Hannath. Dari Hamzah An Nashibiy. Dari Ibnu 'Umar, beliau berkata : Rasulullah ﷺ💙, telah bersabda :
*_" Semulia - mulianya duduk adalah yang menghadap ke arah kiblat.”_*
{Dikeluarkan Oleh Ibnu Hajar Al Asqalaniy Dalam Kitabnya Al Mathoolib Al 'Aliyyah Bifawaa'idi Al Masaaniidi Ats Tsamaaniyyah / 4 - Kitabu Ashalati / 26 - Babu Istiqbaalu Al Qiblatain Wa As Sutrotu Lilmushalli / No. 311}.
*💾✍• KETERANGAN :*
*📓🍒• HADITS INI SANADNYA HASAN,* seperti dijelaskan oleh Imam As Sakhawiy dalam Kitabnya
(al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Katsir minal Ahadits al-Mustaharah 'Ala Al Asinan).
*📘🌷• Namun hadis-hadis ini dinilai *DLO'IF/LEMAH* oleh beberapa Tokoh Harakah/Gerakkan Wahhabiy seperti Al-Albani (Dhaif Jami’ as-Shaghir, 7/496) dan Ibnu Baz sebagaimana dalam salah satu fatwanya.
*💾🌹• Meskipun secara sanad hadis-hadis tentang anjuran menghadap kiblat bermasalah, *NAMUN SECARA MAKNA BENAR* Karena dalam kegiatan ibadah, kita banyak disyariatkan menghadap ke kiblat. Shalat, wajib menghadap kiblat, ketika haji atau umrah, banyak sekali aktivitas yang kita lakukan dengan menghadap kiblat, seperti ketika di bukit shafa dan marwa, mereka yang sai, berdoa dengan menghadap kiblat. Demikian pula ketika di Arafah, di masy’aril haram, atau doa seusai melempar jumrah.
*📕🌺• Karena itulah, para sahabat menganjurkan menghadap kiblat pada saat duduk, terutama ketika ibadah.
*4⃣• 🌴✍ Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dinyatakan :*
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ :
*« أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ جَلَسَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ »*
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الأدب / ٩٨ - مَنْ كَانَ يَسْتَحِبُّ إذَا جَلَسَ أَنْ يَجْلِسَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ. رقم الحديث : ٣٥٧٩}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Waki'. Dari Mis'ar. Dari 'Abdurrahman bin Yazid :
*"Bahwa Abdullah bin Mas’ud duduk menghadap kiblat".*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Al Mushannaf : juz 8 hal 675 / Kitabu Al Adabi / 98 - Man Kaana Yastahibbu Ìdzaa Jalasa An Yajlisa Mustaqbilal Al Qiblati. No. 3579}.
*B]• 👉 Adapun anjuran - anjuran dalam segala hal yang bersifat ibadah dianjurkan untuk menghadap kiblat :*
*📘✍• قال الإمام المُناوي رحمه الله تعالى في كتابه " فيض القدير " :*
[(وإٍنّٙ َأَشْرَفُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتَقْبَلَ بِهِ الْقِبْلَةَ)
(1) يشير إلى أن كل حركة وسكون من العبد على نظام العبودية بحسب نيته ، في يقظته ومنامه وقعوده وقيامه وشرابه وطعامه ، تشرف حالته بذلك فيتحرى القبلة في مجلسه ، ويستشعر هيئتها فلا يعبث ، فيسن المحافظة على استقبالها ما أمكن ، حتى للمدرس على الأصح ، وإنما سن استدبار الخطيب لأن المنبر يسن كونه بصدر المجلس ، فلو استقبل خرج عن مقاصد الخطاب ، لأنه يخاطب حينئذ من هو خلف ظهره.
{انظر كتاب فيض القدير : ج ٢ ص ٥١٢. للإمام المناوي}.
*💾✍• Imam Munawiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Faidlu Al Qadiir " berkata :*
Hadis-hadis ini mengisyaratkan bahwa setiap gerakan maupun diamnya hamba mengikuti alur penghambaan kepada Allah, sesuai niatnya. Baik ketika sadar maupun ketika tidur, ketik duduk maupun ketika berdiri, ketika minum maupun makan. Kondisinya menjadi bernilai karena itu. Karena itu, dia memilih arah kiblat dalam majlisnya, dia tidak banyak bermain-main, sehingga dianjurkan untuk selalu menjaga agar menghadap ke kiblat.
{Lihat Kitab Faidhul Qadir : juz 2 hal 512. Karya Imam Al Munawiy}.
Dianjurkan pula untuk menghadap kiblat ketika membaca al-Quran, dan ini tidak wajib. Sehingga ketika tidak memungkinkan, tidak perlu dipaksakan.
*💾🎙• قال الإمام السفاريني الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " غذاء الألباب في شرح منظومة الآداب ":*
وروى الطبراني بإسناد حسن عن أبي هريرة أيضا مرفوعا { إن لكل شيء سيدا وإن سيد المجالس قبالة القبلة } .
وفي رواية عن ابن عمر رضي الله عنهما مرفوعا {أكرم المجالس ما استقبل به القبلة } رواه الطبراني في الأوسط
{انظر كتاب غذاء الألباب في شرح منظومة الآداب / مطلب خير المجالس ما استقبل به القبلة. للإمام محمد بن أحمد بن سالم السفاريني الحنبلي}
*📓🌴• Imam Safariniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ghidzaau Al Albaabi Fi Syarhi Mandzomati Al Adabi " berkata :*
Ath Thabaraniy telah meriwayatkan *DENGAN SANAD HASAN* dari Abi Hurairah lagi secara *MARFU'* :
*_“Segala sesuatu itu ada pemimpinnya, dan pemimpin majlis adalah yang menghadap kiblat.”_*
(HR. Thabaraniy dalam Kitabnya Al-Ausath. No. 2375).
Dan dalam riwayat lain dari Ibnu 'Umar radliyyAllahu 'anhuma secara *MARFU'* :
*_" Semulia - mulianya duduk adalah yang menghadap ke arah kiblat.”_*
(HR. Thabaraniy dalam Al Ausath).
{Lihat Kitab Ghidzaau Al Albaabi Fi Syarhi Mandzomati Al Adabi : juz 3 hal 382. Karya Imam Safariniy Al Hanbaliy}.
*🌴👉• TIDAK TERMASUK SUNNAH* Menghadapkan Mayyit Kearah Kiblat Saat Dimandikan Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*📓🌴• قال الإمام الحطاب المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في مختصر خليل ":*
( ووضعه على مرتفع ) وقال في الطراز: وليس عليهم أن يكون متوجها إلى القبلة لأن ذلك ليس من سنة الغسل في شيء. انتهى
{انظر كتاب مواهب الجليل في مختصر خليل : ج ٥ ص ٤٠٦. للإمام الحطاب المالكي}.
*💾✍• Imam Al Hathab Al Malikiy rahimahullahu dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jaliil Fi Mukhtshar Khalil " :*
(Dan meletakkan mayyit diatas tempat yang tinggi)
Imam Abu Abdillah At Tanasiy berkata dalam kitabnya " Ath Tharaaz " : dan tidak ada pada mereka istilah dihadapkan kearah Kiblat, karena bukan termasuk dari Sunnahnya Mandi dalam suatu hal apapun.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jaliil Fi Mukhtashar Khaliil : juz 5 hal 406. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*🌴👉• DIANJURKAN MENGHADAP KIBLAT JIKA TEMPATNYA TIDAK SEMPIT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( الْخَامِسَةُ ) يُسْتَحَبُّ أَنْ يَسْتَقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةَ ، وَهَذَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ ، وَفِي كَيْفِيَّتِهِ الْمُسْتَحَبَّةِ وَجْهَانِ :
( أَحَدُهُمَا ) عَلَى قَفَاهُ ، وَأَخْمَصَاهُ إلَى الْقِبْلَةِ ، وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ قَلِيلًا لِيَصِيرَ وَجْهُهُ إلَى الْقِبْلَةِ ، حَكَاهُ جَمَاعَاتٌ مِنْ الْخُرَاسَانِيِّينَ وَصَاحِبَا الْحَاوِي وَالْمُسْتَظْهَرَيْ مِنْ الْعِرَاقِيِّينَ ، وَقَطَعَ بِهِ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْجُوَيْنِيُّ وَالْغَزَالِيُّ وَغَيْرُهُمَا ، قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ : وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ .
( وَالْوَجْهُ الثَّانِي ) وَهُوَ الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ لِلشَّافِعِيِّ فِي الْبُوَيْطِيِّ ، وَبِهِ قَطَعَ جَمَاهِيرُ الْعِرَاقِيِّينَ ، وَهُوَ الْأَصَحُّ عِنْدَ الْأَكْثَرِينَ مِنْ غَيْرِهِمْ ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ : يُضْجَعُ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ كَالْمَوْضُوعِ فِي اللَّحْدِ ، فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ لِضِيقِ الْمَكَانِ أَوْ غَيْرِهِ فَعَلَى جَنْبِهِ الْأَيْسَرِ إلَى الْقِبْلَةِ ، فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ فَعَلَى قَفَاهُ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٠٥. طبعة دار الفكر. للإمام النووي الشافعي}.
*📕🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
*“DISUNNAHKAN* untuk menghadapkan mukhtadlor (orang yang sekarat) ke arah kiblat, dan ini telah disepakati. Adapun tata caranya, ada dua cara :
*Pertama:* dibaringkan di atas tengkuk dan punggungnya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajahnya menghadap kiblat… Perbuatan inilah yang diamalkan oleh orang-orang.
*Kedua:* inilah yang shahih dinukil dari Asy-Syafi’i dalam riwayat Al-Buwaithi. Pendapat inilah yang dipilih oleh mayoritas ulama Irak dan yang paling shahih menurut mayoritas ulama lainnya dibandingkan selain mereka. Inilah madzhab Malik dan Abu Hanifah, yaitu orang yang akan mati itu tidur miring ke sebelah kanan menghadap kiblat, seperti jenazah yang diletakkan di liang lahat. Apabila itu tidak bisa dilakukan karena sempitnya tempat atau yang lainnya, maka miring ke sebelah kirinya sambil menghadap kiblat. Jika itu tidak bisa juga, maka di atas tengkuknya (cara yang pertama). Wallaahu a’lam”
{Lihat Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab : juz 5 hal 105. Cet. Darul Fikr. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى ايضا في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَقَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ فِي كِتَابِهِ الْمُجَرَّدِ اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ بِهِ مُسْتَحَبٌّ لَيْسَ بِوَاجِبٍ وَالصَّحِيحُ الْأَوَّلُ وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُضْجَعَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ فَلَوْ أُضْجِعَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْسَرِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ جَازَ وَكَانَ خِلَافَ الْأَفْضَلِ لِمَا سَبَقَ فِي الْمُصَلِّي مُضْطَجِعًا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٥٢٥. طبعة دار الفكر. للإمام النووي الشافعي}.
*📘🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Al-Qhadi Abu At-Thayyib dalam kitabnya Al-Mujarad :
“Menghadapkan ke kiblat adalah mustahab (sunnah) bukan wajib hukumnya dan yang shahih adalah yang pertama, (ulama) bersepakat bahwa disunnahkan membaringkannya di sisi kanan, seandainya dibaringkan diarah kiri menghadap kiblate, boleh juga.”
{Lihat Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab : juz 5 hal 525. Cet. Darul Fikr. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🌴👉• DISUNNAHKAN MENGHADAPKAN MAYYIT KEARAH KIBLAT PADA SETIAP TINGKAHNYA SEPERTI WAKTU SEKARAT* Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• قال الإمام المرداوي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل ":*
يُسْتَحَبُّ تَوْجِيهُهُ في كل أَحْوَالِهِ وَكَذَا على مُغْتَسَلِهِ مُسْتَلْقِيًا قَالَهُ في الْفُرُوعِ وَقَدَّمَهُ وقال وَنُصُوصُهُ يَكُونُ كَوَقْتِ الِاحْتِضَارِ . انتهى.
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل : ج ٢ ص ٤٨٦. للإمام المرداوي الحنبلي}.
*📘✍• Imam Murdawiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam " Al Ìnshaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf " berkata :*
*DIANJURKAN* menghadapkan nya pada setiap tingkahnya, dan seperti itu juga pada orang yang dimandikannya secara berbaring. Ia mengungkapkannya didalam " Al Furuu' " dan ia sudah mendahulukannya. Dan ia berkata : nushush/versi - versinya kaya sewaktu sakaratul maut.
{Lihat Kitab Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf : juz 2 hal 486. Karya Imam Murdawiy Al Hanbaliy}.
*🌴👉• TIDAK DIANJURKAN MAYYIT MENGHADAP KIBLAT KETIKA DIMANDIKAN* Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.
*💾✍• جاء في كتاب فتاوى الشبكة الإسلامية :*
وما رواه أيضاً عن إبراهيم النخعي أنه قال: كانوا يستحبون أن يوجه الميت القبلة إذا حضر. وأما عند تغسيله فلا يستحب توجيهه إلى القبلة، وإنما يوجه بالكيفية التي تسهل غسله وتنظيفه.
{انظر كتاب فتاوى الشبكة الإسلامية}.
*📕🌴• Terdapat dalam kitab Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah :*
Dan juga hadits yang telah diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha'i (seorang tabi'in), beliau berkata :
"Mereka menyukai menghadapkan mayyit kearah Kiblat disaat sekaratul mautnya. Dan adapun *KETIKA MEMANDIKANNYA TIDAK DIANJURKAN MENGHADAPKANNYA KEARAH KIBLAT* namun semestinya menghadapkan mayyit terkait dengan tatacara yang bisa mempermudah prosesi pemandian dan pembersihannya.
{Lihat Kitab Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah}.
*🌴👉• MAYYIT DIHADAPKAN KIBLAT KETIKA DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Syi'iy/Syi'ah/Rafidliy.
*📘🎙• أخرجه الكيلني الشيعي (وهو محمد بن يعقوب الكليني (ت. ٣٩٢ هـ) الذي يشتهر في أوساط الشيعة الإثني عشريَّة بلقب ثقة الإسلام الكليني. في كتابه " الكافي ":*
علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن هشام بن سالم، عن سليمان ابن خالد قال: سمعت أبا عبد الله (عليه السلام) يقول:
(( إذا مات لاحدكم ميت فسجوه تجاه القبلة وكذلك إذا غسل يحفر له موضع المغتسل تجاه القبلة فيكون مستقبلا بباطن قدميه ووجهه إلى القبلة )).
{انظر كتاب الكافي : ج ٣ ص ١٢٧. للكليني الشيعي. ط الاسلامية. وكتاب من لا يحضره الفقيه : ج ١ ص ١٩٣. للشيخ أبو جعفر محمد بن علي بن بابويه القمي المعروف بـ "الشيخ الصدوق" الذي ولد سنة ٣٠٦ هجرية بقم}.
*📓✍• Al Kulayni Asy Syi'iy telah mengeluarkan dalam kitabnya " Al Kaafiy " sebuah riwayat :*
Aliy bin Ibrahim, dari Ayahnya. Dari Ibni Abi 'Umair. Dari Hisyaam bin Salim. Dari Sulaiman bin Khaalid, ia berkata : aku mendengar Aba 'Abdillah ('alaihim), ia berkata :
(( Ketika salah seorang dari kalian mati, maka kalian hadapkanlah ia kearah Kiblat, begitu juga ketika ia dimandikan membuat galian baginya pada tempat memandikan dengan menghadap kearah Kiblat, maka mayyit berada pada posisi menghadap dengan bagian dalam kedua telapak kaki dan wajahnya menghadap kearah Kiblat.
{Lihat Kitab Al Kaafi : juz 3 hal 138. Karya Al Kulayni Asy Syi'iy. Dan Kitab Man La Yahdluruhu Al Faqih : juz 1 hal 193. Karya Shaduq Asy Syi'iy}.
*4• ✍ Mengurut Perut Mayyit Agar Kotoran Didalam Perutnya Keluar.*
Disyari'atkan ghasil/orang yang memandikan mayyit mengurut dengan lembut perut mayyit agar najis yang berada didalam perut mayyit keluar, kemudian ghasil membalut kedua tangannya dengan sarung tangan atau sejenisnya, lantas membersihkan/mengistinjai/mencebokinya, hal ini sesuai dengan riwayat hadits dan kesepakatan ulama'.
*A)• 🌴Hukum Meraba Dan Menekan Perut Mayyit Menurut Riwayat Hadits :*
١)• حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ عَصْرًا رَقِيقًا فِي الْأُولَى وَالثَّانِيَةِ»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٣}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdissalaam. Dari Mughirah. Dari Ibrahim, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut pada awwal pemandian dan pemandian yang kedua."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10933. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٢)• حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ فِي أَوَّلِ غَسْلَةٍ عَصْرَةً خَفِيفَةً»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٤}.
Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun. Dari Hisyam. Dari Ibnu Siiriin, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut pada awwal pemandian."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10934. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٣)• حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ عَمْرٍو، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُهُ عَصْرًا رَقِيقًا»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٥}.
Telah menceritakan kepada kami : Sahl bin Yusuf. Dari 'Amr. Dari Al Hasan, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10935. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٤)• حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: «حَضَرَنَا وَنَحْنُ نُغَسِّلُ مَيِّتًا» ، فَقَالَ:
«انْفُضُوهُ نَفْضًا وَلَا تَعْصِرُوهُ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ مَا يَخْرُجُ فِي الْعَصْرِ»
{رواها ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٦. للإمام ابن أبي شيبة}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Ubaidullaah bin Musa. Dari 'Utsman bin Al Aswad. Dari Mujahid, beliau berkata : Mujahid datang kepada kami dan kami sedang memandikan mayyit, lantas beliau berkata :
*_" Kalian bersihkanlah mayyit dengan sebersih - bersihnya, dan jangan kalian tekan perutnya, karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui apa yang akan keluar dalam penekanan tersebut."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10936. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
*B)• 🌴Hukum Meraba Dan Menekan Perut Mayyit Menurut Ulama' Madzhab :*
*1⃣• GHASIL/ORANG YANG MEMANDIKAN DIPERINTAHKAN MENEKAN PERUT MAYYIT* Menurut Imam Abu Hanifah.
*📕🎙• قال الإمام الكاساني (وهو أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ثُمَّ يُقْعِدُهُ وَيُسْنِدُهُ إلَى صَدْرِهِ أَوْ يَدِهِ فَيَمْسَحُ بَطْنَهُ مَسْحًا رَفِيقًا ، حَتَّى إنْ بَقِيَ شَيْءٌ عِنْدَ الْمَخْرَجِ يَسِيلُ مِنْهُ هَكَذَا ذُكِرَ فِي ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ٣ ص ٢١٨ / كتاب الصلاة / فصل الغسل / فصل بيان كيفية الغسل للميت. للإمام أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*🌴🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Kemudian ghasil/orang yang memandikan mendudukkan mayyit dan menyandarkan mayyit didada atau tangannya, lantas mengusap perut mayyit dengan tekanan yang lembut, sampai apabila ada sesuatu yang tersisa disekitar tempat keluarnya najis, bisa mengalir keluar darinya, begitulah makna tekstual/lahiriyyah riwayat yang telah disebutkan.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 3 hal 218 / Kitabu Ash Shalaati / Fashal Al Ghuslu / Fashal Bayaanu Al Ghusli Li Al Mayyiti. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن الهمام الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح القدير ":*
( قوله : ووضعوا على عورته خرقة ) ; لأن العورة لا يسقط حكمها بالموت ، قال عليه السلام لعلي { لا تنظر إلى فخذ حي ولا ميت } ولذا لا يجوز تغسيل الرجل المرأة وبالعكس ، وكذا يجب على الغاسل في استنجاء الميت على قول أبي حنيفة ومحمد أن يلف على يده خرقة ليغسل سوءته ، وكذا على الرجال إذا ماتت المرأة ولا امرأة تغسلها أن ييممها رجل ويلف على يده خرقة لذلك ، ولا يستنجى الميت عند أبي يوسف ( قوله : هو الصحيح ) احترازا عن رواية النوادر أنه يستر من سرته إلى ركبته ، وصححها في النهاية لحديث علي المذكور آنفا
{انظر كتاب فتح القدير : ج ٣ ص ٣٣٠ / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام كمال الدين بن عبدالواحد (ابن الهمام) الحنفي}.
*📓🌴• Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Qadiir " berkata :*
(Ungkapan pengarang : dan mereka meletakkan khirqah/kain bekas/gombal : Jawa diatas aurat mayyit) karena hukum aurat tidak bisa gugur sebab adanya kematian. Nabi 'alaihissalaam bersabda kepada Sayyidina 'Aliy : *_" Janganlah kamu melihat paha kaki orang hidup atau yang sudah mati."_*, dan berdasarkan hadits ini seorang laki-laki tidak boleh memandikan mayyit perempuan begitu sebaliknya, dan berdasarkan hadits ini juga ghasil *WAJIB MENCEBOKKI MAYYIT* menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad agar ghasil membalut tangannya dengan sobekan kain untuk membasuh alat kelamin dan dubur mayyit, dan berdasarkan hadits ini berlaku bagi seorang laki-laki ketika perempuan mati dan bukan perempuan yang memandikannya supaya laki-laki itu mentayammuminya dan membalut tangannya dengan khirqah/sobekan kain bekas untuk melaksanakan hal tersebut, dan menurut Abu Yusuf mayyit tidak dicebokki.
(Ungkapan pengarang : itu adalah Shahih) : karena menjaga dari riwayat An Nawaadir bahwasannya mayyit ditutupi dari pusarnya hingga lututnya, dan Imam Ibnu Atsiir pengarang kitab " An Nihayah " *MENSHAHIHKANNYA* didalam kitabnya berdasarkan hadits Imam 'Aliy yang telah disebutkan barusan.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadir : juz 3 hal 330 / Kitabu! Ash Shalaati / Babu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Ghusli. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy}.
*2⃣• NUDIBA/DIANJURKAN MENEKAN PERUT MAYYIT KETIKA AKAN DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*📓✍• قال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على شرح الكبير ":*
(وَ) نُدِبَ (عَصْرُ بَطْنِهِ) خَوْفَ خُرُوجِ شَيْءٍ مِنْ النَّجَاسَةِ بَعْدَ تَكْفِينِهِ (بِرِفْقٍ) لِئَلَّا يَخْرُجَ شَيْءٌ مِنْ أَمْعَائِهِ (و) نُدِبَ (صَبُّ الْمَاءِ) مُتَوَالِيًا (فِي) حَالِ (غَسْلِ مَخْرَجَيْهِ بِخِرْقَةٍ) كَثِيفَةٍ يَلُفُّهَا بِيَدِهِ وُجُوبًا وَلَا يُفْضِ بِيَدِهِ مَا أَمْكَنَهُ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٦ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / مندوبات غسل الميت. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📕🎙• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir " berkata :*
Dan *DIANJURKAN* menekan perut mayyit, karena dikawatirkan keluarnya perkara najis setelah dikafani, dilakukan dengan pelan supaya sesuatu tidak keluar dari perutnya. Dan *DIANJURKAN* mengguyur air terus menerus (beruntun) dalam hal mengguyur dua tempat alat ereksi (pembuangan) mayyit dengan memakai sobekan kain bekas (gombal) yang lembut tipis yang *WAJIB* dibalutkan pada tangannya dan jangan menyelesaikan dengan tangannya (tanpa dibalut dengan sobekan kain) selagi masih memungkinkannya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 416 / Babu Fi Auqati Ash Shalati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaamu Al Mauta / Mandubaatu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*📘✍• قال الإمام مالك بن أنس بن مالك بن عامر الأصبحي المدني، المتوفى: ١٧٩ هـ، رحمه الله تعالى في كتابه " المدونة ". وقاله الإمام عبيد الله بن الحسين بن الحسن أبو القاسم ابن الجَلَّاب المالكي، المتوفى: ٣٧٨ هـ، رحمه الله تعالى، في كتابه " التفريع في فقه الإمام مالك بن انس ":*
قَالَ ابْنُ الْقَاسِمِ: قَالَ مَالِكٌ: يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ عَصْرًا خَفِيفًا
{انظر كتاب المدونة : ج ١ ص ٢٦٠ / كتاب الجنائز / غسل الميت / للإمام مالك بن انس. وقاله الامام عبيد الله ابو القاسم ابن الجلاب المالكي في كتابه " التفريغ في فقه الإمام مالك بن انس}.
*📓🌴• Berkata Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullahu ta'ala. Dan Imam 'Ubaidullaah Abul Qasim bin Al Jalab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala juga mengatakannya dalam Kitabnya " At Tafrii'u Fi Fiqhi Al Imam Malik bin Anas " berkata :*
Ibnu Qasim berkata : Imam Malik berkata : perut mayyit diraba dan ditekan dengan ringan tidak terlalu keras.
{Lihat Kitab Al Mudawwanah : juz 1 hal 260 / Kitab Al Jana'izi / Ghuslu Al Mayyiti / Karya Imam Mali! bin Anas. Dan Dalam Kitab At Tafrii'u Fi Fiqhi Al Imam Malik bin Anas. Karya Imam Abul Qasim Al Jalab Al Malikiy}.
*📘✍• قال الإمام الثعلبي ألبغدادي المالكي (وهو أبو محمد عبد الوهاب بن علي بن نصر الثعلبي البغدادي المالكي، المتوفى: ٤٢٢ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " التلقين في الفقه المالكي ":*
وإن احتج إلى مباشرتها فبخرقة إلا أن يضطر ألى إخراج شيء بيده فيجوز ويعصر بطنه عصرا خفيفا ليخرج ما هناك من أذى ويرفق به في كل ذلك
{انظر كتاب التلقين في الفقة المالكي : ج ١ ص ٥٥ / كتاب الجنائز / للإمام أبو محمد عبد الوهاب بن علي بن نصر الثعلبي البغدادي المالكي}.
*📘🌴• Imam Tsa'labiy Al Baghdadiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " At Talqiin Fi Al Fiqhi Al Maliki ":*
Dan apabila butuh menyentuhnya maka dengan sobekan kain bekas yang bersih kecuali apabila terpaksa mengeluarkan sesuatu dengan tangannya maka *HUKUMNYA BOLEH*. Dan meraba serta menekan perut mayyit dengan ringan supaya keluar dari sana dari hal yang menjijikkan dan melakukannya dengan lembut pada semua itu.
{Lihat Kitab At Talqiin Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 55 / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Tsa'labiy Al Baghdadiy Al Malikiy}.
*📓👌• قال الشيخ أبي إسحاق إبراهيم بن أبي زكريا يحيى بن محمد بن موسى التجيبي التلمساني المالكي (ت ٦٦٣ هـ) رحمه الله في كتابه " اللمع في الفقه على مذهب الإمام مالك بن انس ":*
ويعصر بطنه عصرا خفيفا إن احتاج إلى ذلك، ثم يتعهد أسنانه ومنخريه بخرقة مبلولة.
{انظر كتاب اللمع في الفقه على مذهب الإمام مالك : ص ٦٩ / كتاب الجنائز / للشيخ العلامة الفقيه ابو إسحاق إبراهيم التجيبي التلمساني المالكي}.
*📓✍• Syaikh Abu Ishaq At Tajibiy At Talmisaniy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Luma' Fi Al Fiqhi 'Ala Madzhabi Al Imam Malik bin Anas " berkata :*
Dan ghasil meraba dan menekan perut mayyit dengan lembut, ketika butuh pada semua itu, lantas berusaha membersihkan gigi-giginya dan kedua lubang hidungnya dengan sobekan kain bekas bersih yang telah dibasahi.
{Lihat Kitab Al Luma' Fi Al Fiqhi 'Ala Madzhabi Al Imam Malik bin Anas : hal 69 / Kitabu Al Jana'izi / Karya Syaikh Abu Ishaq At Tajibiy At Talmisaniy Al Malikiy}.
*3⃣• DIANJURKAN MERABA PERUT MAYYIT DAN AGAK MENEKANNYA SEBELUM DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " مختصر المزاني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) ":*
وَيُغَسِّلُ فِي قَمِيصٍ وَلَا يَمَسُّ عَوْرَةَ الْمَيِّتِ بِيَدِهِ وَيُعِدُّ خِرْقَتَيْنِ نَظِيفَتَيْنِ لِذَلِكَ قَبْلَ غُسْلِهِ ، وَيُلْقَى الْمَيِّتُ عَلَى ظَهْرِهِ ثُمَّ يَبْدَأُ غَاسِلُهُ فَيُجْلِسُهُ إجْلَاسًا رَفِيقًا وَيُمِرُّ يَدَهُ عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا وَالْمَاءُ يُصَبُّ عَلَيْهِ لِيَخْفَى شَيْءٌ إنْ خَرَجَ مِنْهُ وَعَلَى يَدِهِ إحْدَى الْخِرْقَتَيْنِ حَتَّى يُنَقِّيَ مَا هُنَالِكَ ثُمَّ يُلْقِهَا لِتُغْسَلَ ، ثُمَّ يَأْخُذُ الْأُخْرَى ، ثُمَّ يَبْدَأُ فَيُدْخِلُ أُصْبُعَهُ فِي فِيهِ بَيْنَ شَفَتَيْهِ .
{انظر كتاب مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) : ج ٨ ص ١٢٩ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الزوج امرأته والمرأة زوجها. للإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Muzaniy Sahabat Imam Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mukhtashar Al Muzaniy " berkata :*
Dan mayyit dimandikan didalam baju gamisnya, tidak boleh menyentuh aurat mayyit dengan tangannya dan menyiapkan dua sobekkan kain bekas yang bersih keduanya untuk melaksanakan hal tersebut sebelum prosesi memandikan mayyit dimulai, dan mayyit diletakkan berbaring diatas punggungnya, lantas orang yang memandikan mayyit memulai, mendudukkan mayyit dengan lembut, dan menggerakkan tangannya diatas perut mayyit berulang - ulang dengan cara menekan - nekan perutnya, dan air diguyurkan diatasnya, untuk menghilangkan sesuatu jikalau sesuatu tersebut keluar darinya, dan ditangannya dibalutkan salahsatu dari dua sobekkan kain bekas untuk membersihkan sampai bisa membersihkan sesuatu yang keluar dari sana, lantas ghasil membaringkannya untuk mulai memandikannya, kemudian ghasil mengambil sobekkan kain bekas yang lain, lalu ghasil mulai memasukkan jarinya membersihkan bagian dalam mulut mayyit diantara kedua bibirnya.
{Lihat Kitab Mukhtashar Al Muzaniy Yang Dicetak Digabung Dengan Kitab Al Umm : juz 8 hal 129 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti Wa Ghaslu Az Zauji Ìmra'atahu Wa Al Mar'atu Zaujaha. Karya Imam Muzaniy Sahabat Imam Syafi'iy}.
*📒🌴• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قَالَ أَصْحَابُنَا : وَيَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى كَتِفِهِ ، وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ، لِئَلَّا يُمِيلَ رَأْسَهُ ، وَيُسْنِدُ ظَهْرَهُ إلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَيُمِرُّ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا لِيُخْرِجَ الْفَضَلَاتِ وَيَكُونُ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ كَمَا سَبَقَ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمُعِينُ مَاءً كَثِيرًا لِئَلَّا يُظْهِرَ رَائِحَةَ مَا يَخْرُجُ ، ثُمَّ يَرُدُّهُ إلَى هَيْئَةِ الِاسْتِلْقَاءِ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / صفة غسل الميت. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Sahabat - sahabat kami Pengikut Madzhab Syafi'iy (Syafi'iyyah) berkata : Dan ghasil/orang yang memandikan meletakkan tangan kanannya dibelakang pundak mayyit, dan jempolnya dibelakang tengkuk mayyit, supaya kepala mayyit tidak geleng - geleng, menyandarkan punggung mayyit pada lutut kanannya, dan menjalankan tangan kirinya meraba perut mayyit dengan sedikit ditekan berulang-ulang agar supaya sisa-sisa makanan didalam perut mayyit keluar, dan ada disekitar pemandian mayyit disediakan mijmarah/pewangi bakar seperti penjelasan yang sudah lampau, dan Mu'iin/orang yang membantu ghasil mengguyurkan air yang banyak diatasnya, supaya tidak menyengat bau sesuatu yang keluar dari sana, lantas ghasil mengembalikan mayyit pada posisi berbaring pada punggungnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz.hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Shifatu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ : وَيَتَعَاهَدُ مَسْحَ بَطْنِهِ فِي كُلِّ غَسْلَةٍ ، فَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ حَمَلَ هَذَا عَلَى ظَاهِرِهِ وَأَمَرَ أَنْ يَتَعَاهَدَ مَسْحَ بَطْنِهِ بِيَدِهِ وَهُوَ غَيْرُ مَا عَلَيْهِ النَّاسُ فِي وَقْتِنَا ، وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ أَرَادَ بِالتَّعَاهُدِ تَفَقُّدَ الْمَوْضِعِ الْمَمْسُوسِ ؛ لِأَنْ لَا يَخْرُجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَيُفْسِدَهُ ، وَلَمْ يُرِدْ مُعَاهَدَةَ مَسْحِهِ بِيَدِهِ .
{انظر كتاب كتاب الحاوي الكبير / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الرجل امرأته والمرأة زوجها. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*💾✍• Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir " berkata :*
Asy Syafi'iy berkata : " dan usahakan meraba perut mayyit dalam setiap basuhan, sebagian dari sahabat kami (Syafi'iyyah) ada yang mengusung pendapat ini berdasarkan lahiriyyahnya, dan memerintahkan supaya mengusahakan meraba perut mayyit dengan tangannya dan itu bukanlah sesuatu yang orang banyak memegangnya dimasa kami, dan *YANG BENAR* bahwasannya ghasil bermaksud dengan usaha membersihkan tempat yang telah disentuh, supaya tidak keluar sesuatu dari situ kemudian merusakkannya, dan bukan yang dimaksudkan usaha menyentuh dengan tangannya.
{Lihat Kitab Al Hawiy Al Kabir : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghaslu Al Mayyiti Wa Ghaslu Ar Rajuli Ìmra'atahu Wa Al Mar'atu Zaujaha. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📘👌• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى " روضة الطالبين وعمدة المفتين ":*
وَيَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى كَتِفِهِ ، وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ، لِئَلَّا يَمِيلَ رَأْسُهُ ، وَيُسْنِدُ ظَهْرَهُ إِلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى ، وَيُمِرُّ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى بَطْنِهِ إِمْرَارًا بَلِيغًا لِتَخْرُجَ الْفَضَلَاتُ ،
وَيَكُونُ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ فَائِحَةٌ بِالطِّيبِ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمُعِينُ مَاءً كَثِيرًا لِئَلَّا تَظْهَرَ رَائِحَةُ مَا يَخْرُجُ ، ثُمَّ يَرُدُّهُ إِلَى هَيْئَةِ الِاسْتِلْقَاءِ ، وَيَغْسِلُ بِيَسَارِهِ - وَهِيَ مَلْفُوفَةٌ بِإِحْدَى الْخِرْقَتَيْنِ - دُبُرَهُ وَمَذَاكِرَهُ وَعَانَتَهُ ، كَمَا يَسْتَنْجِي الْحَيُّ ، ثُمَّ يُلْقِي تِلْكَ الْخِرْقَةَ ، وَيَغْسِلُ يَدَهُ بِمَاءٍ وَإِشْنَانٍ .
كَذَا قَالَ الْجُمْهُورُ : إِنَّهُ يَغْسِلُ السَّوْءَتَيْنِ مَعًا بِخِرْقَةٍ وَاحِدَةٍ .
وَفِي ( النِّهَايَةِ ) وَ ( الْوَسِيطِ ) : أَنَّهُ يَغْسِلُ كُلَّ سَوْءَةٍ بِخِرْقَةٍ ، وَلَا شَكَّ أَنَّهُ أَبْلَغُ فِي النَّظَافَةِ ، ثُمَّ يَتَعَهَّدُ مَا عَلَى بَدَنِهِ مِنْ قَذَرٍ وَنَحْوِهِ .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ١ ص ٦١٤ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*💾🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalib Wa 'Umdatu Al Muftiin " berkata :*
Dan ghasil meletakkan tangannya sebelah kanan dibelakang pundak mayyit, dan meletakkan jempolnya dilekukkan tengkuk mayyit, supaya kepalanya tidak miring, dan meletakkan punggung mayyit diatas lutut kanan ghasil, dan ghasil menggerakkan tangan kirinya diatas perut mayyit berulang - ulang dengan menekannya, supaya sisa - sisa makanannya keluar
dan ada disiapkan disekitar mayyit pewangi bakar yang semerbak dengan bau harum, dan Mu'iin/orang yang membantu ghasil mengguyurnya dengan air yang banyak, agar tidak menyengat bau sesuatu yang keluar, kemudian ghasil mengembalikan mayyit pada posisi berbaring, dan ghasil membasuh dubur, penis, dan bulu penis mayyit dengan tangan kirinya dan tangan kiri tersebut dibalut dengan salahsatu dari dua sobekkan kain bekas seperti layaknya orang yang masih hidup bercebok, kemudian bekas sobekan kain tersebut dilepas, dan membasuh tangannya dengan air dan kayu putih (tetumbuhan yang khusus untuk mencuci tangan dan pakaian)
Seperti itu Jumhur (mayoritas 'ulama) berkata : bahwasannya ghasil mencuci kemaluan dan dubur mayyit secara bersamaan dengan satu sobekan kain bekas.
Dan dalam kitab " An Nihayah " dan " Al Wasiith " dijelaskan : bahwasannya ghasil membasuh setiap (kelamin atau dubur) mayyit dengan satu sobekan kain bekas, dan tidak diragukan lagi hal tersebut lebih mentuntaskan dalam melakukan kebersihan, lantas ghasil berusaha mengangkat kotoran dan semacamnya yang menempel pada badan mayyit.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin : juz 1 hal 614 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَيُجْلِسُهُ ) الْغَاسِلُ بِرِفْقٍ ( عَلَى الْمُغْتَسَلِ ) الْمُرْتَفِعِ ( مَائِلًا إلَى وَرَائِهِ ) إجْلَاسًا رَقِيقًا لِأَنَّ اعْتِدَالَهُ قَدْ يَحْبِسُ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ ( وَيَضَعُ يَمِينَهُ عَلَى كَتِفِهِ وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ) وَهُوَ مُؤَخَّرُ عُنُقِهِ لِئَلَّا يَتَمَايَلَ رَأْسُهُ ( وَيَسْنُدُ ظَهْرَهُ إلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى ) لِئَلَّا يَسْقُطَ ( وَيُمِرُّ يَسَارَهُ عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا ) أَيْ مُكَرَّرًا الْمَرَّةَ بَعْدَ الْمَرَّةِ مَعَ نَوْعِ تَحَامُلٍ لَا مَعَ شِدَّتِهِ لِأَنَّ احْتِرَامَ الْمَيِّتِ وَاجِبٌ قَالَهُ الْمَاوَرْدِيُّ ( لِيَخْرُجَ مَا فِيهِ ) مِنْ الْفَضَلَاتِ خَشْيَةً مِنْ خُرُوجِهِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَلْتَكُنْ الْمِجْمَرَةُ فَائِحَةَ الطِّيبِ مِنْ أَوَّلِ وَضْعِهِ بَلْ مِنْ حِينِ مَوْتِهِ إلَى انْتِهَائِهِ وَلْيَعْتَنِ الْمُعِينُ بِكَثْرَةِ صَبِّ الْمَاءِ إذْهَابًا لِعَيْنِ الْخَارِجِ وَرِيحِهِ مَا أَمْكَنَ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ١٠١ / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*🌴✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan dengan hati - hati ghasil mendudukkan mayyit dengan posisi duduk yang nyaman ditempat yang tinggi yang digunakan untuk mandi condong/miring kebelakang karena posisi tegaknya mayyit bisa menahan apa yang keluar darinya, ghasil meletakkan tangan kanannya dibelakang pundak mayyit, meletakkan ibu jarinya dilekukkan tengkuk mayyit, yakni bagian belakang lehernya supaya kepalanya tidak bergerak memiring, dan menyandarkan punggung mayyit pada lutut kanan ghasil supaya mayyit tidak terjatuh, menjalankan tangan kirinya diatas perut mayyit secara berulang ulang, yakni dengan mengulangi satu gerakan setelah gerakan yang lain dengan semacam membebani bukan dengan membebani dengan beban yang begitu berat, karena memuliakan mayyit wajib hukumnya, seperti Ìmam Mawardiy telah mengatakannya, (tujuan mengerakkan tangan kiri ghasil diatas perut mayyit) agar sisa - sisa kotoran yang ada didalam perut mayyit keluar, karena khawatir keluarnya setelah mayyit dimandikan, dan sebaiknya ada pewangi bakar yang semerbak wanginya dari permulaan meletakkan mayyit, akan tetapi sejak dari mayyit meninggal hingga selesai pengurusannya, dan minta tolong kepada orang yang membantu ghasil agar mengguyurkan air yang banyak, karena bertujuan untuk menghilangkan perkara yang keluar dan baunya yang masih menetap.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 101 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• DIANJURKAN MERABA DAN MENEKAN PERUT MAYYIT SETELAH MAYYIT DIMANDIKAN KARENA MAYYIT SUDAH FLEKSIBEL DAN LEBIH MENGUKUHKAN* Menurut Madzhab Imam Ahmad.
*📘👌• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
ثُمَّ يُمِرُّ يَدَهُ عَلَى بَطْنِهِ ، يَعْصِرُهُ عَصْرًا رَفِيقًا ; لِيُخْرِج مَا مَعَهُ مِنْ نَجَاسَةٍ ، لِئَلَّا يَخْرُجَ بَعْدَ ذَلِكَ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ حِينَ يُمِرُّ يَدَهُ صَبًّا كَثِيرًا ، لِيُخْفِيَ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ ، وَيَذْهَبُ بِهِ الْمَاءُ ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ بِقُرْبِهِ مِجْمَرٌ فِيهِ بَخُورٌ حَتَّى لَا يَظْهَرَ مِنْهُ رِيحٌ .
وَقَالَ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ : لَا يَعْصِرُ بَطْنَ الْمَيِّتِ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى ، وَلَكِنْ فِي الثَّانِيَةِ . وَقَالَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ : يَعْصِرُ بَطْنَهُ فِي الثَّالِثَةِ ، يَمْسَحُ مَسْحًا رَفِيقًا مَرَّةً وَاحِدَةً . وَقَالَ أَيْضًا : عَصْرُ بَطْنِ الْمَيِّتِ فِي الثَّانِيَةِ أَمْكَنُ ; لِأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَلِينُ حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَاءُ .
{انظر كتاب المغني لابن قدامة / كتاب الجنائز / مسألة كيفية غسل الميت. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة الحنبلى}.
*📓🌴• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Kemudian ghasil menggerakkan tangannya diatas perut mayyit, menekannya dengan tekanan yang lembut, supaya najis yang berada bersama didalam perut mayyit keluar, agar supaya tidak keluar (lagi) setelah semua itu, dan air diguyurkan disitu ketika ghasil mengerakkan tangannya dengan guyuran yang banyak, supaya tersembunyi sesuatu yang keluar darinya, dan air menghilangkannya, dan *DIANJURKAN* didekatnya ditaruh pewangi bakar yang didalamnya ada bukhur/dupanya sehingga tidak jelas menyengat baunya.
Imam Ahmad rahimahullahudalan berkata : " perut mayyit tidak diurut dan ditekan pada urutan permulaannya, akan tetapi pada urutan yang kedua".
Dan Imam Ahmad berkata kesempatan yang lain : "mayyit diurut dan ditekan perutnya pada urutan ketiga, ghasil meraba dengan rabaan yang lembut sekali saja."
Dan Imam Ahmad berkata lagi : " meraba dan menekan perut mayyit pada urutan kedua lebih mengukuhkan, karena mayyit tidak bisa fleksibel/lunak, sampai air mengenai dirinya".
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah Kaifiyyatu Ghasli Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات ":*
( ثُمَّ يَرْفَعُ ) غَاسِلٌ ( رَأْسَ غَيْرِ حَامِلٍ إلَى قُرْبِ جُلُوسِهِ ) بِحَيْثُ يَكُونُ كَالْمُحْتَضَنِ فِي صَدْرِ غَيْرِهِ ( وَيَعْصِرُ بَطْنَهُ بِرِفْقٍ ) لِيَخْرُجَ الْمُسْتَعِدُّ لِلْخُرُوجِ ، لِئَلَّا يَخْرُجَ بَعْدَ الْأَخْذِ فِي الْغُسْلِ فَتَكْثُرَ النَّجَاسَةُ ( وَيَكُونُ ثَمَّ ) أَيْ هُنَاكَ ( بَخُورٌ ) بِوَزْنِ رَسُولٍ دَفْعًا لِلتَّأَذِّي بِرَائِحَةِ الْخَارِجِ ( وَيُكْثِرُ صَبَّ الْمَاءِ حِينَئِذٍ ) لِيَدْفَعَ مَا يَخْرُجُ مِنْ الْعَصْرِ وَالْحَامِلُ لَا يُعْصَرُ بَطْنُهَا ، لِئَلَّا يَتَأَذَّى الْوَلَدُ .
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات / كتاب الجنائز / فصل في غسل الميت. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*💾✍• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha " (yang terkenal dengan nama) " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " berkata :*
Lantas ghasil mengangkat kepala selain orang yang hamil didekat tempat duduknya sebagaimana ada seperti dipeluk didada selain dirinya. Dan meraba sambil menekan perut mayyit dengan lembut, supaya musta'id/orang yang membantu mengeluarkannya , supaya najisnya tidak keluar lagi setelah diambil dalam pemandian, lantas menjadi banyak najisnya, dan sebaiknya ada disana dupa seberat timbangan Rasul untuk menolak gangguan bau yang keluar, dan dianjurkan banyak mengguyur air disaat seperti ini untuk menolak perkara yang keluar dari hasil penekanan perut mayyit, dan mayyit wanita hamil tidak boleh ditekan perutnya karena ditakutkan anak didalamnya merasakan sakit.
{Lihat Kitab Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha yang terkenal dengan nama " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🌴• جاء في كتاب متن الخرقى على مذهب ابي عبد الله أحمد بن حنبل الشيباني للإمام أبو القاسم عمر بن الحسين بن عبد الله الخرقي الحنبلي، المتوفى: ٣٣٤ هـ) رحمه الله تعالى :*
ويلف على يديه خرقة فينقى ما به من نجاسة ويعصر بطنه صرا رفيقا ثم يوضئه وضوءه للصلاة
{انظر كتاب متن الخرقى على مذهب ابي عبد الله أحمد بن حنبل الشيباني : ج ١ ص ٣٦ / كتاب الجنائز. للإمام أبو القاسم عمر بن الحسين بن عبد الله الخرقي الحنبلي}.
*💾👌• Tersebut dalam kitab " Matan Al Kharqiy 'Ala Madzahabi Abi 'Abdillah Ahmad Bin Hanbal Asy Syaibaaniy. Karya Imam Al Kharqiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Dan sobekkan kain bekas yang bersih dibalutkan pada kedua tangan ghasil, lantas ia membersihkan najis yang menempel pada mayyit, meraba dan agak menekan perut mayyit dengan lembut, kemudian ia mewudlukannya layaknya wudlu' untuk mengerjakan shalat.
{Lihat Kitab Matan Al Kharqiy 'Ala Madzahabi Abi 'Abdillah Ahmad Bin Hanbal Asy Syaibaaniy : juz 1 hal 36 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Al Kharqiy Al Hanbaliy}.
*C)• 🌴 Hukum Najis Keluar Dari Tubuh Mayyit Setelah Dimandikan Sebelum Dikafani :*
Menurut kesepakatan pengikut Imam Malik (Malikiyyah) dan Pengikut Imam Sayafi'iy (Syafi'iyyah), apabila najis atau kotoran keluar dari tubuh mayyit baik berupa, tinja, air seni, darah dsb, setelah dimandikan *MAKA MAYYIT TIDAK WAJIB DIMANDIKAN LAGI UNTUK KEDUA KALINYA.*
Adapun menurut pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka berkata : *TIDAK BERPENGARUH BAIK NAJIS MENGENAI BADAN ATAU KAFANNYA KECUALI MAYYIT DIMANDIKAN SEBELUM DIKAFANI, ADAPUN JIKA NAJIS KELUAR SETELAH DIKAFANI TIDAK WAJIB DIMANDIKAN LAGI KARENA KESUKARAN*
dan menurut Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (Hanabillah) mereka berkata : *WAJIB DIHILANGI NAJISNYA, DAN DIMANDIKAN LAGI SEBANYAK 7 KALI*.
*📓✍• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري (المتوفى: ١٣٦٠ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
إذا خرج من الميت بعد غسله نجاسة علقت ببدنه أو بكفنه فإنها تجب إزالتها ولا يعاد الغسل مرة أخرى باتفاق المالكية والشافعية,
أما الحنفية والحنابلة فانظر مذهبيهما تحت الخط
( الحنفية قالوا : النجاسة الخارجة من الميت لا تضر سواء أصابت بدنة أو كفنه إلا أنها تغسل قبل التكفين تنظيفا لا شرطا في صحة الصلاة عليه أما بعد التكفين فإنها لا تغسل لأن في غسلها مشقة وحرج بخلاف النجاسة الطارئة عليه كأن كفن بنجس فإنها تمنع من صحة الصلاة عليه
الحنابلة قالوا : إذا خرج من الميت نجاسة بعد غسله وجبت إزالتها وإعادة غسله إلى سبع مرات . فإن خرج بعد السبع وجب غسل الخارج فقط ولا يعاد الغسل
هذا إذا كان خروج النجاسة قبل وضعه في الكفن أما بعده فلا ينتقض الغسل ولا يعاد )
{انظر كتاب الفقه على مذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠١. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📘👌• Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " berkata :*
Ketika najis keluar dari mayyit setelah mayyit dimandikan yang menempel di badan atau kafannya, *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA DAN MEMANDIKANNYA TIDAK WAJIB DIULANGI* berdasarkan kesepakatan Pengikut Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy,
Adapun menurut Pengikut Imam Abu Hanifah dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal,maka lihatlah kedua Madzhab mereka dalam kurung dibawah ini :
(Hanafiyyah/Pengikut Imam Abu Hanifah : najis yang keluar dari mayyit tidak berpengaruh baik najisnya mengenai badan atau kafannya, kecuali najisnya dibasuh sebelum dikafani dengan niatan tandzif (kebersihan) bukan dengan niatan sebagai syarat dalam sahnya shalat, adapun ketika najis keluar setelah dikafani, maka sesungguhnya najis tersebut *TIDAK WAJIB DIBASUH* karena ada kesukaran dan hambatan membasuhnya, berbeda dengan najis yang tidak diketahui darimana datangnya pada mayyit, seperti apabila mayyit dibungkus dengan kafan yang terkena najis, maka najis model tersebut menghalangi sahnya shalat atas diri mayyit.
Hanabillah/Pengikut Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal berkata : " Ketika najis keluar dari mayyit setelah memandikannya, *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA, DAN MENGULANGI PEMANDIKANNYA SEBANYAK 7 KALI*, ketika najis masih keluar setelah dimandikan 7 kali, *MAKA WAJIB DIBASUH LUARNYA SAJA, TIDAK DIULANG PEMANDIANNYA*, ini ketika keluarnya najis sebelum meletakkan mayyit didalam kain kafan, adapun keluarnya najis setelahnya, *MAKA PEMANDIANNYA TIDAK RUSAK DAN TIDAK PERLU DIULANG.*
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 801. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
⤵ 8/ VII
⤵ 9/ VII
*1⃣• WAJIB BERNIAT MENGHILANGKAN NAJIS DAN PEMANDIANNYA TIDAK DIULANGI* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*📓🌴• قال الإمام عبد الغني الميداني الحنفي (وهو عبد الغني بن طالب بن حمادة بن إبراهيم الغنيمي الدمشقي الميداني الحنفي، المتوفى: ١٢٩٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " اللباب في شرح الكتاب ":*
( فإن خرج منه شيء غسله ) لإزالة النّجاسة عنه ( ولا يعيد غسله ) ولا وضوؤه لأنّه ليس بناقض في حقه وقد حصل المأمور به "
{انظر كتاب اللباب في شرح الكتاب : ج ٢ ص ٢٩٢. للإمام عبد الغني الدمشقي الميداني الحنفي}.
*📕🎙• Imam 'Abdul Ghanniy Ad Dimsyaqiy Al Maidaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Lubaabu Fi Syarhi Al Kitaabi " berkata :*
Apabila sesuatu keluar dari mayyit, maka *WAJIB MEMBASUHNYA* dengan niat menghilangkan najis darinya, *DAN TIDAK DIULANGI PEMANDIANNYA, DAN TIDAK DIULANGI WUDLU'NYA,* karena hal itu bukanlah perusak pada haknya, dan sungguh sudah berhasil/terpenuhi dengan apa yang diperintahkan dengan diri mayyit.
{Lihat Kitab Al Lubaab Fi Syarhi Al Kitaabi : juz 2 hal 292. Karya Imam 'Abdul Ghanniy Ad Dimsyaqiy Al Maidaaniy Al Hanafiy}.
*📘✍• قال الإمام عبد الله الموصلي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " الاختيار لتعليل المختار ":*
( فَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَهُ ) إِزَالَةً لِلنَّجَاسَةِ .
( وَلَا يُعِيدُ غُسْلَهُ ) لِأَنَّ الْغُسْلَ عُرِفَ بِالنَّصِّ وَقَدْ حَصَلَ .
( ثُمَّ يُنَشِّفُهُ بِخِرْقَةٍ ) لِئَلَّا تَبْتَلَّ أَكْفَانُهُ فَيَصِيرَ مُثْلَةً .
{انظر كتاب الاختيار لتعليل المختار : ج ١ ص ٩٢ / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل غسل الميت / للإمام عبد الله بن محمود بن مودود الموصلي الحنفي}.
*📘🍒• Imam 'Abdullah Al Mousuliy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Ikhtiyar Lita'liili Al Mukhtaar " berkata :*
Apabila keluar sesuatu dari mayyit maka basuhlah dengan niatan menghilangkan najis.
Dan *TIDAK DIULANG MEMANDIKANNYA* karena sesungguhnya mandi yang telah diketahui pada teks, sesungguhnya hukumnya telah terpenuhi.
Kemudian ghasil mengelapnya dengan sobekkan kain bekas yang bersih supaya tidak basah kain kafannya, maka mayyit akan cepat menjadi rusak.
{Lihat Kitab Al Ikhtiyar Lita'liili Al Mukhtaar : juz 1 hal 92 / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti / Karya Imam 'Abdullah Al Mousuliy Al Hanafiy}.
*📓✍• قال الإمام محمد عبد الحي اللكنوي الحنفي (ت ١٣٠٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " عمدة الرّعاية على شرح الوقاية ":*
" قوله : " وما خرج يغسل : أي تنظيفاً له لا شرطاً ، حتى لو صلّى عليه من غير غسله جاز " .
{انظر كتاب عمدة الرعاية بتحشية شرح الوقاية : ج ٢ ص ٣٥٤. للإمام محمد عبد الحي اللكنوي الحنفي}.
*📓✍• Imam Muhammad Abdul Hayyi Al Locknowiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " 'Umdatu Ar Ri'ayati Bitahsyiyyati Syarhi Al Wiqayati ":*
Ungkapan Mushannif/Pengarang : dan perkara yang keluar dibasuh, artinya dengan niat tandzif/membersihkannya bukan dengan niat memenuhi syarat, hingga jikalau shalat atas diri mayyit tanpa memandikannya hukumnya boleh.
{Lihat Kitab 'Umdatu Ar Ri'ayati Bitahsyiyyati Syarhi Al Wiqayati : juz 2 hal 354. Karya Imam Muhammad 'Abdul Hayyi Al Locknowiy Al Hanafiy}.
*📙🍒• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق :'*
وَأَمَّا مَا سَالَ بِعَصْرٍ ، وَكَانَ بِحَيْثُ لَوْ لَمْ يُعْصَرْ لَمْ يَسِلْ قَالُوا لَا يَنْقُضُ ; لِأَنَّهُ لَيْسَ بِخَارِجٍ ، وَإِنَّمَا هُوَ مُخَرَّجٌ ، وَهُوَ مُخْتَارُ صَاحِبِ الْهِدَايَةِ وَقَالَ شَمْسُ الْأَئِمَّةِ يَنْقُضُ ، وَهُوَ حَدَثٌ عَمْدٌ عِنْدَهُ ، وَهُوَ الْأَصَحُّ
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / كتاب الطهارة / أحكام الوضوء / نواقض الوضوء / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bahru Ar Ra'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq ":*
Dan adapun sesuatu yang mengalir sebab diraba dan ditekan, sekiranya jikalau tidak diraba dan ditekan tidak mengalir, mereka mengatakan : *TIDAK BATAL WUDLUNYA*, karena perkara itu bukanlah sesuatu yang keluar, namu merupakan sesuatu yang dikeluarkan itu adalah pendapat yang dipilih oleh pengarang Al Hidayah, dan ia berkata : mataharinya para imam (Imam As Sarakhsiy Al Hanafiy w. 490 H) berkata : *BATAL WUDLUNYA* dan itu merupakan hadats yang disengaja menurut beliau, dan itu merupakan *PENDAPAT YANG ASHSHAH/PALING BENAR*,
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Ra'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Kitabu Ath Thaharati / Ahkaamu Al Wudlu' / Nawaqidlu Al Wudlu' / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*💾👌• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
(وَأَمَّا) أَنْوَاعُ الْأَنْجَاسِ فَمِنْهَا مَا ذَكَرَهُ الْكَرْخِيُّ فِي مُخْتَصَرِهِ: أَنْ كُلَّ مَا يَخْرُجُ مِنْ بَدَنِ الْإِنْسَانِ مِمَّا يَجِبُ بِخُرُوجِهِ الْوُضُوءُ أَوْ الْغُسْلُ فَهُوَ نَجِسٌ،
{انظر كتاب بداىٕٔع الصناىٔع في ترتيب الشرائع : ج ١ ص ٦٠ /
كتاب الطهارة / فصل في الطهارة الحقيقية / للإمام الكاساني الحنفي}.
*📕✍• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
Dan adapun macam - macamnya najis, sebagian darinya adalah perkara yang telah disebutkan oleh " Al Kurkhiy " dalam Mukhtasharnya : Bahwasanya setiap perkara yang keluar dari badan manusia dari perkara yang mewajibkan wudlu' dan mandi disebabkan oleh keluarnya, maka hukumnya adalah najis.
{Lihat Kitab Badai'u Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 1 hal 60 / Kitabu Ath Thaharati / Fashl Fi Ath Thaharati Al Haqiqiyyati / Karya Imam Al Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*2⃣• HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* Ketika Najis Keluar Setelah Wudlu' Atau Mandi Menurut Imam Malik Bin Anas.
*📓🌴• قال الإمام أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي، المتوفى: ١٢٤١ هـ، رحمه الله تعالى في كتابه "بلغة السالك لأقرب المسالك المعروف بحاشية الصاوي على الشرح الصغير (الشرح الصغير هو شرح الشيخ الدردير لكتابه المسمى أقرب المسالك لِمَذْهَبِ الْإِمَامِ مَالِكٍ)":*
(ولا يعاد) الغسل ( كوضوئه) لا يعاد ( لخروج نجاسة ) بعده ( وغُسلت ) النّجاسة فقط إذا خرجت بعد الوضوء أو الغسل ) .
{انظر كتاب بلغة السالك لأقرب المسالك المعروف بحاشية الصاوي على الشرح الصغير (الشرح الصغير هو شرح الشيخ الدردير لكتابه المسمى أقرب المسالك لِمَذْهَبِ الْإِمَامِ مَالِكٍ) : ج ٢ ص ٥٤٧. للامام أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي}.
*📕🎙• Imam Ash Shawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir " berkata :*
Dan *TIDAK DIULANG MANDINYA SEPERTI WUDLUNYA JUGA TIDAK DIULANGI* sebab keluarnya najis setelahnya *DAN HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* ketika najis keluar setelah wudlu' atau mandi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Asy Syarhi Ash Shaghir : juz 1 hal 547. Karya Imam Ash Shawiy Al Malikiy}.
*📘🌴• قال الإمام محمد بن عبد الله الخرشي المالكي أبو عبد الله (المتوفى: ١١٠١ هـ)، رحمه الله تعالى في شرحه على مختصر خليل بن إسحاق المالكي:*
وإذا خرج من الميت بعد غسله نجاسة فإنه لا يعاد غسله ولا وضوءه بل تغسل النجاسة فقط عن بدنه وكفنه لانقطاع التكليف بالموت.
{انظر كتاب شرح مختصر خليل : ج ٥ ص ٣٩٩. للإمام محمد بن عبد الله الخرشي المالكي أبو عبد الله}.
*📙🍒• Imam Kharasyi Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Syarhu Mukhtashar Khaliil " berkata :*
Dan ketika najis keluar dari mayyit setelah memandikannya, *MAKA TIDAK DIULANG MANDIKANNYA BEGITU JUGA WUDLU'NYA, NAMUN CUKUP DINASUH NAJISNYA SAJA* dari badan atau kafannya, karena terputusnya taklif/beban tanggung jawab dengan adanya sebab kematian.
{Lihat Kitab Syarhu Mukhtashar Khalil : juz 5 hal 399. Karya Imam Al Kharasyi Al Malikiy}.
*3⃣• PENDAPAT YANG TERKENAL DAN PALING KUAT HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* Ketika Najis Keluar Setelah Mayyit Dimandikan Dan Sebelum Mayyit Dikafani Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🍒• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
وَكَذَلِكَ فِي كُلِّ غُسْلِهِ حَتَّى يُنْقِيَهُ وَيَمْسَحُ بَطْنَهُ مَسْحًا رَقِيقًا، وَالْمَاءُ يُصَبُّ عَلَيْهِ لِيَكُونَ أَخْفَى لِشَيْءٍ إنْ خَرَجَ مِنْهُ.
{انظر كتاب الأم للشافعي / كتاب الجنائز / باب ما جاء في غسل الميت. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🎙• Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Umm " berkata :*
{Lihat Kitab Al Umm : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ma Ja'a Fi Ghusli Al Mayyiti / Karya Imam Syafi'iy}.
*📘🌴• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( فَرْعٌ ) إذَا خَرَجَ مِنْ أَحَدِ فَرْجَيْ الْمَيِّتِ بَعْدَ غُسْلِهِ وَقَبْلَ تَكْفِينِهِ نَجَاسَةٌ وَجَبَ غَسْلُهَا بِلَا خِلَافٍ ، وَفِي إعَادَةِ طَهَارَتِهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ مَشْهُورَةٌ ( أَصَحُّهَا ) :
لَا يَجِبُ شَيْءٌ ; لِأَنَّهُ خَرَجَ عَنْ التَّكْلِيفِ بِنَقْضِ الطَّهَارَةِ وَقِيَاسًا عَلَى مَا لَوْ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ فَإِنَّهُ يَكْفِي غَسْلُهَا بِلَا خِلَافٍ ..." انتهى
{انظر كتاب " المجموع شرح المهذب " : ج ١ ص ١٣٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / تقليم أظفار الميت وحف شاربه وحلق عانته / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓✍• Imam Nawawiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Maka Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
“Ketika keluar (sesuatu) dari salah satu kemaluan mayat setelah dimandikan dan belum dikafani, maka diharuskan membersihkan najis, tidak ada perbedaan pendapat (dalam masalah ini). Terkait dengan mengulangi pembersihannya, ada tiga pendapat yang terkenal (dan yang paling kuat) adalah :
"Tidak diwajibkan apapun juga. Karena mayat tersebut tidak termasuk orang yang kena beban masalah batal bersuci. Atau diqiyaskan (dianalogikan) jika seseorang terkena najis dari lainya. *MAKA CUKUP DIBERSIHKAN SAJA TANPA ADA PERBEDAAN.”*
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al-Muhadzab : juz 1 hal 138 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Taqlimu Adzfaari Al Mayyiti Wa Haffa Syaaribahu Wa Halaqa 'Aanatahu / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📕🎙• قال الإمام ابن حجر الهيثمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَلَوْ خَرَجَ بَعْدَهُ ) أَيْ الْغُسْلِ أَيْ وَقَبْلَ الْإِدْرَاجِ فِي الْكَفَنِ ( نَجَسٌ ) وَلَوْ مِنْ الْفَرْجِ ( وَجَبَ إزَالَتُهُ ) تَنْظِيفًا لَهُ مِنْهُ ( فَقَطْ ) لِأَنَّ الْفَرْضَ قَدْ سَقَطَ بِمَا وُجِدَ وَعَلَيْهِ لَا يَجِبُ بِخُرُوجِ مَنِيِّهِ الطَّاهِرِ شَيْءٌ ,
( وَقِيلَ ) يَجِبُ ذَلِكَ ( مَعَ الْغُسْلِ إنْ خَرَجَ مِنْ الْفَرْجِ ) الْقُبُلِ أَوْ الدُّبُرِ لِأَنَّهُ يَتَضَمَّنُ الطُّهْرَ وَطُهْرُ الْمَيِّتِ غَسْلُ كُلِّ بَدَنِهِ
( وَقِيلَ ) يَجِبُ مَعَ ذَلِكَ ( الْوُضُوءُ ) كَالْحَيِّ أَمَّا مَا خَرَجَ مِنْ غَيْرِ الْفَرْجِ أَوْ بَعْدَ الْإِدْرَاجِ فِي الْكَفَنِ فَلَا يَجِبُ غَيْرُ إزَالَتِهِ مِنْ بَدَنِهِ وَكَفَنِهِ قَطْعًا .
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج / كتاب الجنائز
/ للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*💾🍒• mam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan apabila najis keluar setelah mandi artinya sebelum diletakkan didalam kain kafan, walaupun najis tersebut keluar dari kemaluannya *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA SAJA* dengan niatan tandzif/membersihkan najis dari mayyit, karena kefardluannya sudah gugur dengan perkara yang sudah ditemukan atas diri mayyit, tidak wajib melakukan sesuatu apapun dengan sebab keluarnya mani/sperma yang suci,
Dikatakan : hal tersebut wajib bersamaan dengan mandi apabila mani keluar dari kemaluan (alat kelamin atau anus) karena hal itu mencakup pada kesucian, dan kesucian mayyit adalah membasuh seluruh badannya.
Dan dikatakan : wudlu' wajib bersamaan dengan semua itu seperti orang hidup, adapun perkara yang keluar dari selain kemaluan atau setelah mayyit ditaruh dalam kain kafan, *MAKA TIDAK WAJIB KECUALI HANYA MENGHILANGKAN DENGAN PASTI DARI BADAN DAN KAFANNYA.*
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj : juz hal / Kitaabi Al Jana'izi / Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📒🎙• قال الإمام زين الدين أحمد بن عبد العزيز بن زين الدين بن علي بن أحمد المعبري المليباري الهندي الشافعي (المتوفى: ٩٨٧ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺸﺮﺡ ﻗﺮﺓ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺑﻤﻬﻤﺎﺕ ﺍﻟﺪﻳﻦ ":*
ﻭﻟﻮ ﺧﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻧﺠﺲ ﻟﻢ ﻳﻨﻘﺾ ﺍﻟﻄﻬﺮ ﺑﻞ ﺗﺠﺐ ﺇﺯﺍﻟﺘﻪ ﻓﻘﻂ ﺇﻥ ﺧﺮﺝ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﻔﻴﻦ ﻻ ﺑﻌﺪﻩ.
{انظر كتاب فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين (هو شرح للمؤلف على كتابه هو المسمى قرة العين بمهمات الدين): ص ٢١٥. للامام زين الدين أحمد المعبري المليباري الهندي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Zainuddin Ahmad Al Ma'bariy Al Maliibaariy Al Hindiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Mu'iin Bisyarhi Qurrati Al 'Ainiy Bimuhimmaati Ad Diini " berkata :*
Andai setelah dimandikan keluar najis dari mayat, maka hukum bersesucinya tidak rusak / tidak batal, *HANYA SAJA WAJIB MENGHILANGKAN NAJIS ITU SAJA,* jikalau najis tersebut keluar sebelum dikafani, bukan setelahnya.
{Lihat Kitab Fathu Al Mu'iin Bisyarhi Qurrati Al 'Ainiy Bimuhimmaati Ad Diini : hal 215. Karya Imam Zainuddin Ahmad Al Ma'bariy Al Maliibaariy Al Hindiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• وقال الامام زكريا الأنصاري الشافعي في كتابه " الغرر البهية ممزوجاً بشرح البهجة الوردية في الفقه الشافعي ":*
(أَمَّا) نَجَسٌ (خَارِجٌ قَدْ يَعْرِضُ) أَيْ: يَظْهَرُ مِنْ الْمَيِّتِ بَعْدَ غُسْلِهِ وَلَوْ بَعْدَ تَكْفِينِهِ فَإِنَّهُ (يُزَالُ) عَنْهُ (حَتْمًا دُونَ) إعَادَةِ (غُسْلٍ وَوُضُو) , وَإِنْ خَرَجَ مِنْ فَرْجِهِ؛ لِسُقُوطِ الْفَرْضِ بِمَا جَرَى وَحُصُولِ النَّظَافَةِ بِإِزَالَةِ الْخَارِجِ؛ ِ؛ وَلِأَنَّهُ غَيْرُ مُكَلَّفٍ فَلَا يُنْتَقَضُ طُهْرُهُ،
{انظر كتاب الغرر البهية ممزوجاً بشرح البهجة الوردية في الفقه الشافعي : ج ٢ ص ٨٦ / بَابُ الْجَنَائِزِ / للإمام ابو زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📒🍒• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Ghuraru Al Bahiyyah Bisyarhi Al Bahjah Al Wardiyyah " berkata :*
Adapun najis yang keluar bahwasannya najis tersebut jelas berasal dari mayyit setelah dimandikan, dan jikalau jelas setelah dikafani, maka sesungguhnya karena hal tersebut *NAJIS WAJIB DIHILANGKAN TANPA MENGULANGI MANDI DAN WUDLUNYA*
Dan walaupun najis keluar dari kemaluannya, karena telah gugur kewajibannya sebab perkara yang telah berjalan dan terpenuhinya kebersihan dengan menghilangkan najis yang keluar, dan sesungguhnya mayyit sudah menjadi ghoiru mukallaf (tidak diberi tanggung jawab lagi melakukan kewajibannya yang disebabkan oleh kematiannya), dan tidak menjadi batal hukum bersucinya.
{Lihat Kitab Al Ghuraru Al Bahiyyah Bisyarhi Al Bahjah Al Wardiyyah : juz 2 hal 86 / Babu Al Jana'izi / Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• KETIKA NAJIS KELUAR SETELAH MAYYIT DIMANDAIKAN 3 KALI, MAKA MEMANDIKANNYA DITAMBAH MENJADI 5 KALI, JIKA NAJISNYA MASIH KELUAR DITAMBAH MENJADI 7 KALI, DAN GHASIL MEWUDLUI MAYYIT MENGIRINGI KELUARNYA NAJIS SETELAH HITUNGAN TIAP PEMANDIAN TERSEBUT* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• وقال الامام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : " فَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَهُ إلَى خَمْسٍ ، فَإِنْ زَادَ فَإِلَى سَبْعٍ " يَعْنِي إنْ خَرَجَتْ نَجَاسَةٌ مِنْ قُبُلِهِ أَوْ دُبُرِهِ ، وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ بَعْدَ الثَّلَاثِ ، غَسَلَهُ إلَى خَمْسٍ ، فَإِنْ خَرَجَ بَعْدَ الْخَامِسَةِ ، غَسَلَهُ إلَى سَبْعٍ وَيُوَضِّئُهُ فِي الْغَسْلَةِ الَّتِي تَلِي خُرُوجَ النَّجَاسَةِ .
قَالَ صَالِحٌ : قَالَ أَبِي : يُوَضَّأُ الْمَيِّتُ مَرَّةً وَاحِدَةً ، إلَّا أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ شَيْءٌ ، فَيُعَادُ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ ، وَيَغْسِلُهُ إلَى سَبْعٍ . وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيرِينَ ، وَإِسْحَاقَ .
وَاخْتَارَ أَبُو الْخَطَّابِ أَنَّهُ يَغْسِلُ مَوْضِعَ النَّجَاسَةِ ، وَيُوَضَّأُ ، وَلَا يَجِبُ إعَادَةُ غُسْلِهِ . وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ ، وَمَالِكٍ ، وَأَبِي حَنِيفَةَ ; لِأَنَّ خُرُوجَ النَّجَاسَةِ مِنْ الْحَيِّ بَعْدَ غُسْلِهِ لَا يُبْطِلُهُ ، فَكَذَلِكَ الْمَيِّتُ . انتهى
{انظر كتاب "المغني" : ج ١ ص ١٦٨ / كتاب الجنائز / مسألة خرجت نجاسة من قبل الميت أو دبره وهو على مغتسله بعد الثلاث / للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}. (1/168) .
*📓👌• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : berkata Mushannif : " Apabila keluar dari mayyit sesuatu, *MAKA MEMBASUHNYA 5 KALI* , apabila sesuatu itu bertambah, *MAKA DIBASUH SAMPAI 7 KALI*" yakni ketika najis keluar dari kemaluan atau anus mayyit, dan ia berada setelah pemandiannya yang ketiga, *MAKA GHASIL MENAMBAH MEMANDIKANNYA SAMPAI MENJADI 5 KALI*, apabila najis keluar lagi setelah pemandiannya yang kelima, *MAKA GHASIL MENAMBAH MEMANDIKANNYA SAMPAI MENJADI 7 KALI*, dan ghasil mewudlukannya setelah tiap basuhan yang mengikuti keluarnya najis.
Shalih berkata : Ayahku berkata : mayyit diwudlukan sekali saja, kecuali apabila keluar najis lagi darinya, maka wudlu'nya diulangi, dan ghasil bisa memandikannya sampai 7 kali. Dan itu adalah perkataan Ibnu Sirin dan Ishaq.
Dan Abu Al Khaththab memilih : Bahwasanya ghasil cukup membasuh tempat najisnya, mewudlukannya, dan tidak wajib mengulangi pemandiannya.
"Dan ini pendapat Tsauri, Malik, Abu Hanifah karena keluarnya najis dari orang yang masih hidup setelah mandi tidak membatalkannya, begitu juga bagi mayat.”
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 1 hal 168 / Kitabu Al Jana'izi / Masalah Kharajat Najasatun Min Qubuli Al Mayyiti Au Duburihi Wa Huwa 'Alaa Mughtasilihi Ba'da Ats Tsalatsa / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*💾✍• قال الإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
( وَيُسَنُّ قَطْعُهُ عَلَى وَتْرٍ إنْ زَادَ عَلَى الثَّلَاثِ ) فَإِنْ أَنْقَى بِرَابِعَةٍ زَادَ خَامِسَةً وَإِنْ أَنْقَى بِسَادِسَةٍ زَادَ سَابِعَةً وَهَكَذَا ،
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع / كتاب الطهارة / باب الاستطابة وآداب التخلي / فصل الاستجمار بكل طاهر جامد / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📕🎙• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' " berkata :*
Dan *DISUNNAHKAN MENYUMBATNYA* dengan ganjil ketika bertambah lebih dari basuhan hitungan ke 3, maka ketika bersih pada basuhan hitungan ke 4 ditambah basuhannya hingga hitungan ke 5, jikalau bersih pada hitungan ke 6, maka ditambah basuhannya hingga hitungan ke 7 begitu seterusnya.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Ath Thaharati / Babu Al Istithabaati Wa Adaabi At Takhalli / Fashal Al Istijmaaru Bikulli Thaahirin Jamidin / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🌴• وجاء في كتاب "الموسوعة الفقهية" لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
وَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ، فَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ - مَا عَدَا أَشْهَبَ - وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَاخْتَارَهُ أَبُو الْخَطَّابِ مِنَ الْحَنَابِلَةِ: أنه لا يعاد غسله ، وإنما يغسل ذلك الموضع ، وإليه ذهب الثوري أيضاً " انتهى .
{انظر كتاب كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية " : ج ١٣ ص ٥٣. لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾🌴• Dalam Kitab ‘Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah. Karya Waziratu Al Auqaaf Wa Asy Syu'uun Al Islamiyyah - Negara Kuwait :*
"Jika ada sesuatu yang keluar sementara dia masih dalam tempat pemandiannya, maka pendapat Hanafiyah, Malikiyah –selain Asyhab- dan pendapat paling kuat di mazhab Syafiiyyah dan pilihan Abu Al-Khattab dari Hanabilah, hal itu tidak perlu diulangi. *CUKUP DIBERSIHKAN DI TEMPAT ITU SAJA.* Dan ini pendapat Tsauri juga.”
{Lihat Kitab ‘Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 13 hal 53. Karya Waziratu Al Auqaaf Wa Asy Syu'uun Al Islamiyyah - Negara Kuwait}.
*5⃣• TIDAK MENGULANGI MEMANDIKAN, CUKUP HANYA MEMBERSIHKAN NAJISNYA* Menurut Harakah/Gerakkan Wahhabiy.
*🌴🎙• قال ابن العثيمين الوهابي عن هذا القول :*
أي : عدم إعادة غسله ، والاكتفاء بغسل النجاسة قال : "وهو أقرب للصواب" .انتهى
{انظر كتاب " شرح الكافي ". للصالح العثيمين الوهابي السعودي}.
*📘✍• Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy mengomentari pendapat ini :*
“Maksudnya tidak mengulangi memandikan, cukup hanya membersihkan najisnya. Ia mengatakan : '(Pendapat ini) yang paling dekat kepada kebenaran.”
{Lihat Syarh Al-Kafi. Karya Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy}.
*D)• 🌴 WAJIB MENYUMBAT ATAU MEMBALUT TEMPAT NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS DAN MEMPERCEPAT SHALATNYA.*
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها :
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتْ النَّبِيَّ ﷺ💙 فَقَالَ :
*« ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي »*
{رواه البخاري / ٦ - كتاب الحيض / باب إقبال المحيض وإدباره / رقم الحديث : ٣٢٠}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdullah bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Sufyan. Dari Hisyam. Dari Bapaknya. Dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha:
Bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy mengalami istihadlah (mengeluarkan darah penyakit). Maka aku bertanya kepada Nabi ﷺ🖤, dan beliau menjawab:
*_"Itu seperti keringat dan bukan darah haid. Jika haid datang maka tinggalkanlah shalat dan jika telah selesai mandilah dan shalatlah."_*
{HR. Bukhariy / Kitabu Al Haidl / Babu Ìqbaali Al Mahiidl Wa Ìdbaarihi / No. 320}.
*KESULITAN MENGHENTIKAN DARAH MAYIT*
Melihat orang meninggal akibat korban tabrakan, dan sejenisnya rasanya sulit untuk men-tajhîz/mengurusnya secara sempurna. Bagaimana tidak, darah segar selalu mengucur deras dari tubuh mayyit. Bahkan walau dibasuh berulang-ulang, tetap saja darah mengalir tiada henti. Bagaimana fiqih menyikapi hal tersebut?
Jawab: *WAJIB MENYUMBAT TEMPAT KELUARNYA DARAH*, seperti halnya orang yang beser. Sementara mandi dan shalatnya tetap dihukumi sah.
Catatan: Setelah mayit disumbat, wajib menyegerakan shalat mayit.
*1⃣• ✍JIKA NAJIS TERUS MENGALIR DISUMBAT ATAU DIBALUT APABILA AKAN MELAKUKAN SHALAT DAN IBADAH YANG LAIN* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*📓✍• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَمَتَى قَدَرَ الْمَعْذُورُ عَلَى رَدِّ السَّيَلَانِ بِرِبَاطٍ أَوْ حَشْوٍ أَوْ كَانَ لَوْ جَلَسَ لَا يَسِيلُ وَلَوْ قَامَ سَالَ وَجَبَ رَدُّهُ
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٢٢٧ / باب الحيض / حَيْض الْمُبْتَدَأَة وَنِفَاسهَا / للإمام ابن نجيم الحنفي / ط دار الكتاب الإسلامي}.
*📕🎙• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq " berkata :*
Dan ketika orang yang terkena udzur mampu menahan dua jalan keluar najis dengan pembalut atau penyumbat atau jika ia duduk najis tidak mengalir dan jika ia berdiri najis mengalir, *MAKA IA WAJIB MENYUMBATNYA*.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq : juz 1 hal 227 / Babu Al Haidli / Haidl Al Mubtadi'ati Wa Nifaasiha / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• ✍ DIAMPUNI NAJIS YANG SULIT MENJAGANYA TIDAK WAJIB MENCUCINYA KARENA DARURAT NAMUN JIKA TETAP DAN TERJADI SETIAP HARI DICUCI WALAU HANYA SEKALI* Menurut Madzhab Ìmam Malik bin Anas.
*📘🎙• قال الدردير (وهو أحمد بن أحمد بن أبي حامد العَدوي المالكي الأزهري الخَلْوَتِي، الشهير بأحمد الدردير، ولد بقرية بني عدي التي تسكنها قبيلة بني عدي القرشية في أسيوط بصعيد مصر سنة ١١٢٧ هـ/ ١٧١٥ م، وينتهي نسبه إلى عمر بن الخطاب. وقد تلقب بـ (الدردير)؛ - رحمه الله تعالى - وهو من المالكية شارحًا قول خليل بن إسحاق في مختصره:*
( وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ
كٙسٙلٙسٍ لَازِمٍ ) يُعْفَى عَنْ كُلِّ مَا يَعْسُرُ التَّحَرُّزُ عَنْهُ مِنْ النَّجَاسَاتِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ وَدُخُولِ الْمَسْجِدِ ...
وَالْمُرَادُ بِالسَّلَسِ : مَا خَرَجَ بِنَفْسِهِ مِنْ غَيْرِ اخْتِيَارٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ كَالْبَوْلِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالْغَائِطِ يَسِيلُ مِنْ الْمَخْرَجِ بِنَفْسِهِ ، فَيُعْفَى عَنْهُ وَلَا يَجِبُ غَسْلُهُ لِلضَّرُورَةِ إذَا لَازَمَ كُلَّ يَوْمٍ، وَلَوْ مَرَّةً.
{انظر كتاب شرح مختصر خليل للإمام أحمد الدردير المالكي}.
*📓🌴• Imam Ad Dardir rahimahullahu ta'ala beliau termasuk pengikut Imam Malik yang mensyarahi pendapat Imam Khaliil bin Ìshaq dalam Mukhtasharnya :*
Dan diampuni dari perkara yang sulit seperti penyakit bêsêr (selalu ingin kencing) yang permanen. Artinya diampuni dari setiap perkara yang sulit menjaganya dari najis - najis dinisbahkan untuk melakukan shalat, dan masuk masjid ...
Dan yang dimaksud dengan penyakit bêsêr : yaitu perkara yang keluar dengan sendirinya tanpa disengaja dari beberapa jenis hadats seperti air seni, madzi, sperma, dan tinja, yang mengalir dari tempatnya keluar dengan sendirinya, maka diampuni dan wajib membasuhnya karena darurat, ketika tetap pada setiap hari, dan dibasuh walaupun sekali.
{Lihat Kitab Syarhu Mukhtashar Khalil. Karya Imam Ahmad Ad Dardir Al Malikiy}.
*📓✍• وقال الامام محمد بن أحمد بن محمد عليش، أبو عبد الله المالكي (المتوفى: ١٢٩٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " منح الجليل شرح مختصر خليل في الفقه المالكي ":*
(وَنُدِبَ) بِضَمٍّ فَكَسْرٍ أَيْ الْوُضُوءُ (إنْ لَازَمَ) أَيْ السَّلَسُ الَّذِي لَا يُقْدَرُ عَلَى رَفْعِهِ (أَكْثَرَ) الزَّمَنِ وَأَوْلَى إنْ لَازَمَ نِصْفَهُ لَا إنْ لَازَمَ جَمْعَهُ , وَمَحَلُّ النَّدْبِ مِنْ مُلَازِمِ الْأَكْثَرِ إذَا لَمْ يَشُقَّ (لَا) إنْ (شَقَّ) أَيْ صَعُبَ الْوُضُوءُ عَلَى الْمُكَلَّفِ بِسَبَبٍ نَحْوَ بَرْدٍ انتهى.
{انظر كتاب منح الجليل شرح مختصر خليل في الفقه المالكي : ج ١ ص ١٠٩ / باب يرفع الحدث وحكم الخبث / للإمام محمد بن أحمد بن محمد عليش، أبو عبد الله المالكي}.
*📓✍• Imam Muhammad 'Ulaysyi Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Minahu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil Fi Al Fiqhi Al Malikiy " berkata :*
*DISUNNAHKAN WUDLU' APABILA PENYAKIT BESER MENETAP LAMA WAKTUNYA, YANG TIDAK BISA DIPERKIRAKAN UNTUK MENGHILANGKANNYA* dan apalagi jikalau penyakit bêsêrnya menetap pada separo waktu bukan pada semua waktunya. *DAN LETAK KESUNNAHANNYA* dari menetapi waktu yang lebih banyak ketika tidak merasa terbebani, bukan jikalau wudlu' atas orang yang diperintahkan dirasa berat dengan sebab semacam hawa yang amat dingin.
{Lihat Kitab Minahu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 109 / Babu Yarfa'u Al Hadatsa Wa Hukmu Al Khabatsi / Karya Imam Muhammad 'Ulaysyi Al Malikiy}.
*💾👌• قال الإمام الحطاب المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل ":*
يَنْبَغِي أَنْ يَعُودَ إلَى جَمِيعِ مَا تَقَدَّمَ مِنْ الْفَضَلَاتِ فَقَدْ قَالَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ : قَوْلُ ابْنِ الْحَاجِبِ :
" وَالدَّمْعُ وَالْعَرَقُ وَاللُّعَابُ وَالْمُخَاطُ مِنْ الْحَيِّ طَاهِرٌ " يَعْنِي أَنَّهَا مِنْ الْمَيْتَةِ نَجِسَةٌ ، وَمِنْ الْمُذَكَّى طَاهِرَةٌ ، وَمِنْ الْآدَمِيِّ الْمَيِّتِ عَلَى الْخِلَافِ فِي طَهَارَتِهِ
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الطهارة / فصل الطاهر أنواع / للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*💾✍• Ìmam Hathaab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Asy Syaikh Khalil " berkata :*
Seyogyanya apabila kembali kepada semua perkara yang telah lampau dari kelebihan - kelebihannya, sungguh telah berkata Imam Ibnu 'Abdissalaam : pendapat Imam Ibnu Haajib : airmata, keringat, air liur, dan ingus, dari orang yang masih hidup hukumnya suci, berarti semua itu apabila berasal dari mayyit hukumnya najis, berasal dari hewan yang disembelih hukumnya suci, dan apabila berasal dari manusia/anak adam ada perbedaan pendapat dalam hukum kesuciannya.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Asy Syaikh Khalil : juz hal / Kitabu Ath Thaharati / Fashal Ath Thaahiru Anwaa' / Karya Imam Muhammad Hathaab Al Malikiy}.
*📕🌴• جاء في كتاب " حاشية الصاوي على الشرح الصغير = بلغة السالك لأقرب المسالك " للإمام أحمد الصاوي المالكي (وهو : أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي، المتوفى: ١٢٤١ هـ)، رحمه الله تعالى :*
قَوْلُهُ: [وَكَذَا عَرَقُهُ] : وَلَوْ شَارِبَ خَمْرٍ.
قَوْلُهُ: [وَمَا عُطِفَ عَلَيْهِ] : الَّذِي هُوَ دَمْعُهُ وَمُخَاطُهُ وَلُعَابُهُ وَبَيْضُهُ. وَهِيَ طَاهِرَةٌ وَلَوْ أَكَلَ نَجِسًا، وَمَحَلُّ كَوْنِ اللُّعَابِ طَاهِرًا إنْ خَرَجَ مِنْ غَيْرِ الْمَعِدَةِ. وَأَمَّا الْخَارِجُ مِنْ الْمَعِدَةِ فَنَجِسٌ وَعَلَامَتُهُ أَنْ يَكُونَ أَصْفَرَ مُنْتِنًا.
{انظر كتاب كتاب : حاشية الصاوي على الشرح الصغير : ج ١ ص ٤٣. للإمام أحمد المالكي}
*📘🍒• Imam Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang : (dan demikian juga keringatnya) walaupun keringat seorang peminum arak. Dan perkara yang diikutkan dengannya yaitu air matanya, ingus, air liur, dan keputihannya (cairan putih yang keluar dari alat kelamin). Dan itu hukumnya suci, walaupun ia memakan perkara yang najis. Dan tempat adanya air liur itu hukumnya suci bilamana Keluarnya selain dari perut, dan bilamana keluarnya dari selain perut, maka hukumnya adalah najis. Dan tandanya warnanya kekuninngan berbau busuk/anyir.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Ash Ashaghir : juz 1 hal 77. Karya Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy}.
*3⃣• ✍ WAJIB MENYUMBAT DAN MEMBALUT TEMPAT KELUARNYA NAJIS DARI TUBUH MAYYIT DAN BERSEGERA/CEPAT MELAKUKAN SHALAT JENAZAHNYA* Menurut Imam Muhammad Bin Ìdris Asy Syafi'iy.
*📕✍• قال الشيخ السيد عبد الرحمن باعلوي الحضرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " بغية المسترشدين ":*
(مسألة ي) تَجِبُ إِزَالَةُ النَّجَاسَةِ الْغَيْرِ الْمَعْفُوِّ عَنْهَا عَنِ الْمَيِّت سَوَاءٌ اْلأَجْنَبِيَّةُ وَالْخَارِجَةُ مِنْهُ قَبْلَ إِدْرَاجِهِ فِي الْكَفَنِ اِتَّفَاقاً وَلَوْ مِنْ غَيْرِ السَّبِيْلَيْنِ وَكَذَا بَعْدَهُ فِي اْلأَصَحِّ كَغُسْلِ الْكَفَنِ الْمُلَوَّثِ بِهَا وَلاَ تَصِحُّ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ حِيْنَئِذٍ مَعَ وُجُوْدِ الْمَاءِ الْمُزِيْلِ لَهَا ،
وَقَالَ الْبَغَوِيُّ : لاَ تَجِبُ اْلإِزَالَةُ بَعْدَ اْلإِدْرَاجِ مُطْلَقًا وَإِنْ تَضَمَّخَ الْكَفَنُ اهـ قُلْتُ وَرَجَّحَهُ فِي اْلإِمْدَادِ ,
وَقَالَ بَاعِشَنْ : وَلَوْ لمَْ يُمْكِنْ قَطْعُ الْخَارِجِ مِنَ الْمَيِّتِ صَحَّ غَسْلُهُ وَالصَّلاَةُ عَلَيْهِ لَكِنْ يَجِبُ فِيْهِ الْحَشْوُ وَالْعَصْبُ عَلَى مَحَلِ النَّجَاسَةِ وَالْمُبَادَرَةُ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ كَالسَّلِسِ اهـ
وَفِي التُّحْفَةِ : وَبِهِ يُعْلَمُ وُجُوْبُ غَسْلِ مَا يَظْهُرُ مِنْ فَرْجِ الثَّيِّبِ عِنْدَ جُلُوْسِهَا عَلَى قَدَّمَيْهَا نَظِيْرِ مَا مَرَّ فِي الْحَيِّ اهـ
{انظر كتاب بغية المسترشدين : ص ١٥٢. للسيد الشيخ عبد الرحمن باعلوي الحضرمي الشافعي. مكتبة دار الفكر}.
*💾✍• Sayyid Syaikh 'Abdurrahman Ba'alawiy Al Hadlramiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Bughyatu Al Mustarsyidiin " berkata :*
(Masalah ya') : *WAJIB MENGHILANGKAN NAJIS* yang tidak dimaafkan dari mayyit baik najis lain yang menempel atau najis yang keluar dari diri mayyit sebelum diletakkannya mayyit didalam kafan menurut kesepakatan para ulama', walaupun keluarnya bukan dari dua kemaluan mayyit (alat kelamin dan dubur), dan ini setelah mayyit dikafani menurut pendapat yang Ashshah (paling benar), seperti membasuh kain kafan yang terkena dengan najis, dan tidak syah shalat didalamnya pada saat seperti ini bersamaan dengan adanya air yang bisa menghilangkannya,
*IMAM BAGHAWIY* berkata : *TIDAK WAJIB SECARA MUTLAK MENGHILANGKANNYA SETELAH MAYYIT DILETAKKAN DIDALAM KAFAN,* walaupun kafannya sudah diolesi minyak wangi. Selesai perkataannya. Aku (pengarang kitab Bughyah) berkata : dan beliau merajihkannya/mengunggulkannya seperti tersebut didalam kitab Al Ìmdaad (Syarhu Al Ìrsyaad Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy).
*SYAIKH BA'ISYAAN* berkata : dan walaupun tidak memungkinkan menghentikan najis yang keluar dari mayyit, maka Syah pemandiannya dan syah shalat jenazah atasnya, *AKAN TETAPI WAJIB MENYUMBAT DAN MEMBALUT TEMPAT KELUARNYA NAJIS DAN BERSEGERA/CEPAT MELAKUKAN SHALAT JENAZAHNYA* seperti orang yang sakit Sistitis (kencing terus menerus, bêsêr : jawa).
Dan didalam kitab At Tuhfah (karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy) : dengan kasus ini dapat diketahui hukum wajibnya membasuh perkara yang tampak pada kemaluan wanita janda (kelêntit, jengger ayamnya) ketika duduk jongkoknya (ndòdòk : jawa) diantara kedua telapak kakinya dengan padanan/perimbangan yang berlaku dalam masa hidupnya.
{Lihat Kitab Bughyatu Al Mustarsyidiin : hal. Karya Sayyid Syaikh 'Abdurrahman Ba'alawiy Al Hadlramiy Asy Syafi'iy}.
*💾👌• قال الإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلَوْ لَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ الْخَارِجِ مِنْ الْمَيِّتِ بِغُسْلِهِ صَحَّ غُسْلُهُ وَصَحَّتْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ ِلأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْحَيِّ السَّلِسِ وَهُوَ تَصِحُّ صَلاَتُهُ وَكَذَا الصَّلاَةُ عَلَيْهِ م ر سم عَلَى الْمَنْهَجِ
وَقَوْلُهُ " كَالْحَيِّ السَّلِسِ " قَضِيَّةُ التَّشْبِيْهِ بِالسَّلِسِ وُجُوبُ حَشْوِ مَحِلِّ الدَّمِ بِنَحْوِ قُطْنَةٍ وَعُصْبَةٍ عَقِبَ الْغُسْلِ وَالْمُبَادَرَةُ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ بَعْدَهُ حَتَّى وَلَوْ أُخِّرَ لاَ لِمَصْلَحَةِ الصَّلاَةِ وَجَبَتْ إعَادَةُ مَا ذُكِرَ ،
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِنْ الْمَصْلَحَةِ كَثْرَةَ الْمُصَلِّيْنَ كَمَا فِي تَأْخِيْرِ السَّلِسِ ِلإِجَابَةِ الْمُؤَذِّنِ وَانْتِظَارِ الْجَمَاعَةِ اهـ
{انظر كتاب تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب : ج ٢ ص ٢٦٨ / فَصْلٌ فِي الْجِنَازَةِ / للإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي}.
*📓✍• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Al Mishriy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib = Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib " berkata :*
Apabila tidak mungkin menyumbat najis yang keluar dari mayyit *SYAH MEMANDIKANNYA DAN SYAH SHALATNYA MENETAPI ATAS KEADAAN ITU* karena pangkalnya seperti orang hidup yang terjangkit penyakit Sistitis/Bésér (sebentar-sebentar kencing), dan ia syah shalatnya, dan ini menunjukkan shalat tetap wajib atasnya ...
Dan ungkapan Mushannif "(seperti orang hidup terjangkit penyakit bêsêr)" : adalah penuntutan perkara tentang penyurapaan dengan orang yang terjangkit penyakit bêsêr *TENTANG WAJIBNYA MENYUMBAT TEMPAT DARAH KELUAR DENGAN SEMACAM KAPAS DAN PEMBALUT* mengiringi mandi dan mewajibkan atasnya agar mempercepat melakukan shalat setelah mandi dan dilakukan penyumbatan, sehingga jikalau mengakhirkannya bukan karena untuk kemashlahatan shalat *MAKA WAJIB MENGULANGI APA YANG TELAH DISEBUTKAN*
Dan seyogyanya sebagian dari kemaslahatan shalat adalah banyaknya orang yang shalat, seperti mengakhirkannya orang yang bêsêr karena menjawab orang yang adzan dan menanti berkumpulnya para jamaah shalat.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib = Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib : juz 2 hal 268 / Fashl Fi Al Janaazati / Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Al Mishriy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• ✍ IBADAH SHALAT DENGAN MEMBAWA NAJIS BAIK KARENA LUPA, FAKTOR KEBODOHAN, DAN NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS TIDAK WAJIB MENGULANGI SHALATNYA* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓🌴• قال الإمام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَلَوْ كَانَ الْمُصَلِّي جَاهِلاً بِالْمَكَانِ وَالثَّوْبِ أَنَّهُ حَرَامٌ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، سَوَاءٌ قُلْنَا : إنَّ الْجَاهِلَ بِالنَّجَاسَةِ يُعِيدُ أَوْ لَا يُعِيدُ ؛ لِأَنَّ عَدَمَ عِلْمِهِ بِالنَّجَاسَةِ لَا يَمْنَعُ الْعَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَجِسَةً ، وَكَذَا إذَا لَمْ يَعْلَمْ بِالتَّحْرِيمِ لَمْ يَكُنْ فِعْلُهُ مَعْصِيَةً ، بَلْ يَكُونُ طَاعَةً ، وَأَمَّا الْمَحْبُوسُ فِي مَكَانِ غَصْبٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا نُوجِبَ عَلَيْهِ الْإِعَادَةَ إذَا صَلَّى فِيهِ قَوْلاً وَاحِداً ؛ لِأَنَّ لُبْثَهُ فِيهِ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ .
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٥ ص ٣٢٥ / بَابُ سَتْرِ الْعَوْرَةِ / للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📓🌴• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata :*
Apabila mushalli (orang yang shalat) tidak mengerti dengan tempat dan pakaian yang haram, *MAKA SAMASEKALI TIDAK ADA PENGULANGAN SHALAT BAGINYA*. Sama juga kami katakan ; Bahwasanya orang yang bodoh dengan masalah najis, bisa mengulang atau tidak mengulang, karena ketidaktahuannya dengan masalah najis, tidak bisa mencegah pada sebuah benda yang adanya benda tersebut adalah najis, begitu juga ketika ia tidak mengetahui dengan keharaman, maka hal yang ia lakukan bukanlah maksiat, namun menjadi sebuah ketaatan, adapun orang yang dipenjara ditempat yang dighashab/dirampas, maka seyogyanya kami tidak mewajibkan pengulangan terhadapnya, ketika ia shalat maka cuma ada satu pendapat, karena diamnya disitu bukanlah hal yang diharamkan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 5 hal 324 - 325. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال أيضا شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَمَنْ صَلَّى بِالنَّجَاسَةِ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، وَقَالَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ ؛ لِأَنَّ مَنْ كَانَ مَقْصُودُهُ اجْتِنَابَ الْمَحْظُورِ إذَا فَعَلَهُ مُخْطِئاً أَوْ نَاسِياً لَا تَبْطُلُ الْعِبَادَةُ بِهِ. انتهى.
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٨ ص ٤. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*💾👌• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata lagi :*
Dan orang yang shalat dengan membawa najis karena lupa atau faktor kebodohan maka *TIDAK ADA PENGULANGAN ATASNYA.* Dan sebagian ulama' mengatakannya : Bahwasanya orang yang tujuannya menjauhi hal yang menghalangi (ibadah), ketika ia melakukannya dengan tdak benar atau lupa *TIDAK BATAL IBADAHNYA SEBAB HAL TERSEBUT*.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 8 hal 4. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعال فيى كتابه " الروض المربع شرح زاد المستقنع ":*
(والمُسْتَحَاضَةُ ونَحْوُهَا) ممَّن به سَلَسُ بَوْلٍ أو مَذْيٍ أو رِيحٍ، أو جُرْحٌ لا يَرْقَأُ دَمُه، أو رُعَافٌ دَائِمٌ
(تَغْسِلُ فَرْجَهَا) لإزَالَةِ مَا عليه مِن الحَدَثِ
(وتَعْصِبُه) عَصْباً يَمْنَعُ الخَارِجَ حسَبَ الإمكانِ فإن لم يُمْكِنْ عَصْبُه كالبَاسُورِ صَلَّى حَسَبَ حَالِه، ولا يَلْزَمُ إِعَادَتُهُمَا لكُلِّ صَلاةٍ إن لم يُفَرِّطْ.
(وتَتَوَضَّأُ لـ) دُخُولِ
(وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ) إن خرَجَ شَيْءٌ (وتُصَلِّي) ما دامَ الوَقْتُ (فُرُوضاً ونَوَافِلَ) فإن لم يَخْرُجْ شَيْءٌ لم يَجِبِ الوُضُوءُ، انتهى .
{انظر كتاب الروض المربع شرح زاد المستقنع : ص ٥٧. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📓✍• Imam Al Bahuti berkata dalam kitabnya ‘Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' :*
"Wanita yang istihadhah (mengeluarkan darah penyakit) dan sejenisnya, seperti beser kencing, madzi atau kentut atau luka yang terus menerus mengeluarkan darahnya atau mimisan dari hidung, ia harus membasuh kemaluannya untuk menghilangkan hadats yang ada pada kemaluannya, dan membalutnya dengan pembalut yang bisa menahan najis yang keluar sebisa mungkin, maka apabila tidak mungkin untuk membalutnya seperti wasir (bol kejobo : Jawa) maka ia shalat tergantung pada keadaannya, dan tidak wajib mengulangi keduanya untuk setiap shalat, jikalau tidak melalaikannya.
maka ia wajib berwudhu setiap masuk waktu shalat,
jika keluar sesuatu darinya (hadats), lalu ia shalat selama waktunya masih ada baik itu shalat fardhu maupun sunnah. Tapi jika tidak keluar sesuatu darinya (hadats), maka ia tidak wajib berwudhu' lagi."
{Lihat Kitab Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' : hal 57. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*E)• 🌴HUKUM HARAMNYA MENJAHIT ANGGOTA MAYIT YANG TERPISAH DAN MELEPAS ALAT PEROBATAN GIP DAN SEMACAMNYA JIKALAU TIDAK ADA HAJAT SYAR'I*.
Seseorang meninggal dunia dengan anggota tubuh yang terpisah-pisah akibat ditabrak kereta api, korban mutilasi, masih memakai alat pembantu pengobatan, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan problematika tersendiri terkait dengan perawatan jenazah. Apakah anggota mayit tersebut boleh dijahit atau dilepas supaya lebih mudah proses perawatannya (tajhîz)?
Jawab: *HARAM*, kecuali jika tanpa dijahit usus mayit akan keluar. Hal ini menurut beberapa pendapat ulama' diantaranya :
*📓👌• قال الإمام شمس الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(قَوْلُهُ: إلَّا بِإِزَالَتِهِ وَجَبَتْ) وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ انْشَقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إلَّا بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ، فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غُسْلُهُ؛ لِأَنَّ فِي خُرُوجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٥٥ / فَصْلٌ فِي تَكْفِينِ الْمَيِّتِ وَحَمْلِهِ وَتَوَابِعِهِمَا / للإمام شمس الدين الرملي الشافعي}.
*📘✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang kitab Al Minhaaj : (kecuali dengan menghilangkannya dan wajib menghilangkan wujud najisnya) :
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 455 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti Wa Hamlihi Wa Tawaabi'ihimaa / Karya Imam Syasuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ شُقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوْجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إِلاَّ بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوْجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غَسْلُهُ ِلأَنَّ فِي خُرُوْجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ اهـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : الجزء ٣ صحـ : ١١٣. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي / مكتبة دار إحياء التراث العربي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 113. Karya Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع ممزوجا بمتن الإقناع " :*
( وَتُزَالُ اللَّصُوقُ ) بِفَتْحِ اللَّامِ : مَا يُلْصَقُ عَلَى الْجُرْحِ مِنْ الدَّوَاءِ ، ثُمَّ أُطْلِقَ عَلَى الْخِرْقَةِ وَنَحْوِهَا إذَا شُدَّتْ عَلَى الْعُضْوِ لِلتَّدَاوِي قَالَهُ فِي الْحَاشِيَةِ ( لِغَسْلٍ وَاجِبٍ فَيُغْسَلُ مَا تَحْتَهَا ) لِيَحْصُلَ تَعْمِيمُ الْبَدَنِ بِالْغُسْلِ وَكَالْحَيِّ ( فَإِنْ خِيفَ مِنْ قَلْعِهَا مُثْلَةٌ ) بِأَنْ خِيفَ سُقُوطُ شَيْءٍ مِنْ الْمَيِّتِ بِإِزَالَتِهَا وَنَحْوِهِ ( مُسِحَ عَلَيْهَا ) كَجَبِيرَةِ الْحَيِّ.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ص / كتاب الجنائز / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' ":*
Dan lashuq (obat yang ditempelkan diatas luka) dilepas, lantas dibubuhkan diatas sobekan kain bekas/gombal atau semacamnya, ketika diikatkan diatas anggota badan untuk obat. Pengarang telah mengatakannya dalam catatan pinggir : (lashuq dilepas) karena untuk memenuhi basuhan yang wajib, maka wajib dibasuh sesuatu yang ada dibawahnya, agar terpenuhi kewajibannya meratakan keseluruhan badan dengan basuhannya, dan layaknya orang yang masih hidup apabila ditakutkan dari pencopotannya mengakibatkan kerusakkan, gambarannya apabila ditakutkan jatuhnya sesuatu dari mayyit sebab menghilangkannya atau semacamnya, maka (jika pengikat obat yang diikatkan tidak dicopot atau dihilangkan) wajib diusap sesuatu yang ada dibawahnya seperti layaknya mengusap perban luka orang yang masih hidup.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*F)• 🌴MENTAYAMMUMI BAWAH KULUP/IKUT PERKHITANAN DAN MEMBUKA PAKSA MULUT MAYIT KARENA TERDAPAT DARAH*
Kisah seorang modin berpengalaman didesanya. Suatu hari, beliau memandikan mayit yang tubuhnya sudah kaku semua. Dengan pelan-pelan mayit tersebut dimandikan supaya semua anggota tubuhnya terbasuh semua. Kesulitan baru terjadi, ketika ketahuan ternyata si mayyit belum disunat/dikhitan dan mulut si mayit mengeluarkan darah yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan membuka paksa mulutnya. Apakah mengusap ikut perkhitanan mayyit dan membuka paksa mulut mayit dapat dibenarkan dalam kasus diatas?
Jawab: *YA, DIBENARKAN.* Hal ini sesuai dengan penjelasan ulama' dengan segala perbedaannya :
*1⃣• 👌 WAJIB MEMBASUH BAWAH IKUT PERKHITANAN ATAU SEMACAM LUKA PADA MAYYIT* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " او " أو الفتاوى العالمكيرية كتاب في الفقه الحنفي على مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان " المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي رحمهم الله تعالى :*
( الْفَصْلُ الْخَامِسِ فِي نَوَاقِضِ الْوُضُوءِ ) مِنْهَا مَا يَخْرُجُ مِنْ السَّبِيلَيْنِ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالرِّيحِ الْخَارِجَةِ مِنْ الدُّبُرِ وَالْوَدْيِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالدُّودَةِ وَالْحَصَاةِ ، الْغَائِطُ يُوجِبُ الْوُضُوءَ قَلَّ أَوْ كَثُرَ وَكَذَلِكَ الْبَوْلُ وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الدُّبُرِ .
كَذَا فِي الْمُحِيطِ .
وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الذَّكَرِ وَفَرْجِ الْمَرْأَةِ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ عَلَى الصَّحِيحِ إلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ مُفْضَاةً فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهَا الْوُضُوءُ .
كَذَا فِي الْجَوْهَرَةِ النَّيِّرَةِ .
بِهِ جَائِفَةٌ فَخَرَجَ مِنْهَا رِيحٌ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ كَالْجُشَاءِ الْمُنْتِنِ كَذَا فِي الْقُنْيَةِ .
وَلَوْ نَزَلَ الْبَوْلُ إلَى قَصَبَةِ الذَّكَرِ لَمْ يَنْقُضْ الْوُضُوءَ وَلَوْ خَرَجَ إلَى الْقُلْفَةَ نَقَضَ الْوُضُوءَ .
كَذَا فِي الذَّخِيرَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ .
هَكَذَا فِي الْبَحْرِ الرَّائِقِ .
وَلَوْ خَرَجَ الْبَوْلُ مِنْ الْفَرْجِ الدَّاخِلِ مِنْ الْمَرْأَةِ دُونَ الْخَارِجِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، وَالْمَجْبُوبُ إذَا خَرَجَ مِنْهُ مَا يُشْبِهُ الْبَوْلَ فَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى إمْسَاكِهِ إنْ شَاءَ أَمْسَكَهُ وَإِنْ شَاءَ أَرْسَلَهُ فَهُوَ بَوْلٌ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ كَانَ لَا يَقْدِرُ عَلَى إمْسَاكِهِ لَا يَنْقُضْ مَا لَمْ يَسِلْ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
وَفِي الْفَتَاوَى إذَا تَبَيَّنَ أَنَّ الْخُنْثَى رَجُلٌ فَالْفَرْجُ الْآخَرُ بِمَنْزِلَةِ الْجُرْحِ لَا يَنْقُضُ الْخَارِجُ مِنْهُ حَتَّى يَسِيلَ، كَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ ، وَهَكَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ وَالذَّخِيرَةِ وَمُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ ، وَأَكْثَرُ الْمُعْتَبَرَاتِ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى إيجَابِ الْوُضُوءِ عَلَيْهِ .
كَذَا فِي التَّبْيِينِ وَاَلَّذِي يَنْبَغِي التَّعْوِيلُ عَلَيْهِ هُوَ الْأَوَّلُ .
كَذَا فِي النَّهْرِ الْفَائِقِ .
وَلَوْ كَانَ لِذَكَرِ الرَّجُلِ جُرْحٌ لَهُ رَأْسَانِ أَحَدُهُمَا يَخْرُجُ مِنْهُ مَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ وَالثَّانِي يَخْرُجُ مِنْهُ مَا لَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ فَالْأَوَّلُ بِمَنْزِلَةِ الْإِحْلِيلِ إذَا ظَهَرَ الْبَوْلُ عَلَى رَأْسِهِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ لَمْ يَسِلْ وَلَا وُضُوءَ فِي الثَّانِي مَا لَمْ يَسِلْ إذَا خَافَ الرَّجُلُ خُرُوجَ الْبَوْلِ فَحَشَا إحْلِيلَهُ بِقُطْنَةٍ وَلَوْلَا الْقُطْنَةُ يَخْرُجُ مِنْهُ الْبَوْلُ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَلَا يَنْتَقِضُ وُضُوءُهُ حَتَّى يَظْهَرَ الْبَوْلُ عَلَى الْقُطْنَةِ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
{انظر كتاب كتاب " الفتاوى الهندية " : ج ١ ص ١٠٩ - ١١٦. المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي}
*📓✍• Tengah dalam kitab " Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah " karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy rahimahumullaahu ta'ala :*
*[[Pasal yang kelima tentang hal - hal yang membatalkan wudlu']] :* diantaranya sesuatu yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus) yang terdiri dari air kencing, tinja, angin yang keluar dari dubur (alias kentut), Wadi | أٙلْوَدْيُ
(Adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing), Wadzi | أٙلْمَذْيُْ (Adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar),
Mani | أٙلْمَنِي (Adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat), cacing kremi, dan kerikil, buang air besar mewajibkan wudlu' baik sedikit atau banyak, begitu juga kencing atau kentut yang keluar dari dubur/anus. Ini seperti dalam kitab " Al Muhith ".
Dan angin yang keluar dari penis dan kemaluan wanita *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU* menurut pendapat yang shahih kecuali siwanita menundanya, maka hal itu mewajibkan wudlu' baginya. Ini seperti dalam kitab " Al Jauharah An Niyarah " (karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy w. 800 H).
bersamaan dengannya keluar darinya bau keringat ketiak, maka tidak membatalkan wudlu' seperti suara angin sendawa (ketika perut kenyang) yang berbau basi/tengik. Ini seperti dalam kitab " Al Qunyah " (Karya Imam Abu Raja' Najmuddin bin Mahmud Az Zahid Al Ghazminiy Al Hanafiy w. 658 H)
dan apabila air kencing turun sampai batang penis, *MAKA TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'*, dan apabila air kencing keluar sampai pada kulit kulfah/ikut perkhitanan *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*. Ini seperti dalam kitab " Adz Dzakhiirah " (Karya Imam Al Qarafiy Al Malikiy w. 684 H). Dan itu benar. Dan seperti itu juga dalam kitab " Al Bahru Ar Raa'iq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Mishriy Al Hanafiy w. 970 H).
jikalau air kencing keluar dari bagian dalam kemaluan wanita bukan dåri bagian luarnya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*, dan yang diwajibkan jikalau keluar dari situ sesuatu yang menyerupai air kencing, apabila dia sanggup menahannya agar tidak keluar diberi kebebasan untuk menahannya, atau melepaskannya, itu adalah air kencing yang membatalkan wudlu', apabila dia tidak mampu menahannya, maka tidak membatalkan wudlu' selama tidak mengalir. Ini seperti fatwa Imam Qadli Khan.
dan didalam sebuah fatwa ketika jelas bahwasanya seorang waria adalah laki - laki, maka alat kelamin yang lain menempati istilah " luka " maka hal yang keluar *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU' SELAMA TIDAK MENGALIR*. Ini seperti dalam kitab As Siraaj Al Wahhaj, dan ini juga seperti dalam Fatwa Qadli Khan, Adz Dzakhiirah, Al Muhith As Sarakhasiy, dan kebanyakkan perkara yang dijadikan bahan pertimbangan, *DAN KEBANYAKKAN MEREKA MEWAJIBKAN WUDLU' KEPADANYA*. Ini seperti dalam kitab " At Tabyiin " dan perkara yang sepantasnya diprioritaskan atasnya adalah pendapat yang pertama. Ini seperti dalam An Nahru Al Faiq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy w. 1005 H).
apabila ada pada alat kelamin pria keluar dua kepala salahsatunya keluar darinya sesuatu yang mengalir pada tempat mengalirnya air kencing, dan yang kedua tidak mengalir pada tempat mengalirnya kencing, maka yang pertama menempati tempat mengalirnya air kencing bagian luar, ketika air kencingnya terlihat jelas di kepalanya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU' WALAUPUN TIDAK MENGALIR* dan *TIDAK ADA WUDLU' SAMA SEKALI PADA YANG KEDUA* selama tidak mengalir. Ketika seseorang takut keluarnya air kencing maka ia menyumbat tempat mengalirnya kencing bagian luarnya dengan kapas, dan sekiranya tidak ada kapas air kencing keluar darinya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN DENGANNYA DAN TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'NYA* seumpama sampai jelas air kencingnya diatas kapas. Beginilah fatwa dari Qadli Khan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah : juz 1 hal 109 - 115. karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَنَقَلَ ابْنُ الْمَلَكِ فِي شَرْحِهِ عَلَى الْجُمَعِ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ إذَا غَلَبَهُ الْبُزَاقُ لَا يَنْقُضُ اتِّفَاقًا ,
وَظَاهِرُ كَلَامِ الزَّيْلَعِيِّ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَ بِالْبُزَاقِ يَنْقُضُ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ عَلَى الْمُخْتَارِ وَلَا يَخْفَى عَدَمُ صِحَّتِهِ لِمُخَالَفَتِهِ الْمَنْقُولَ مَعَ عَدَمِ تَعَقُّلِ فَرْقٍ بَيْنَ الْخَارِجِ مِنْ الْفَمِ وَالْخَارِجِ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَيْنِ بِالْبُزَاقِ ... (الى ان قال) ...
(قَوْلُهُ: وَإِدْخَالُ الْمَاءِ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ لِلْأَقْلَفِ) أَيْ لَا يَجِبُ عَلَى الَّذِي لَمْ يَخْتَتِنْ أَنْ يُدْخِلَ الْمَاءَ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ فِي غُسْلِهِ مِنْ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا لِلْحَرَجِ، الْحَاصِلِ لَوْ قُلْنَا بِالْوُجُوبِ لَا لِكَوْنِهِ خِلْقَةً كَقَصَبَةِ الذَّكَرِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الْمُعْتَمَدُ ، وَبِهِ يَنْدَفِعُ مَا ذَكَرَهُ الزَّيْلَعِيُّ مِنْ أَنَّهُ مُشْكِلٌ؛ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ الْبَوْلُ إلَى الْقُلْفَةِ انْتَقَضَ وُضُوءُهُ فَجَعَلُوهُ كَالْخَارِجِ فِي هَذَا الْحُكْمِ، وَفِي حَقِّ الْغُسْلِ كَالدَّاخِلِ حَتَّى لَا يَجِبَ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ،
وَقَالَ الْكُرْدِيُّ: يَجِبُ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ الْمَشَايِخِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ فَعَلَى هَذَا لَا إشْكَالَ فِيهِ. اهـ.
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٨٥ و ١١٤ / كتاب الطهارة / احكام الغسل / فروض الغسل / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq " berkata :*
Ibnu Al Malak menukil dalam darahnya atas kitab Al Juma' : sesungguhnya darah yang turun dari perut ketika mendominasi air ludah *MAKA TIDAK MEMBATALKAN* menurut kesepakatan,
dan lahiriyyahnya pendapat " Az Zaila'i (Al Hanafiy) " : bahwasanya darah yang turun dari perut yang bercampur dengan ludah *MEMBATALKAN BAIK SEDIKIT ATAU BANYAKNYA* menurut pendapat yang dipilih, dan tidak meragukan akan ketidakbenaran pendapatnya karena penyelisihannya terhadap hal yang dinukil beserta tidak adanya pemikiran yang membedakan antara sesuatu yang keluar dari mulut dan sesuatu yang keluar dari dalam perut yang keduanya bercampur dengan ludah ... (sampai pada ungkapan pengarang kitab) ...
Ungkapan pengarang : dan *WAJIB* memasukkan air kedalam kulit ikut/kulup perkhitanan mayyit (yang belum sunat), artinya *TIDAK WAJIB* pada sesuatu yang tidak ikut dikhitan (batang penis contohnya), agar ghasil memasukkan air kedalam kulit dalam mandi besar/jinabah dan selainnya karena terluka, kesimpulannya jikalau boleh kami katakan : *DENGAN WAJIB* yang adanya bukan satu rangkaian penciptaannya, seperti batang penis (satu penciptaan dengan ikut/kulupnya, maka batang penis tidak wajib dibasuh seperti kulupnya), *DAN INI ADALAH PENDAPAT YANG BENAR DAN BISA DIPEGANG*, dan dengan ini menconter/menolak apa yang telah disebutkan oleh " Az Zaila'i ", bahwasanya pendapatnya termasuk musykil/tidak jelas, karena hal itu ketika air kencing sampai pada ikut/kulup penis, maka akan membatalkan wudlunya, maka mereka menjadikannya seperti kharij/sesuatu yang keluar dalam hukum ini. Dan dalam haknya mandi seperti dakhil/sesuatu yang masuk, sehingga *TIDAK WAJIB MENGALIRKAN AIR KEPADANYA*,
dan Al Kurdiy berkata : *WAJIB* mengalirkan air kepadanya menurut sebagian Masyayikh dan itu adalah pendapat yang paling benar, dan atas pendapat ini sama sekali tidak ada keraguan didalamnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq : juz 5 hal 85 dan hal 114 / Kitabu Ath Thaharati / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• 👌DIAMPUNI SEMUA JENIS HADATS YANG SULIT MELEPASKAN ATAU MENJAHUINYA* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾🌴• جاء في حاشية الدسوقي على شرح مختصر خليل المالكي للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى بعد أن فصل حكم السلس:*
( قَوْلُهُ : وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ ) أَيْ عَمَّا يَشُقُّ الِانْفِكَاكُ مِنْهُ وَالتَّبَاعُدُ عَنْهُ ( قَوْلُهُ : : كَحَدَثٍ إلَخْ ) الْمُرَادُ بِالْحَدَثِ الْجِنْسُ فَيَشْمَلُ سَائِرَهَا وَلَمْ يَقُلْ كَأَحْدَاثِ مُسْتَنْكَحَةٍ لِئَلَّا يُتَوَهَّمَ أَنَّ الْعَفْوَ مَقْصُورٌ عَلَى حُصُولِ جَمْعٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ ... (الى ان قال) ...
وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ إنْ لَازَمَ كُلَّ الزَّمَنِ أَوْ جُلَّهُ أَوْ نِصْفَهُ فَلَا يَنْقُضُ وَإِنْ لَازَمَ أَقَلَّ الزَّمَنِ نَقَضَ مَعَ الْعَفْوِ عَمَّا أَصَابَ مِنْهُ وَإِنَّمَا عُفِيَ عَمَّا أَصَابَ مِنْ الْحَدَثِ اللَّازِمِ مُطْلَقًا وَفَصَّلَ فِي نَقْضِهِ الْوُضُوءَ ; لِأَنَّ مَا هُنَا مِنْ بَابِ الْأَخْبَاثِ وَذَاكَ مِنْ بَابِ الْأَحْدَاثِ وَالْأَخْبَاثُ أَسْهَلُ مِنْ الْأَحْدَاثِ. انتهى.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب أحكام الطهارة / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓✍• Tersebut dalam kitab " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Mukhtashar Khalil Al Malikiy " karya Imam Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala :*
Perkataan pengarang : (dan diampuni dari perkara yang sulit) artinya dari perkara yang sulit melepaskan darinya atau menjahuinya, seperti hadats, yang dimaksud dengan hadats adalah jenis yang meliputi beberapa jenis hadats dan tidak cuma terbatas, seperti hadats - hadats yang diberatkan, supaya tidak disalahfahami bahwasannya istilah " diampuni " itu cuma dibatasi dari kejadian semua jenis hadats.
... (Sampai pada ungkapan mushannif) ...
Dan kesimpulannya hal tersebut jika penyakit menetap pada sepanjang waktunya atau pada sebagian besar waktunya atau pada sebagian saja waktunya, maka tidak batal, dan apabila penyakitnya menetap pada waktu yang lebih sedikit maka batal bersamaan dengan adanya ampunan pada perkara yang mengenai darinya, dan yang semestinya diampuni secara mutlak dari hadats tetap yang menimpa. Dan pengarang memisahkan dalam kasus pembatalannya pada wudlu' : bahwasanya disini termasuk dari bab/kategori kotoran, dan disana termasuk kategori hadats, dan kotoran lebih fleksibel (mudah ditangani) dibandingkan hadats.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Al Kabir / Babu Ahkaami Ath Thaharati / Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 👌 DISUNNAHKAN TIDAK MEMBUKA MULUT MAYYIT YANG ADA DARAHNYA DAN CUKUP MENGUSAP IKUT/KULUP PERKHITAN MAYYIT YANG BELUM DISUNAT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِذَا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ أُعِيدَ تَلْيِينُ أَعْضَائِهِ وَيُنَشَّفُ بِثَوْبٍ لِأَنَّهُ إذَا كُفِّنَ وَهُوَ رَطْبٌ ابْتَلَّ الْكَفَنُ وَفَسَدَ وَإِنْ غُسِّلَ ثُمَّ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ :
( أَحَدُهَا ) يَكْفِيه غَسْلُ الْمَوْضِعِ كَمَا لَوْ غَسَلَ ثُمَّ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ .
( وَالثَّانِي ) يَجِبُ مِنْهُ الْوُضُوءُ لِأَنَّهُ حَدَثٌ فَأَوْجَبَ الْوُضُوءَ ، كَحَدَثِ الْحَيِّ .
( وَالثَّالِثُ ) يَجِبُ الْغُسْلُ مِنْهُ ، لِأَنَّهُ خَاتِمَةُ أَمْرِهِ ، فَكَانَ بِطَهَارَةٍ كَامِلَةٍ وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِعَدَمِ الْمَاءِ أَوْ غَيْرِهِ يُمِّمَ لِأَنَّهُ تَطْهِيرٌ لَا يَتَعَلَّقُ بِإِزَالَةِ عَيْنٍ ، فَانْتُقِلَ فِيهِ عِنْدَ الْعَجْزِ إلَى التَّيَمُّمِ كَالْوُضُوءِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ ) .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٢٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع إذا فرغ من غسل الميت استحب أن ينشف بثوب تنشيفا بليغا / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika selesai dari memandikan mayyit diulangi melemaskan anggota - anggota badan mayyit, dan menyeka/menghanduki dengan kain, karena ketika mayyit dibungkus dan mayyit dalam keadaan basah, maka mayyit menjadi basah dan rusak, dan apabila mayyit dimandikan lantas setelah itu keluar sesuatu dari mayyit, maka dalam kasus ini ada tiga pendapat :
*(Pertama) :* Cukup membasuh tempat najisnya, seperti apabila ia mandi kemudian najis dari orang lain mengenainya.
*(Kedua) :* Wajib wudlu' dari najis tersebut karena sesuatu yang keluar itu adalah yang mewajibkan wudlu' seperti hadatsnya orang hidup.
*(Ketiga) :* Wajib membasuhnya, karena itu merupakan akhir perkaranya, maka dengan bersuci yang sempurna, dan apabila kesulitan membasuhnya karena tidak adanya air atau yang lainnya, *MAKA MAYYIT DITAYAMMUMI* karena tayammum adalah mensucikan bukan menghilangkan bentuk najis, maka dipindahkan pada tayammum ketika tidak kuasa menghilangkannya seperti wudlu', mandi, dan mandi besar/janabah.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 128 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghasli Al Mayyiti / Far'un Ìdza Faragha Min Ghusli Al Mayyiti Ustuhibba An Yansyifa Bitsaubin Tansyiifan Baliighan / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• قال الإمام شهاب الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( قَوْلُهُ وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ ) أَيْ يُسَنُّ أَنْ لاَ يَفْتَحَ أَسْنَانَهُ فَلَوْ خَالَفَ وَفَتَحَ فَإِنْ عُدَّ إزْرَاءً أَوْ وَصَلَ الْمَاءُ لِجَوْفِهِ حَرُمَ وَإِلاَّ فَلاَ نَعَمْ لَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ لَوْ كَانَ حَيًّا وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتُّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عَلِمَ سَبْقَ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ اهـ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : الجزء ٢ صحـ : ٤٤٥ /
مكتبة دار الفكر}.
*🌴✍• Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan ghasil tidak diperkenankan membuka gigi - gigi mayyit), artinya *DISUNNAHKAN SUPAYA GHASIL TIDAK MEMBUKA GIGI GIGNYA* apabila ia menyelisihinya dan membuka gigi - giginya, jika diperkirakan merusakkan atau mengalirkan air hingga sampai perut mayyit maka hukumnya *DIHARAMKAN* jikalau tidak demikian maka tidak diharamkan. Tentu saja benar apabila mulutnya terkena najis, dan pada mulut wajib sucinya, walaupun dalam keadaan hidup, dan jika terkendala pada membuka gigi - giginya, *MAKA DITEKANKAN MEMBUKANYA* walaupun ghasil tahu akan cepatnya air merasuk kedalam perut mayyit.
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 445. Karya Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Maktabah Daar Al Fikri}.
*📘👌• قال الإمام سليمان البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ لِئَلاَ يَسْبِقَ الْمَاءُ إلَى جَوْفِهِ فَيَسْرَعَ فَسَادُهُ وَلَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتَّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عُلِمَ سَبْقُ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ وَلاَ تُكْسَرُ أَسْنَانُهُ، لَوْ تَوَقَّفَتْ إزَالَةُ النَّجَاسَةِ عَلَى كَسْرِهَا لِمَا قَالُوْهُ فِيمَنْ مَاتَ غَيْرَ مَخْتُوْنٍ وَتَحْتَ قُلْفَتِهِ نَجَاسَةٌ تَوَقَّفَتْ إزَالَتُهَا عَلَى قَطْعِ الْقُلْفَةِ حَيْثُ قَالُوْا لاَ تُقْطَعُ وَيُدْفَنُ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ كَمَا نَقَلَهُ الْمَدَابِغِيُّ عَنِ اْلأَجْهُوْرِيُّ وَعِبَارَتُهُ عَلَى التَّحْرِيْرِ وَيَحْرُمُ خَتْنُهُ, وَإِنْ عَصَى بِتَأْخِيْرِهِ أَوْ تَعَذَّرَ غَسْلُ مَا تَحْتَ قُلْفَتِهِ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلاَمُهُمْ وَعَلَيْهِ فَيُيَمَّمُ عَمَّا تَحْتَهَا وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ تَحْتَهَا نَجَاسَةٌ تَعَذَّرَ إزَالَتُهَا وَإِلاَّ دُفِنَ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ م ر
وَعِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ يُصَلَّى عَلَيْهِ بَعْدَ التَّيَمُّمِ اهـ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب : الجزء ٢ صحـ : ١٤٦ /
مكتبة دار الفكر}.
*📘🌴• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib ":*
Dan ghasil tidak boleh membuka gigi - gigi mayyit supaya air tidak meresap masuk kedalam perutnya, akan cepat rusaknya, walaupun terkena najis mulutnya, sedangkan wajib adanya kesucian baginya, dan (menghilangkan najisnya) terhenti pada masalah membuka mulutnya, ditekankan untuk tetap membuka mulutnya, walaupun diketahui airnya merembes kedalam perutnya, dan tidak boleh dipecah gigi - giginya jikalau menghilangkan najisnya terhenti/terkendala pada memecahkan gigi - gignya berdasarkan perkara yang telah mereka katakan mengenai orang mati dalam kondisi belum dikhitan yang otomatis najis ada dibawah kulup/ikut penis mayyit tersebut, menghilangkan najisnya juga terhenti sebagaimana mereka berkata tidak perlu dipotong dan ia boleh dikubur tanpa dishalati seperti " Imam Al Madaabi'iy " menukilnya dari dari " Imam Al Ajhuriy " dan ibaratnya atas kitab " At Tahrir " dan haram mengkhitannya. Dan jika bermaksiat dengan mengakhirkannya atau kesulitan membasuh sesuatu yang berada dibawah kulup/ikut penis mayyit, seperti ungkapan mereka yang telah menetapkannya, dan mayyit wajib ditayammumi
Dan menurut Imam Ibnu Hajar ia dishalati setelah ditayammumi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy ''Alaa Al Khathib : juz 2 hal 146. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
⤵ 9/ VII
*3⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DISUNNAHKAN TETAP DIDALAM GAMIS/PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Muhammad Bin Ìdris Asy Syafi'iy.*
*💾🍒• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه "
ع شرح المهذب ":*
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُغَسَّلَ فِي قَمِيصٍ يَلْبَسُهُ عِنْدَ إرَادَةِ غُسْلِهِ ، هَذَا هُوَ الصَّحِيحُ ، الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ ، وَقَطَعَ بِهِ الْأَصْحَابُ فِي كُلِّ طُرُقِهِمْ .
وَحَكَى الرَّافِعِيُّ وَجْهًا عَنْ حِكَايَةِ ابْنِ كَجٍّ أَنَّ الْأَفْضَلَ أَنْ يُجَرَّدَ وَيُغَسَّلَ بِلَا قَمِيصٍ ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ ، وَالصَّوَابُ الْأَوَّلُ ،
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ : وَلْيَكُنْ الْقَمِيصُ رَقِيقًا سَخِيفًا ، قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُدْخِلُ الْغَاسِلُ يَدَهُ فِي كُمَّيْهِ وَيَصُبُّ الْمَاءَ مِنْ فَوْقِ الْقَمِيصِ ، وَيَغْسِلُ مِنْ تَحْتِهِ ، قَالُوا : فَإِنْ لَمْ تَكُنْ أَكْمَامُ الْقَمِيصِ وَاسِعَةً فَتَقَ فَوْقَ الدَّخَارِيصِ مَوْضِعًا ، وَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهِ وَغَسَلَهُ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ الْقَمِيصُ وَاسِعًا يُمْكِنُ تَقْلِيبُهُ فِيهِ نُزِعَ عَنْهُ وَطُرِحَ عَلَيْهِ مِئْزَرٌ يُغَطِّي مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ ، وَذَكَرَ جَمَاعَةٌ أَنَّهُ إذَا لَمْ يَكُنْ قَمِيصٌ طُرِحَ عَلَيْهِ ثَوْبٌ يَسْتُرُ جَمِيعَ الْبَدَنِ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ طُرِحَ عَلَيْهِ مَا يَسْتُرُ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ ، وَاتَّفَقُوا عَلَى وُجُوبِ تَغْطِيَةِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع لا يجوز للغاسل أو لغيره مس شيء من عورة المغسول ولا النظر إليها. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan *DIANJURKAN* supaya mayyit dimandikan didalam gamis/pakaian yang dikenakannya ketika hendak memandikannya, dan inilah yang shahih/benar, Imam Syafi'iy telah mencatatnya dan para sahabatnya telah menetapkannya pada setiap jalan-jalan mereka.
Imam Rafi'iy telah menceritakan sebuah jalan dari kisah Ibnu Kajj : bahwasannya *YANG PALING UTAMA* supaya ditanggalkan pakaiannya dan dimandikan tanpa gamis/pakaian, dan itu adalah Madzhab Abu Hanifah, dan yang benar adalah pendapat yang pertama,
Imam Syafi'iy dan Ashab (Syafi'iyyah) berkata : dan sebaiknya gamisnya tipis dan lembut, sahabat-sahabat kami berkata : orang yang memandikan memasukkan tangannya didalam kedua lengan baju mayyit, dan menyiramkan air dari atas pakaian Mayyit, dan memandikan dari bawahnya, mereka berkata : apabila lengan-lengan gamis mayyit tidak lebar maka menyobek pada bagian atas lengannya, lantas memasukkan tangan kedalamnya dan memandikannya، apabila pakaiannya tidak lebar yang mungkin bisa memindahkan kedalamnya, maka ditarik darinya dan dihamparkan semacam potongan kain sarung untuk menutupi bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lutut mayyit,
Jama'ah menyebutkan : hal tersebut ketika tidak ada ditemukan gamis, maka dihamparkan pakaian diatas mayyit yang bisa menutup semua bagian badan, ketika pakaian tersebut tidak ada, maka dihamparkan kain diatas mayyit yang bisa menutup bagian badan mayyit diantara pusar dan perutnya, dan para ulama' *SEPAKAT ATAS WAJIBNYA* menutup bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lututnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghaslu Al Mayyiti / Far'un La Yajuzu Lilghaasili Au Lighairihi Massu Syai'in Min 'Aurati Al Maghsuuli Wa La An Nadzair Ìlaiha. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• قال الشيخ السيد البكري بن محمد شطا الدمياطي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وٙحٙاصِلُهُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي خَلْوَةٍ لَا يَدْخُلُهَا إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يُعِينُهُ،
وولي الميت - وهو أقرب الورثة - وأن يكون في قميص بال لأنه أستر له .
{انظر كتاب اعانة الطالبين شرح فتح المعين : ج ٢ ص ١٢٥. للشيخ البكري محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📕🍒• Syaikh Sayyid Al Bakriy bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin berkata :*
Imam Abu Bakar Ibnu Sayyid Muhammad Syata Al-Dimyathi didalam kitabnya I’anah Al Thalibin menuturkan :
"Bahwa hendaknya jenazah dimandikan ditempat yang sepi yang tidak dimasuki oleh selain orang yang memandikannya dan orang-orang tertentu juga wali jenazah. Ia (wali) adalah ahli waris yang terdekat. Dan hendaknya (sunnah) jenazah dimandikan dengan mengenakan baju gamis. Karena baju gamis lebih dapat menutupi aurat.
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thaalibiin Syarhu Fathu Al Mu'iin : juz 2 hal 125. Karya Syaikh Sayyid Al Bakriy Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية ":*
( ويسن ) أن يغسل ( في قميص ) لأنه أستر له وأن يكون القميص خلقا أو سخيفا حتى لا يمنع وصول الماء إليه ثم إن اتسع أدخل يده في كمه وإلا فتح دخاريصه فإن تعذر غسله ستر ما بين سرته وركبته مع جزء منهما وأن يغسل.
{انظر كتاب المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية : ج ١ ص ٤٢٨. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي}.
*📘✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Minhaju Al Qawwim Syarhu Al Muqaddimah Al Hadlramiyyah " berkata :*
Hal senada juga dituturkan oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Beliau menambahkan bahwa baju gamis yang dipergunakan adalah baju gamis yang telah usang dan tipis agar tidak mencegah terhadap sampainya air pada anggota tubuh jenazah.
{Lihat Kitab Al Minhaju Al Qawwiim Syarhu Al Muqaddimah Al Hadlramiyyah : juz 1 hal 428. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📕🌴• قال الإمام زكريا الانصاري الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " اسنى المطالب في شرح روضة الطالب ":*
(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَمِيصًا أَوْ لَمْ يَتَأَتَّ غَسَّلَهُ فِيهِ) لِضِيقِهِ (سَتَرَ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ وَحَرُمَ النَّظَرُ إلَيْهِ) أَيْ إلَى مَا بَيْنَهُمَا؛ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ وَإِلَى غَيْرِهِ إنْ كَانَ بِشَهْوَةٍ إلَّا فِي حَقِّ الزَّوْجَيْنِ حَيْثُ لَا شَهْوَةَ فَجَائِزٌ مُطْلَقًا إذْ لَيْسَ شَيْءٌ مِنْ أَحَدِهِمَا عَوْرَةٌ فِي حَقِّ الْآخَرِ
(وَكُرِهَ لِلْغَاسِلِ نَظَرُ) شَيْءٍ مِنْ (الْبَدَنِ) غَيْرِ الْعَوْرَةَ (بِغَيْرِ حَاجَةٍ) وَلَا شَهْوَةٍ؛ لِأَنَّهُ قَدْ يَكُونُ بِبَدَنِهِ مَا يُخْفِيهِ وَاَلَّذِي فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى وَقِيلَ مَكْرُوهٌ أَمَّا لِلْحَاجَةِ كَأَنْ أَرَادَ مَعْرِفَةَ الْمَغْسُولِ مِنْ غَيْرِهِ فَلَا كَرَاهَةَ وَلَا خِلَافَ الْأَوْلَى.
أسنى المطالب في شرح روض الطالب : ج ١ ص ٢٩٩. للإمام زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📙🖤• Imam Zakariya Ibnu Muhammad Ibnu Zakariya Al Anshariy Asy Syafi'iy juga menambahkan:
“Jika tidak ditemukan baju gamis, maka tutuplah anggota tubuh (jenazah) yang berada diantara pusar dan lutut. Adapun hukum melihatnya adalah haram. Karena anggota tubuh yang berada diantara pusar dan lutut adalah aurat . Demikian juga melihat anggota tubuh yang lain dengan syahwat kecuali bagi pasangan suami istri. Sekiranya tidak ada syahwat, maka hukum melihat semua anggota tubuh adalah boleh secara mutlak. Karena tidak ada aurat bagi pasangan suami dan istri.”
Imam Zakariya juga menambahkan bahwa orang yang memandikan jenazah makruh untuk melihat bagian tubuh jenazah (selain aurat) tanpa adanya kebutuhan yang mendesak (hajat) dan tanpa adanya syahwat. Karena terkadang pada anggota tubuh terdapat sesuatu yang memang dirahasiakan. Didalam kitab Al Majmu’ dijelaskan bahwa hal itu adalah menyalahi yang terbaik (khilaf al aula) dan sebagian pendapat menyatakan makruh. Namun jika melihat karena adanya kebutuhan yang mendesak (hajat) seperti untuk mengetahui anggota tubuh yang telah dibasuh dan anggota tubuh yang belum dibasuh, maka hukumnya adalah tidak makruh dan tidak menyalahi yang terbaik (boleh).
{Lihat Kitab Asna Al Mathoolib Fi Syarhi Raudlatu Ath Thaalib : juz 1 hal 299. Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
حكم النظر إلى عورة الميت ولمسها وتغسيل الرجال النساء، وبالعكس يجب ستر عورة الميت، فلا يحل للغاسل ولا غيره أن ينظر إليها، وكذلك لا يحل لمسها، فيجب أن يلف الغاسل على يده خرقة ليغسل بها عورته، سواء كانت مخففة أو مغلظة .
{انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٤٥٨. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📘✍• Imam Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " menyatakan :*
Bahwa menutup aurat jenazah adalah wajib. Maka tidak diperbolehkan bagi orang yang memandikan juga yang lain untuk melihatnya. Demikian juga menyentuhnya. Maka wajib bagi orang yang memandikan jenazah untuk menutupi tangannya dengan potongan kain baik tipis atau tebal guna membasuh aurat jenazah.
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 458. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
*📓🌴• قال الإمام البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ":*
( وَأَكْمَلُهُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي خَلْوَةٍ ) لَا يَدْخُلُهَا إلَّا الْغَاسِلُ وَمَنْ يُعِينُهُ وَالْوَلِيُّ فَيُسْتَرُ كَمَا كَانَ يَسْتَتِرُ حَيًّا عِنْدَ اغْتِسَالِهِ ، وَقَدْ يَكُونُ بِبَدَنِهِ مَا يَكْرَهُ ظُهُورَهُ وَقَدْ { تَوَلَّى غُسْلَ النَّبِيِّ ﷺ🖤 عَلِيٌّ وَالْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ يُنَاوِلُ الْمَاءَ وَالْعَبَّاسُ وَاقِفٌ } ثَمَّ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ وَالْأَوْلَى أَنْ يَكُونَ تَحْتَ سَقْفٍ لِأَنَّهُ أَسْتَرُ نَصَّ عَلَيْهِ فِي الْأُمِّ .
( وَ ) فِي ( قَمِيصٍ ) بَالٍ أَوْ سَخِيفٍ لِأَنَّهُ أَسْتَرُ لَهُ وَأَلْيَقُ وَقَدْ { غُسِّلَ ﷺ💓 فِي قَمِيصٍ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ وَيُدْخِلُ الْغَاسِلُ يَدَهُ فِي كُمِّهِ إنْ كَانَ وَاسِعًا وَيُغَسِّلُهُ مِنْ تَحْتِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَتَقَ رُءُوسَ الدَّخَارِيصِ وَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي مَوْضِعِ الْفَتْقِ فَإِنْ لَمْ يُوجَدْ قَمِيصٌ أَوْ لَمْ يَتَأَتَّ غُسْلُهُ فِيهِ سَتَرَ مِنْهُ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب : ج ٤ ص ٣٦٦ - ٣٦٧. للإمام البجيرمي الشافعي}.
*📙🎙• Imam Al Bujairamiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib " berkata :*
Dan tatacara yang paling sempurna yaitu apabila mayyit dimandikan ditempat yang sepi, tidak memasukinya kecuali orang yang bertugas memandikannya, orang-orang yang membantunya, dan walinya, lantas mayyit ditutupi seperti ia memakai tutup dimasa hidupnya, ketika memandikannya.
Dan orang-orang yang mengemban prosesi pemandian jenazah Rasulullah ﷺ💙 adalah Sayyidina 'Aliy, Fadlal bin 'Abbas, dan Usamah bin Zaid, menyodorkan air dan Al 'Abbas dalam posisi berdiri. Kemudian Ibnu Majah dan yang lainnya telah meriwayatkannya *YANG PALING UTAMA* apabila keberadaan prosesi memandikannya dibawah naungan atap karena sesungguhnya hal itu lebih menutupi, dan Imam Syafi'iy menetapkannya didalam Kitabnya " Al Umm ".
Dan dimandikan didalam gamis yang sudah usang atau tipis karena hal yang tesebut lebih menutupi dan lebih pantas.
Dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ💙 dimandikan didalam gamisnya, yang Abu Dawud dan yang lainnya telah meriwayatkannya.
Dan orang yang memandikan memasukkan tangannya kedalam lengan bajunya apabila lengan bajunya lebar, dan ghasil membasuhnya dari bawahnya, dan apabila lengan bajunya sempit maka disobek bagian atas tempat masuknya anggota badan dan memasukkan tangannya ditempat yang disobek, maka ketika gamis tidak ditemukan atau basuhannya tidak sampai didalamnya, maka ghasil menutup sesuatu darinya yang berada diantara pusar dan lutut.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib : juz 4 hal 366 - 367. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
*📕🌴• قال الدكتور الشيخ وهبة الزحيلي الشافعي حفظه الله تعالى في كتابه " الفقه الاسلامي وآدلته ":*
ويجب ستر عورة المغسول، إلا من له دون سبع سنين، فلا بأس بغسله مجرداً، كما ذكر الحنابلة،
{انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي : الجز ٢ صفحة ١٤٩٠. للشيخ الدكتور وهبة الزحيلي الشافعي}.
*💾🍒• Syaikh Prof. Dr. Wahbah Al Zuhailiy Asy Syafi'iy hafidzohullaahu ta'ala juga menegaskan :*
"Bahwa menutup aurat jenazah saat dimandikan adalah *_wajib kecuali jenazah yang berusia dibawah tujuh tahun._* Maka tidaklah berbahaya memandikannya dengan kondisi telanjang. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Ulama’ dari kalangan Madzhab Hanbali.
{Lihat Kitab Fiqhu Al Islami Wa Adilatuhu : juz 2 hal 1490. Karya Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhailiy Asy Syafi'iy}.
*💾✍• KESIMPULAN DALAM MADZHAB SYAFI'IY :*
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa hukum menutup aurat jenazah saat dimandikan adalah wajib. Maka menelanjangi jenazah saat dimandikan adalah haram.
*4⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Madzhab Imam Ahmad.*
*📘🎙• قال الإمام ابن قدامة الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " المغني " :*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : ( فَإِذَا أَخَذَ فِي غُسْلِهِ سَتَرَ مِنْ سُرَّتِهِ إلَى رُكْبَتَيْهِ ) وَجُمْلَتُهُ أَنَّ الْمُسْتَحَبَّ تَجْرِيدُ الْمَيِّتِ عِنْدَ غُسْلِهِ ، وَيَسْتُرُ عَوْرَتَهُ بِمِئْزَرٍ . هَذَا ظَاهِرُ قَوْلِ الْخِرَقِيِّ ، فِي رِوَايَةِ الْأَثْرَمِ عَنْ أَحْمَدَ فَقَالَ : يُغَطِّي مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتَيْهِ .
وَهَذَا اخْتِيَارُ أَبِي الْخَطَّابِ وَهُوَ مَذْهَبُ ابْنِ سِيرِينَ وَمَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَرَوَى الْمَرُّوذِيُّ ، عَنْ أَحْمَدَ ، أَنَّهُ قَالَ : يُعْجِبُنِي أَنْ يُغَسِّلَ الْمَيِّتَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ يُدْخِلُ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الثَّوْبِ . قَالَ : وَكَانَ أَبُو قِلَابَةَ إذَا غَسَّلَ مَيِّتًا جَلَّلَهُ بِثَوْبٍ .
قَالَ الْقَاضِي : السُّنَّةُ أَنْ يُغَسَّلَ فِي قَمِيصٍ رَقِيقٍ يَنْزِلُ الْمَاءُ فِيهِ ، وَلَا يَمْنَعُ أَنْ يَصِلَ إلَى بَدَنِهِ ، وَيُدْخِلُ يَدَهُ فِي كُمِّ الْقَمِيصِ ، فَيُمِرُّهَا عَلَى بَدَنِهِ وَالْمَاءُ يُصَبُّ ، فَإِنْ كَانَ الْقَمِيصُ ضَيِّقًا فَتَقَ رَأْسَ الدَّخَارِيصِ ، وَأَدْخَلَ يَدَهُ مِنْهُ . وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ❤ غُسِّلَ فِي قَمِيصِهِ .
{انظر كتاب المغني : ج ٤ ص ٣٦٤ / كتاب الجنائز / فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ خَلْعُ ثِيَابِ الْمَيِّتِ. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}
*📓🍒• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : Pengarang telah berkata : ketika mengambil pekerjaan memandikan mayyit, maka ghasil/orang yang memandikan menutupi mayyit diantara pusar dan kedua lututnya. Dan keseluruhannya *BAHWASANNYA YANG DIANJURKAN* adalah menanggalkan seluruh pakaian Mayyit ketika memandikannya, dan menutupnya dengan kain kain bawahan/semacam sarung. Dan ini adalah kejelasan pendapat " Imam Al Khiraqiy " dalam riwayat " Al Atsram " dari Ahmad, beliau berkata : " Ditutup bagian tubuh mayyit diantara pusar dan lututnya ".
Dan pendapat ini adalah pilihan " Imam Abi Al Khattab " dan itu merupakan Madzhab Ibnu Sirin, Malik, dan Abi Hanifah, dan " Al Maruudziy " meriwayatkan dari Ahmad bahwasannya beliau berkata : " Lebih mengagumkanku apabila mayyit dimandikan, dan ada padanya pakaian, yang ghasil memasukkan tangannya dari bawah pakaian. Beliau berkata : Abu Qilabah ketika memandikan mayyit beliau menghampari/menutupnya dengan kain.
Al Qadliy berkata : *SUNNAH* apabila memandikan mayyit didalam gamisnya yang tipis yang air bisa merembes turun kebawah didalamnya, dan tidak terhalang apabila air sampai pada badan mayyit, dan ghasil memasukkan tangannya kedalam lengan gamis mayyit lantas meraba badannya dan air diguyurkan, dan apabila gamisnya sempit, maka disobek bagian atas tempat memasukkan anggota badan, dan ghasil memasukkan tangannya dari tempat itu, dan ini adalah Madzhab Imam Syafi'iy karena sesungguhnya Nabi ﷺ💞 dimandikan dalam keadaan masih memakai pakaian gamisnya.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 4 hal 364 / Kitabu Al Jana'izi / Fashl : Wa Yustahabbu Khal'u Tsiyaabu Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy}.
*5⃣• ORANG YANG MEMANDIKAN MAYIT HARUS MEMAKAI PELAPIS Menurut Ulama' Yaman.*
Pertanyaan:
س: هل يجوز لمن يغسل الميت أن يكشف عورته أم أنه يجب أن تكون مستورة؟
Apakah boleh bagi yang memandikan mayit menyingkap auratnya atau wajibkah memandikan dalam keadaan tertutup?
1) لا يجوز لمس عورة الميت، ولا النظر إليها، ولا كشفها لا للمغسل، ولا لغيره.
2) من يتولى غسل الميت عليه أن يعمل في يده خرقه حائلة بين اليد والعورة.
{انظر فتوى مفتي عام الجمهورية اليمنيه (هو: أبو عبد الرحمن محمد بن إسماعيل بن محمد بن محمد بن علي بن حسين بن صالح بن شائع العمراني اللقب، الصنعاني، ولد في صنعاء القديمة في في ربيع أول سنة ١٣٤٠ هـ ـ الموافق ١٩٢٢ مـ، حفظه الله تعالى}.
Jawaban (ringkasan):
1.tidak boleh menyentuh aurat mayit, tidak boleh juga melihatnya, tidak boleh menyingkapnya baik bagi yang memandikan atau yang lain.
2.bagi yang memandikan mayit, wajib baginya memakai pelapis antara tangan dan aurat mayid (misalnya pakai sarung tangan).
{Lihat Fatwa ulama yaman, syaikh Muhammad bin Ismail Al-Umrani}.
*6⃣• KETIKA MEMANDIKAN MAYYIT DIANJURKAN MENANGGALKAN SELURUH PAKAIAN MAYYIT DAN WAJIB MENUTUPI BAGIAN DIANTARA PUSAR DAN LUTUT Menurut Harakah/Gerakkan Wahhabiy.*
Pendapat mereka menukil dan sama dengan pendapat Jumhur (mayoritas ulama') dari kalangan Madzhab Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad rahimahumullahu ta'ala. Berikut ungkapan mereka :
*💾🍒• قال ابن عثيمين الوهابي :*
" والصحيح أنه يجرد إلا عورته وهي ما بين السرة والركبة " انتهى
{انظر كتاب "شرح الكافي"}.
*📘🌴• Ibnu Utsaimin mengatakan :*
"Yang benar adalah dilepas (pakaiannya) kecuali auratnya yaitu antara pusar dan lutut.”
{Lihat Syarh Al-Kafi}.
*📕🎙• Dan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah :*
س ٢ : هل عورة الميت – أقصد الجثة المعدة للتشريح – محرم كما هي محرمة علينا على قيد الحياة، وما العمل إذا؟
ج ٣: النظر إلى عورته ميتا كالنظر في عورته حيا، فلا يجوز إلا في الصورة التي رخص فيها في تشريحه؛ للضرورة إلى ذلك.
*📒🌴• Pertanyaan:*
Apakah aurat mayit –maksud saya kadaver/jenazah yang disiapkan untuk dipotong-potong untuk belajar- apakah (melihat) auratnya haram sebagaimana haram ketika hidup, apa yang harus dilakukan?
Jawaban:
Memandang pada aurat mayit sebagaimana memandang pada aurat orang hidup, tidak boleh melihatnya keculai pada hal yang diberi keringanan untuk memotong-motongnya. Karena kebutuhan darurat pada hal itu.
{Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 9421, syamilah}.
*3• ✍ Dianjurkan Mengarahkan Wajah Mayyit Kearah Kiblat Posisi Kepala Diarahkan Keutara.*
Sebaik baik arah adalah arah kiblat dan semulia mulianya majlis (perkumpulan atau amalan yang bersifat ibadah) adalah mengarah kearah Kiblat, prosesi pemandian, pengkafanan, menshalatkan mayyit terhitung termasuk majlis-majlis atau amalan yang baik, sehingga banyak ulama' berpendapat mayyit dianjurkan ketika dimandikan, dikafani, dishalati, bahkan ketika dikubur dengan perbagai perbedaan pendapat dihadapkan kearah qiblat dengan posisi kepala diarah utara, kaki diarah selatan, dengan posisi miring menindih lambung sebelah kanan, atau dibaringkan disandarkan agak tinggi kepalanya sehingga wajahnya dapat menghadap kiblat, hal ini berdasarkan keumuman hadits tentang *_((Duduk yang paling bagus adalah yang menghadap ke arah kiblat))_* dan beberapa anjuran para ulama'.
*A]• 👉Adapun hadits - hadits yang menganjurkan menghadap kiblat, terutama ketika melakukan amal sholih. Diantaranya adalah :*
*1⃣•🌴✍ Hadis dari Ibnu Abbas radhiyyAllahu ‘anhuma, secara marfu’,*
خٙيْرُ اْلمٙجٙالِسِ مٙا اسْتُقْبِلٙ بِهِ اْلقِبْلٙةُ
“Duduk yang paling bagus adalah yang menghadap ke arah kiblat.”
{HR. Thabariy dalam Tahdzib al-Atsar. No. 776}.
*2⃣• 🌴✍ Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’,*
" إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَيِّدًا، وَإِنَّ سَيِّدَ المَجَالِسِ قُبَالَةَ القِبْلَةِ ".
“Segala sesuatu itu ada pemimpinnya, dan pemimpin majlis adalah yang menghadap kiblat.”
{HR. Thabaraniy dalam Kitabnya Al-Ausath. No. 2375}.
*3⃣• 🌴✍ Hadis dari Ibnu 'Umar radhiyyAllahu ‘anhuma.*
حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ الْحَنَّاطُ، عَنْ حَمْزَةَ النَّصِيبِيِّ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ❤ :
*« أَكْرَمُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتُقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةُ »*
{أخرجه ابن حجر العسقلاني في كتابه " المطالب العالية بزوائد المسانيد الثمانية " / ٤ - كتاب الصلاة / ٢٦ - باب استقبال القبلة والسترة للمصلي / رقم الحديث ؛ ٣١١}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Rabi'. Telah menceritakan kepada kami : Abu Syihab Al Hannath. Dari Hamzah An Nashibiy. Dari Ibnu 'Umar, beliau berkata : Rasulullah ﷺ💙, telah bersabda :
*_" Semulia - mulianya duduk adalah yang menghadap ke arah kiblat.”_*
{Dikeluarkan Oleh Ibnu Hajar Al Asqalaniy Dalam Kitabnya Al Mathoolib Al 'Aliyyah Bifawaa'idi Al Masaaniidi Ats Tsamaaniyyah / 4 - Kitabu Ashalati / 26 - Babu Istiqbaalu Al Qiblatain Wa As Sutrotu Lilmushalli / No. 311}.
*💾✍• KETERANGAN :*
*📓🍒• HADITS INI SANADNYA HASAN,* seperti dijelaskan oleh Imam As Sakhawiy dalam Kitabnya
(al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Katsir minal Ahadits al-Mustaharah 'Ala Al Asinan).
*📘🌷• Namun hadis-hadis ini dinilai *DLO'IF/LEMAH* oleh beberapa Tokoh Harakah/Gerakkan Wahhabiy seperti Al-Albani (Dhaif Jami’ as-Shaghir, 7/496) dan Ibnu Baz sebagaimana dalam salah satu fatwanya.
*💾🌹• Meskipun secara sanad hadis-hadis tentang anjuran menghadap kiblat bermasalah, *NAMUN SECARA MAKNA BENAR* Karena dalam kegiatan ibadah, kita banyak disyariatkan menghadap ke kiblat. Shalat, wajib menghadap kiblat, ketika haji atau umrah, banyak sekali aktivitas yang kita lakukan dengan menghadap kiblat, seperti ketika di bukit shafa dan marwa, mereka yang sai, berdoa dengan menghadap kiblat. Demikian pula ketika di Arafah, di masy’aril haram, atau doa seusai melempar jumrah.
*📕🌺• Karena itulah, para sahabat menganjurkan menghadap kiblat pada saat duduk, terutama ketika ibadah.
*4⃣• 🌴✍ Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dinyatakan :*
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ :
*« أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ جَلَسَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ »*
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه المصنف / كتاب الأدب / ٩٨ - مَنْ كَانَ يَسْتَحِبُّ إذَا جَلَسَ أَنْ يَجْلِسَ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ. رقم الحديث : ٣٥٧٩}.
Telah menceritakan kepada kami : Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Waki'. Dari Mis'ar. Dari 'Abdurrahman bin Yazid :
*"Bahwa Abdullah bin Mas’ud duduk menghadap kiblat".*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Al Mushannaf : juz 8 hal 675 / Kitabu Al Adabi / 98 - Man Kaana Yastahibbu Ìdzaa Jalasa An Yajlisa Mustaqbilal Al Qiblati. No. 3579}.
*B]• 👉 Adapun anjuran - anjuran dalam segala hal yang bersifat ibadah dianjurkan untuk menghadap kiblat :*
*📘✍• قال الإمام المُناوي رحمه الله تعالى في كتابه " فيض القدير " :*
[(وإٍنّٙ َأَشْرَفُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتَقْبَلَ بِهِ الْقِبْلَةَ)
(1) يشير إلى أن كل حركة وسكون من العبد على نظام العبودية بحسب نيته ، في يقظته ومنامه وقعوده وقيامه وشرابه وطعامه ، تشرف حالته بذلك فيتحرى القبلة في مجلسه ، ويستشعر هيئتها فلا يعبث ، فيسن المحافظة على استقبالها ما أمكن ، حتى للمدرس على الأصح ، وإنما سن استدبار الخطيب لأن المنبر يسن كونه بصدر المجلس ، فلو استقبل خرج عن مقاصد الخطاب ، لأنه يخاطب حينئذ من هو خلف ظهره.
{انظر كتاب فيض القدير : ج ٢ ص ٥١٢. للإمام المناوي}.
*💾✍• Imam Munawiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Faidlu Al Qadiir " berkata :*
Hadis-hadis ini mengisyaratkan bahwa setiap gerakan maupun diamnya hamba mengikuti alur penghambaan kepada Allah, sesuai niatnya. Baik ketika sadar maupun ketika tidur, ketik duduk maupun ketika berdiri, ketika minum maupun makan. Kondisinya menjadi bernilai karena itu. Karena itu, dia memilih arah kiblat dalam majlisnya, dia tidak banyak bermain-main, sehingga dianjurkan untuk selalu menjaga agar menghadap ke kiblat.
{Lihat Kitab Faidhul Qadir : juz 2 hal 512. Karya Imam Al Munawiy}.
Dianjurkan pula untuk menghadap kiblat ketika membaca al-Quran, dan ini tidak wajib. Sehingga ketika tidak memungkinkan, tidak perlu dipaksakan.
*💾🎙• قال الإمام السفاريني الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " غذاء الألباب في شرح منظومة الآداب ":*
وروى الطبراني بإسناد حسن عن أبي هريرة أيضا مرفوعا { إن لكل شيء سيدا وإن سيد المجالس قبالة القبلة } .
وفي رواية عن ابن عمر رضي الله عنهما مرفوعا {أكرم المجالس ما استقبل به القبلة } رواه الطبراني في الأوسط
{انظر كتاب غذاء الألباب في شرح منظومة الآداب / مطلب خير المجالس ما استقبل به القبلة. للإمام محمد بن أحمد بن سالم السفاريني الحنبلي}
*📓🌴• Imam Safariniy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Ghidzaau Al Albaabi Fi Syarhi Mandzomati Al Adabi " berkata :*
Ath Thabaraniy telah meriwayatkan *DENGAN SANAD HASAN* dari Abi Hurairah lagi secara *MARFU'* :
*_“Segala sesuatu itu ada pemimpinnya, dan pemimpin majlis adalah yang menghadap kiblat.”_*
(HR. Thabaraniy dalam Kitabnya Al-Ausath. No. 2375).
Dan dalam riwayat lain dari Ibnu 'Umar radliyyAllahu 'anhuma secara *MARFU'* :
*_" Semulia - mulianya duduk adalah yang menghadap ke arah kiblat.”_*
(HR. Thabaraniy dalam Al Ausath).
{Lihat Kitab Ghidzaau Al Albaabi Fi Syarhi Mandzomati Al Adabi : juz 3 hal 382. Karya Imam Safariniy Al Hanbaliy}.
*🌴👉• TIDAK TERMASUK SUNNAH* Menghadapkan Mayyit Kearah Kiblat Saat Dimandikan Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*📓🌴• قال الإمام الحطاب المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في مختصر خليل ":*
( ووضعه على مرتفع ) وقال في الطراز: وليس عليهم أن يكون متوجها إلى القبلة لأن ذلك ليس من سنة الغسل في شيء. انتهى
{انظر كتاب مواهب الجليل في مختصر خليل : ج ٥ ص ٤٠٦. للإمام الحطاب المالكي}.
*💾✍• Imam Al Hathab Al Malikiy rahimahullahu dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jaliil Fi Mukhtshar Khalil " :*
(Dan meletakkan mayyit diatas tempat yang tinggi)
Imam Abu Abdillah At Tanasiy berkata dalam kitabnya " Ath Tharaaz " : dan tidak ada pada mereka istilah dihadapkan kearah Kiblat, karena bukan termasuk dari Sunnahnya Mandi dalam suatu hal apapun.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jaliil Fi Mukhtashar Khaliil : juz 5 hal 406. Karya Imam Hathab Al Malikiy}.
*🌴👉• DIANJURKAN MENGHADAP KIBLAT JIKA TEMPATNYA TIDAK SEMPIT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*📓✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( الْخَامِسَةُ ) يُسْتَحَبُّ أَنْ يَسْتَقْبِلَ بِهِ الْقِبْلَةَ ، وَهَذَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ ، وَفِي كَيْفِيَّتِهِ الْمُسْتَحَبَّةِ وَجْهَانِ :
( أَحَدُهُمَا ) عَلَى قَفَاهُ ، وَأَخْمَصَاهُ إلَى الْقِبْلَةِ ، وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ قَلِيلًا لِيَصِيرَ وَجْهُهُ إلَى الْقِبْلَةِ ، حَكَاهُ جَمَاعَاتٌ مِنْ الْخُرَاسَانِيِّينَ وَصَاحِبَا الْحَاوِي وَالْمُسْتَظْهَرَيْ مِنْ الْعِرَاقِيِّينَ ، وَقَطَعَ بِهِ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْجُوَيْنِيُّ وَالْغَزَالِيُّ وَغَيْرُهُمَا ، قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ : وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ .
( وَالْوَجْهُ الثَّانِي ) وَهُوَ الصَّحِيحُ الْمَنْصُوصُ لِلشَّافِعِيِّ فِي الْبُوَيْطِيِّ ، وَبِهِ قَطَعَ جَمَاهِيرُ الْعِرَاقِيِّينَ ، وَهُوَ الْأَصَحُّ عِنْدَ الْأَكْثَرِينَ مِنْ غَيْرِهِمْ ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ : يُضْجَعُ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ كَالْمَوْضُوعِ فِي اللَّحْدِ ، فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ لِضِيقِ الْمَكَانِ أَوْ غَيْرِهِ فَعَلَى جَنْبِهِ الْأَيْسَرِ إلَى الْقِبْلَةِ ، فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ فَعَلَى قَفَاهُ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٠٥. طبعة دار الفكر. للإمام النووي الشافعي}.
*📕🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
*“DISUNNAHKAN* untuk menghadapkan mukhtadlor (orang yang sekarat) ke arah kiblat, dan ini telah disepakati. Adapun tata caranya, ada dua cara :
*Pertama:* dibaringkan di atas tengkuk dan punggungnya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajahnya menghadap kiblat… Perbuatan inilah yang diamalkan oleh orang-orang.
*Kedua:* inilah yang shahih dinukil dari Asy-Syafi’i dalam riwayat Al-Buwaithi. Pendapat inilah yang dipilih oleh mayoritas ulama Irak dan yang paling shahih menurut mayoritas ulama lainnya dibandingkan selain mereka. Inilah madzhab Malik dan Abu Hanifah, yaitu orang yang akan mati itu tidur miring ke sebelah kanan menghadap kiblat, seperti jenazah yang diletakkan di liang lahat. Apabila itu tidak bisa dilakukan karena sempitnya tempat atau yang lainnya, maka miring ke sebelah kirinya sambil menghadap kiblat. Jika itu tidak bisa juga, maka di atas tengkuknya (cara yang pertama). Wallaahu a’lam”
{Lihat Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab : juz 5 hal 105. Cet. Darul Fikr. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى ايضا في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَقَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ فِي كِتَابِهِ الْمُجَرَّدِ اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ بِهِ مُسْتَحَبٌّ لَيْسَ بِوَاجِبٍ وَالصَّحِيحُ الْأَوَّلُ وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُضْجَعَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ فَلَوْ أُضْجِعَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْسَرِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ جَازَ وَكَانَ خِلَافَ الْأَفْضَلِ لِمَا سَبَقَ فِي الْمُصَلِّي مُضْطَجِعًا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٥٢٥. طبعة دار الفكر. للإمام النووي الشافعي}.
*📘🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Al-Qhadi Abu At-Thayyib dalam kitabnya Al-Mujarad :
“Menghadapkan ke kiblat adalah mustahab (sunnah) bukan wajib hukumnya dan yang shahih adalah yang pertama, (ulama) bersepakat bahwa disunnahkan membaringkannya di sisi kanan, seandainya dibaringkan diarah kiri menghadap kiblate, boleh juga.”
{Lihat Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab : juz 5 hal 525. Cet. Darul Fikr. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*🌴👉• DISUNNAHKAN MENGHADAPKAN MAYYIT KEARAH KIBLAT PADA SETIAP TINGKAHNYA SEPERTI WAKTU SEKARAT* Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• قال الإمام المرداوي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل ":*
يُسْتَحَبُّ تَوْجِيهُهُ في كل أَحْوَالِهِ وَكَذَا على مُغْتَسَلِهِ مُسْتَلْقِيًا قَالَهُ في الْفُرُوعِ وَقَدَّمَهُ وقال وَنُصُوصُهُ يَكُونُ كَوَقْتِ الِاحْتِضَارِ . انتهى.
{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف على مذهب الإمام أحمد بن حنبل : ج ٢ ص ٤٨٦. للإمام المرداوي الحنبلي}.
*📘✍• Imam Murdawiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam " Al Ìnshaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf " berkata :*
*DIANJURKAN* menghadapkan nya pada setiap tingkahnya, dan seperti itu juga pada orang yang dimandikannya secara berbaring. Ia mengungkapkannya didalam " Al Furuu' " dan ia sudah mendahulukannya. Dan ia berkata : nushush/versi - versinya kaya sewaktu sakaratul maut.
{Lihat Kitab Al Ìnshaaf Fi Ma'rifati Ar Raajih Min Al Khilaaf : juz 2 hal 486. Karya Imam Murdawiy Al Hanbaliy}.
*🌴👉• TIDAK DIANJURKAN MAYYIT MENGHADAP KIBLAT KETIKA DIMANDIKAN* Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.
*💾✍• جاء في كتاب فتاوى الشبكة الإسلامية :*
وما رواه أيضاً عن إبراهيم النخعي أنه قال: كانوا يستحبون أن يوجه الميت القبلة إذا حضر. وأما عند تغسيله فلا يستحب توجيهه إلى القبلة، وإنما يوجه بالكيفية التي تسهل غسله وتنظيفه.
{انظر كتاب فتاوى الشبكة الإسلامية}.
*📕🌴• Terdapat dalam kitab Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah :*
Dan juga hadits yang telah diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha'i (seorang tabi'in), beliau berkata :
"Mereka menyukai menghadapkan mayyit kearah Kiblat disaat sekaratul mautnya. Dan adapun *KETIKA MEMANDIKANNYA TIDAK DIANJURKAN MENGHADAPKANNYA KEARAH KIBLAT* namun semestinya menghadapkan mayyit terkait dengan tatacara yang bisa mempermudah prosesi pemandian dan pembersihannya.
{Lihat Kitab Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah}.
*🌴👉• MAYYIT DIHADAPKAN KIBLAT KETIKA DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Syi'iy/Syi'ah/Rafidliy.
*📘🎙• أخرجه الكيلني الشيعي (وهو محمد بن يعقوب الكليني (ت. ٣٩٢ هـ) الذي يشتهر في أوساط الشيعة الإثني عشريَّة بلقب ثقة الإسلام الكليني. في كتابه " الكافي ":*
علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن هشام بن سالم، عن سليمان ابن خالد قال: سمعت أبا عبد الله (عليه السلام) يقول:
(( إذا مات لاحدكم ميت فسجوه تجاه القبلة وكذلك إذا غسل يحفر له موضع المغتسل تجاه القبلة فيكون مستقبلا بباطن قدميه ووجهه إلى القبلة )).
{انظر كتاب الكافي : ج ٣ ص ١٢٧. للكليني الشيعي. ط الاسلامية. وكتاب من لا يحضره الفقيه : ج ١ ص ١٩٣. للشيخ أبو جعفر محمد بن علي بن بابويه القمي المعروف بـ "الشيخ الصدوق" الذي ولد سنة ٣٠٦ هجرية بقم}.
*📓✍• Al Kulayni Asy Syi'iy telah mengeluarkan dalam kitabnya " Al Kaafiy " sebuah riwayat :*
Aliy bin Ibrahim, dari Ayahnya. Dari Ibni Abi 'Umair. Dari Hisyaam bin Salim. Dari Sulaiman bin Khaalid, ia berkata : aku mendengar Aba 'Abdillah ('alaihim), ia berkata :
(( Ketika salah seorang dari kalian mati, maka kalian hadapkanlah ia kearah Kiblat, begitu juga ketika ia dimandikan membuat galian baginya pada tempat memandikan dengan menghadap kearah Kiblat, maka mayyit berada pada posisi menghadap dengan bagian dalam kedua telapak kaki dan wajahnya menghadap kearah Kiblat.
{Lihat Kitab Al Kaafi : juz 3 hal 138. Karya Al Kulayni Asy Syi'iy. Dan Kitab Man La Yahdluruhu Al Faqih : juz 1 hal 193. Karya Shaduq Asy Syi'iy}.
*4• ✍ Mengurut Perut Mayyit Agar Kotoran Didalam Perutnya Keluar.*
Disyari'atkan ghasil/orang yang memandikan mayyit mengurut dengan lembut perut mayyit agar najis yang berada didalam perut mayyit keluar, kemudian ghasil membalut kedua tangannya dengan sarung tangan atau sejenisnya, lantas membersihkan/mengistinjai/mencebokinya, hal ini sesuai dengan riwayat hadits dan kesepakatan ulama'.
*A)• 🌴Hukum Meraba Dan Menekan Perut Mayyit Menurut Riwayat Hadits :*
١)• حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ، عَنْ مُغِيرَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ عَصْرًا رَقِيقًا فِي الْأُولَى وَالثَّانِيَةِ»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٣}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdissalaam. Dari Mughirah. Dari Ibrahim, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut pada awwal pemandian dan pemandian yang kedua."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10933. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٢)• حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ فِي أَوَّلِ غَسْلَةٍ عَصْرَةً خَفِيفَةً»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٤}.
Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun. Dari Hisyam. Dari Ibnu Siiriin, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut pada awwal pemandian."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10934. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٣)• حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ عَمْرٍو، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ:
«يُعْصَرُ بَطْنُهُ عَصْرًا رَقِيقًا»
{رواه ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٥}.
Telah menceritakan kepada kami : Sahl bin Yusuf. Dari 'Amr. Dari Al Hasan, beliau berkata :
*_" Perut mayyit ditekan dengan tekanan yang lembut."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10935. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
٤)• حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: «حَضَرَنَا وَنَحْنُ نُغَسِّلُ مَيِّتًا» ، فَقَالَ:
«انْفُضُوهُ نَفْضًا وَلَا تَعْصِرُوهُ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ مَا يَخْرُجُ فِي الْعَصْرِ»
{رواها ابن أبي شيبة في كتابه " المصنف " : ج ٢ ص ٤٥٢ / كتاب الجنائز / فِي عَصْرِ بَطْنِ الْمَيِّتِ / رقم الحديث : ١٠٩٣٦. للإمام ابن أبي شيبة}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Ubaidullaah bin Musa. Dari 'Utsman bin Al Aswad. Dari Mujahid, beliau berkata : Mujahid datang kepada kami dan kami sedang memandikan mayyit, lantas beliau berkata :
*_" Kalian bersihkanlah mayyit dengan sebersih - bersihnya, dan jangan kalian tekan perutnya, karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui apa yang akan keluar dalam penekanan tersebut."_*
{HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Kitabnya Al Mushannaf : juz 2 hal 452 / Kitabu Al Jana'izi / Fi 'Ashri Bathni Al Mayyiti / No. 10936. Karya Ibnu Abi Syaibah}.
*B)• 🌴Hukum Meraba Dan Menekan Perut Mayyit Menurut Ulama' Madzhab :*
*1⃣• GHASIL/ORANG YANG MEMANDIKAN DIPERINTAHKAN MENEKAN PERUT MAYYIT* Menurut Imam Abu Hanifah.
*📕🎙• قال الإمام الكاساني (وهو أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي) رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
ثُمَّ يُقْعِدُهُ وَيُسْنِدُهُ إلَى صَدْرِهِ أَوْ يَدِهِ فَيَمْسَحُ بَطْنَهُ مَسْحًا رَفِيقًا ، حَتَّى إنْ بَقِيَ شَيْءٌ عِنْدَ الْمَخْرَجِ يَسِيلُ مِنْهُ هَكَذَا ذُكِرَ فِي ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ
{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ٣ ص ٢١٨ / كتاب الصلاة / فصل الغسل / فصل بيان كيفية الغسل للميت. للإمام أبو بكر مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي}.
*🌴🎙• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' ":*
Kemudian ghasil/orang yang memandikan mendudukkan mayyit dan menyandarkan mayyit didada atau tangannya, lantas mengusap perut mayyit dengan tekanan yang lembut, sampai apabila ada sesuatu yang tersisa disekitar tempat keluarnya najis, bisa mengalir keluar darinya, begitulah makna tekstual/lahiriyyah riwayat yang telah disebutkan.
{Lihat Kitab Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 3 hal 218 / Kitabu Ash Shalaati / Fashal Al Ghuslu / Fashal Bayaanu Al Ghusli Li Al Mayyiti. Karya Imam Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن الهمام الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح القدير ":*
( قوله : ووضعوا على عورته خرقة ) ; لأن العورة لا يسقط حكمها بالموت ، قال عليه السلام لعلي { لا تنظر إلى فخذ حي ولا ميت } ولذا لا يجوز تغسيل الرجل المرأة وبالعكس ، وكذا يجب على الغاسل في استنجاء الميت على قول أبي حنيفة ومحمد أن يلف على يده خرقة ليغسل سوءته ، وكذا على الرجال إذا ماتت المرأة ولا امرأة تغسلها أن ييممها رجل ويلف على يده خرقة لذلك ، ولا يستنجى الميت عند أبي يوسف ( قوله : هو الصحيح ) احترازا عن رواية النوادر أنه يستر من سرته إلى ركبته ، وصححها في النهاية لحديث علي المذكور آنفا
{انظر كتاب فتح القدير : ج ٣ ص ٣٣٠ / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل في الغسل. للإمام كمال الدين بن عبدالواحد (ابن الهمام) الحنفي}.
*📓🌴• Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Qadiir " berkata :*
(Ungkapan pengarang : dan mereka meletakkan khirqah/kain bekas/gombal : Jawa diatas aurat mayyit) karena hukum aurat tidak bisa gugur sebab adanya kematian. Nabi 'alaihissalaam bersabda kepada Sayyidina 'Aliy : *_" Janganlah kamu melihat paha kaki orang hidup atau yang sudah mati."_*, dan berdasarkan hadits ini seorang laki-laki tidak boleh memandikan mayyit perempuan begitu sebaliknya, dan berdasarkan hadits ini juga ghasil *WAJIB MENCEBOKKI MAYYIT* menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad agar ghasil membalut tangannya dengan sobekan kain untuk membasuh alat kelamin dan dubur mayyit, dan berdasarkan hadits ini berlaku bagi seorang laki-laki ketika perempuan mati dan bukan perempuan yang memandikannya supaya laki-laki itu mentayammuminya dan membalut tangannya dengan khirqah/sobekan kain bekas untuk melaksanakan hal tersebut, dan menurut Abu Yusuf mayyit tidak dicebokki.
(Ungkapan pengarang : itu adalah Shahih) : karena menjaga dari riwayat An Nawaadir bahwasannya mayyit ditutupi dari pusarnya hingga lututnya, dan Imam Ibnu Atsiir pengarang kitab " An Nihayah " *MENSHAHIHKANNYA* didalam kitabnya berdasarkan hadits Imam 'Aliy yang telah disebutkan barusan.
{Lihat Kitab Fathu Al Qadir : juz 3 hal 330 / Kitabu! Ash Shalaati / Babu Al Jana'izi / Fashl Fi Al Ghusli. Karya Imam Ibnu Hammam Al Hanafiy}.
*2⃣• NUDIBA/DIANJURKAN MENEKAN PERUT MAYYIT KETIKA AKAN DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*📓✍• قال الإمام الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على شرح الكبير ":*
(وَ) نُدِبَ (عَصْرُ بَطْنِهِ) خَوْفَ خُرُوجِ شَيْءٍ مِنْ النَّجَاسَةِ بَعْدَ تَكْفِينِهِ (بِرِفْقٍ) لِئَلَّا يَخْرُجَ شَيْءٌ مِنْ أَمْعَائِهِ (و) نُدِبَ (صَبُّ الْمَاءِ) مُتَوَالِيًا (فِي) حَالِ (غَسْلِ مَخْرَجَيْهِ بِخِرْقَةٍ) كَثِيفَةٍ يَلُفُّهَا بِيَدِهِ وُجُوبًا وَلَا يُفْضِ بِيَدِهِ مَا أَمْكَنَهُ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤١٦ / باب في بيان أوقات الصلاة وما يتعلق بذلك من الأحكام / فصل أحكام الموتى / مندوبات غسل الميت. للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📕🎙• Imam Dasuqiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir " berkata :*
Dan *DIANJURKAN* menekan perut mayyit, karena dikawatirkan keluarnya perkara najis setelah dikafani, dilakukan dengan pelan supaya sesuatu tidak keluar dari perutnya. Dan *DIANJURKAN* mengguyur air terus menerus (beruntun) dalam hal mengguyur dua tempat alat ereksi (pembuangan) mayyit dengan memakai sobekan kain bekas (gombal) yang lembut tipis yang *WAJIB* dibalutkan pada tangannya dan jangan menyelesaikan dengan tangannya (tanpa dibalut dengan sobekan kain) selagi masih memungkinkannya.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 416 / Babu Fi Auqati Ash Shalati Wa Ma Yata'alaqu Bidzalika Min Al Ahkaami / Fashl Ahkaamu Al Mauta / Mandubaatu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Dasuqiy Al Malikiy}.
*📘✍• قال الإمام مالك بن أنس بن مالك بن عامر الأصبحي المدني، المتوفى: ١٧٩ هـ، رحمه الله تعالى في كتابه " المدونة ". وقاله الإمام عبيد الله بن الحسين بن الحسن أبو القاسم ابن الجَلَّاب المالكي، المتوفى: ٣٧٨ هـ، رحمه الله تعالى، في كتابه " التفريع في فقه الإمام مالك بن انس ":*
قَالَ ابْنُ الْقَاسِمِ: قَالَ مَالِكٌ: يُعْصَرُ بَطْنُ الْمَيِّتِ عَصْرًا خَفِيفًا
{انظر كتاب المدونة : ج ١ ص ٢٦٠ / كتاب الجنائز / غسل الميت / للإمام مالك بن انس. وقاله الامام عبيد الله ابو القاسم ابن الجلاب المالكي في كتابه " التفريغ في فقه الإمام مالك بن انس}.
*📓🌴• Berkata Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullahu ta'ala. Dan Imam 'Ubaidullaah Abul Qasim bin Al Jalab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala juga mengatakannya dalam Kitabnya " At Tafrii'u Fi Fiqhi Al Imam Malik bin Anas " berkata :*
Ibnu Qasim berkata : Imam Malik berkata : perut mayyit diraba dan ditekan dengan ringan tidak terlalu keras.
{Lihat Kitab Al Mudawwanah : juz 1 hal 260 / Kitab Al Jana'izi / Ghuslu Al Mayyiti / Karya Imam Mali! bin Anas. Dan Dalam Kitab At Tafrii'u Fi Fiqhi Al Imam Malik bin Anas. Karya Imam Abul Qasim Al Jalab Al Malikiy}.
*📘✍• قال الإمام الثعلبي ألبغدادي المالكي (وهو أبو محمد عبد الوهاب بن علي بن نصر الثعلبي البغدادي المالكي، المتوفى: ٤٢٢ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " التلقين في الفقه المالكي ":*
وإن احتج إلى مباشرتها فبخرقة إلا أن يضطر ألى إخراج شيء بيده فيجوز ويعصر بطنه عصرا خفيفا ليخرج ما هناك من أذى ويرفق به في كل ذلك
{انظر كتاب التلقين في الفقة المالكي : ج ١ ص ٥٥ / كتاب الجنائز / للإمام أبو محمد عبد الوهاب بن علي بن نصر الثعلبي البغدادي المالكي}.
*📘🌴• Imam Tsa'labiy Al Baghdadiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " At Talqiin Fi Al Fiqhi Al Maliki ":*
Dan apabila butuh menyentuhnya maka dengan sobekan kain bekas yang bersih kecuali apabila terpaksa mengeluarkan sesuatu dengan tangannya maka *HUKUMNYA BOLEH*. Dan meraba serta menekan perut mayyit dengan ringan supaya keluar dari sana dari hal yang menjijikkan dan melakukannya dengan lembut pada semua itu.
{Lihat Kitab At Talqiin Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 55 / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Tsa'labiy Al Baghdadiy Al Malikiy}.
*📓👌• قال الشيخ أبي إسحاق إبراهيم بن أبي زكريا يحيى بن محمد بن موسى التجيبي التلمساني المالكي (ت ٦٦٣ هـ) رحمه الله في كتابه " اللمع في الفقه على مذهب الإمام مالك بن انس ":*
ويعصر بطنه عصرا خفيفا إن احتاج إلى ذلك، ثم يتعهد أسنانه ومنخريه بخرقة مبلولة.
{انظر كتاب اللمع في الفقه على مذهب الإمام مالك : ص ٦٩ / كتاب الجنائز / للشيخ العلامة الفقيه ابو إسحاق إبراهيم التجيبي التلمساني المالكي}.
*📓✍• Syaikh Abu Ishaq At Tajibiy At Talmisaniy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Luma' Fi Al Fiqhi 'Ala Madzhabi Al Imam Malik bin Anas " berkata :*
Dan ghasil meraba dan menekan perut mayyit dengan lembut, ketika butuh pada semua itu, lantas berusaha membersihkan gigi-giginya dan kedua lubang hidungnya dengan sobekan kain bekas bersih yang telah dibasahi.
{Lihat Kitab Al Luma' Fi Al Fiqhi 'Ala Madzhabi Al Imam Malik bin Anas : hal 69 / Kitabu Al Jana'izi / Karya Syaikh Abu Ishaq At Tajibiy At Talmisaniy Al Malikiy}.
*3⃣• DIANJURKAN MERABA PERUT MAYYIT DAN AGAK MENEKANNYA SEBELUM DIMANDIKAN* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " مختصر المزاني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) ":*
وَيُغَسِّلُ فِي قَمِيصٍ وَلَا يَمَسُّ عَوْرَةَ الْمَيِّتِ بِيَدِهِ وَيُعِدُّ خِرْقَتَيْنِ نَظِيفَتَيْنِ لِذَلِكَ قَبْلَ غُسْلِهِ ، وَيُلْقَى الْمَيِّتُ عَلَى ظَهْرِهِ ثُمَّ يَبْدَأُ غَاسِلُهُ فَيُجْلِسُهُ إجْلَاسًا رَفِيقًا وَيُمِرُّ يَدَهُ عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا وَالْمَاءُ يُصَبُّ عَلَيْهِ لِيَخْفَى شَيْءٌ إنْ خَرَجَ مِنْهُ وَعَلَى يَدِهِ إحْدَى الْخِرْقَتَيْنِ حَتَّى يُنَقِّيَ مَا هُنَالِكَ ثُمَّ يُلْقِهَا لِتُغْسَلَ ، ثُمَّ يَأْخُذُ الْأُخْرَى ، ثُمَّ يَبْدَأُ فَيُدْخِلُ أُصْبُعَهُ فِي فِيهِ بَيْنَ شَفَتَيْهِ .
{انظر كتاب مختصر المزني (مطبوع ملحقا بالأم للشافعي) : ج ٨ ص ١٢٩ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الزوج امرأته والمرأة زوجها. للإمام المزاني صاحب الإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Muzaniy Sahabat Imam Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mukhtashar Al Muzaniy " berkata :*
Dan mayyit dimandikan didalam baju gamisnya, tidak boleh menyentuh aurat mayyit dengan tangannya dan menyiapkan dua sobekkan kain bekas yang bersih keduanya untuk melaksanakan hal tersebut sebelum prosesi memandikan mayyit dimulai, dan mayyit diletakkan berbaring diatas punggungnya, lantas orang yang memandikan mayyit memulai, mendudukkan mayyit dengan lembut, dan menggerakkan tangannya diatas perut mayyit berulang - ulang dengan cara menekan - nekan perutnya, dan air diguyurkan diatasnya, untuk menghilangkan sesuatu jikalau sesuatu tersebut keluar darinya, dan ditangannya dibalutkan salahsatu dari dua sobekkan kain bekas untuk membersihkan sampai bisa membersihkan sesuatu yang keluar dari sana, lantas ghasil membaringkannya untuk mulai memandikannya, kemudian ghasil mengambil sobekkan kain bekas yang lain, lalu ghasil mulai memasukkan jarinya membersihkan bagian dalam mulut mayyit diantara kedua bibirnya.
{Lihat Kitab Mukhtashar Al Muzaniy Yang Dicetak Digabung Dengan Kitab Al Umm : juz 8 hal 129 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti Wa Ghaslu Az Zauji Ìmra'atahu Wa Al Mar'atu Zaujaha. Karya Imam Muzaniy Sahabat Imam Syafi'iy}.
*📒🌴• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
قَالَ أَصْحَابُنَا : وَيَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى كَتِفِهِ ، وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ، لِئَلَّا يُمِيلَ رَأْسَهُ ، وَيُسْنِدُ ظَهْرَهُ إلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى وَيُمِرُّ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا لِيُخْرِجَ الْفَضَلَاتِ وَيَكُونُ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ كَمَا سَبَقَ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمُعِينُ مَاءً كَثِيرًا لِئَلَّا يُظْهِرَ رَائِحَةَ مَا يَخْرُجُ ، ثُمَّ يَرُدُّهُ إلَى هَيْئَةِ الِاسْتِلْقَاءِ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / صفة غسل الميت. للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*🌴🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Sahabat - sahabat kami Pengikut Madzhab Syafi'iy (Syafi'iyyah) berkata : Dan ghasil/orang yang memandikan meletakkan tangan kanannya dibelakang pundak mayyit, dan jempolnya dibelakang tengkuk mayyit, supaya kepala mayyit tidak geleng - geleng, menyandarkan punggung mayyit pada lutut kanannya, dan menjalankan tangan kirinya meraba perut mayyit dengan sedikit ditekan berulang-ulang agar supaya sisa-sisa makanan didalam perut mayyit keluar, dan ada disekitar pemandian mayyit disediakan mijmarah/pewangi bakar seperti penjelasan yang sudah lampau, dan Mu'iin/orang yang membantu ghasil mengguyurkan air yang banyak diatasnya, supaya tidak menyengat bau sesuatu yang keluar dari sana, lantas ghasil mengembalikan mayyit pada posisi berbaring pada punggungnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz.hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Shifatu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• قال الإمام الماوردي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الحاوي الكبير ":*
قَالَ الشَّافِعِيُّ : وَيَتَعَاهَدُ مَسْحَ بَطْنِهِ فِي كُلِّ غَسْلَةٍ ، فَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ حَمَلَ هَذَا عَلَى ظَاهِرِهِ وَأَمَرَ أَنْ يَتَعَاهَدَ مَسْحَ بَطْنِهِ بِيَدِهِ وَهُوَ غَيْرُ مَا عَلَيْهِ النَّاسُ فِي وَقْتِنَا ، وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ أَرَادَ بِالتَّعَاهُدِ تَفَقُّدَ الْمَوْضِعِ الْمَمْسُوسِ ؛ لِأَنْ لَا يَخْرُجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَيُفْسِدَهُ ، وَلَمْ يُرِدْ مُعَاهَدَةَ مَسْحِهِ بِيَدِهِ .
{انظر كتاب كتاب الحاوي الكبير / كتاب الجنائز / باب غسل الميت وغسل الرجل امرأته والمرأة زوجها. للإمام أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري الشافعي}.
*💾✍• Imam Mawardiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Hawi Al Kabir " berkata :*
Asy Syafi'iy berkata : " dan usahakan meraba perut mayyit dalam setiap basuhan, sebagian dari sahabat kami (Syafi'iyyah) ada yang mengusung pendapat ini berdasarkan lahiriyyahnya, dan memerintahkan supaya mengusahakan meraba perut mayyit dengan tangannya dan itu bukanlah sesuatu yang orang banyak memegangnya dimasa kami, dan *YANG BENAR* bahwasannya ghasil bermaksud dengan usaha membersihkan tempat yang telah disentuh, supaya tidak keluar sesuatu dari situ kemudian merusakkannya, dan bukan yang dimaksudkan usaha menyentuh dengan tangannya.
{Lihat Kitab Al Hawiy Al Kabir : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghaslu Al Mayyiti Wa Ghaslu Ar Rajuli Ìmra'atahu Wa Al Mar'atu Zaujaha. Karya Imam Mawardiy Asy Syafi'iy}.
*📘👌• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى " روضة الطالبين وعمدة المفتين ":*
وَيَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى كَتِفِهِ ، وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ، لِئَلَّا يَمِيلَ رَأْسُهُ ، وَيُسْنِدُ ظَهْرَهُ إِلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى ، وَيُمِرُّ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى بَطْنِهِ إِمْرَارًا بَلِيغًا لِتَخْرُجَ الْفَضَلَاتُ ،
وَيَكُونُ عِنْدَهُ مِجْمَرَةٌ فَائِحَةٌ بِالطِّيبِ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمُعِينُ مَاءً كَثِيرًا لِئَلَّا تَظْهَرَ رَائِحَةُ مَا يَخْرُجُ ، ثُمَّ يَرُدُّهُ إِلَى هَيْئَةِ الِاسْتِلْقَاءِ ، وَيَغْسِلُ بِيَسَارِهِ - وَهِيَ مَلْفُوفَةٌ بِإِحْدَى الْخِرْقَتَيْنِ - دُبُرَهُ وَمَذَاكِرَهُ وَعَانَتَهُ ، كَمَا يَسْتَنْجِي الْحَيُّ ، ثُمَّ يُلْقِي تِلْكَ الْخِرْقَةَ ، وَيَغْسِلُ يَدَهُ بِمَاءٍ وَإِشْنَانٍ .
كَذَا قَالَ الْجُمْهُورُ : إِنَّهُ يَغْسِلُ السَّوْءَتَيْنِ مَعًا بِخِرْقَةٍ وَاحِدَةٍ .
وَفِي ( النِّهَايَةِ ) وَ ( الْوَسِيطِ ) : أَنَّهُ يَغْسِلُ كُلَّ سَوْءَةٍ بِخِرْقَةٍ ، وَلَا شَكَّ أَنَّهُ أَبْلَغُ فِي النَّظَافَةِ ، ثُمَّ يَتَعَهَّدُ مَا عَلَى بَدَنِهِ مِنْ قَذَرٍ وَنَحْوِهِ .
{انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين : ج ١ ص ٦١٤ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت. للإمام أبو زكريا يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*💾🎙• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Raudlatu Ath Thaalib Wa 'Umdatu Al Muftiin " berkata :*
Dan ghasil meletakkan tangannya sebelah kanan dibelakang pundak mayyit, dan meletakkan jempolnya dilekukkan tengkuk mayyit, supaya kepalanya tidak miring, dan meletakkan punggung mayyit diatas lutut kanan ghasil, dan ghasil menggerakkan tangan kirinya diatas perut mayyit berulang - ulang dengan menekannya, supaya sisa - sisa makanannya keluar
dan ada disiapkan disekitar mayyit pewangi bakar yang semerbak dengan bau harum, dan Mu'iin/orang yang membantu ghasil mengguyurnya dengan air yang banyak, agar tidak menyengat bau sesuatu yang keluar, kemudian ghasil mengembalikan mayyit pada posisi berbaring, dan ghasil membasuh dubur, penis, dan bulu penis mayyit dengan tangan kirinya dan tangan kiri tersebut dibalut dengan salahsatu dari dua sobekkan kain bekas seperti layaknya orang yang masih hidup bercebok, kemudian bekas sobekan kain tersebut dilepas, dan membasuh tangannya dengan air dan kayu putih (tetumbuhan yang khusus untuk mencuci tangan dan pakaian)
Seperti itu Jumhur (mayoritas 'ulama) berkata : bahwasannya ghasil mencuci kemaluan dan dubur mayyit secara bersamaan dengan satu sobekan kain bekas.
Dan dalam kitab " An Nihayah " dan " Al Wasiith " dijelaskan : bahwasannya ghasil membasuh setiap (kelamin atau dubur) mayyit dengan satu sobekan kain bekas, dan tidak diragukan lagi hal tersebut lebih mentuntaskan dalam melakukan kebersihan, lantas ghasil berusaha mengangkat kotoran dan semacamnya yang menempel pada badan mayyit.
{Lihat Kitab Raudlatu Ath Thaalibiin Wa 'Umdatu Al Muftiin : juz 1 hal 614 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَيُجْلِسُهُ ) الْغَاسِلُ بِرِفْقٍ ( عَلَى الْمُغْتَسَلِ ) الْمُرْتَفِعِ ( مَائِلًا إلَى وَرَائِهِ ) إجْلَاسًا رَقِيقًا لِأَنَّ اعْتِدَالَهُ قَدْ يَحْبِسُ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ ( وَيَضَعُ يَمِينَهُ عَلَى كَتِفِهِ وَإِبْهَامَهُ فِي نُقْرَةِ قَفَاهُ ) وَهُوَ مُؤَخَّرُ عُنُقِهِ لِئَلَّا يَتَمَايَلَ رَأْسُهُ ( وَيَسْنُدُ ظَهْرَهُ إلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنَى ) لِئَلَّا يَسْقُطَ ( وَيُمِرُّ يَسَارَهُ عَلَى بَطْنِهِ إمْرَارًا بَلِيغًا ) أَيْ مُكَرَّرًا الْمَرَّةَ بَعْدَ الْمَرَّةِ مَعَ نَوْعِ تَحَامُلٍ لَا مَعَ شِدَّتِهِ لِأَنَّ احْتِرَامَ الْمَيِّتِ وَاجِبٌ قَالَهُ الْمَاوَرْدِيُّ ( لِيَخْرُجَ مَا فِيهِ ) مِنْ الْفَضَلَاتِ خَشْيَةً مِنْ خُرُوجِهِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَلْتَكُنْ الْمِجْمَرَةُ فَائِحَةَ الطِّيبِ مِنْ أَوَّلِ وَضْعِهِ بَلْ مِنْ حِينِ مَوْتِهِ إلَى انْتِهَائِهِ وَلْيَعْتَنِ الْمُعِينُ بِكَثْرَةِ صَبِّ الْمَاءِ إذْهَابًا لِعَيْنِ الْخَارِجِ وَرِيحِهِ مَا أَمْكَنَ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ١٠١ / كتاب الجنائز. للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*🌴✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan dengan hati - hati ghasil mendudukkan mayyit dengan posisi duduk yang nyaman ditempat yang tinggi yang digunakan untuk mandi condong/miring kebelakang karena posisi tegaknya mayyit bisa menahan apa yang keluar darinya, ghasil meletakkan tangan kanannya dibelakang pundak mayyit, meletakkan ibu jarinya dilekukkan tengkuk mayyit, yakni bagian belakang lehernya supaya kepalanya tidak bergerak memiring, dan menyandarkan punggung mayyit pada lutut kanan ghasil supaya mayyit tidak terjatuh, menjalankan tangan kirinya diatas perut mayyit secara berulang ulang, yakni dengan mengulangi satu gerakan setelah gerakan yang lain dengan semacam membebani bukan dengan membebani dengan beban yang begitu berat, karena memuliakan mayyit wajib hukumnya, seperti Ìmam Mawardiy telah mengatakannya, (tujuan mengerakkan tangan kiri ghasil diatas perut mayyit) agar sisa - sisa kotoran yang ada didalam perut mayyit keluar, karena khawatir keluarnya setelah mayyit dimandikan, dan sebaiknya ada pewangi bakar yang semerbak wanginya dari permulaan meletakkan mayyit, akan tetapi sejak dari mayyit meninggal hingga selesai pengurusannya, dan minta tolong kepada orang yang membantu ghasil agar mengguyurkan air yang banyak, karena bertujuan untuk menghilangkan perkara yang keluar dan baunya yang masih menetap.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 101 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• DIANJURKAN MERABA DAN MENEKAN PERUT MAYYIT SETELAH MAYYIT DIMANDIKAN KARENA MAYYIT SUDAH FLEKSIBEL DAN LEBIH MENGUKUHKAN* Menurut Madzhab Imam Ahmad.
*📘👌• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
ثُمَّ يُمِرُّ يَدَهُ عَلَى بَطْنِهِ ، يَعْصِرُهُ عَصْرًا رَفِيقًا ; لِيُخْرِج مَا مَعَهُ مِنْ نَجَاسَةٍ ، لِئَلَّا يَخْرُجَ بَعْدَ ذَلِكَ ، وَيَصُبُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ حِينَ يُمِرُّ يَدَهُ صَبًّا كَثِيرًا ، لِيُخْفِيَ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ ، وَيَذْهَبُ بِهِ الْمَاءُ ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ بِقُرْبِهِ مِجْمَرٌ فِيهِ بَخُورٌ حَتَّى لَا يَظْهَرَ مِنْهُ رِيحٌ .
وَقَالَ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ : لَا يَعْصِرُ بَطْنَ الْمَيِّتِ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى ، وَلَكِنْ فِي الثَّانِيَةِ . وَقَالَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ : يَعْصِرُ بَطْنَهُ فِي الثَّالِثَةِ ، يَمْسَحُ مَسْحًا رَفِيقًا مَرَّةً وَاحِدَةً . وَقَالَ أَيْضًا : عَصْرُ بَطْنِ الْمَيِّتِ فِي الثَّانِيَةِ أَمْكَنُ ; لِأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَلِينُ حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَاءُ .
{انظر كتاب المغني لابن قدامة / كتاب الجنائز / مسألة كيفية غسل الميت. للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة الحنبلى}.
*📓🌴• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Kemudian ghasil menggerakkan tangannya diatas perut mayyit, menekannya dengan tekanan yang lembut, supaya najis yang berada bersama didalam perut mayyit keluar, agar supaya tidak keluar (lagi) setelah semua itu, dan air diguyurkan disitu ketika ghasil mengerakkan tangannya dengan guyuran yang banyak, supaya tersembunyi sesuatu yang keluar darinya, dan air menghilangkannya, dan *DIANJURKAN* didekatnya ditaruh pewangi bakar yang didalamnya ada bukhur/dupanya sehingga tidak jelas menyengat baunya.
Imam Ahmad rahimahullahudalan berkata : " perut mayyit tidak diurut dan ditekan pada urutan permulaannya, akan tetapi pada urutan yang kedua".
Dan Imam Ahmad berkata kesempatan yang lain : "mayyit diurut dan ditekan perutnya pada urutan ketiga, ghasil meraba dengan rabaan yang lembut sekali saja."
Dan Imam Ahmad berkata lagi : " meraba dan menekan perut mayyit pada urutan kedua lebih mengukuhkan, karena mayyit tidak bisa fleksibel/lunak, sampai air mengenai dirinya".
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah Kaifiyyatu Ghasli Al Mayyiti. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات ":*
( ثُمَّ يَرْفَعُ ) غَاسِلٌ ( رَأْسَ غَيْرِ حَامِلٍ إلَى قُرْبِ جُلُوسِهِ ) بِحَيْثُ يَكُونُ كَالْمُحْتَضَنِ فِي صَدْرِ غَيْرِهِ ( وَيَعْصِرُ بَطْنَهُ بِرِفْقٍ ) لِيَخْرُجَ الْمُسْتَعِدُّ لِلْخُرُوجِ ، لِئَلَّا يَخْرُجَ بَعْدَ الْأَخْذِ فِي الْغُسْلِ فَتَكْثُرَ النَّجَاسَةُ ( وَيَكُونُ ثَمَّ ) أَيْ هُنَاكَ ( بَخُورٌ ) بِوَزْنِ رَسُولٍ دَفْعًا لِلتَّأَذِّي بِرَائِحَةِ الْخَارِجِ ( وَيُكْثِرُ صَبَّ الْمَاءِ حِينَئِذٍ ) لِيَدْفَعَ مَا يَخْرُجُ مِنْ الْعَصْرِ وَالْحَامِلُ لَا يُعْصَرُ بَطْنُهَا ، لِئَلَّا يَتَأَذَّى الْوَلَدُ .
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات / كتاب الجنائز / فصل في غسل الميت. للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*💾✍• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha " (yang terkenal dengan nama) " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " berkata :*
Lantas ghasil mengangkat kepala selain orang yang hamil didekat tempat duduknya sebagaimana ada seperti dipeluk didada selain dirinya. Dan meraba sambil menekan perut mayyit dengan lembut, supaya musta'id/orang yang membantu mengeluarkannya , supaya najisnya tidak keluar lagi setelah diambil dalam pemandian, lantas menjadi banyak najisnya, dan sebaiknya ada disana dupa seberat timbangan Rasul untuk menolak gangguan bau yang keluar, dan dianjurkan banyak mengguyur air disaat seperti ini untuk menolak perkara yang keluar dari hasil penekanan perut mayyit, dan mayyit wanita hamil tidak boleh ditekan perutnya karena ditakutkan anak didalamnya merasakan sakit.
{Lihat Kitab Daqaiqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha yang terkenal dengan nama " Syarhu Muntaha Al Ìradaat " : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🌴• جاء في كتاب متن الخرقى على مذهب ابي عبد الله أحمد بن حنبل الشيباني للإمام أبو القاسم عمر بن الحسين بن عبد الله الخرقي الحنبلي، المتوفى: ٣٣٤ هـ) رحمه الله تعالى :*
ويلف على يديه خرقة فينقى ما به من نجاسة ويعصر بطنه صرا رفيقا ثم يوضئه وضوءه للصلاة
{انظر كتاب متن الخرقى على مذهب ابي عبد الله أحمد بن حنبل الشيباني : ج ١ ص ٣٦ / كتاب الجنائز. للإمام أبو القاسم عمر بن الحسين بن عبد الله الخرقي الحنبلي}.
*💾👌• Tersebut dalam kitab " Matan Al Kharqiy 'Ala Madzahabi Abi 'Abdillah Ahmad Bin Hanbal Asy Syaibaaniy. Karya Imam Al Kharqiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala :*
Dan sobekkan kain bekas yang bersih dibalutkan pada kedua tangan ghasil, lantas ia membersihkan najis yang menempel pada mayyit, meraba dan agak menekan perut mayyit dengan lembut, kemudian ia mewudlukannya layaknya wudlu' untuk mengerjakan shalat.
{Lihat Kitab Matan Al Kharqiy 'Ala Madzahabi Abi 'Abdillah Ahmad Bin Hanbal Asy Syaibaaniy : juz 1 hal 36 / Kitabu Al Jana'izi. Karya Imam Al Kharqiy Al Hanbaliy}.
*C)• 🌴 Hukum Najis Keluar Dari Tubuh Mayyit Setelah Dimandikan Sebelum Dikafani :*
Menurut kesepakatan pengikut Imam Malik (Malikiyyah) dan Pengikut Imam Sayafi'iy (Syafi'iyyah), apabila najis atau kotoran keluar dari tubuh mayyit baik berupa, tinja, air seni, darah dsb, setelah dimandikan *MAKA MAYYIT TIDAK WAJIB DIMANDIKAN LAGI UNTUK KEDUA KALINYA.*
Adapun menurut pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka berkata : *TIDAK BERPENGARUH BAIK NAJIS MENGENAI BADAN ATAU KAFANNYA KECUALI MAYYIT DIMANDIKAN SEBELUM DIKAFANI, ADAPUN JIKA NAJIS KELUAR SETELAH DIKAFANI TIDAK WAJIB DIMANDIKAN LAGI KARENA KESUKARAN*
dan menurut Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (Hanabillah) mereka berkata : *WAJIB DIHILANGI NAJISNYA, DAN DIMANDIKAN LAGI SEBANYAK 7 KALI*.
*📓✍• قال الإمام عبد الرحمن الجزيري (المتوفى: ١٣٦٠ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفقه على مذاهب الأربعة ":*
إذا خرج من الميت بعد غسله نجاسة علقت ببدنه أو بكفنه فإنها تجب إزالتها ولا يعاد الغسل مرة أخرى باتفاق المالكية والشافعية,
أما الحنفية والحنابلة فانظر مذهبيهما تحت الخط
( الحنفية قالوا : النجاسة الخارجة من الميت لا تضر سواء أصابت بدنة أو كفنه إلا أنها تغسل قبل التكفين تنظيفا لا شرطا في صحة الصلاة عليه أما بعد التكفين فإنها لا تغسل لأن في غسلها مشقة وحرج بخلاف النجاسة الطارئة عليه كأن كفن بنجس فإنها تمنع من صحة الصلاة عليه
الحنابلة قالوا : إذا خرج من الميت نجاسة بعد غسله وجبت إزالتها وإعادة غسله إلى سبع مرات . فإن خرج بعد السبع وجب غسل الخارج فقط ولا يعاد الغسل
هذا إذا كان خروج النجاسة قبل وضعه في الكفن أما بعده فلا ينتقض الغسل ولا يعاد )
{انظر كتاب الفقه على مذاهب الأربعة : ج ١ ص ٨٠١. للإمام عبد الرحمن الجزيري}.
*📘👌• Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " berkata :*
Ketika najis keluar dari mayyit setelah mayyit dimandikan yang menempel di badan atau kafannya, *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA DAN MEMANDIKANNYA TIDAK WAJIB DIULANGI* berdasarkan kesepakatan Pengikut Imam Malik dan Pengikut Imam Syafi'iy,
Adapun menurut Pengikut Imam Abu Hanifah dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal,maka lihatlah kedua Madzhab mereka dalam kurung dibawah ini :
(Hanafiyyah/Pengikut Imam Abu Hanifah : najis yang keluar dari mayyit tidak berpengaruh baik najisnya mengenai badan atau kafannya, kecuali najisnya dibasuh sebelum dikafani dengan niatan tandzif (kebersihan) bukan dengan niatan sebagai syarat dalam sahnya shalat, adapun ketika najis keluar setelah dikafani, maka sesungguhnya najis tersebut *TIDAK WAJIB DIBASUH* karena ada kesukaran dan hambatan membasuhnya, berbeda dengan najis yang tidak diketahui darimana datangnya pada mayyit, seperti apabila mayyit dibungkus dengan kafan yang terkena najis, maka najis model tersebut menghalangi sahnya shalat atas diri mayyit.
Hanabillah/Pengikut Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal berkata : " Ketika najis keluar dari mayyit setelah memandikannya, *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA, DAN MENGULANGI PEMANDIKANNYA SEBANYAK 7 KALI*, ketika najis masih keluar setelah dimandikan 7 kali, *MAKA WAJIB DIBASUH LUARNYA SAJA, TIDAK DIULANG PEMANDIANNYA*, ini ketika keluarnya najis sebelum meletakkan mayyit didalam kain kafan, adapun keluarnya najis setelahnya, *MAKA PEMANDIANNYA TIDAK RUSAK DAN TIDAK PERLU DIULANG.*
{Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 801. Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy}.
⤵ 8/ VII
⤵ 9/ VII
*1⃣• WAJIB BERNIAT MENGHILANGKAN NAJIS DAN PEMANDIANNYA TIDAK DIULANGI* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*📓🌴• قال الإمام عبد الغني الميداني الحنفي (وهو عبد الغني بن طالب بن حمادة بن إبراهيم الغنيمي الدمشقي الميداني الحنفي، المتوفى: ١٢٩٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " اللباب في شرح الكتاب ":*
( فإن خرج منه شيء غسله ) لإزالة النّجاسة عنه ( ولا يعيد غسله ) ولا وضوؤه لأنّه ليس بناقض في حقه وقد حصل المأمور به "
{انظر كتاب اللباب في شرح الكتاب : ج ٢ ص ٢٩٢. للإمام عبد الغني الدمشقي الميداني الحنفي}.
*📕🎙• Imam 'Abdul Ghanniy Ad Dimsyaqiy Al Maidaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Lubaabu Fi Syarhi Al Kitaabi " berkata :*
Apabila sesuatu keluar dari mayyit, maka *WAJIB MEMBASUHNYA* dengan niat menghilangkan najis darinya, *DAN TIDAK DIULANGI PEMANDIANNYA, DAN TIDAK DIULANGI WUDLU'NYA,* karena hal itu bukanlah perusak pada haknya, dan sungguh sudah berhasil/terpenuhi dengan apa yang diperintahkan dengan diri mayyit.
{Lihat Kitab Al Lubaab Fi Syarhi Al Kitaabi : juz 2 hal 292. Karya Imam 'Abdul Ghanniy Ad Dimsyaqiy Al Maidaaniy Al Hanafiy}.
*📘✍• قال الإمام عبد الله الموصلي الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " الاختيار لتعليل المختار ":*
( فَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَهُ ) إِزَالَةً لِلنَّجَاسَةِ .
( وَلَا يُعِيدُ غُسْلَهُ ) لِأَنَّ الْغُسْلَ عُرِفَ بِالنَّصِّ وَقَدْ حَصَلَ .
( ثُمَّ يُنَشِّفُهُ بِخِرْقَةٍ ) لِئَلَّا تَبْتَلَّ أَكْفَانُهُ فَيَصِيرَ مُثْلَةً .
{انظر كتاب الاختيار لتعليل المختار : ج ١ ص ٩٢ / كتاب الصلاة / باب الجنائز / فصل غسل الميت / للإمام عبد الله بن محمود بن مودود الموصلي الحنفي}.
*📘🍒• Imam 'Abdullah Al Mousuliy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Ikhtiyar Lita'liili Al Mukhtaar " berkata :*
Apabila keluar sesuatu dari mayyit maka basuhlah dengan niatan menghilangkan najis.
Dan *TIDAK DIULANG MEMANDIKANNYA* karena sesungguhnya mandi yang telah diketahui pada teks, sesungguhnya hukumnya telah terpenuhi.
Kemudian ghasil mengelapnya dengan sobekkan kain bekas yang bersih supaya tidak basah kain kafannya, maka mayyit akan cepat menjadi rusak.
{Lihat Kitab Al Ikhtiyar Lita'liili Al Mukhtaar : juz 1 hal 92 / Kitabu Ash Shalaati / Baabu Al Jana'izi / Fashl Fi Ghusli Al Mayyiti / Karya Imam 'Abdullah Al Mousuliy Al Hanafiy}.
*📓✍• قال الإمام محمد عبد الحي اللكنوي الحنفي (ت ١٣٠٤ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " عمدة الرّعاية على شرح الوقاية ":*
" قوله : " وما خرج يغسل : أي تنظيفاً له لا شرطاً ، حتى لو صلّى عليه من غير غسله جاز " .
{انظر كتاب عمدة الرعاية بتحشية شرح الوقاية : ج ٢ ص ٣٥٤. للإمام محمد عبد الحي اللكنوي الحنفي}.
*📓✍• Imam Muhammad Abdul Hayyi Al Locknowiy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " 'Umdatu Ar Ri'ayati Bitahsyiyyati Syarhi Al Wiqayati ":*
Ungkapan Mushannif/Pengarang : dan perkara yang keluar dibasuh, artinya dengan niat tandzif/membersihkannya bukan dengan niat memenuhi syarat, hingga jikalau shalat atas diri mayyit tanpa memandikannya hukumnya boleh.
{Lihat Kitab 'Umdatu Ar Ri'ayati Bitahsyiyyati Syarhi Al Wiqayati : juz 2 hal 354. Karya Imam Muhammad 'Abdul Hayyi Al Locknowiy Al Hanafiy}.
*📙🍒• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق :'*
وَأَمَّا مَا سَالَ بِعَصْرٍ ، وَكَانَ بِحَيْثُ لَوْ لَمْ يُعْصَرْ لَمْ يَسِلْ قَالُوا لَا يَنْقُضُ ; لِأَنَّهُ لَيْسَ بِخَارِجٍ ، وَإِنَّمَا هُوَ مُخَرَّجٌ ، وَهُوَ مُخْتَارُ صَاحِبِ الْهِدَايَةِ وَقَالَ شَمْسُ الْأَئِمَّةِ يَنْقُضُ ، وَهُوَ حَدَثٌ عَمْدٌ عِنْدَهُ ، وَهُوَ الْأَصَحُّ
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق / كتاب الطهارة / أحكام الوضوء / نواقض الوضوء / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Bahru Ar Ra'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq ":*
Dan adapun sesuatu yang mengalir sebab diraba dan ditekan, sekiranya jikalau tidak diraba dan ditekan tidak mengalir, mereka mengatakan : *TIDAK BATAL WUDLUNYA*, karena perkara itu bukanlah sesuatu yang keluar, namu merupakan sesuatu yang dikeluarkan itu adalah pendapat yang dipilih oleh pengarang Al Hidayah, dan ia berkata : mataharinya para imam (Imam As Sarakhsiy Al Hanafiy w. 490 H) berkata : *BATAL WUDLUNYA* dan itu merupakan hadats yang disengaja menurut beliau, dan itu merupakan *PENDAPAT YANG ASHSHAH/PALING BENAR*,
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Ra'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq / Kitabu Ath Thaharati / Ahkaamu Al Wudlu' / Nawaqidlu Al Wudlu' / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*💾👌• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع ":*
(وَأَمَّا) أَنْوَاعُ الْأَنْجَاسِ فَمِنْهَا مَا ذَكَرَهُ الْكَرْخِيُّ فِي مُخْتَصَرِهِ: أَنْ كُلَّ مَا يَخْرُجُ مِنْ بَدَنِ الْإِنْسَانِ مِمَّا يَجِبُ بِخُرُوجِهِ الْوُضُوءُ أَوْ الْغُسْلُ فَهُوَ نَجِسٌ،
{انظر كتاب بداىٕٔع الصناىٔع في ترتيب الشرائع : ج ١ ص ٦٠ /
كتاب الطهارة / فصل في الطهارة الحقيقية / للإمام الكاساني الحنفي}.
*📕✍• Imam Kaasaaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Badaa'iu Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' " berkata :*
Dan adapun macam - macamnya najis, sebagian darinya adalah perkara yang telah disebutkan oleh " Al Kurkhiy " dalam Mukhtasharnya : Bahwasanya setiap perkara yang keluar dari badan manusia dari perkara yang mewajibkan wudlu' dan mandi disebabkan oleh keluarnya, maka hukumnya adalah najis.
{Lihat Kitab Badai'u Ash Shanaai' Fi Tartiibi Asy Syaraai' : juz 1 hal 60 / Kitabu Ath Thaharati / Fashl Fi Ath Thaharati Al Haqiqiyyati / Karya Imam Al Kaasaaniy Al Hanafiy}.
*2⃣• HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* Ketika Najis Keluar Setelah Wudlu' Atau Mandi Menurut Imam Malik Bin Anas.
*📓🌴• قال الإمام أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي، المتوفى: ١٢٤١ هـ، رحمه الله تعالى في كتابه "بلغة السالك لأقرب المسالك المعروف بحاشية الصاوي على الشرح الصغير (الشرح الصغير هو شرح الشيخ الدردير لكتابه المسمى أقرب المسالك لِمَذْهَبِ الْإِمَامِ مَالِكٍ)":*
(ولا يعاد) الغسل ( كوضوئه) لا يعاد ( لخروج نجاسة ) بعده ( وغُسلت ) النّجاسة فقط إذا خرجت بعد الوضوء أو الغسل ) .
{انظر كتاب بلغة السالك لأقرب المسالك المعروف بحاشية الصاوي على الشرح الصغير (الشرح الصغير هو شرح الشيخ الدردير لكتابه المسمى أقرب المسالك لِمَذْهَبِ الْإِمَامِ مَالِكٍ) : ج ٢ ص ٥٤٧. للامام أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي}.
*📕🎙• Imam Ash Shawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir " berkata :*
Dan *TIDAK DIULANG MANDINYA SEPERTI WUDLUNYA JUGA TIDAK DIULANGI* sebab keluarnya najis setelahnya *DAN HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* ketika najis keluar setelah wudlu' atau mandi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Asy Syarhi Ash Shaghir : juz 1 hal 547. Karya Imam Ash Shawiy Al Malikiy}.
*📘🌴• قال الإمام محمد بن عبد الله الخرشي المالكي أبو عبد الله (المتوفى: ١١٠١ هـ)، رحمه الله تعالى في شرحه على مختصر خليل بن إسحاق المالكي:*
وإذا خرج من الميت بعد غسله نجاسة فإنه لا يعاد غسله ولا وضوءه بل تغسل النجاسة فقط عن بدنه وكفنه لانقطاع التكليف بالموت.
{انظر كتاب شرح مختصر خليل : ج ٥ ص ٣٩٩. للإمام محمد بن عبد الله الخرشي المالكي أبو عبد الله}.
*📙🍒• Imam Kharasyi Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Syarhu Mukhtashar Khaliil " berkata :*
Dan ketika najis keluar dari mayyit setelah memandikannya, *MAKA TIDAK DIULANG MANDIKANNYA BEGITU JUGA WUDLU'NYA, NAMUN CUKUP DINASUH NAJISNYA SAJA* dari badan atau kafannya, karena terputusnya taklif/beban tanggung jawab dengan adanya sebab kematian.
{Lihat Kitab Syarhu Mukhtashar Khalil : juz 5 hal 399. Karya Imam Al Kharasyi Al Malikiy}.
*3⃣• PENDAPAT YANG TERKENAL DAN PALING KUAT HANYA DIBASUH NAJISNYA SAJA* Ketika Najis Keluar Setelah Mayyit Dimandikan Dan Sebelum Mayyit Dikafani Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🍒• قال الإمام محمد بن ادريس الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " الأم " :*
وَكَذَلِكَ فِي كُلِّ غُسْلِهِ حَتَّى يُنْقِيَهُ وَيَمْسَحُ بَطْنَهُ مَسْحًا رَقِيقًا، وَالْمَاءُ يُصَبُّ عَلَيْهِ لِيَكُونَ أَخْفَى لِشَيْءٍ إنْ خَرَجَ مِنْهُ.
{انظر كتاب الأم للشافعي / كتاب الجنائز / باب ما جاء في غسل الميت. للإمام محمد بن إدريس الشافعي}.
*💾🎙• Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Umm " berkata :*
{Lihat Kitab Al Umm : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ma Ja'a Fi Ghusli Al Mayyiti / Karya Imam Syafi'iy}.
*📘🌴• قال الامام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
( فَرْعٌ ) إذَا خَرَجَ مِنْ أَحَدِ فَرْجَيْ الْمَيِّتِ بَعْدَ غُسْلِهِ وَقَبْلَ تَكْفِينِهِ نَجَاسَةٌ وَجَبَ غَسْلُهَا بِلَا خِلَافٍ ، وَفِي إعَادَةِ طَهَارَتِهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ مَشْهُورَةٌ ( أَصَحُّهَا ) :
لَا يَجِبُ شَيْءٌ ; لِأَنَّهُ خَرَجَ عَنْ التَّكْلِيفِ بِنَقْضِ الطَّهَارَةِ وَقِيَاسًا عَلَى مَا لَوْ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ فَإِنَّهُ يَكْفِي غَسْلُهَا بِلَا خِلَافٍ ..." انتهى
{انظر كتاب " المجموع شرح المهذب " : ج ١ ص ١٣٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / تقليم أظفار الميت وحف شاربه وحلق عانته / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓✍• Imam Nawawiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Maka Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
“Ketika keluar (sesuatu) dari salah satu kemaluan mayat setelah dimandikan dan belum dikafani, maka diharuskan membersihkan najis, tidak ada perbedaan pendapat (dalam masalah ini). Terkait dengan mengulangi pembersihannya, ada tiga pendapat yang terkenal (dan yang paling kuat) adalah :
"Tidak diwajibkan apapun juga. Karena mayat tersebut tidak termasuk orang yang kena beban masalah batal bersuci. Atau diqiyaskan (dianalogikan) jika seseorang terkena najis dari lainya. *MAKA CUKUP DIBERSIHKAN SAJA TANPA ADA PERBEDAAN.”*
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al-Muhadzab : juz 1 hal 138 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghusli Al Mayyiti / Taqlimu Adzfaari Al Mayyiti Wa Haffa Syaaribahu Wa Halaqa 'Aanatahu / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📕🎙• قال الإمام ابن حجر الهيثمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
( وَلَوْ خَرَجَ بَعْدَهُ ) أَيْ الْغُسْلِ أَيْ وَقَبْلَ الْإِدْرَاجِ فِي الْكَفَنِ ( نَجَسٌ ) وَلَوْ مِنْ الْفَرْجِ ( وَجَبَ إزَالَتُهُ ) تَنْظِيفًا لَهُ مِنْهُ ( فَقَطْ ) لِأَنَّ الْفَرْضَ قَدْ سَقَطَ بِمَا وُجِدَ وَعَلَيْهِ لَا يَجِبُ بِخُرُوجِ مَنِيِّهِ الطَّاهِرِ شَيْءٌ ,
( وَقِيلَ ) يَجِبُ ذَلِكَ ( مَعَ الْغُسْلِ إنْ خَرَجَ مِنْ الْفَرْجِ ) الْقُبُلِ أَوْ الدُّبُرِ لِأَنَّهُ يَتَضَمَّنُ الطُّهْرَ وَطُهْرُ الْمَيِّتِ غَسْلُ كُلِّ بَدَنِهِ
( وَقِيلَ ) يَجِبُ مَعَ ذَلِكَ ( الْوُضُوءُ ) كَالْحَيِّ أَمَّا مَا خَرَجَ مِنْ غَيْرِ الْفَرْجِ أَوْ بَعْدَ الْإِدْرَاجِ فِي الْكَفَنِ فَلَا يَجِبُ غَيْرُ إزَالَتِهِ مِنْ بَدَنِهِ وَكَفَنِهِ قَطْعًا .
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج / كتاب الجنائز
/ للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي}.
*💾🍒• mam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan apabila najis keluar setelah mandi artinya sebelum diletakkan didalam kain kafan, walaupun najis tersebut keluar dari kemaluannya *MAKA WAJIB MENGHILANGKANNYA SAJA* dengan niatan tandzif/membersihkan najis dari mayyit, karena kefardluannya sudah gugur dengan perkara yang sudah ditemukan atas diri mayyit, tidak wajib melakukan sesuatu apapun dengan sebab keluarnya mani/sperma yang suci,
Dikatakan : hal tersebut wajib bersamaan dengan mandi apabila mani keluar dari kemaluan (alat kelamin atau anus) karena hal itu mencakup pada kesucian, dan kesucian mayyit adalah membasuh seluruh badannya.
Dan dikatakan : wudlu' wajib bersamaan dengan semua itu seperti orang hidup, adapun perkara yang keluar dari selain kemaluan atau setelah mayyit ditaruh dalam kain kafan, *MAKA TIDAK WAJIB KECUALI HANYA MENGHILANGKAN DENGAN PASTI DARI BADAN DAN KAFANNYA.*
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj Fi Syarhi Al Minhaaj : juz hal / Kitaabi Al Jana'izi / Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📒🎙• قال الإمام زين الدين أحمد بن عبد العزيز بن زين الدين بن علي بن أحمد المعبري المليباري الهندي الشافعي (المتوفى: ٩٨٧ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺸﺮﺡ ﻗﺮﺓ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺑﻤﻬﻤﺎﺕ ﺍﻟﺪﻳﻦ ":*
ﻭﻟﻮ ﺧﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻧﺠﺲ ﻟﻢ ﻳﻨﻘﺾ ﺍﻟﻄﻬﺮ ﺑﻞ ﺗﺠﺐ ﺇﺯﺍﻟﺘﻪ ﻓﻘﻂ ﺇﻥ ﺧﺮﺝ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺘﻜﻔﻴﻦ ﻻ ﺑﻌﺪﻩ.
{انظر كتاب فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين (هو شرح للمؤلف على كتابه هو المسمى قرة العين بمهمات الدين): ص ٢١٥. للامام زين الدين أحمد المعبري المليباري الهندي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Zainuddin Ahmad Al Ma'bariy Al Maliibaariy Al Hindiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Fathu Al Mu'iin Bisyarhi Qurrati Al 'Ainiy Bimuhimmaati Ad Diini " berkata :*
Andai setelah dimandikan keluar najis dari mayat, maka hukum bersesucinya tidak rusak / tidak batal, *HANYA SAJA WAJIB MENGHILANGKAN NAJIS ITU SAJA,* jikalau najis tersebut keluar sebelum dikafani, bukan setelahnya.
{Lihat Kitab Fathu Al Mu'iin Bisyarhi Qurrati Al 'Ainiy Bimuhimmaati Ad Diini : hal 215. Karya Imam Zainuddin Ahmad Al Ma'bariy Al Maliibaariy Al Hindiy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• وقال الامام زكريا الأنصاري الشافعي في كتابه " الغرر البهية ممزوجاً بشرح البهجة الوردية في الفقه الشافعي ":*
(أَمَّا) نَجَسٌ (خَارِجٌ قَدْ يَعْرِضُ) أَيْ: يَظْهَرُ مِنْ الْمَيِّتِ بَعْدَ غُسْلِهِ وَلَوْ بَعْدَ تَكْفِينِهِ فَإِنَّهُ (يُزَالُ) عَنْهُ (حَتْمًا دُونَ) إعَادَةِ (غُسْلٍ وَوُضُو) , وَإِنْ خَرَجَ مِنْ فَرْجِهِ؛ لِسُقُوطِ الْفَرْضِ بِمَا جَرَى وَحُصُولِ النَّظَافَةِ بِإِزَالَةِ الْخَارِجِ؛ ِ؛ وَلِأَنَّهُ غَيْرُ مُكَلَّفٍ فَلَا يُنْتَقَضُ طُهْرُهُ،
{انظر كتاب الغرر البهية ممزوجاً بشرح البهجة الوردية في الفقه الشافعي : ج ٢ ص ٨٦ / بَابُ الْجَنَائِزِ / للإمام ابو زكريا الأنصاري الشافعي}.
*📒🍒• Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Ghuraru Al Bahiyyah Bisyarhi Al Bahjah Al Wardiyyah " berkata :*
Adapun najis yang keluar bahwasannya najis tersebut jelas berasal dari mayyit setelah dimandikan, dan jikalau jelas setelah dikafani, maka sesungguhnya karena hal tersebut *NAJIS WAJIB DIHILANGKAN TANPA MENGULANGI MANDI DAN WUDLUNYA*
Dan walaupun najis keluar dari kemaluannya, karena telah gugur kewajibannya sebab perkara yang telah berjalan dan terpenuhinya kebersihan dengan menghilangkan najis yang keluar, dan sesungguhnya mayyit sudah menjadi ghoiru mukallaf (tidak diberi tanggung jawab lagi melakukan kewajibannya yang disebabkan oleh kematiannya), dan tidak menjadi batal hukum bersucinya.
{Lihat Kitab Al Ghuraru Al Bahiyyah Bisyarhi Al Bahjah Al Wardiyyah : juz 2 hal 86 / Babu Al Jana'izi / Karya Imam Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• KETIKA NAJIS KELUAR SETELAH MAYYIT DIMANDAIKAN 3 KALI, MAKA MEMANDIKANNYA DITAMBAH MENJADI 5 KALI, JIKA NAJISNYA MASIH KELUAR DITAMBAH MENJADI 7 KALI, DAN GHASIL MEWUDLUI MAYYIT MENGIRINGI KELUARNYA NAJIS SETELAH HITUNGAN TIAP PEMANDIAN TERSEBUT* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• وقال الامام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : " فَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَهُ إلَى خَمْسٍ ، فَإِنْ زَادَ فَإِلَى سَبْعٍ " يَعْنِي إنْ خَرَجَتْ نَجَاسَةٌ مِنْ قُبُلِهِ أَوْ دُبُرِهِ ، وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ بَعْدَ الثَّلَاثِ ، غَسَلَهُ إلَى خَمْسٍ ، فَإِنْ خَرَجَ بَعْدَ الْخَامِسَةِ ، غَسَلَهُ إلَى سَبْعٍ وَيُوَضِّئُهُ فِي الْغَسْلَةِ الَّتِي تَلِي خُرُوجَ النَّجَاسَةِ .
قَالَ صَالِحٌ : قَالَ أَبِي : يُوَضَّأُ الْمَيِّتُ مَرَّةً وَاحِدَةً ، إلَّا أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ شَيْءٌ ، فَيُعَادُ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ ، وَيَغْسِلُهُ إلَى سَبْعٍ . وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيرِينَ ، وَإِسْحَاقَ .
وَاخْتَارَ أَبُو الْخَطَّابِ أَنَّهُ يَغْسِلُ مَوْضِعَ النَّجَاسَةِ ، وَيُوَضَّأُ ، وَلَا يَجِبُ إعَادَةُ غُسْلِهِ . وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ ، وَمَالِكٍ ، وَأَبِي حَنِيفَةَ ; لِأَنَّ خُرُوجَ النَّجَاسَةِ مِنْ الْحَيِّ بَعْدَ غُسْلِهِ لَا يُبْطِلُهُ ، فَكَذَلِكَ الْمَيِّتُ . انتهى
{انظر كتاب "المغني" : ج ١ ص ١٦٨ / كتاب الجنائز / مسألة خرجت نجاسة من قبل الميت أو دبره وهو على مغتسله بعد الثلاث / للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}. (1/168) .
*📓👌• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : berkata Mushannif : " Apabila keluar dari mayyit sesuatu, *MAKA MEMBASUHNYA 5 KALI* , apabila sesuatu itu bertambah, *MAKA DIBASUH SAMPAI 7 KALI*" yakni ketika najis keluar dari kemaluan atau anus mayyit, dan ia berada setelah pemandiannya yang ketiga, *MAKA GHASIL MENAMBAH MEMANDIKANNYA SAMPAI MENJADI 5 KALI*, apabila najis keluar lagi setelah pemandiannya yang kelima, *MAKA GHASIL MENAMBAH MEMANDIKANNYA SAMPAI MENJADI 7 KALI*, dan ghasil mewudlukannya setelah tiap basuhan yang mengikuti keluarnya najis.
Shalih berkata : Ayahku berkata : mayyit diwudlukan sekali saja, kecuali apabila keluar najis lagi darinya, maka wudlu'nya diulangi, dan ghasil bisa memandikannya sampai 7 kali. Dan itu adalah perkataan Ibnu Sirin dan Ishaq.
Dan Abu Al Khaththab memilih : Bahwasanya ghasil cukup membasuh tempat najisnya, mewudlukannya, dan tidak wajib mengulangi pemandiannya.
"Dan ini pendapat Tsauri, Malik, Abu Hanifah karena keluarnya najis dari orang yang masih hidup setelah mandi tidak membatalkannya, begitu juga bagi mayat.”
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 1 hal 168 / Kitabu Al Jana'izi / Masalah Kharajat Najasatun Min Qubuli Al Mayyiti Au Duburihi Wa Huwa 'Alaa Mughtasilihi Ba'da Ats Tsalatsa / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
*💾✍• قال الإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
( وَيُسَنُّ قَطْعُهُ عَلَى وَتْرٍ إنْ زَادَ عَلَى الثَّلَاثِ ) فَإِنْ أَنْقَى بِرَابِعَةٍ زَادَ خَامِسَةً وَإِنْ أَنْقَى بِسَادِسَةٍ زَادَ سَابِعَةً وَهَكَذَا ،
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع / كتاب الطهارة / باب الاستطابة وآداب التخلي / فصل الاستجمار بكل طاهر جامد / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📕🎙• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' " berkata :*
Dan *DISUNNAHKAN MENYUMBATNYA* dengan ganjil ketika bertambah lebih dari basuhan hitungan ke 3, maka ketika bersih pada basuhan hitungan ke 4 ditambah basuhannya hingga hitungan ke 5, jikalau bersih pada hitungan ke 6, maka ditambah basuhannya hingga hitungan ke 7 begitu seterusnya.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'An Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Ath Thaharati / Babu Al Istithabaati Wa Adaabi At Takhalli / Fashal Al Istijmaaru Bikulli Thaahirin Jamidin / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🌴• وجاء في كتاب "الموسوعة الفقهية" لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت :*
وَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ، فَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ - مَا عَدَا أَشْهَبَ - وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَاخْتَارَهُ أَبُو الْخَطَّابِ مِنَ الْحَنَابِلَةِ: أنه لا يعاد غسله ، وإنما يغسل ذلك الموضع ، وإليه ذهب الثوري أيضاً " انتهى .
{انظر كتاب كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية " : ج ١٣ ص ٥٣. لوزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾🌴• Dalam Kitab ‘Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah. Karya Waziratu Al Auqaaf Wa Asy Syu'uun Al Islamiyyah - Negara Kuwait :*
"Jika ada sesuatu yang keluar sementara dia masih dalam tempat pemandiannya, maka pendapat Hanafiyah, Malikiyah –selain Asyhab- dan pendapat paling kuat di mazhab Syafiiyyah dan pilihan Abu Al-Khattab dari Hanabilah, hal itu tidak perlu diulangi. *CUKUP DIBERSIHKAN DI TEMPAT ITU SAJA.* Dan ini pendapat Tsauri juga.”
{Lihat Kitab ‘Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 13 hal 53. Karya Waziratu Al Auqaaf Wa Asy Syu'uun Al Islamiyyah - Negara Kuwait}.
*5⃣• TIDAK MENGULANGI MEMANDIKAN, CUKUP HANYA MEMBERSIHKAN NAJISNYA* Menurut Harakah/Gerakkan Wahhabiy.
*🌴🎙• قال ابن العثيمين الوهابي عن هذا القول :*
أي : عدم إعادة غسله ، والاكتفاء بغسل النجاسة قال : "وهو أقرب للصواب" .انتهى
{انظر كتاب " شرح الكافي ". للصالح العثيمين الوهابي السعودي}.
*📘✍• Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy mengomentari pendapat ini :*
“Maksudnya tidak mengulangi memandikan, cukup hanya membersihkan najisnya. Ia mengatakan : '(Pendapat ini) yang paling dekat kepada kebenaran.”
{Lihat Syarh Al-Kafi. Karya Ibnu Utsaimin Al Wahhabiy}.
*D)• 🌴 WAJIB MENYUMBAT ATAU MEMBALUT TEMPAT NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS DAN MEMPERCEPAT SHALATNYA.*
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها :
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتْ النَّبِيَّ ﷺ💙 فَقَالَ :
*« ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي »*
{رواه البخاري / ٦ - كتاب الحيض / باب إقبال المحيض وإدباره / رقم الحديث : ٣٢٠}.
Telah menceritakan kepada kami : 'Abdullah bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Sufyan. Dari Hisyam. Dari Bapaknya. Dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha:
Bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy mengalami istihadlah (mengeluarkan darah penyakit). Maka aku bertanya kepada Nabi ﷺ🖤, dan beliau menjawab:
*_"Itu seperti keringat dan bukan darah haid. Jika haid datang maka tinggalkanlah shalat dan jika telah selesai mandilah dan shalatlah."_*
{HR. Bukhariy / Kitabu Al Haidl / Babu Ìqbaali Al Mahiidl Wa Ìdbaarihi / No. 320}.
*KESULITAN MENGHENTIKAN DARAH MAYIT*
Melihat orang meninggal akibat korban tabrakan, dan sejenisnya rasanya sulit untuk men-tajhîz/mengurusnya secara sempurna. Bagaimana tidak, darah segar selalu mengucur deras dari tubuh mayyit. Bahkan walau dibasuh berulang-ulang, tetap saja darah mengalir tiada henti. Bagaimana fiqih menyikapi hal tersebut?
Jawab: *WAJIB MENYUMBAT TEMPAT KELUARNYA DARAH*, seperti halnya orang yang beser. Sementara mandi dan shalatnya tetap dihukumi sah.
Catatan: Setelah mayit disumbat, wajib menyegerakan shalat mayit.
*1⃣• ✍JIKA NAJIS TERUS MENGALIR DISUMBAT ATAU DIBALUT APABILA AKAN MELAKUKAN SHALAT DAN IBADAH YANG LAIN* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*📓✍• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَمَتَى قَدَرَ الْمَعْذُورُ عَلَى رَدِّ السَّيَلَانِ بِرِبَاطٍ أَوْ حَشْوٍ أَوْ كَانَ لَوْ جَلَسَ لَا يَسِيلُ وَلَوْ قَامَ سَالَ وَجَبَ رَدُّهُ
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٢٢٧ / باب الحيض / حَيْض الْمُبْتَدَأَة وَنِفَاسهَا / للإمام ابن نجيم الحنفي / ط دار الكتاب الإسلامي}.
*📕🎙• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq " berkata :*
Dan ketika orang yang terkena udzur mampu menahan dua jalan keluar najis dengan pembalut atau penyumbat atau jika ia duduk najis tidak mengalir dan jika ia berdiri najis mengalir, *MAKA IA WAJIB MENYUMBATNYA*.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raaiq Syarhu Kanzu Ad Daqaaiq : juz 1 hal 227 / Babu Al Haidli / Haidl Al Mubtadi'ati Wa Nifaasiha / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• ✍ DIAMPUNI NAJIS YANG SULIT MENJAGANYA TIDAK WAJIB MENCUCINYA KARENA DARURAT NAMUN JIKA TETAP DAN TERJADI SETIAP HARI DICUCI WALAU HANYA SEKALI* Menurut Madzhab Ìmam Malik bin Anas.
*📘🎙• قال الدردير (وهو أحمد بن أحمد بن أبي حامد العَدوي المالكي الأزهري الخَلْوَتِي، الشهير بأحمد الدردير، ولد بقرية بني عدي التي تسكنها قبيلة بني عدي القرشية في أسيوط بصعيد مصر سنة ١١٢٧ هـ/ ١٧١٥ م، وينتهي نسبه إلى عمر بن الخطاب. وقد تلقب بـ (الدردير)؛ - رحمه الله تعالى - وهو من المالكية شارحًا قول خليل بن إسحاق في مختصره:*
( وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ
كٙسٙلٙسٍ لَازِمٍ ) يُعْفَى عَنْ كُلِّ مَا يَعْسُرُ التَّحَرُّزُ عَنْهُ مِنْ النَّجَاسَاتِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ وَدُخُولِ الْمَسْجِدِ ...
وَالْمُرَادُ بِالسَّلَسِ : مَا خَرَجَ بِنَفْسِهِ مِنْ غَيْرِ اخْتِيَارٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ كَالْبَوْلِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالْغَائِطِ يَسِيلُ مِنْ الْمَخْرَجِ بِنَفْسِهِ ، فَيُعْفَى عَنْهُ وَلَا يَجِبُ غَسْلُهُ لِلضَّرُورَةِ إذَا لَازَمَ كُلَّ يَوْمٍ، وَلَوْ مَرَّةً.
{انظر كتاب شرح مختصر خليل للإمام أحمد الدردير المالكي}.
*📓🌴• Imam Ad Dardir rahimahullahu ta'ala beliau termasuk pengikut Imam Malik yang mensyarahi pendapat Imam Khaliil bin Ìshaq dalam Mukhtasharnya :*
Dan diampuni dari perkara yang sulit seperti penyakit bêsêr (selalu ingin kencing) yang permanen. Artinya diampuni dari setiap perkara yang sulit menjaganya dari najis - najis dinisbahkan untuk melakukan shalat, dan masuk masjid ...
Dan yang dimaksud dengan penyakit bêsêr : yaitu perkara yang keluar dengan sendirinya tanpa disengaja dari beberapa jenis hadats seperti air seni, madzi, sperma, dan tinja, yang mengalir dari tempatnya keluar dengan sendirinya, maka diampuni dan wajib membasuhnya karena darurat, ketika tetap pada setiap hari, dan dibasuh walaupun sekali.
{Lihat Kitab Syarhu Mukhtashar Khalil. Karya Imam Ahmad Ad Dardir Al Malikiy}.
*📓✍• وقال الامام محمد بن أحمد بن محمد عليش، أبو عبد الله المالكي (المتوفى: ١٢٩٩ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " منح الجليل شرح مختصر خليل في الفقه المالكي ":*
(وَنُدِبَ) بِضَمٍّ فَكَسْرٍ أَيْ الْوُضُوءُ (إنْ لَازَمَ) أَيْ السَّلَسُ الَّذِي لَا يُقْدَرُ عَلَى رَفْعِهِ (أَكْثَرَ) الزَّمَنِ وَأَوْلَى إنْ لَازَمَ نِصْفَهُ لَا إنْ لَازَمَ جَمْعَهُ , وَمَحَلُّ النَّدْبِ مِنْ مُلَازِمِ الْأَكْثَرِ إذَا لَمْ يَشُقَّ (لَا) إنْ (شَقَّ) أَيْ صَعُبَ الْوُضُوءُ عَلَى الْمُكَلَّفِ بِسَبَبٍ نَحْوَ بَرْدٍ انتهى.
{انظر كتاب منح الجليل شرح مختصر خليل في الفقه المالكي : ج ١ ص ١٠٩ / باب يرفع الحدث وحكم الخبث / للإمام محمد بن أحمد بن محمد عليش، أبو عبد الله المالكي}.
*📓✍• Imam Muhammad 'Ulaysyi Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Minahu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil Fi Al Fiqhi Al Malikiy " berkata :*
*DISUNNAHKAN WUDLU' APABILA PENYAKIT BESER MENETAP LAMA WAKTUNYA, YANG TIDAK BISA DIPERKIRAKAN UNTUK MENGHILANGKANNYA* dan apalagi jikalau penyakit bêsêrnya menetap pada separo waktu bukan pada semua waktunya. *DAN LETAK KESUNNAHANNYA* dari menetapi waktu yang lebih banyak ketika tidak merasa terbebani, bukan jikalau wudlu' atas orang yang diperintahkan dirasa berat dengan sebab semacam hawa yang amat dingin.
{Lihat Kitab Minahu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil Fi Al Fiqhi Al Malikiy : juz 1 hal 109 / Babu Yarfa'u Al Hadatsa Wa Hukmu Al Khabatsi / Karya Imam Muhammad 'Ulaysyi Al Malikiy}.
*💾👌• قال الإمام الحطاب المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل ":*
يَنْبَغِي أَنْ يَعُودَ إلَى جَمِيعِ مَا تَقَدَّمَ مِنْ الْفَضَلَاتِ فَقَدْ قَالَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ : قَوْلُ ابْنِ الْحَاجِبِ :
" وَالدَّمْعُ وَالْعَرَقُ وَاللُّعَابُ وَالْمُخَاطُ مِنْ الْحَيِّ طَاهِرٌ " يَعْنِي أَنَّهَا مِنْ الْمَيْتَةِ نَجِسَةٌ ، وَمِنْ الْمُذَكَّى طَاهِرَةٌ ، وَمِنْ الْآدَمِيِّ الْمَيِّتِ عَلَى الْخِلَافِ فِي طَهَارَتِهِ
{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل / كتاب الطهارة / فصل الطاهر أنواع / للإمام محمد بن محمد بن عبد الرحمن (الحطاب) المالكي}.
*💾✍• Ìmam Hathaab Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Asy Syaikh Khalil " berkata :*
Seyogyanya apabila kembali kepada semua perkara yang telah lampau dari kelebihan - kelebihannya, sungguh telah berkata Imam Ibnu 'Abdissalaam : pendapat Imam Ibnu Haajib : airmata, keringat, air liur, dan ingus, dari orang yang masih hidup hukumnya suci, berarti semua itu apabila berasal dari mayyit hukumnya najis, berasal dari hewan yang disembelih hukumnya suci, dan apabila berasal dari manusia/anak adam ada perbedaan pendapat dalam hukum kesuciannya.
{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Asy Syaikh Khalil : juz hal / Kitabu Ath Thaharati / Fashal Ath Thaahiru Anwaa' / Karya Imam Muhammad Hathaab Al Malikiy}.
*📕🌴• جاء في كتاب " حاشية الصاوي على الشرح الصغير = بلغة السالك لأقرب المسالك " للإمام أحمد الصاوي المالكي (وهو : أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي، المتوفى: ١٢٤١ هـ)، رحمه الله تعالى :*
قَوْلُهُ: [وَكَذَا عَرَقُهُ] : وَلَوْ شَارِبَ خَمْرٍ.
قَوْلُهُ: [وَمَا عُطِفَ عَلَيْهِ] : الَّذِي هُوَ دَمْعُهُ وَمُخَاطُهُ وَلُعَابُهُ وَبَيْضُهُ. وَهِيَ طَاهِرَةٌ وَلَوْ أَكَلَ نَجِسًا، وَمَحَلُّ كَوْنِ اللُّعَابِ طَاهِرًا إنْ خَرَجَ مِنْ غَيْرِ الْمَعِدَةِ. وَأَمَّا الْخَارِجُ مِنْ الْمَعِدَةِ فَنَجِسٌ وَعَلَامَتُهُ أَنْ يَكُونَ أَصْفَرَ مُنْتِنًا.
{انظر كتاب كتاب : حاشية الصاوي على الشرح الصغير : ج ١ ص ٤٣. للإمام أحمد المالكي}
*📘🍒• Imam Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang : (dan demikian juga keringatnya) walaupun keringat seorang peminum arak. Dan perkara yang diikutkan dengannya yaitu air matanya, ingus, air liur, dan keputihannya (cairan putih yang keluar dari alat kelamin). Dan itu hukumnya suci, walaupun ia memakan perkara yang najis. Dan tempat adanya air liur itu hukumnya suci bilamana Keluarnya selain dari perut, dan bilamana keluarnya dari selain perut, maka hukumnya adalah najis. Dan tandanya warnanya kekuninngan berbau busuk/anyir.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Ash Ashaghir : juz 1 hal 77. Karya Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy}.
*3⃣• ✍ WAJIB MENYUMBAT DAN MEMBALUT TEMPAT KELUARNYA NAJIS DARI TUBUH MAYYIT DAN BERSEGERA/CEPAT MELAKUKAN SHALAT JENAZAHNYA* Menurut Imam Muhammad Bin Ìdris Asy Syafi'iy.
*📕✍• قال الشيخ السيد عبد الرحمن باعلوي الحضرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " بغية المسترشدين ":*
(مسألة ي) تَجِبُ إِزَالَةُ النَّجَاسَةِ الْغَيْرِ الْمَعْفُوِّ عَنْهَا عَنِ الْمَيِّت سَوَاءٌ اْلأَجْنَبِيَّةُ وَالْخَارِجَةُ مِنْهُ قَبْلَ إِدْرَاجِهِ فِي الْكَفَنِ اِتَّفَاقاً وَلَوْ مِنْ غَيْرِ السَّبِيْلَيْنِ وَكَذَا بَعْدَهُ فِي اْلأَصَحِّ كَغُسْلِ الْكَفَنِ الْمُلَوَّثِ بِهَا وَلاَ تَصِحُّ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ حِيْنَئِذٍ مَعَ وُجُوْدِ الْمَاءِ الْمُزِيْلِ لَهَا ،
وَقَالَ الْبَغَوِيُّ : لاَ تَجِبُ اْلإِزَالَةُ بَعْدَ اْلإِدْرَاجِ مُطْلَقًا وَإِنْ تَضَمَّخَ الْكَفَنُ اهـ قُلْتُ وَرَجَّحَهُ فِي اْلإِمْدَادِ ,
وَقَالَ بَاعِشَنْ : وَلَوْ لمَْ يُمْكِنْ قَطْعُ الْخَارِجِ مِنَ الْمَيِّتِ صَحَّ غَسْلُهُ وَالصَّلاَةُ عَلَيْهِ لَكِنْ يَجِبُ فِيْهِ الْحَشْوُ وَالْعَصْبُ عَلَى مَحَلِ النَّجَاسَةِ وَالْمُبَادَرَةُ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ كَالسَّلِسِ اهـ
وَفِي التُّحْفَةِ : وَبِهِ يُعْلَمُ وُجُوْبُ غَسْلِ مَا يَظْهُرُ مِنْ فَرْجِ الثَّيِّبِ عِنْدَ جُلُوْسِهَا عَلَى قَدَّمَيْهَا نَظِيْرِ مَا مَرَّ فِي الْحَيِّ اهـ
{انظر كتاب بغية المسترشدين : ص ١٥٢. للسيد الشيخ عبد الرحمن باعلوي الحضرمي الشافعي. مكتبة دار الفكر}.
*💾✍• Sayyid Syaikh 'Abdurrahman Ba'alawiy Al Hadlramiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Bughyatu Al Mustarsyidiin " berkata :*
(Masalah ya') : *WAJIB MENGHILANGKAN NAJIS* yang tidak dimaafkan dari mayyit baik najis lain yang menempel atau najis yang keluar dari diri mayyit sebelum diletakkannya mayyit didalam kafan menurut kesepakatan para ulama', walaupun keluarnya bukan dari dua kemaluan mayyit (alat kelamin dan dubur), dan ini setelah mayyit dikafani menurut pendapat yang Ashshah (paling benar), seperti membasuh kain kafan yang terkena dengan najis, dan tidak syah shalat didalamnya pada saat seperti ini bersamaan dengan adanya air yang bisa menghilangkannya,
*IMAM BAGHAWIY* berkata : *TIDAK WAJIB SECARA MUTLAK MENGHILANGKANNYA SETELAH MAYYIT DILETAKKAN DIDALAM KAFAN,* walaupun kafannya sudah diolesi minyak wangi. Selesai perkataannya. Aku (pengarang kitab Bughyah) berkata : dan beliau merajihkannya/mengunggulkannya seperti tersebut didalam kitab Al Ìmdaad (Syarhu Al Ìrsyaad Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy).
*SYAIKH BA'ISYAAN* berkata : dan walaupun tidak memungkinkan menghentikan najis yang keluar dari mayyit, maka Syah pemandiannya dan syah shalat jenazah atasnya, *AKAN TETAPI WAJIB MENYUMBAT DAN MEMBALUT TEMPAT KELUARNYA NAJIS DAN BERSEGERA/CEPAT MELAKUKAN SHALAT JENAZAHNYA* seperti orang yang sakit Sistitis (kencing terus menerus, bêsêr : jawa).
Dan didalam kitab At Tuhfah (karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy) : dengan kasus ini dapat diketahui hukum wajibnya membasuh perkara yang tampak pada kemaluan wanita janda (kelêntit, jengger ayamnya) ketika duduk jongkoknya (ndòdòk : jawa) diantara kedua telapak kakinya dengan padanan/perimbangan yang berlaku dalam masa hidupnya.
{Lihat Kitab Bughyatu Al Mustarsyidiin : hal. Karya Sayyid Syaikh 'Abdurrahman Ba'alawiy Al Hadlramiy Asy Syafi'iy}.
*💾👌• قال الإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلَوْ لَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ الْخَارِجِ مِنْ الْمَيِّتِ بِغُسْلِهِ صَحَّ غُسْلُهُ وَصَحَّتْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِ ِلأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْحَيِّ السَّلِسِ وَهُوَ تَصِحُّ صَلاَتُهُ وَكَذَا الصَّلاَةُ عَلَيْهِ م ر سم عَلَى الْمَنْهَجِ
وَقَوْلُهُ " كَالْحَيِّ السَّلِسِ " قَضِيَّةُ التَّشْبِيْهِ بِالسَّلِسِ وُجُوبُ حَشْوِ مَحِلِّ الدَّمِ بِنَحْوِ قُطْنَةٍ وَعُصْبَةٍ عَقِبَ الْغُسْلِ وَالْمُبَادَرَةُ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ بَعْدَهُ حَتَّى وَلَوْ أُخِّرَ لاَ لِمَصْلَحَةِ الصَّلاَةِ وَجَبَتْ إعَادَةُ مَا ذُكِرَ ،
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِنْ الْمَصْلَحَةِ كَثْرَةَ الْمُصَلِّيْنَ كَمَا فِي تَأْخِيْرِ السَّلِسِ ِلإِجَابَةِ الْمُؤَذِّنِ وَانْتِظَارِ الْجَمَاعَةِ اهـ
{انظر كتاب تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب : ج ٢ ص ٢٦٨ / فَصْلٌ فِي الْجِنَازَةِ / للإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي}.
*📓✍• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Al Mishriy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib = Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib " berkata :*
Apabila tidak mungkin menyumbat najis yang keluar dari mayyit *SYAH MEMANDIKANNYA DAN SYAH SHALATNYA MENETAPI ATAS KEADAAN ITU* karena pangkalnya seperti orang hidup yang terjangkit penyakit Sistitis/Bésér (sebentar-sebentar kencing), dan ia syah shalatnya, dan ini menunjukkan shalat tetap wajib atasnya ...
Dan ungkapan Mushannif "(seperti orang hidup terjangkit penyakit bêsêr)" : adalah penuntutan perkara tentang penyurapaan dengan orang yang terjangkit penyakit bêsêr *TENTANG WAJIBNYA MENYUMBAT TEMPAT DARAH KELUAR DENGAN SEMACAM KAPAS DAN PEMBALUT* mengiringi mandi dan mewajibkan atasnya agar mempercepat melakukan shalat setelah mandi dan dilakukan penyumbatan, sehingga jikalau mengakhirkannya bukan karena untuk kemashlahatan shalat *MAKA WAJIB MENGULANGI APA YANG TELAH DISEBUTKAN*
Dan seyogyanya sebagian dari kemaslahatan shalat adalah banyaknya orang yang shalat, seperti mengakhirkannya orang yang bêsêr karena menjawab orang yang adzan dan menanti berkumpulnya para jamaah shalat.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib = Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib : juz 2 hal 268 / Fashl Fi Al Janaazati / Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Al Mishriy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• ✍ IBADAH SHALAT DENGAN MEMBAWA NAJIS BAIK KARENA LUPA, FAKTOR KEBODOHAN, DAN NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS TIDAK WAJIB MENGULANGI SHALATNYA* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓🌴• قال الإمام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَلَوْ كَانَ الْمُصَلِّي جَاهِلاً بِالْمَكَانِ وَالثَّوْبِ أَنَّهُ حَرَامٌ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، سَوَاءٌ قُلْنَا : إنَّ الْجَاهِلَ بِالنَّجَاسَةِ يُعِيدُ أَوْ لَا يُعِيدُ ؛ لِأَنَّ عَدَمَ عِلْمِهِ بِالنَّجَاسَةِ لَا يَمْنَعُ الْعَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَجِسَةً ، وَكَذَا إذَا لَمْ يَعْلَمْ بِالتَّحْرِيمِ لَمْ يَكُنْ فِعْلُهُ مَعْصِيَةً ، بَلْ يَكُونُ طَاعَةً ، وَأَمَّا الْمَحْبُوسُ فِي مَكَانِ غَصْبٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا نُوجِبَ عَلَيْهِ الْإِعَادَةَ إذَا صَلَّى فِيهِ قَوْلاً وَاحِداً ؛ لِأَنَّ لُبْثَهُ فِيهِ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ .
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٥ ص ٣٢٥ / بَابُ سَتْرِ الْعَوْرَةِ / للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📓🌴• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata :*
Apabila mushalli (orang yang shalat) tidak mengerti dengan tempat dan pakaian yang haram, *MAKA SAMASEKALI TIDAK ADA PENGULANGAN SHALAT BAGINYA*. Sama juga kami katakan ; Bahwasanya orang yang bodoh dengan masalah najis, bisa mengulang atau tidak mengulang, karena ketidaktahuannya dengan masalah najis, tidak bisa mencegah pada sebuah benda yang adanya benda tersebut adalah najis, begitu juga ketika ia tidak mengetahui dengan keharaman, maka hal yang ia lakukan bukanlah maksiat, namun menjadi sebuah ketaatan, adapun orang yang dipenjara ditempat yang dighashab/dirampas, maka seyogyanya kami tidak mewajibkan pengulangan terhadapnya, ketika ia shalat maka cuma ada satu pendapat, karena diamnya disitu bukanlah hal yang diharamkan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 5 hal 324 - 325. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال أيضا شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَمَنْ صَلَّى بِالنَّجَاسَةِ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، وَقَالَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ ؛ لِأَنَّ مَنْ كَانَ مَقْصُودُهُ اجْتِنَابَ الْمَحْظُورِ إذَا فَعَلَهُ مُخْطِئاً أَوْ نَاسِياً لَا تَبْطُلُ الْعِبَادَةُ بِهِ. انتهى.
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٨ ص ٤. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*💾👌• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata lagi :*
Dan orang yang shalat dengan membawa najis karena lupa atau faktor kebodohan maka *TIDAK ADA PENGULANGAN ATASNYA.* Dan sebagian ulama' mengatakannya : Bahwasanya orang yang tujuannya menjauhi hal yang menghalangi (ibadah), ketika ia melakukannya dengan tdak benar atau lupa *TIDAK BATAL IBADAHNYA SEBAB HAL TERSEBUT*.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 8 hal 4. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعال فيى كتابه " الروض المربع شرح زاد المستقنع ":*
(والمُسْتَحَاضَةُ ونَحْوُهَا) ممَّن به سَلَسُ بَوْلٍ أو مَذْيٍ أو رِيحٍ، أو جُرْحٌ لا يَرْقَأُ دَمُه، أو رُعَافٌ دَائِمٌ
(تَغْسِلُ فَرْجَهَا) لإزَالَةِ مَا عليه مِن الحَدَثِ
(وتَعْصِبُه) عَصْباً يَمْنَعُ الخَارِجَ حسَبَ الإمكانِ فإن لم يُمْكِنْ عَصْبُه كالبَاسُورِ صَلَّى حَسَبَ حَالِه، ولا يَلْزَمُ إِعَادَتُهُمَا لكُلِّ صَلاةٍ إن لم يُفَرِّطْ.
(وتَتَوَضَّأُ لـ) دُخُولِ
(وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ) إن خرَجَ شَيْءٌ (وتُصَلِّي) ما دامَ الوَقْتُ (فُرُوضاً ونَوَافِلَ) فإن لم يَخْرُجْ شَيْءٌ لم يَجِبِ الوُضُوءُ، انتهى .
{انظر كتاب الروض المربع شرح زاد المستقنع : ص ٥٧. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📓✍• Imam Al Bahuti berkata dalam kitabnya ‘Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' :*
"Wanita yang istihadhah (mengeluarkan darah penyakit) dan sejenisnya, seperti beser kencing, madzi atau kentut atau luka yang terus menerus mengeluarkan darahnya atau mimisan dari hidung, ia harus membasuh kemaluannya untuk menghilangkan hadats yang ada pada kemaluannya, dan membalutnya dengan pembalut yang bisa menahan najis yang keluar sebisa mungkin, maka apabila tidak mungkin untuk membalutnya seperti wasir (bol kejobo : Jawa) maka ia shalat tergantung pada keadaannya, dan tidak wajib mengulangi keduanya untuk setiap shalat, jikalau tidak melalaikannya.
maka ia wajib berwudhu setiap masuk waktu shalat,
jika keluar sesuatu darinya (hadats), lalu ia shalat selama waktunya masih ada baik itu shalat fardhu maupun sunnah. Tapi jika tidak keluar sesuatu darinya (hadats), maka ia tidak wajib berwudhu' lagi."
{Lihat Kitab Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' : hal 57. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*E)• 🌴HUKUM HARAMNYA MENJAHIT ANGGOTA MAYIT YANG TERPISAH DAN MELEPAS ALAT PEROBATAN GIP DAN SEMACAMNYA JIKALAU TIDAK ADA HAJAT SYAR'I*.
Seseorang meninggal dunia dengan anggota tubuh yang terpisah-pisah akibat ditabrak kereta api, korban mutilasi, masih memakai alat pembantu pengobatan, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan problematika tersendiri terkait dengan perawatan jenazah. Apakah anggota mayit tersebut boleh dijahit atau dilepas supaya lebih mudah proses perawatannya (tajhîz)?
Jawab: *HARAM*, kecuali jika tanpa dijahit usus mayit akan keluar. Hal ini menurut beberapa pendapat ulama' diantaranya :
*📓👌• قال الإمام شمس الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(قَوْلُهُ: إلَّا بِإِزَالَتِهِ وَجَبَتْ) وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ انْشَقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إلَّا بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ، فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غُسْلُهُ؛ لِأَنَّ فِي خُرُوجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٥٥ / فَصْلٌ فِي تَكْفِينِ الْمَيِّتِ وَحَمْلِهِ وَتَوَابِعِهِمَا / للإمام شمس الدين الرملي الشافعي}.
*📘✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang kitab Al Minhaaj : (kecuali dengan menghilangkannya dan wajib menghilangkan wujud najisnya) :
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 455 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti Wa Hamlihi Wa Tawaabi'ihimaa / Karya Imam Syasuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ شُقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوْجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إِلاَّ بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوْجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غَسْلُهُ ِلأَنَّ فِي خُرُوْجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ اهـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : الجزء ٣ صحـ : ١١٣. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي / مكتبة دار إحياء التراث العربي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 113. Karya Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع ممزوجا بمتن الإقناع " :*
( وَتُزَالُ اللَّصُوقُ ) بِفَتْحِ اللَّامِ : مَا يُلْصَقُ عَلَى الْجُرْحِ مِنْ الدَّوَاءِ ، ثُمَّ أُطْلِقَ عَلَى الْخِرْقَةِ وَنَحْوِهَا إذَا شُدَّتْ عَلَى الْعُضْوِ لِلتَّدَاوِي قَالَهُ فِي الْحَاشِيَةِ ( لِغَسْلٍ وَاجِبٍ فَيُغْسَلُ مَا تَحْتَهَا ) لِيَحْصُلَ تَعْمِيمُ الْبَدَنِ بِالْغُسْلِ وَكَالْحَيِّ ( فَإِنْ خِيفَ مِنْ قَلْعِهَا مُثْلَةٌ ) بِأَنْ خِيفَ سُقُوطُ شَيْءٍ مِنْ الْمَيِّتِ بِإِزَالَتِهَا وَنَحْوِهِ ( مُسِحَ عَلَيْهَا ) كَجَبِيرَةِ الْحَيِّ.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ص / كتاب الجنائز / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' ":*
Dan lashuq (obat yang ditempelkan diatas luka) dilepas, lantas dibubuhkan diatas sobekan kain bekas/gombal atau semacamnya, ketika diikatkan diatas anggota badan untuk obat. Pengarang telah mengatakannya dalam catatan pinggir : (lashuq dilepas) karena untuk memenuhi basuhan yang wajib, maka wajib dibasuh sesuatu yang ada dibawahnya, agar terpenuhi kewajibannya meratakan keseluruhan badan dengan basuhannya, dan layaknya orang yang masih hidup apabila ditakutkan dari pencopotannya mengakibatkan kerusakkan, gambarannya apabila ditakutkan jatuhnya sesuatu dari mayyit sebab menghilangkannya atau semacamnya, maka (jika pengikat obat yang diikatkan tidak dicopot atau dihilangkan) wajib diusap sesuatu yang ada dibawahnya seperti layaknya mengusap perban luka orang yang masih hidup.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*F)• 🌴MENTAYAMMUMI BAWAH KULUP/IKUT PERKHITANAN DAN MEMBUKA PAKSA MULUT MAYIT KARENA TERDAPAT DARAH*
Kisah seorang modin berpengalaman didesanya. Suatu hari, beliau memandikan mayit yang tubuhnya sudah kaku semua. Dengan pelan-pelan mayit tersebut dimandikan supaya semua anggota tubuhnya terbasuh semua. Kesulitan baru terjadi, ketika ketahuan ternyata si mayyit belum disunat/dikhitan dan mulut si mayit mengeluarkan darah yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan membuka paksa mulutnya. Apakah mengusap ikut perkhitanan mayyit dan membuka paksa mulut mayit dapat dibenarkan dalam kasus diatas?
Jawab: *YA, DIBENARKAN.* Hal ini sesuai dengan penjelasan ulama' dengan segala perbedaannya :
*1⃣• 👌 WAJIB MEMBASUH BAWAH IKUT PERKHITANAN ATAU SEMACAM LUKA PADA MAYYIT* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " او " أو الفتاوى العالمكيرية كتاب في الفقه الحنفي على مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان " المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي رحمهم الله تعالى :*
( الْفَصْلُ الْخَامِسِ فِي نَوَاقِضِ الْوُضُوءِ ) مِنْهَا مَا يَخْرُجُ مِنْ السَّبِيلَيْنِ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالرِّيحِ الْخَارِجَةِ مِنْ الدُّبُرِ وَالْوَدْيِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالدُّودَةِ وَالْحَصَاةِ ، الْغَائِطُ يُوجِبُ الْوُضُوءَ قَلَّ أَوْ كَثُرَ وَكَذَلِكَ الْبَوْلُ وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الدُّبُرِ .
كَذَا فِي الْمُحِيطِ .
وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الذَّكَرِ وَفَرْجِ الْمَرْأَةِ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ عَلَى الصَّحِيحِ إلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ مُفْضَاةً فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهَا الْوُضُوءُ .
كَذَا فِي الْجَوْهَرَةِ النَّيِّرَةِ .
بِهِ جَائِفَةٌ فَخَرَجَ مِنْهَا رِيحٌ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ كَالْجُشَاءِ الْمُنْتِنِ كَذَا فِي الْقُنْيَةِ .
وَلَوْ نَزَلَ الْبَوْلُ إلَى قَصَبَةِ الذَّكَرِ لَمْ يَنْقُضْ الْوُضُوءَ وَلَوْ خَرَجَ إلَى الْقُلْفَةَ نَقَضَ الْوُضُوءَ .
كَذَا فِي الذَّخِيرَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ .
هَكَذَا فِي الْبَحْرِ الرَّائِقِ .
وَلَوْ خَرَجَ الْبَوْلُ مِنْ الْفَرْجِ الدَّاخِلِ مِنْ الْمَرْأَةِ دُونَ الْخَارِجِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، وَالْمَجْبُوبُ إذَا خَرَجَ مِنْهُ مَا يُشْبِهُ الْبَوْلَ فَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى إمْسَاكِهِ إنْ شَاءَ أَمْسَكَهُ وَإِنْ شَاءَ أَرْسَلَهُ فَهُوَ بَوْلٌ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ كَانَ لَا يَقْدِرُ عَلَى إمْسَاكِهِ لَا يَنْقُضْ مَا لَمْ يَسِلْ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
وَفِي الْفَتَاوَى إذَا تَبَيَّنَ أَنَّ الْخُنْثَى رَجُلٌ فَالْفَرْجُ الْآخَرُ بِمَنْزِلَةِ الْجُرْحِ لَا يَنْقُضُ الْخَارِجُ مِنْهُ حَتَّى يَسِيلَ، كَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ ، وَهَكَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ وَالذَّخِيرَةِ وَمُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ ، وَأَكْثَرُ الْمُعْتَبَرَاتِ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى إيجَابِ الْوُضُوءِ عَلَيْهِ .
كَذَا فِي التَّبْيِينِ وَاَلَّذِي يَنْبَغِي التَّعْوِيلُ عَلَيْهِ هُوَ الْأَوَّلُ .
كَذَا فِي النَّهْرِ الْفَائِقِ .
وَلَوْ كَانَ لِذَكَرِ الرَّجُلِ جُرْحٌ لَهُ رَأْسَانِ أَحَدُهُمَا يَخْرُجُ مِنْهُ مَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ وَالثَّانِي يَخْرُجُ مِنْهُ مَا لَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ فَالْأَوَّلُ بِمَنْزِلَةِ الْإِحْلِيلِ إذَا ظَهَرَ الْبَوْلُ عَلَى رَأْسِهِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ لَمْ يَسِلْ وَلَا وُضُوءَ فِي الثَّانِي مَا لَمْ يَسِلْ إذَا خَافَ الرَّجُلُ خُرُوجَ الْبَوْلِ فَحَشَا إحْلِيلَهُ بِقُطْنَةٍ وَلَوْلَا الْقُطْنَةُ يَخْرُجُ مِنْهُ الْبَوْلُ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَلَا يَنْتَقِضُ وُضُوءُهُ حَتَّى يَظْهَرَ الْبَوْلُ عَلَى الْقُطْنَةِ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
{انظر كتاب كتاب " الفتاوى الهندية " : ج ١ ص ١٠٩ - ١١٦. المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي}
*📓✍• Tengah dalam kitab " Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah " karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy rahimahumullaahu ta'ala :*
*[[Pasal yang kelima tentang hal - hal yang membatalkan wudlu']] :* diantaranya sesuatu yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus) yang terdiri dari air kencing, tinja, angin yang keluar dari dubur (alias kentut), Wadi | أٙلْوَدْيُ
(Adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing), Wadzi | أٙلْمَذْيُْ (Adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar),
Mani | أٙلْمَنِي (Adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat), cacing kremi, dan kerikil, buang air besar mewajibkan wudlu' baik sedikit atau banyak, begitu juga kencing atau kentut yang keluar dari dubur/anus. Ini seperti dalam kitab " Al Muhith ".
Dan angin yang keluar dari penis dan kemaluan wanita *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU* menurut pendapat yang shahih kecuali siwanita menundanya, maka hal itu mewajibkan wudlu' baginya. Ini seperti dalam kitab " Al Jauharah An Niyarah " (karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy w. 800 H).
bersamaan dengannya keluar darinya bau keringat ketiak, maka tidak membatalkan wudlu' seperti suara angin sendawa (ketika perut kenyang) yang berbau basi/tengik. Ini seperti dalam kitab " Al Qunyah " (Karya Imam Abu Raja' Najmuddin bin Mahmud Az Zahid Al Ghazminiy Al Hanafiy w. 658 H)
dan apabila air kencing turun sampai batang penis, *MAKA TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'*, dan apabila air kencing keluar sampai pada kulit kulfah/ikut perkhitanan *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*. Ini seperti dalam kitab " Adz Dzakhiirah " (Karya Imam Al Qarafiy Al Malikiy w. 684 H). Dan itu benar. Dan seperti itu juga dalam kitab " Al Bahru Ar Raa'iq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Mishriy Al Hanafiy w. 970 H).
jikalau air kencing keluar dari bagian dalam kemaluan wanita bukan dåri bagian luarnya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*, dan yang diwajibkan jikalau keluar dari situ sesuatu yang menyerupai air kencing, apabila dia sanggup menahannya agar tidak keluar diberi kebebasan untuk menahannya, atau melepaskannya, itu adalah air kencing yang membatalkan wudlu', apabila dia tidak mampu menahannya, maka tidak membatalkan wudlu' selama tidak mengalir. Ini seperti fatwa Imam Qadli Khan.
dan didalam sebuah fatwa ketika jelas bahwasanya seorang waria adalah laki - laki, maka alat kelamin yang lain menempati istilah " luka " maka hal yang keluar *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU' SELAMA TIDAK MENGALIR*. Ini seperti dalam kitab As Siraaj Al Wahhaj, dan ini juga seperti dalam Fatwa Qadli Khan, Adz Dzakhiirah, Al Muhith As Sarakhasiy, dan kebanyakkan perkara yang dijadikan bahan pertimbangan, *DAN KEBANYAKKAN MEREKA MEWAJIBKAN WUDLU' KEPADANYA*. Ini seperti dalam kitab " At Tabyiin " dan perkara yang sepantasnya diprioritaskan atasnya adalah pendapat yang pertama. Ini seperti dalam An Nahru Al Faiq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy w. 1005 H).
apabila ada pada alat kelamin pria keluar dua kepala salahsatunya keluar darinya sesuatu yang mengalir pada tempat mengalirnya air kencing, dan yang kedua tidak mengalir pada tempat mengalirnya kencing, maka yang pertama menempati tempat mengalirnya air kencing bagian luar, ketika air kencingnya terlihat jelas di kepalanya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU' WALAUPUN TIDAK MENGALIR* dan *TIDAK ADA WUDLU' SAMA SEKALI PADA YANG KEDUA* selama tidak mengalir. Ketika seseorang takut keluarnya air kencing maka ia menyumbat tempat mengalirnya kencing bagian luarnya dengan kapas, dan sekiranya tidak ada kapas air kencing keluar darinya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN DENGANNYA DAN TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'NYA* seumpama sampai jelas air kencingnya diatas kapas. Beginilah fatwa dari Qadli Khan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah : juz 1 hal 109 - 115. karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَنَقَلَ ابْنُ الْمَلَكِ فِي شَرْحِهِ عَلَى الْجُمَعِ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ إذَا غَلَبَهُ الْبُزَاقُ لَا يَنْقُضُ اتِّفَاقًا ,
وَظَاهِرُ كَلَامِ الزَّيْلَعِيِّ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَ بِالْبُزَاقِ يَنْقُضُ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ عَلَى الْمُخْتَارِ وَلَا يَخْفَى عَدَمُ صِحَّتِهِ لِمُخَالَفَتِهِ الْمَنْقُولَ مَعَ عَدَمِ تَعَقُّلِ فَرْقٍ بَيْنَ الْخَارِجِ مِنْ الْفَمِ وَالْخَارِجِ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَيْنِ بِالْبُزَاقِ ... (الى ان قال) ...
(قَوْلُهُ: وَإِدْخَالُ الْمَاءِ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ لِلْأَقْلَفِ) أَيْ لَا يَجِبُ عَلَى الَّذِي لَمْ يَخْتَتِنْ أَنْ يُدْخِلَ الْمَاءَ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ فِي غُسْلِهِ مِنْ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا لِلْحَرَجِ، الْحَاصِلِ لَوْ قُلْنَا بِالْوُجُوبِ لَا لِكَوْنِهِ خِلْقَةً كَقَصَبَةِ الذَّكَرِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الْمُعْتَمَدُ ، وَبِهِ يَنْدَفِعُ مَا ذَكَرَهُ الزَّيْلَعِيُّ مِنْ أَنَّهُ مُشْكِلٌ؛ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ الْبَوْلُ إلَى الْقُلْفَةِ انْتَقَضَ وُضُوءُهُ فَجَعَلُوهُ كَالْخَارِجِ فِي هَذَا الْحُكْمِ، وَفِي حَقِّ الْغُسْلِ كَالدَّاخِلِ حَتَّى لَا يَجِبَ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ،
وَقَالَ الْكُرْدِيُّ: يَجِبُ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ الْمَشَايِخِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ فَعَلَى هَذَا لَا إشْكَالَ فِيهِ. اهـ.
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٨٥ و ١١٤ / كتاب الطهارة / احكام الغسل / فروض الغسل / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq " berkata :*
Ibnu Al Malak menukil dalam darahnya atas kitab Al Juma' : sesungguhnya darah yang turun dari perut ketika mendominasi air ludah *MAKA TIDAK MEMBATALKAN* menurut kesepakatan,
dan lahiriyyahnya pendapat " Az Zaila'i (Al Hanafiy) " : bahwasanya darah yang turun dari perut yang bercampur dengan ludah *MEMBATALKAN BAIK SEDIKIT ATAU BANYAKNYA* menurut pendapat yang dipilih, dan tidak meragukan akan ketidakbenaran pendapatnya karena penyelisihannya terhadap hal yang dinukil beserta tidak adanya pemikiran yang membedakan antara sesuatu yang keluar dari mulut dan sesuatu yang keluar dari dalam perut yang keduanya bercampur dengan ludah ... (sampai pada ungkapan pengarang kitab) ...
Ungkapan pengarang : dan *WAJIB* memasukkan air kedalam kulit ikut/kulup perkhitanan mayyit (yang belum sunat), artinya *TIDAK WAJIB* pada sesuatu yang tidak ikut dikhitan (batang penis contohnya), agar ghasil memasukkan air kedalam kulit dalam mandi besar/jinabah dan selainnya karena terluka, kesimpulannya jikalau boleh kami katakan : *DENGAN WAJIB* yang adanya bukan satu rangkaian penciptaannya, seperti batang penis (satu penciptaan dengan ikut/kulupnya, maka batang penis tidak wajib dibasuh seperti kulupnya), *DAN INI ADALAH PENDAPAT YANG BENAR DAN BISA DIPEGANG*, dan dengan ini menconter/menolak apa yang telah disebutkan oleh " Az Zaila'i ", bahwasanya pendapatnya termasuk musykil/tidak jelas, karena hal itu ketika air kencing sampai pada ikut/kulup penis, maka akan membatalkan wudlunya, maka mereka menjadikannya seperti kharij/sesuatu yang keluar dalam hukum ini. Dan dalam haknya mandi seperti dakhil/sesuatu yang masuk, sehingga *TIDAK WAJIB MENGALIRKAN AIR KEPADANYA*,
dan Al Kurdiy berkata : *WAJIB* mengalirkan air kepadanya menurut sebagian Masyayikh dan itu adalah pendapat yang paling benar, dan atas pendapat ini sama sekali tidak ada keraguan didalamnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq : juz 5 hal 85 dan hal 114 / Kitabu Ath Thaharati / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• 👌DIAMPUNI SEMUA JENIS HADATS YANG SULIT MELEPASKAN ATAU MENJAHUINYA* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾🌴• جاء في حاشية الدسوقي على شرح مختصر خليل المالكي للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى بعد أن فصل حكم السلس:*
( قَوْلُهُ : وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ ) أَيْ عَمَّا يَشُقُّ الِانْفِكَاكُ مِنْهُ وَالتَّبَاعُدُ عَنْهُ ( قَوْلُهُ : : كَحَدَثٍ إلَخْ ) الْمُرَادُ بِالْحَدَثِ الْجِنْسُ فَيَشْمَلُ سَائِرَهَا وَلَمْ يَقُلْ كَأَحْدَاثِ مُسْتَنْكَحَةٍ لِئَلَّا يُتَوَهَّمَ أَنَّ الْعَفْوَ مَقْصُورٌ عَلَى حُصُولِ جَمْعٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ ... (الى ان قال) ...
وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ إنْ لَازَمَ كُلَّ الزَّمَنِ أَوْ جُلَّهُ أَوْ نِصْفَهُ فَلَا يَنْقُضُ وَإِنْ لَازَمَ أَقَلَّ الزَّمَنِ نَقَضَ مَعَ الْعَفْوِ عَمَّا أَصَابَ مِنْهُ وَإِنَّمَا عُفِيَ عَمَّا أَصَابَ مِنْ الْحَدَثِ اللَّازِمِ مُطْلَقًا وَفَصَّلَ فِي نَقْضِهِ الْوُضُوءَ ; لِأَنَّ مَا هُنَا مِنْ بَابِ الْأَخْبَاثِ وَذَاكَ مِنْ بَابِ الْأَحْدَاثِ وَالْأَخْبَاثُ أَسْهَلُ مِنْ الْأَحْدَاثِ. انتهى.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب أحكام الطهارة / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓✍• Tersebut dalam kitab " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Mukhtashar Khalil Al Malikiy " karya Imam Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala :*
Perkataan pengarang : (dan diampuni dari perkara yang sulit) artinya dari perkara yang sulit melepaskan darinya atau menjahuinya, seperti hadats, yang dimaksud dengan hadats adalah jenis yang meliputi beberapa jenis hadats dan tidak cuma terbatas, seperti hadats - hadats yang diberatkan, supaya tidak disalahfahami bahwasannya istilah " diampuni " itu cuma dibatasi dari kejadian semua jenis hadats.
... (Sampai pada ungkapan mushannif) ...
Dan kesimpulannya hal tersebut jika penyakit menetap pada sepanjang waktunya atau pada sebagian besar waktunya atau pada sebagian saja waktunya, maka tidak batal, dan apabila penyakitnya menetap pada waktu yang lebih sedikit maka batal bersamaan dengan adanya ampunan pada perkara yang mengenai darinya, dan yang semestinya diampuni secara mutlak dari hadats tetap yang menimpa. Dan pengarang memisahkan dalam kasus pembatalannya pada wudlu' : bahwasanya disini termasuk dari bab/kategori kotoran, dan disana termasuk kategori hadats, dan kotoran lebih fleksibel (mudah ditangani) dibandingkan hadats.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Al Kabir / Babu Ahkaami Ath Thaharati / Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 👌 DISUNNAHKAN TIDAK MEMBUKA MULUT MAYYIT YANG ADA DARAHNYA DAN CUKUP MENGUSAP IKUT/KULUP PERKHITAN MAYYIT YANG BELUM DISUNAT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِذَا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ أُعِيدَ تَلْيِينُ أَعْضَائِهِ وَيُنَشَّفُ بِثَوْبٍ لِأَنَّهُ إذَا كُفِّنَ وَهُوَ رَطْبٌ ابْتَلَّ الْكَفَنُ وَفَسَدَ وَإِنْ غُسِّلَ ثُمَّ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ :
( أَحَدُهَا ) يَكْفِيه غَسْلُ الْمَوْضِعِ كَمَا لَوْ غَسَلَ ثُمَّ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ .
( وَالثَّانِي ) يَجِبُ مِنْهُ الْوُضُوءُ لِأَنَّهُ حَدَثٌ فَأَوْجَبَ الْوُضُوءَ ، كَحَدَثِ الْحَيِّ .
( وَالثَّالِثُ ) يَجِبُ الْغُسْلُ مِنْهُ ، لِأَنَّهُ خَاتِمَةُ أَمْرِهِ ، فَكَانَ بِطَهَارَةٍ كَامِلَةٍ وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِعَدَمِ الْمَاءِ أَوْ غَيْرِهِ يُمِّمَ لِأَنَّهُ تَطْهِيرٌ لَا يَتَعَلَّقُ بِإِزَالَةِ عَيْنٍ ، فَانْتُقِلَ فِيهِ عِنْدَ الْعَجْزِ إلَى التَّيَمُّمِ كَالْوُضُوءِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ ) .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٢٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع إذا فرغ من غسل الميت استحب أن ينشف بثوب تنشيفا بليغا / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika selesai dari memandikan mayyit diulangi melemaskan anggota - anggota badan mayyit, dan menyeka/menghanduki dengan kain, karena ketika mayyit dibungkus dan mayyit dalam keadaan basah, maka mayyit menjadi basah dan rusak, dan apabila mayyit dimandikan lantas setelah itu keluar sesuatu dari mayyit, maka dalam kasus ini ada tiga pendapat :
*(Pertama) :* Cukup membasuh tempat najisnya, seperti apabila ia mandi kemudian najis dari orang lain mengenainya.
*(Kedua) :* Wajib wudlu' dari najis tersebut karena sesuatu yang keluar itu adalah yang mewajibkan wudlu' seperti hadatsnya orang hidup.
*(Ketiga) :* Wajib membasuhnya, karena itu merupakan akhir perkaranya, maka dengan bersuci yang sempurna, dan apabila kesulitan membasuhnya karena tidak adanya air atau yang lainnya, *MAKA MAYYIT DITAYAMMUMI* karena tayammum adalah mensucikan bukan menghilangkan bentuk najis, maka dipindahkan pada tayammum ketika tidak kuasa menghilangkannya seperti wudlu', mandi, dan mandi besar/janabah.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 128 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghasli Al Mayyiti / Far'un Ìdza Faragha Min Ghusli Al Mayyiti Ustuhibba An Yansyifa Bitsaubin Tansyiifan Baliighan / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• قال الإمام شهاب الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( قَوْلُهُ وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ ) أَيْ يُسَنُّ أَنْ لاَ يَفْتَحَ أَسْنَانَهُ فَلَوْ خَالَفَ وَفَتَحَ فَإِنْ عُدَّ إزْرَاءً أَوْ وَصَلَ الْمَاءُ لِجَوْفِهِ حَرُمَ وَإِلاَّ فَلاَ نَعَمْ لَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ لَوْ كَانَ حَيًّا وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتُّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عَلِمَ سَبْقَ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ اهـ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : الجزء ٢ صحـ : ٤٤٥ /
مكتبة دار الفكر}.
*🌴✍• Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan ghasil tidak diperkenankan membuka gigi - gigi mayyit), artinya *DISUNNAHKAN SUPAYA GHASIL TIDAK MEMBUKA GIGI GIGNYA* apabila ia menyelisihinya dan membuka gigi - giginya, jika diperkirakan merusakkan atau mengalirkan air hingga sampai perut mayyit maka hukumnya *DIHARAMKAN* jikalau tidak demikian maka tidak diharamkan. Tentu saja benar apabila mulutnya terkena najis, dan pada mulut wajib sucinya, walaupun dalam keadaan hidup, dan jika terkendala pada membuka gigi - giginya, *MAKA DITEKANKAN MEMBUKANYA* walaupun ghasil tahu akan cepatnya air merasuk kedalam perut mayyit.
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 445. Karya Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Maktabah Daar Al Fikri}.
*📘👌• قال الإمام سليمان البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ لِئَلاَ يَسْبِقَ الْمَاءُ إلَى جَوْفِهِ فَيَسْرَعَ فَسَادُهُ وَلَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتَّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عُلِمَ سَبْقُ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ وَلاَ تُكْسَرُ أَسْنَانُهُ، لَوْ تَوَقَّفَتْ إزَالَةُ النَّجَاسَةِ عَلَى كَسْرِهَا لِمَا قَالُوْهُ فِيمَنْ مَاتَ غَيْرَ مَخْتُوْنٍ وَتَحْتَ قُلْفَتِهِ نَجَاسَةٌ تَوَقَّفَتْ إزَالَتُهَا عَلَى قَطْعِ الْقُلْفَةِ حَيْثُ قَالُوْا لاَ تُقْطَعُ وَيُدْفَنُ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ كَمَا نَقَلَهُ الْمَدَابِغِيُّ عَنِ اْلأَجْهُوْرِيُّ وَعِبَارَتُهُ عَلَى التَّحْرِيْرِ وَيَحْرُمُ خَتْنُهُ, وَإِنْ عَصَى بِتَأْخِيْرِهِ أَوْ تَعَذَّرَ غَسْلُ مَا تَحْتَ قُلْفَتِهِ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلاَمُهُمْ وَعَلَيْهِ فَيُيَمَّمُ عَمَّا تَحْتَهَا وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ تَحْتَهَا نَجَاسَةٌ تَعَذَّرَ إزَالَتُهَا وَإِلاَّ دُفِنَ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ م ر
وَعِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ يُصَلَّى عَلَيْهِ بَعْدَ التَّيَمُّمِ اهـ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب : الجزء ٢ صحـ : ١٤٦ /
مكتبة دار الفكر}.
*📘🌴• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib ":*
Dan ghasil tidak boleh membuka gigi - gigi mayyit supaya air tidak meresap masuk kedalam perutnya, akan cepat rusaknya, walaupun terkena najis mulutnya, sedangkan wajib adanya kesucian baginya, dan (menghilangkan najisnya) terhenti pada masalah membuka mulutnya, ditekankan untuk tetap membuka mulutnya, walaupun diketahui airnya merembes kedalam perutnya, dan tidak boleh dipecah gigi - giginya jikalau menghilangkan najisnya terhenti/terkendala pada memecahkan gigi - gignya berdasarkan perkara yang telah mereka katakan mengenai orang mati dalam kondisi belum dikhitan yang otomatis najis ada dibawah kulup/ikut penis mayyit tersebut, menghilangkan najisnya juga terhenti sebagaimana mereka berkata tidak perlu dipotong dan ia boleh dikubur tanpa dishalati seperti " Imam Al Madaabi'iy " menukilnya dari dari " Imam Al Ajhuriy " dan ibaratnya atas kitab " At Tahrir " dan haram mengkhitannya. Dan jika bermaksiat dengan mengakhirkannya atau kesulitan membasuh sesuatu yang berada dibawah kulup/ikut penis mayyit, seperti ungkapan mereka yang telah menetapkannya, dan mayyit wajib ditayammumi
Dan menurut Imam Ibnu Hajar ia dishalati setelah ditayammumi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy ''Alaa Al Khathib : juz 2 hal 146. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
⤵ 9/ VII
⤵ 10/ VII
*4⃣• ✍ IBADAH SHALAT DENGAN MEMBAWA NAJIS BAIK KARENA LUPA, FAKTOR KEBODOHAN, DAN NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS TIDAK WAJIB MENGULANGI SHALATNYA* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓🌴• قال الإمام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَلَوْ كَانَ الْمُصَلِّي جَاهِلاً بِالْمَكَانِ وَالثَّوْبِ أَنَّهُ حَرَامٌ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، سَوَاءٌ قُلْنَا : إنَّ الْجَاهِلَ بِالنَّجَاسَةِ يُعِيدُ أَوْ لَا يُعِيدُ ؛ لِأَنَّ عَدَمَ عِلْمِهِ بِالنَّجَاسَةِ لَا يَمْنَعُ الْعَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَجِسَةً ، وَكَذَا إذَا لَمْ يَعْلَمْ بِالتَّحْرِيمِ لَمْ يَكُنْ فِعْلُهُ مَعْصِيَةً ، بَلْ يَكُونُ طَاعَةً ، وَأَمَّا الْمَحْبُوسُ فِي مَكَانِ غَصْبٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا نُوجِبَ عَلَيْهِ الْإِعَادَةَ إذَا صَلَّى فِيهِ قَوْلاً وَاحِداً ؛ لِأَنَّ لُبْثَهُ فِيهِ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ .
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٥ ص ٣٢٥ / بَابُ سَتْرِ الْعَوْرَةِ / للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📓🌴• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata :*
Apabila mushalli (orang yang shalat) tidak mengerti dengan tempat dan pakaian yang haram, *MAKA SAMASEKALI TIDAK ADA PENGULANGAN SHALAT BAGINYA*. Sama juga kami katakan ; Bahwasanya orang yang bodoh dengan masalah najis, bisa mengulang atau tidak mengulang, karena ketidaktahuannya dengan masalah najis, tidak bisa mencegah pada sebuah benda yang adanya benda tersebut adalah najis, begitu juga ketika ia tidak mengetahui dengan keharaman, maka hal yang ia lakukan bukanlah maksiat, namun menjadi sebuah ketaatan, adapun orang yang dipenjara ditempat yang dighashab/dirampas, maka seyogyanya kami tidak mewajibkan pengulangan terhadapnya, ketika ia shalat maka cuma ada satu pendapat, karena diamnya disitu bukanlah hal yang diharamkan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 5 hal 324 - 325. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال أيضا شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَمَنْ صَلَّى بِالنَّجَاسَةِ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، وَقَالَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ ؛ لِأَنَّ مَنْ كَانَ مَقْصُودُهُ اجْتِنَابَ الْمَحْظُورِ إذَا فَعَلَهُ مُخْطِئاً أَوْ نَاسِياً لَا تَبْطُلُ الْعِبَادَةُ بِهِ. انتهى.
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٨ ص ٤. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*💾👌• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata lagi :*
Dan orang yang shalat dengan membawa najis karena lupa atau faktor kebodohan maka *TIDAK ADA PENGULANGAN ATASNYA.* Dan sebagian ulama' mengatakannya : Bahwasanya orang yang tujuannya menjauhi hal yang menghalangi (ibadah), ketika ia melakukannya dengan tdak benar atau lupa *TIDAK BATAL IBADAHNYA SEBAB HAL TERSEBUT*.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 8 hal 4. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعال فيى كتابه " الروض المربع شرح زاد المستقنع ":*
(والمُسْتَحَاضَةُ ونَحْوُهَا) ممَّن به سَلَسُ بَوْلٍ أو مَذْيٍ أو رِيحٍ، أو جُرْحٌ لا يَرْقَأُ دَمُه، أو رُعَافٌ دَائِمٌ
(تَغْسِلُ فَرْجَهَا) لإزَالَةِ مَا عليه مِن الحَدَثِ
(وتَعْصِبُه) عَصْباً يَمْنَعُ الخَارِجَ حسَبَ الإمكانِ فإن لم يُمْكِنْ عَصْبُه كالبَاسُورِ صَلَّى حَسَبَ حَالِه، ولا يَلْزَمُ إِعَادَتُهُمَا لكُلِّ صَلاةٍ إن لم يُفَرِّطْ.
(وتَتَوَضَّأُ لـ) دُخُولِ
(وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ) إن خرَجَ شَيْءٌ (وتُصَلِّي) ما دامَ الوَقْتُ (فُرُوضاً ونَوَافِلَ) فإن لم يَخْرُجْ شَيْءٌ لم يَجِبِ الوُضُوءُ، انتهى .
{انظر كتاب الروض المربع شرح زاد المستقنع : ص ٥٧. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📓✍• Imam Al Bahuti berkata dalam kitabnya ‘Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' :*
"Wanita yang istihadhah (mengeluarkan darah penyakit) dan sejenisnya, seperti beser kencing, madzi atau kentut atau luka yang terus menerus mengeluarkan darahnya atau mimisan dari hidung, ia harus membasuh kemaluannya untuk menghilangkan hadats yang ada pada kemaluannya, dan membalutnya dengan pembalut yang bisa menahan najis yang keluar sebisa mungkin, maka apabila tidak mungkin untuk membalutnya seperti wasir (bol kejobo : Jawa) maka ia shalat tergantung pada keadaannya, dan tidak wajib mengulangi keduanya untuk setiap shalat, jikalau tidak melalaikannya.
maka ia wajib berwudhu setiap masuk waktu shalat,
jika keluar sesuatu darinya (hadats), lalu ia shalat selama waktunya masih ada baik itu shalat fardhu maupun sunnah. Tapi jika tidak keluar sesuatu darinya (hadats), maka ia tidak wajib berwudhu' lagi."
{Lihat Kitab Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' : hal 57. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*E)• 🌴HUKUM HARAMNYA MENJAHIT ANGGOTA MAYIT YANG TERPISAH DAN MELEPAS ALAT PEROBATAN GIP DAN SEMACAMNYA JIKALAU TIDAK ADA HAJAT SYAR'I*.
Seseorang meninggal dunia dengan anggota tubuh yang terpisah-pisah akibat ditabrak kereta api, korban mutilasi, masih memakai alat pembantu pengobatan, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan problematika tersendiri terkait dengan perawatan jenazah. Apakah anggota mayit tersebut boleh dijahit atau dilepas supaya lebih mudah proses perawatannya (tajhîz)?
Jawab: *HARAM*, kecuali jika tanpa dijahit usus mayit akan keluar. Hal ini menurut beberapa pendapat ulama' diantaranya :
*📓👌• قال الإمام شمس الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(قَوْلُهُ: إلَّا بِإِزَالَتِهِ وَجَبَتْ) وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ انْشَقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إلَّا بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ، فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غُسْلُهُ؛ لِأَنَّ فِي خُرُوجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٥٥ / فَصْلٌ فِي تَكْفِينِ الْمَيِّتِ وَحَمْلِهِ وَتَوَابِعِهِمَا / للإمام شمس الدين الرملي الشافعي}.
*📘✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang kitab Al Minhaaj : (kecuali dengan menghilangkannya dan wajib menghilangkan wujud najisnya) :
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 455 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti Wa Hamlihi Wa Tawaabi'ihimaa / Karya Imam Syasuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ شُقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوْجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إِلاَّ بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوْجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غَسْلُهُ ِلأَنَّ فِي خُرُوْجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ اهـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : الجزء ٣ صحـ : ١١٣. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي / مكتبة دار إحياء التراث العربي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 113. Karya Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع ممزوجا بمتن الإقناع " :*
( وَتُزَالُ اللَّصُوقُ ) بِفَتْحِ اللَّامِ : مَا يُلْصَقُ عَلَى الْجُرْحِ مِنْ الدَّوَاءِ ، ثُمَّ أُطْلِقَ عَلَى الْخِرْقَةِ وَنَحْوِهَا إذَا شُدَّتْ عَلَى الْعُضْوِ لِلتَّدَاوِي قَالَهُ فِي الْحَاشِيَةِ ( لِغَسْلٍ وَاجِبٍ فَيُغْسَلُ مَا تَحْتَهَا ) لِيَحْصُلَ تَعْمِيمُ الْبَدَنِ بِالْغُسْلِ وَكَالْحَيِّ ( فَإِنْ خِيفَ مِنْ قَلْعِهَا مُثْلَةٌ ) بِأَنْ خِيفَ سُقُوطُ شَيْءٍ مِنْ الْمَيِّتِ بِإِزَالَتِهَا وَنَحْوِهِ ( مُسِحَ عَلَيْهَا ) كَجَبِيرَةِ الْحَيِّ.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ص / كتاب الجنائز / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' ":*
Dan lashuq (obat yang ditempelkan diatas luka) dilepas, lantas dibubuhkan diatas sobekan kain bekas/gombal atau semacamnya, ketika diikatkan diatas anggota badan untuk obat. Pengarang telah mengatakannya dalam catatan pinggir : (lashuq dilepas) karena untuk memenuhi basuhan yang wajib, maka wajib dibasuh sesuatu yang ada dibawahnya, agar terpenuhi kewajibannya meratakan keseluruhan badan dengan basuhannya, dan layaknya orang yang masih hidup apabila ditakutkan dari pencopotannya mengakibatkan kerusakkan, gambarannya apabila ditakutkan jatuhnya sesuatu dari mayyit sebab menghilangkannya atau semacamnya, maka (jika pengikat obat yang diikatkan tidak dicopot atau dihilangkan) wajib diusap sesuatu yang ada dibawahnya seperti layaknya mengusap perban luka orang yang masih hidup.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*F)• 🌴MENTAYAMMUMI BAWAH KULUP/IKUT PERKHITANAN DAN MEMBUKA PAKSA MULUT MAYIT KARENA TERDAPAT DARAH*
Kisah seorang modin berpengalaman didesanya. Suatu hari, beliau memandikan mayit yang tubuhnya sudah kaku semua. Dengan pelan-pelan mayit tersebut dimandikan supaya semua anggota tubuhnya terbasuh semua. Kesulitan baru terjadi, ketika ketahuan ternyata si mayyit belum disunat/dikhitan dan mulut si mayit mengeluarkan darah yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan membuka paksa mulutnya. Apakah mengusap ikut perkhitanan mayyit dan membuka paksa mulut mayit dapat dibenarkan dalam kasus diatas?
Jawab: *YA, DIBENARKAN.* Hal ini sesuai dengan penjelasan ulama' dengan segala perbedaannya :
*1⃣• 👌 WAJIB MEMBASUH BAWAH IKUT PERKHITANAN ATAU SEMACAM LUKA PADA MAYYIT* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " او " أو الفتاوى العالمكيرية كتاب في الفقه الحنفي على مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان " المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي رحمهم الله تعالى :*
( الْفَصْلُ الْخَامِسِ فِي نَوَاقِضِ الْوُضُوءِ ) مِنْهَا مَا يَخْرُجُ مِنْ السَّبِيلَيْنِ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالرِّيحِ الْخَارِجَةِ مِنْ الدُّبُرِ وَالْوَدْيِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالدُّودَةِ وَالْحَصَاةِ ، الْغَائِطُ يُوجِبُ الْوُضُوءَ قَلَّ أَوْ كَثُرَ وَكَذَلِكَ الْبَوْلُ وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الدُّبُرِ .
كَذَا فِي الْمُحِيطِ .
وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الذَّكَرِ وَفَرْجِ الْمَرْأَةِ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ عَلَى الصَّحِيحِ إلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ مُفْضَاةً فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهَا الْوُضُوءُ .
كَذَا فِي الْجَوْهَرَةِ النَّيِّرَةِ .
بِهِ جَائِفَةٌ فَخَرَجَ مِنْهَا رِيحٌ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ كَالْجُشَاءِ الْمُنْتِنِ كَذَا فِي الْقُنْيَةِ .
وَلَوْ نَزَلَ الْبَوْلُ إلَى قَصَبَةِ الذَّكَرِ لَمْ يَنْقُضْ الْوُضُوءَ وَلَوْ خَرَجَ إلَى الْقُلْفَةَ نَقَضَ الْوُضُوءَ .
كَذَا فِي الذَّخِيرَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ .
هَكَذَا فِي الْبَحْرِ الرَّائِقِ .
وَلَوْ خَرَجَ الْبَوْلُ مِنْ الْفَرْجِ الدَّاخِلِ مِنْ الْمَرْأَةِ دُونَ الْخَارِجِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، وَالْمَجْبُوبُ إذَا خَرَجَ مِنْهُ مَا يُشْبِهُ الْبَوْلَ فَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى إمْسَاكِهِ إنْ شَاءَ أَمْسَكَهُ وَإِنْ شَاءَ أَرْسَلَهُ فَهُوَ بَوْلٌ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ كَانَ لَا يَقْدِرُ عَلَى إمْسَاكِهِ لَا يَنْقُضْ مَا لَمْ يَسِلْ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
وَفِي الْفَتَاوَى إذَا تَبَيَّنَ أَنَّ الْخُنْثَى رَجُلٌ فَالْفَرْجُ الْآخَرُ بِمَنْزِلَةِ الْجُرْحِ لَا يَنْقُضُ الْخَارِجُ مِنْهُ حَتَّى يَسِيلَ، كَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ ، وَهَكَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ وَالذَّخِيرَةِ وَمُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ ، وَأَكْثَرُ الْمُعْتَبَرَاتِ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى إيجَابِ الْوُضُوءِ عَلَيْهِ .
كَذَا فِي التَّبْيِينِ وَاَلَّذِي يَنْبَغِي التَّعْوِيلُ عَلَيْهِ هُوَ الْأَوَّلُ .
كَذَا فِي النَّهْرِ الْفَائِقِ .
وَلَوْ كَانَ لِذَكَرِ الرَّجُلِ جُرْحٌ لَهُ رَأْسَانِ أَحَدُهُمَا يَخْرُجُ مِنْهُ مَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ وَالثَّانِي يَخْرُجُ مِنْهُ مَا لَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ فَالْأَوَّلُ بِمَنْزِلَةِ الْإِحْلِيلِ إذَا ظَهَرَ الْبَوْلُ عَلَى رَأْسِهِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ لَمْ يَسِلْ وَلَا وُضُوءَ فِي الثَّانِي مَا لَمْ يَسِلْ إذَا خَافَ الرَّجُلُ خُرُوجَ الْبَوْلِ فَحَشَا إحْلِيلَهُ بِقُطْنَةٍ وَلَوْلَا الْقُطْنَةُ يَخْرُجُ مِنْهُ الْبَوْلُ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَلَا يَنْتَقِضُ وُضُوءُهُ حَتَّى يَظْهَرَ الْبَوْلُ عَلَى الْقُطْنَةِ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
{انظر كتاب كتاب " الفتاوى الهندية " : ج ١ ص ١٠٩ - ١١٦. المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي}
*📓✍• Tengah dalam kitab " Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah " karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy rahimahumullaahu ta'ala :*
*[[Pasal yang kelima tentang hal - hal yang membatalkan wudlu']] :* diantaranya sesuatu yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus) yang terdiri dari air kencing, tinja, angin yang keluar dari dubur (alias kentut), Wadi | أٙلْوَدْيُ
(Adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing), Wadzi | أٙلْمَذْيُْ (Adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar),
Mani | أٙلْمَنِي (Adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat), cacing kremi, dan kerikil, buang air besar mewajibkan wudlu' baik sedikit atau banyak, begitu juga kencing atau kentut yang keluar dari dubur/anus. Ini seperti dalam kitab " Al Muhith ".
Dan angin yang keluar dari penis dan kemaluan wanita *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU* menurut pendapat yang shahih kecuali siwanita menundanya, maka hal itu mewajibkan wudlu' baginya. Ini seperti dalam kitab " Al Jauharah An Niyarah " (karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy w. 800 H).
bersamaan dengannya keluar darinya bau keringat ketiak, maka tidak membatalkan wudlu' seperti suara angin sendawa (ketika perut kenyang) yang berbau basi/tengik. Ini seperti dalam kitab " Al Qunyah " (Karya Imam Abu Raja' Najmuddin bin Mahmud Az Zahid Al Ghazminiy Al Hanafiy w. 658 H)
dan apabila air kencing turun sampai batang penis, *MAKA TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'*, dan apabila air kencing keluar sampai pada kulit kulfah/ikut perkhitanan *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*. Ini seperti dalam kitab " Adz Dzakhiirah " (Karya Imam Al Qarafiy Al Malikiy w. 684 H). Dan itu benar. Dan seperti itu juga dalam kitab " Al Bahru Ar Raa'iq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Mishriy Al Hanafiy w. 970 H).
jikalau air kencing keluar dari bagian dalam kemaluan wanita bukan dåri bagian luarnya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*, dan yang diwajibkan jikalau keluar dari situ sesuatu yang menyerupai air kencing, apabila dia sanggup menahannya agar tidak keluar diberi kebebasan untuk menahannya, atau melepaskannya, itu adalah air kencing yang membatalkan wudlu', apabila dia tidak mampu menahannya, maka tidak membatalkan wudlu' selama tidak mengalir. Ini seperti fatwa Imam Qadli Khan.
dan didalam sebuah fatwa ketika jelas bahwasanya seorang waria adalah laki - laki, maka alat kelamin yang lain menempati istilah " luka " maka hal yang keluar *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU' SELAMA TIDAK MENGALIR*. Ini seperti dalam kitab As Siraaj Al Wahhaj, dan ini juga seperti dalam Fatwa Qadli Khan, Adz Dzakhiirah, Al Muhith As Sarakhasiy, dan kebanyakkan perkara yang dijadikan bahan pertimbangan, *DAN KEBANYAKKAN MEREKA MEWAJIBKAN WUDLU' KEPADANYA*. Ini seperti dalam kitab " At Tabyiin " dan perkara yang sepantasnya diprioritaskan atasnya adalah pendapat yang pertama. Ini seperti dalam An Nahru Al Faiq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy w. 1005 H).
apabila ada pada alat kelamin pria keluar dua kepala salahsatunya keluar darinya sesuatu yang mengalir pada tempat mengalirnya air kencing, dan yang kedua tidak mengalir pada tempat mengalirnya kencing, maka yang pertama menempati tempat mengalirnya air kencing bagian luar, ketika air kencingnya terlihat jelas di kepalanya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU' WALAUPUN TIDAK MENGALIR* dan *TIDAK ADA WUDLU' SAMA SEKALI PADA YANG KEDUA* selama tidak mengalir. Ketika seseorang takut keluarnya air kencing maka ia menyumbat tempat mengalirnya kencing bagian luarnya dengan kapas, dan sekiranya tidak ada kapas air kencing keluar darinya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN DENGANNYA DAN TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'NYA* seumpama sampai jelas air kencingnya diatas kapas. Beginilah fatwa dari Qadli Khan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah : juz 1 hal 109 - 115. karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَنَقَلَ ابْنُ الْمَلَكِ فِي شَرْحِهِ عَلَى الْجُمَعِ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ إذَا غَلَبَهُ الْبُزَاقُ لَا يَنْقُضُ اتِّفَاقًا ,
وَظَاهِرُ كَلَامِ الزَّيْلَعِيِّ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَ بِالْبُزَاقِ يَنْقُضُ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ عَلَى الْمُخْتَارِ وَلَا يَخْفَى عَدَمُ صِحَّتِهِ لِمُخَالَفَتِهِ الْمَنْقُولَ مَعَ عَدَمِ تَعَقُّلِ فَرْقٍ بَيْنَ الْخَارِجِ مِنْ الْفَمِ وَالْخَارِجِ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَيْنِ بِالْبُزَاقِ ... (الى ان قال) ...
(قَوْلُهُ: وَإِدْخَالُ الْمَاءِ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ لِلْأَقْلَفِ) أَيْ لَا يَجِبُ عَلَى الَّذِي لَمْ يَخْتَتِنْ أَنْ يُدْخِلَ الْمَاءَ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ فِي غُسْلِهِ مِنْ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا لِلْحَرَجِ، الْحَاصِلِ لَوْ قُلْنَا بِالْوُجُوبِ لَا لِكَوْنِهِ خِلْقَةً كَقَصَبَةِ الذَّكَرِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الْمُعْتَمَدُ ، وَبِهِ يَنْدَفِعُ مَا ذَكَرَهُ الزَّيْلَعِيُّ مِنْ أَنَّهُ مُشْكِلٌ؛ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ الْبَوْلُ إلَى الْقُلْفَةِ انْتَقَضَ وُضُوءُهُ فَجَعَلُوهُ كَالْخَارِجِ فِي هَذَا الْحُكْمِ، وَفِي حَقِّ الْغُسْلِ كَالدَّاخِلِ حَتَّى لَا يَجِبَ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ،
وَقَالَ الْكُرْدِيُّ: يَجِبُ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ الْمَشَايِخِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ فَعَلَى هَذَا لَا إشْكَالَ فِيهِ. اهـ.
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٨٥ و ١١٤ / كتاب الطهارة / احكام الغسل / فروض الغسل / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq " berkata :*
Ibnu Al Malak menukil dalam darahnya atas kitab Al Juma' : sesungguhnya darah yang turun dari perut ketika mendominasi air ludah *MAKA TIDAK MEMBATALKAN* menurut kesepakatan,
dan lahiriyyahnya pendapat " Az Zaila'i (Al Hanafiy) " : bahwasanya darah yang turun dari perut yang bercampur dengan ludah *MEMBATALKAN BAIK SEDIKIT ATAU BANYAKNYA* menurut pendapat yang dipilih, dan tidak meragukan akan ketidakbenaran pendapatnya karena penyelisihannya terhadap hal yang dinukil beserta tidak adanya pemikiran yang membedakan antara sesuatu yang keluar dari mulut dan sesuatu yang keluar dari dalam perut yang keduanya bercampur dengan ludah ... (sampai pada ungkapan pengarang kitab) ...
Ungkapan pengarang : dan *WAJIB* memasukkan air kedalam kulit ikut/kulup perkhitanan mayyit (yang belum sunat), artinya *TIDAK WAJIB* pada sesuatu yang tidak ikut dikhitan (batang penis contohnya), agar ghasil memasukkan air kedalam kulit dalam mandi besar/jinabah dan selainnya karena terluka, kesimpulannya jikalau boleh kami katakan : *DENGAN WAJIB* yang adanya bukan satu rangkaian penciptaannya, seperti batang penis (satu penciptaan dengan ikut/kulupnya, maka batang penis tidak wajib dibasuh seperti kulupnya), *DAN INI ADALAH PENDAPAT YANG BENAR DAN BISA DIPEGANG*, dan dengan ini menconter/menolak apa yang telah disebutkan oleh " Az Zaila'i ", bahwasanya pendapatnya termasuk musykil/tidak jelas, karena hal itu ketika air kencing sampai pada ikut/kulup penis, maka akan membatalkan wudlunya, maka mereka menjadikannya seperti kharij/sesuatu yang keluar dalam hukum ini. Dan dalam haknya mandi seperti dakhil/sesuatu yang masuk, sehingga *TIDAK WAJIB MENGALIRKAN AIR KEPADANYA*,
dan Al Kurdiy berkata : *WAJIB* mengalirkan air kepadanya menurut sebagian Masyayikh dan itu adalah pendapat yang paling benar, dan atas pendapat ini sama sekali tidak ada keraguan didalamnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq : juz 5 hal 85 dan hal 114 / Kitabu Ath Thaharati / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• 👌DIAMPUNI SEMUA JENIS HADATS YANG SULIT MELEPASKAN ATAU MENJAHUINYA* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾🌴• جاء في حاشية الدسوقي على شرح مختصر خليل المالكي للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى بعد أن فصل حكم السلس:*
( قَوْلُهُ : وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ ) أَيْ عَمَّا يَشُقُّ الِانْفِكَاكُ مِنْهُ وَالتَّبَاعُدُ عَنْهُ ( قَوْلُهُ : : كَحَدَثٍ إلَخْ ) الْمُرَادُ بِالْحَدَثِ الْجِنْسُ فَيَشْمَلُ سَائِرَهَا وَلَمْ يَقُلْ كَأَحْدَاثِ مُسْتَنْكَحَةٍ لِئَلَّا يُتَوَهَّمَ أَنَّ الْعَفْوَ مَقْصُورٌ عَلَى حُصُولِ جَمْعٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ ... (الى ان قال) ...
وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ إنْ لَازَمَ كُلَّ الزَّمَنِ أَوْ جُلَّهُ أَوْ نِصْفَهُ فَلَا يَنْقُضُ وَإِنْ لَازَمَ أَقَلَّ الزَّمَنِ نَقَضَ مَعَ الْعَفْوِ عَمَّا أَصَابَ مِنْهُ وَإِنَّمَا عُفِيَ عَمَّا أَصَابَ مِنْ الْحَدَثِ اللَّازِمِ مُطْلَقًا وَفَصَّلَ فِي نَقْضِهِ الْوُضُوءَ ; لِأَنَّ مَا هُنَا مِنْ بَابِ الْأَخْبَاثِ وَذَاكَ مِنْ بَابِ الْأَحْدَاثِ وَالْأَخْبَاثُ أَسْهَلُ مِنْ الْأَحْدَاثِ. انتهى.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب أحكام الطهارة / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓✍• Tersebut dalam kitab " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Mukhtashar Khalil Al Malikiy " karya Imam Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala :*
Perkataan pengarang : (dan diampuni dari perkara yang sulit) artinya dari perkara yang sulit melepaskan darinya atau menjahuinya, seperti hadats, yang dimaksud dengan hadats adalah jenis yang meliputi beberapa jenis hadats dan tidak cuma terbatas, seperti hadats - hadats yang diberatkan, supaya tidak disalahfahami bahwasannya istilah " diampuni " itu cuma dibatasi dari kejadian semua jenis hadats.
... (Sampai pada ungkapan mushannif) ...
Dan kesimpulannya hal tersebut jika penyakit menetap pada sepanjang waktunya atau pada sebagian besar waktunya atau pada sebagian saja waktunya, maka tidak batal, dan apabila penyakitnya menetap pada waktu yang lebih sedikit maka batal bersamaan dengan adanya ampunan pada perkara yang mengenai darinya, dan yang semestinya diampuni secara mutlak dari hadats tetap yang menimpa. Dan pengarang memisahkan dalam kasus pembatalannya pada wudlu' : bahwasanya disini termasuk dari bab/kategori kotoran, dan disana termasuk kategori hadats, dan kotoran lebih fleksibel (mudah ditangani) dibandingkan hadats.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Al Kabir / Babu Ahkaami Ath Thaharati / Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 👌 DISUNNAHKAN TIDAK MEMBUKA MULUT MAYYIT YANG ADA DARAHNYA DAN CUKUP MENGUSAP IKUT/KULUP PERKHITAN MAYYIT YANG BELUM DISUNAT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِذَا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ أُعِيدَ تَلْيِينُ أَعْضَائِهِ وَيُنَشَّفُ بِثَوْبٍ لِأَنَّهُ إذَا كُفِّنَ وَهُوَ رَطْبٌ ابْتَلَّ الْكَفَنُ وَفَسَدَ وَإِنْ غُسِّلَ ثُمَّ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ :
( أَحَدُهَا ) يَكْفِيه غَسْلُ الْمَوْضِعِ كَمَا لَوْ غَسَلَ ثُمَّ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ .
( وَالثَّانِي ) يَجِبُ مِنْهُ الْوُضُوءُ لِأَنَّهُ حَدَثٌ فَأَوْجَبَ الْوُضُوءَ ، كَحَدَثِ الْحَيِّ .
( وَالثَّالِثُ ) يَجِبُ الْغُسْلُ مِنْهُ ، لِأَنَّهُ خَاتِمَةُ أَمْرِهِ ، فَكَانَ بِطَهَارَةٍ كَامِلَةٍ وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِعَدَمِ الْمَاءِ أَوْ غَيْرِهِ يُمِّمَ لِأَنَّهُ تَطْهِيرٌ لَا يَتَعَلَّقُ بِإِزَالَةِ عَيْنٍ ، فَانْتُقِلَ فِيهِ عِنْدَ الْعَجْزِ إلَى التَّيَمُّمِ كَالْوُضُوءِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ ) .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٢٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع إذا فرغ من غسل الميت استحب أن ينشف بثوب تنشيفا بليغا / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika selesai dari memandikan mayyit diulangi melemaskan anggota - anggota badan mayyit, dan menyeka/menghanduki dengan kain, karena ketika mayyit dibungkus dan mayyit dalam keadaan basah, maka mayyit menjadi basah dan rusak, dan apabila mayyit dimandikan lantas setelah itu keluar sesuatu dari mayyit, maka dalam kasus ini ada tiga pendapat :
*(Pertama) :* Cukup membasuh tempat najisnya, seperti apabila ia mandi kemudian najis dari orang lain mengenainya.
*(Kedua) :* Wajib wudlu' dari najis tersebut karena sesuatu yang keluar itu adalah yang mewajibkan wudlu' seperti hadatsnya orang hidup.
*(Ketiga) :* Wajib membasuhnya, karena itu merupakan akhir perkaranya, maka dengan bersuci yang sempurna, dan apabila kesulitan membasuhnya karena tidak adanya air atau yang lainnya, *MAKA MAYYIT DITAYAMMUMI* karena tayammum adalah mensucikan bukan menghilangkan bentuk najis, maka dipindahkan pada tayammum ketika tidak kuasa menghilangkannya seperti wudlu', mandi, dan mandi besar/janabah.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 128 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghasli Al Mayyiti / Far'un Ìdza Faragha Min Ghusli Al Mayyiti Ustuhibba An Yansyifa Bitsaubin Tansyiifan Baliighan / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• قال الإمام شهاب الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( قَوْلُهُ وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ ) أَيْ يُسَنُّ أَنْ لاَ يَفْتَحَ أَسْنَانَهُ فَلَوْ خَالَفَ وَفَتَحَ فَإِنْ عُدَّ إزْرَاءً أَوْ وَصَلَ الْمَاءُ لِجَوْفِهِ حَرُمَ وَإِلاَّ فَلاَ نَعَمْ لَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ لَوْ كَانَ حَيًّا وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتُّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عَلِمَ سَبْقَ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ اهـ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : الجزء ٢ صحـ : ٤٤٥ /
مكتبة دار الفكر}.
*🌴✍• Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan ghasil tidak diperkenankan membuka gigi - gigi mayyit), artinya *DISUNNAHKAN SUPAYA GHASIL TIDAK MEMBUKA GIGI GIGNYA* apabila ia menyelisihinya dan membuka gigi - giginya, jika diperkirakan merusakkan atau mengalirkan air hingga sampai perut mayyit maka hukumnya *DIHARAMKAN* jikalau tidak demikian maka tidak diharamkan. Tentu saja benar apabila mulutnya terkena najis, dan pada mulut wajib sucinya, walaupun dalam keadaan hidup, dan jika terkendala pada membuka gigi - giginya, *MAKA DITEKANKAN MEMBUKANYA* walaupun ghasil tahu akan cepatnya air merasuk kedalam perut mayyit.
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 445. Karya Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Maktabah Daar Al Fikri}.
*📘👌• قال الإمام سليمان البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ لِئَلاَ يَسْبِقَ الْمَاءُ إلَى جَوْفِهِ فَيَسْرَعَ فَسَادُهُ وَلَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتَّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عُلِمَ سَبْقُ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ وَلاَ تُكْسَرُ أَسْنَانُهُ، لَوْ تَوَقَّفَتْ إزَالَةُ النَّجَاسَةِ عَلَى كَسْرِهَا لِمَا قَالُوْهُ فِيمَنْ مَاتَ غَيْرَ مَخْتُوْنٍ وَتَحْتَ قُلْفَتِهِ نَجَاسَةٌ تَوَقَّفَتْ إزَالَتُهَا عَلَى قَطْعِ الْقُلْفَةِ حَيْثُ قَالُوْا لاَ تُقْطَعُ وَيُدْفَنُ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ كَمَا نَقَلَهُ الْمَدَابِغِيُّ عَنِ اْلأَجْهُوْرِيُّ وَعِبَارَتُهُ عَلَى التَّحْرِيْرِ وَيَحْرُمُ خَتْنُهُ, وَإِنْ عَصَى بِتَأْخِيْرِهِ أَوْ تَعَذَّرَ غَسْلُ مَا تَحْتَ قُلْفَتِهِ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلاَمُهُمْ وَعَلَيْهِ فَيُيَمَّمُ عَمَّا تَحْتَهَا وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ تَحْتَهَا نَجَاسَةٌ تَعَذَّرَ إزَالَتُهَا وَإِلاَّ دُفِنَ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ م ر
وَعِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ يُصَلَّى عَلَيْهِ بَعْدَ التَّيَمُّمِ اهـ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب : الجزء ٢ صحـ : ١٤٦ /
مكتبة دار الفكر}.
*📘🌴• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib ":*
Dan ghasil tidak boleh membuka gigi - gigi mayyit supaya air tidak meresap masuk kedalam perutnya, akan cepat rusaknya, walaupun terkena najis mulutnya, sedangkan wajib adanya kesucian baginya, dan (menghilangkan najisnya) terhenti pada masalah membuka mulutnya, ditekankan untuk tetap membuka mulutnya, walaupun diketahui airnya merembes kedalam perutnya, dan tidak boleh dipecah gigi - giginya jikalau menghilangkan najisnya terhenti/terkendala pada memecahkan gigi - gignya berdasarkan perkara yang telah mereka katakan mengenai orang mati dalam kondisi belum dikhitan yang otomatis najis ada dibawah kulup/ikut penis mayyit tersebut, menghilangkan najisnya juga terhenti sebagaimana mereka berkata tidak perlu dipotong dan ia boleh dikubur tanpa dishalati seperti " Imam Al Madaabi'iy " menukilnya dari dari " Imam Al Ajhuriy " dan ibaratnya atas kitab " At Tahrir " dan haram mengkhitannya. Dan jika bermaksiat dengan mengakhirkannya atau kesulitan membasuh sesuatu yang berada dibawah kulup/ikut penis mayyit, seperti ungkapan mereka yang telah menetapkannya, dan mayyit wajib ditayammumi
Dan menurut Imam Ibnu Hajar ia dishalati setelah ditayammumi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy ''Alaa Al Khathib : juz 2 hal 146. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 👌SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM MAYYIT SEBELUM NAJIS YANG KELUAR SETELAH MAYYIT DIWUDLUKAN ATAU DITAYAMMUMI DIHILANGKAN* Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات ":*
فَإِنْ كَانَتْ النَّجَاسَةُ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلَيْنِ أَوْ عَلَيْهِمَا غَيْرَ خَارِجَةٍ مِنْهُمَا : صَحَّ الْوُضُوءُ وَالتَّيَمُّمُ قَبْلَ زَوَالِهَا .
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات : ج ١ ص ٤١ / كتاب الطهارة / باب الاستنجاء / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta"ala dalam kitabnya " Daqaa'iqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha " berkata :*
Apabila najis keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) atau najis yang berada pada dua jalan tersebut akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*.
{Lihat Kitab Daqaa'iqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha : juz 1 hal 41 / Kitabu Ath Thaharati / Babu Al Istinjaa'i / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🎙• وقال أيضا الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
(وإن كانت النجاسة على غير السبيلين أو) كانت (عليهما غير خارجة منهما صح الوضوء والتيمم قبل زوالها) أي النجاسة لأن النجاسة غير الخارجة من السبيلين لم تكن موجبة للطهارتين في الجملة فلم تجعل إحداهما تابعة للأخرى بخلاف الخارجة منهما. انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ١ ص ١٨٣ / كتاب الطهارة / باب الاستطابة وآداب التخلي / فصل الاستجمار بكل طاهر جامد / للامام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📓👌• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta"ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' " berkata lagi :*
Apabila najis keluar dari selain dua jalan atau najis yang berada pada dua jalan akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*, karena sesungguhnya najis yang keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) tidak termasuk perkara yang diwajibkan untuk disucikan keduanya pada umumnya, jangan jadikan salah satu dari keduanya supaya mengikuti yang lain, berbeda dengan najis yang murni keluar dari keduanya.
{Lihat Kitabu Kasyaafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' : juz 1 hal 183 / Kitabu Ath Thaharati /! Babu Al Istithabati Wa Adaabi At Takhalliy / Faishal Al Istijmaaru Bikulli Thaahirin Jaamidin / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيرِينَ ، وَإِسْحَاقَ .
وَاخْتَارَ أَبُو الْخَطَّابِ أَنَّهُ يَغْسِلُ مَوْضِعَ النَّجَاسَةِ ، وَيُوَضَّأُ ، وَلَا يَجِبُ إعَادَةُ غُسْلِهِ . وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ ، وَمَالِكٍ ، وَأَبِي حَنِيفَةَ ; لِأَنَّ خُرُوجَ النَّجَاسَةِ مِنْ الْحَيِّ بَعْدَ غُسْلِهِ لَا يُبْطِلُهُ ، فَكَذَلِكَ الْمَيِّتُ ... (الى ان قال) ...
فَصْلٌ : وَإِنْ خَرَجَتْ مِنْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِ السَّبِيلَيْنِ . فَقَالَ أَحْمَدُ فِيمَا رَوَى أَبُو دَاوُد : الدَّمُ أَسْهَلُ مِنْ الْحَدَثِ . وَمَعْنَاهُ أَنَّ الدَّمَ الَّذِي يَخْرُجُ مِنْ أَنْفِهِ أَسْهَلُ مِنْ الْحَدَثِ فِي أَنْ لَا يُعَادَ لَهُ الْغُسْلُ ; لِأَنَّ الْحَدَثَ يَنْقُضُ الطَّهَارَةَ بِالِاتِّفَاقِ ، وَيُسَوَّى بَيْنَ كَثِيرِهِ وَقَلِيلِهِ .
وَيَحْتَمِلُ أَنَّهُ أَرَادَ أَنَّ الْغُسْلَ لَا يُعَادُ مِنْ يَسِيرِهِ ، كَمَا لَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، بِخِلَافِ الْخَارِجِ مِنْ السَّبِيلَيْنِ. انتهى
{انظر كتاب "المغني" : ج ١ ص ١٦٨. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}
*💾✍• Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya ' Al Mughniy " berkata :*
“Dan ini pendapat Tsauri, Malik, Abu Hanifah karena keluarnya najis dari orang yang masih hidup setelah mandi tidak membatalkannya, begitu juga bagi mayat.”
... (sampai pada perkataan Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy) ...
Pasal : dan apabila najis keluar dari mayyit dari selain dua jalan (alat kelamin atau anus). Imam Ahmad berkata sebagaiman riwayat yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud : bahwasanya darah (yang keluar dari hidung) lebih ringan dibandingkan dengan hadats. Dan maknanya : bahwasanya darah yang keluar dari hidung mayyit lebih ringan dibandingkan dengan hadats dalam tidak adanya pengulangan mandi baginya, karena hadats merusak/membatalkan bersuci menurut kesepakatan ulama', dan sama antara banyak dan sedikitnya.
Dan hal itu memuat bahwasanya mandi tidak diulang sebab dari sedikitnya najis yang keluar, seperti tidak batalnya wudlu', berbeda dengan najis yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus).
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 1 hal 168. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy}.
*📕✍• قال الإمام عبد الرحمن بن عبد الله بن أحمد البعلي الخلوتي الحنبلي (المتوفى: ١١٩٢ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشف المخدرات والرياض المزهرات لشرح أخصر المختصرات " :*
وَلَا يَصح وضوء وَلَا تيَمّم قبل الِاسْتِنْجَاء قَالَه فِي الْمُنْتَهى. وَقَالَ فِي شَرحه: وَظَاهره لَا فرق بَين التَّيَمُّم عَن حدث أَصْغَر أَو أكبر أَو نَجَاسَة بِبدنِهِ فَإِن كَانَت النَّجَاسَة على غير السَّبِيلَيْنِ أَو عَلَيْهِمَا غير خَارِجَة مِنْهُمَا صَحَّ الْوضُوء وَالتَّيَمُّم قبل إِزَالَتهَا. انْتهى.
{انظر كتاب كشف المخدرات والرياض المزهرات لشرح أخصر المختصرات : ج ١ ص ٥١ / كتاب الطَّهَارَة / مُقَدّمَة / للإمام عبد الرحمن بن عبد الله البعلي الحنبلي}.
*💾🌴• Imam 'Abdurrahman bin 'Abdullah Al Ba'liy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyfu Al Mukhaddaraati Wa Ar Riyaadli Al Mizharaati Lisyarhi Akhshara Al Mukhtasharaat " berkata :*
Dan *TIDAK SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM ISTINJAA'/CEBOK* (Al Bahutiy) telah mengatakannya pada kitab Al Muntaha. Dan beliau berkata dalam syariahnya : dan jelasnya tidak ada perbedaan antara tayammum dari menjahui hadats kecil maupun hadats besar atau najis yang menempel pada badannya, maka apabila adanya najis keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) atau najis yang berada pada dua jalan tersebut akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*.
{Lihat Kitab Kasyfu Al Mukhaddaraati Wa Ar Riyaadli Al Mizharaati Lisyarhi Akhshara Al Mukhtasharaat : juz 1 hal 51 / Kitabu Ath Thaharati / Muqaddimah / Karya Imam 'Abdurrahman bin 'Abdullah Al Ba'liy Al Hanbaliy}.
*📘👌• وجاء في كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية " لوزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت :*
وَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ، فَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ - مَا عَدَا أَشْهَبَ - وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَاخْتَارَهُ أَبُو الْخَطَّابِ مِنَ الْحَنَابِلَةِ: أنه لا يعاد غسله ، وإنما يغسل ذلك الموضع ، وإليه ذهب الثوري أيضاً " انتهى .
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٣ ص ٥٣. للوزراة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾✍• Dalam kitab " Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " Karya Kementerian Urusan Wakaf dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait :*
“Jika ada sesuatu yang keluar sementara dia masih dalam tempat pemandiannya, maka pendapat Hanafiyah, Malikiyah –selain Asyhab- dan pendapat paling kuat di mazhab Syafiiyyah dan pilihan Abu Al-Khattab dari Hanabilah, *HAL ITU TIDAK PERLU DIULANGI. CUKUP DIBERSIHKAN DI TEMPAT ITU SAJA*. Dan ini pendapat Tsauri juga.”
{Lihat kitab " Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " : juz 13 hal 53. Karya Kementerian Urusan Wakaf dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait}.
*5⃣• ✍ ORANG YANG LANGGENG HADATSNYA WAJIB WUDLU PADA SETIAP SHALAT FARDLU ATAU SHALAT SUNNAH DAN WAJIB MEMBASUH TEMPAT NAJIS YANG KELUAR* Menurut Madzhab Imam Dawud Adz Dzaahiriy.
*📓🌴• قال الإمام ابن حزم الظاهري رحمه الله تعالى في كتابه " المحلّى بالآثار ":*
مَسْأَلَةٌ : فَمَنْ كَانَ مُسْتَنْكِحًا بِشَيْءٍ مِمَّا ذَكَرْنَا تَوَضَّأَ - وَلَا بُدَّ - لِكُلِّ صَلَاةٍ فَرْضًا أَوْ نَافِلَةً ، ثُمَّ لَا شَيْءَ عَلَيْهِ فِيمَا خَرَجَ مِنْهُ مِنْ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ أَوْ فِيمَا بَيْنَ وُضُوئِهِ وَصَلَاتِهِ ، وَلَا يُجْزِيه الْوُضُوءُ إلَّا فِي أَقْرَبِ مَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ وُضُوءُهُ مِنْ صَلَاتِهِ ، وَلَا بُدَّ لِلْمُسْتَنْكِحِ أَيْضًا أَنْ يَغْسِلَ مَا خَرَجَ مِنْهُ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالْمَذْيِ حَسْبَ طَاقَتِهِ ، مِمَّا لَا حَرَج عَلَيْهِ فِيهِ ، وَيَسْقُطُ عَنْهُ مِنْ ذَلِكَ مَا فِيهِ عَلَيْهِ الْحَرَجُ مِنْهُ .
{انظر كتاب المحلى بالآثار : ج ١ ص ٢١٩ - ٢٢٠ / كتاب الطهارة / مسألة يجب الوضوء على المستنكح بشيء لكل صلاة فرضا أو نافله / للإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الظاهري}.
*📕🎙• Imam Ibnu Hazm Adz Dzaahiriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Muhalla Bi Al Atsaari " berkata :*
Masalah : Barangsiapa yang dibebani dengan sesuatu dari perkara yang telah kami sebutkan maka wajib berwudlu untuk setiap shalat fardlu atau shalat sunnah, kemudian *TIDAK ADA PERSOALAN ATASNYA* pada perkara yang keluar darinya dalam permasalahan tersebut dalam shalat atau perkara diantara wudlu dan shalatnya, dan wudlu' tidak mencukupinya kecuali dalam perkara yang memungkinkan wudlunya lebih dekat dari melakukan shalatnya.
Dan lagi *WAJIB BAGI ORANG YANG LANGGENG HADATSNYA SUPAYA MEMBASUH SESUATU YANG KELUAR DARI SEMACAM AIR KENCING, TINJA, DAN MADZI, SEKUAT TENAGANYA* dari perkara yang pada dirinya tidak merasa kesukaran, dan sesuatu didalamnya gugur darinya dari semua hal itu selama ia didalamnya mengalami kesukaran.
{Lihat Kitab Al Muhalla Bi Al Atsaar : juz 1 hal 219 - 220 / Kitabu Ath Thaharati / Masalah : Yajibu Al Wudlu'u 'Alaa Al Mustankihi Likulli Shalatin Fardlon Au Nafilihi / Karya Imam Ibnu Hazm Adz Dzaahiriy}.
*6⃣• ✍ MANDI TIDAK DIULANG DAN CUKUP MEMBASUH NAJISNYA SAJA* Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.
*💾🌴• قال ابن عثيمين الوهابي في كتابه " شرح الكافي " عن هذا القول :*
أي : عدم إعادة غسله ، والاكتفاء بغسل النجاسة قال : "وهو أقرب للصواب" .انتهى
{انظر كتاب شرح الكافي. العثيمين الوهابي}.
*📓✍• Ibu Utsaimin Al Wahhabiy berkata dalam kitabnya Syarah Al Kafi :* mengomentari pendapat ini :
“Maksudnya tidak mengulangi memandikan, cukup hanya membersihkan najisnya. Beliau mengatakan, '(Pendapat ini) yang paling dekat kepada kebenaran.”
{Lihat Syarh Al-Kafi. Karya Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*G)• ✍ Hukum Mengeluarkan Anak Atau Harta Dari Perut Mayyit.*
Dalam hal ini ulama' berbeda pendapat dengan alasan yang beragam pula. Berikut penjelasannya :
*1⃣• 🌴 BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT JIKA MAYYIT MENELAN HARTA ORANG LAIN YANG IA TIDAK MENINGGALKAN HARTA YANG BISA UNTUK MENGGANTINYA ATAU TERDAPAT JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN KEHIDUPAN SELANJUTNYA* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• ونقل مفتي الأزهر الشيخ عطية محمد عطية صقر (٤ محرم ١٣٣٤ هـ / ٢٢ نوفمبر ١٩١٤ مـ - ٩ ديسمبر ٢٠٠٦ مـ) عالم إسلامي راحل ومن كبار علماء الأزهر الشريف حفظه الله تعالى :*
السؤال: - مَا حُكْمُ تَشْرِيْحِ جُثَّةِ الْمَوْتَى لِتَحْقَِيْقِ الْجِنَايَةِ أَوِ التَّعْلِيْمِ ؟
الْجَوَابُ: - (إِلَى أَنْ قَالَ) - وَقَدْ جَاءَ فِى فَتْوَى صَادِرَةٍ مِنْ دَارِ الْإِفْتَاءِ الْمِصْرِيَّةِ فِى ٣١ مِنْ أُكْتُوبَرْ سَنَةَ ١٩٣١ م (الْمُفْتِى الشََّيْخُ عَبْدُ الْمَجِيْدِ سَلِيْم - الْفَتَاوِى اْلِإسْلَامِيَّةِ - الْمُجَلِّدُ : الرَّابِعُ ، صحيفة : ١٣٣١)
بِالنِّسْبَةِ لِشَقِّ الْبَطْنِ إِنْ كَانَ فِيْهِ مَالٌ : أَنَّ عُلَمَاءَ الْحَنَفِيَّةِ أَجَازُوا شَقَّهُ إِذَا كَانَ الْمَالُ لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَتْرُكِ الْمَيِّتُ مَالًا يُعْطَى لِصَاحِبِهِ ، لِأَنَّ حَقَّ الآدَمِىَّ مُقَدَّمٌ عَلَى حَقِّ اللّهِ تَعَالَى، وَمُقَدَّمٌ عَلَى حَقِّ الظَّالِمِ الْمُتَعَدِّى ، وَقَدْ زَالَتْ حُرْمَةُ هَذَا الظَّالِمِ بِتَعَدِّيْهِ عَلَى مَالِ غَيْرِهِ .
أَمَّا مَذْهَبُ الشَّافِعِىِّ فَالْمَشْهُوْرُ لِلْأَصْحَابِ إِطْلَاقُ الشَّقِّ حِيْنَئِذٍ - يَعْنِى جَوَازَهُ -مِنْ غَيْرِ تَفْصِيْلٍ إِنْ كَانَ الْمَالُ لِغَيْرِهِ وَطَلَبَهُ ،
... (الى ان قال) ...
وبالنسبة لشق بطن الميتة لإخراج الجنين ، أجازه الحنفية إن علم أن الولد حى، لأن الشق وإن كان فيه إبطال لحرمة الميت ففيه صيانة لحرمة الحى وهو الولد ،
وأجازه الشافعية : إن كان يُرجَى حياة الجنين بعد إخراجه، ومنعه المالكية والحنابلة.
{انظر فَتْوَى صَادِرَةٍ مِنْ دَارِ الْإِفْتَاءِ الْمِصْرِيَّةِ فِى ٣١ مِنْ أُكْتُوبَرْ سَنَةَ ١٩٣٧ مـ.. (الْمُفْتِى الشََّيْخُ عَبْدُ الْمَجِيْدِ سَلِيْم - الْفَتَاوِى اْلِإسْلَامِيَّةِ - الْمُجَلِّدُ : الرَّابِعُ ، صحيفة : ١٣٣١}.
*📓🌴• Syaikh 'Atiyyah Saqr mengomentari mengenai persoalan diatas telah menukil fatwa yang telah dikeluarkan oleh Rumah Fatwa Mesir pada Tgl : 31-10-1937 :*
Terkait dengan membedah perut mayyit yang didalamnya terdapat harta :
"Bahwasannya ulama' Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka memperbolehkan membedah perut mayyit jika harta itu kepunyaan orang lain dan si-mayyit tidak meninggalkan harta apapun untuk diberikan kepada pemiliknya, karena hak manusia lebih didahulukan dibandingkan mendahulukan hak Allah ta'ala, dan mendahulukan hak orang yang berbuat dzalim/aniaya yang melampaui batas, maka kehormatan si dzalim ini hilang karena kedzalimannya yang melampaui batas terhadap harta orang lain yang bukan miliknya.
Adapun Mazhab Syafi'iy dan yang Masyhur dikalangan pengikutnya (Syafi'iyyah) - yaitu diperbolehkannya - dengan tujuan mengambil harta tanpa memberi penjelasannya, jikalau adanya harta adalah milik orang lain dan orang tersebut menuntut kembali hartanya.
... (sampai pada fatwa) ...
Terkait dengan membedah perut mayyit perempuan untuk mengeluarkan janinnya, Pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka memperbolehkan jika diketahui bahwa bayi tersebut masih hidup, karena bahwasanya pembedahan, walaupun didalamnya ada menghilangkan kehormatan mayyit, maka didalamnya juga ada menghormati orang yang masih hidup yaitu hidupnya sosok anak.
Pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) mempebolehkan jika ia dapat menyelamatkan nyawa janin tersebut setelah dikeluarkan, sementara Pengikut Imam Malik (Malikiyyah) dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (Hanabillah) mencegahnya."
{Lihat Kitab Al-Fatawa Islamiyyah : juz 4 hal 1331. Karya Mufti Syaikh Abd Al-Majid Salim}.
*2⃣• 🌴 PERUT MAYYIT TIDAK BOLEH DIBEDAH SELAMA HARTA YANG DITELANNYA SEBELUM MATI JUMLAHNYA TIDAK LEBIH BANYAK SAMPAI BEBERAPA DINAR ATAU SETARA DENGAN NISHAB ZAKAT DAN TIDAK BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT KARENA ADANYA JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN KESELAMATANNYA SELAMA TIDAK PUNYA KEAHLIAN KHUSUS UNTUK MEMBEDAHNYA DAN USIA KANDUNGANNYA SUDAH MENCAPAI LEBIH 9 BULAN* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾✍• قال الإمام ابن المَوَّاق المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " التاج والإكليل لمختصر خليل ":*
( وَبُقِرَ عَنْ مَالِ كَثُرَ وَلَوْ بِشَاهِدٍ وَيَمِينٍ ) سَحْنُونَ : يُبْقَرُ عَنْ دَنَانِيرَ فِي بَطْنِ الْمَيِّتِ لَا عَلَى مَا قَلَّ .
عَبْدُ الْحَقِّ : فِي كَوْنِ مَا قَلَّ دُونَ رُبْعِ دِينَارٍ أَوْ نِصَابِ الزَّكَاةِ خِلَافٌ .
وَأَجَابَ أَبُو عِمْرَانَ عَنْ مُقِيمِ شَاهِدٍ عَلَى مَيِّتٍ لَمْ يُدْفَنْ أَنَّهُ بَلَعَ دَنَانِيرَ يَحْلِفُ لِيَبْقُرَ بَطْنَهُ قَائِلًا اُخْتُلِفَ فِي الْقِصَاصِ بِشَاهِدٍ وَاحِدٍ ( لَا عَنْ جَنِينٍ )
مِنْ الْمُدَوَّنَةِ قَالَ مَالِكٌ : لَا يَبْقُرُ بَطْنَ الْمَيِّتَةِ إذَا كَانَ جَنِينُهَا يَضْطَرِبُ فِي بَطْنِهَا .
وَقَالَ سَحْنُونَ : إنْ كَمُلَتْ حَيَاتُهُ وَرُجِيَ خَلَاصُهُ بَقَرَ .
{انظر كتاب التاج والإكليل لمختصر خليل : ج ٢ ص ٤١٣. للإمام ابن المواق المالكي}.
*📕🎙• Imam Al Mawwaq Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " At Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil " berkata :*
(Dan dibedah perut mayyit dari menelan harta yang banyak walaupun dengan saksi dan sumpah) Imam Sahnun : dibedah dari beberapa dinar dalam perut mayyit bukan pada hitungan yang lebih sedikit.
Imam Abdul Haq : dalam hitungan kurang dari 1/4 dinar atau 1/2 nishab zakat terdapat perbedaan pendapat.
Imam Abu 'Imran menjawab dari muqim yang menyaksikan mayyit tidak dikubur karena si mayyit menelan beberapa dinar, yang bersumpah supaya dibedah perutnya, ada orang yang mengatakan diperselisihkan dalam kasus qishash dengan satu orang saksi.
(bukan dibedah dari adanya janin dalam perut mayyit) dinukil dari kitab " Al Mudawwanah " Imam Malik berkata : perut mayyit perempuan tidak dibedah ketika janinnya letaknya tidak teratur dalam perut ibunya.
Imam Sahnun berkata : apabila sempurna kehidupannya dan bisa diharapkan keselamatannya maka membedahnya.
{Lihat Kitab At Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil : juz 2 hal 413. Karya Imam Ibnu Al Mawwaq Al Malikiy}.
*💾✍• قال الإمام أحمد الدَّرْدِير المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على الشرح الكبير ":*
و( بَقَر ) أي شَقَّ بطن ميِّت ( عن مال ) له أو لغيره ابتَلَعه حيًّا ( كَثُر ) بأن كان نِصابا ( ولو ) ثَبَت ( بشاهد ويمين ) ومحَل التقييد بالكثير إذا ابتَلَعه لخَوف عليه أو لمُداواة ، أما لقَصد حِرمان الوارث فيُبقَر ولو قَلَّ ,
( لا ) يُبقَر ( عن جنين ) رُجِي لإخراجه ولا تُدفَن به إلا بَعْد تَحقُّق مَوته ولو تَغيَّرت ( وتُؤُوِّلت أيضا على البَقْر ) وهو قول سَحنُون وقد تَأَوَّلها عليه عبد الوهَّاب ( إن رُجِي ) خَلاصُه حيًّا وكان في السابع أو التاسع فأكثر ( وإن قَدَر على إخراجه من مَحَلِّه ) بحِيلة ( فَعَل ) اللَّخْمِيّ : وهو مما لا يُستَطاع . ا هـ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤٢٩. للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓🌴• Imam Ibnu 'Ìrfah Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir ":*
Dan membedah atau menyobek perut mayyit dari sebab menelan hartanya sendiri atau harta milik orang lain yang mayyit menelannya sewaktu ia masih hidup, jumlahnya banyak setara satu nishab zakat, jikalau telah ditetapkan dengan saksi atau sumpah, dan tempat syaratnya adalah dengan harta yang jumlahnya banyak ketika menelannya, karena takut terhadapnya atau karena untuk dijadikan obat, adapun untuk tujuan pencabutan hak milik ahli waris (karena yang punya menuntut kembali hartanya dan ahli waris tidak mampu menggantinya), maka perut mayyit dibedah walaupun harta didalam perut mayyit tersebut jumlahnya cuma sedikit,
Perut mayyit tidak boleh dibedah dari janin yang masih bisa diharapkan kehidupannya setelah dikeluarkannya, dan ibunya tidak boleh dikuburkan bersamanya setelah benar - benar nyata kematian janinnya walaupun jenazah ibunya sudah berubah. Dan dijelaskan lagi tentang pembedahan itu adalah pendapat Imam Sahnun yang mana Imam Abdul Wahhab telah menjelaskan pendapat beliau : jikalau bisa diharapkan keselamatannya bisa hidup, dan janin suda ada pada usia kandungan 9 bulan atau 10 bulan atau lebih, dan jika sanggup mengeluarkan dari tempatnya dengan trik khusus pembedahan, maka " Imam Al Lakhmi " menjalankannya seraya berkata : kasus itu (yang tidak boleh membedah perut mayyit yang ada janinnya) adalah termasuk dari perkara yang tidak mampu/dikuasakan (bisa melakukan trik khusus pembedahan janin).
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 429. Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 🌴 WAJIB MEMBEDAH PERUT MAYYIT JIKA SEBELUMNYA MENELAN HARTA ORANG-ORANG LAIN KARENA PEMILIKNYA MENUNTUT DIKEMBALIKAN DAN AHLI WARIS TIDAK BISA MENGGATINYA ATAU KARENA ADANYA JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN DI KEHIDUPAN SELANJUTNYA* Menurut Madzhab Imam Muhammad Bin Idris Asy Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِنْ بَلِعَ الْمَيِّتُ جَوْهَرَةً لِغَيْرِهِ وَطَالَبَ بِهَا صَاحِبُهَا شُقَّ جَوْفُهُ وَرُدَّتْ الْجَوْهَرَةُ ، وَإِنْ كَانَتْ الْجَوْهَرَةُ لَهُ فَفِيهِ وَجْهَانِ :
( أَحَدُهُمَا ) يُشَقُّ لِأَنَّهَا صَارَتْ لِلْوَرَثَةِ ، فَهِيَ كَجَوْهَرَةِ الْأَجْنَبِيِّ
( وَالثَّانِي ) لَا يَجِبُ لِأَنَّهُ اسْتَهْلَكَهَا فِي حَيَاتِهِ فَلَمْ يَتَعَلَّقْ بِهَا الْوَرَثَةُ ) .
... (الى ان قال) ...
* {وإن مَاتَتْ امْرَأَةٌ وَفِي جَوْفِهَا جَنِينٌ حَيٌّ شُقَّ جوفها لانه استبقاء حي باتلاف جزء من الميت فأشبه إذا اضطر الي أكل جزء من الميت}
* {الشَّرْحُ} هَذِهِ الْمَسْأَلَةُ مَشْهُورَةٌ فِي كُتُبِ الْأَصْحَابِ وَذَكَرَ صَاحِبُ الْحَاوِي أَنَّهُ لَيْسَ لِلشَّافِعِيِّ فِيهَا نَصٌّ,
قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَخَلَائِقُ مِنْ الْأَصْحَابِ : قَالَ ابْنُ سُرَيْجٍ : إذَا مَاتَتْ امْرَأَةٌ وَفِي جَوْفِهَا جَنِينٌ حَيٌّ شُقَّ جَوْفُهَا وَأُخْرِجَ فَأَطْلَقَ ابْنُ سُرَيْجٍ الْمَسْأَلَةَ,
قَالَ أَبُو حَامِدٍ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَقَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا : لَيْسَ هُوَ كَمَا أَطْلَقَهَا ابْنُ سُرَيْجٍ بَلْ يعرض علي القوابل فان قلنا هَذَا الْوَلَدُ إذَا أُخْرِجَ يُرْجَى حَيَاتُهُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٢٩ - ٣٠٠ / كتاب الجنائز / باب حمل الجنازة والدفن / ماتت امرأة وفي جوفها جنين حي / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓✍• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan apabila mayyit menelan mutiara milik orang lain dan pemiliknya mencarinya *MAKA DIBEDAH PERUTNYA DAN DIKEMBALIKAN MUTIARANYA* dan apabila mutiara tersebut miliknya, maka ada dua pendapat :
*(Pertama)* : *DIBEDAH* karena mutiara tersebut menjadi hak milik Ahli Waris, dan itu seperti mutiara orang lain.
*(Kedua)* : *TIDAK WAJIB DIBEDAH* karena si mayyit berusaha merusakkannya (dengan menelannya) sewaktu hidupnya, maka tidak ada hubungan hak ahli waris dengan mutiara tersebut.
... (sampai pada ungkapan pengarang) ...
[[Dan apabila seorang wanita meninggal dan didalam perutnya ada janin yang hidup *MAKA WAJIB DIBEDAH PERUTNYA KARENA ITU BERUSAHA UNTUK MELANGSUNGKAN KEHIDUPAN* dengan merusak salahsatu anggota tubuh dari mayyit, maka disamakan bagi orang yang terpaksa (ketika tidak di temukan lainnya), harus memakan salahsatu anggota tubuh dari mayyit (seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh, karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati)]].
{Syarah} : Masalah ini sudah masyhur dalam kitab - kitab karangan para sahabat pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) dan pengarang kita Al Hawiy telah menyebutkan bahwasannya itu bukan pendapat milik Imam Syafi'iy didalamnya ada versinya,
Berkata Syaikh Abu Hamid, Qadli Abu Thayyib, Mawardi, Mahamiliy, Ibnu Shabagh, dan sekumpulan dari para sahabat (Syafi'iyyah) : Ibnu Suraij (Al Baghdadiy Asy Syafi'iy w. 249 H) berkata : " Ketika seorang perempuan meninggal dan didalam perutnya ada janinnya yang masih hidup, *MAKA DIBEDAH PERUTNYA DAN JANINNYA DIKELUARKAN* beliau memutlakkan masalahnya.
Berkata Imam Abu Hamid, Mawardiy, Mahamiliy, Ibnu Shabagh, dan sebagian sahabat kami (Syafi'iyyah) yang lain : Bukan seperti perkara yang Ibnu Suraij telah memutlakannya, bahkan beliau menolak pada perbandingan - perbandingan. jika kami boleh berpendapat : anak ini dikeluarkan jikalau masih bisa diharapkan kehidupan selanjutnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 300 - 301 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Hamil Al Janazati Wa Ad Dafni / Matat Imra'atun Wa Fi Jaufiha Janinun Hayyun / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• وجاء في كتاب " حاشيتان " (حاشيتا قليوبي وعميرة) للإمامان شهاب الدين قليوبي و شهاب الدين عميرة رحمهما الله تعالى :*
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ وَلَوْ أَكْثَرَ مِنْ الثُّلُثِ وَلَوْ فِي مَرَضِ مَوْتِهِ حَرُمَ نَبْشُهُ، وَحَرُمَ شَقُّ جَوْفِهِ لِإِخْرَاجِهِ أَوْ مَالَ غَيْرِهِ، فَكَذَلِكَ إنْ لَمْ يَطْلُبْهُ صَاحِبُهُ وَإِلَّا وَجَبَ أَوْ إنْ ضَمِنُوهُ لِصَاحِبِهِ،
وَمَا فِي حَاشِيَةِ شَيْخِنَا الزِّيَادِيِّ مِنْ عَدَمِ النَّبْشِ مَعَ الضَّمَانِ لَمْ يُوَافِقْ هُوَ عَلَيْهِ.
{انظر كتاب " حاشيتان " (حاشيتا قليوبي وعميرة) : ج ١ ص ٤١٣. للإمامان شهاب الدين قليوبي و شهاب الدين عميرة}.
*📓✍• Tersebut Dalam Kitab " Hasyiyyah Qulyubiy Wa 'Amiirah " Karya Imam mam Syihabuddin Qulyubiy dan Imam Syihabuddin 'Amiirah rahimahumullaahu ta'ala :*
Dan apabila sebelum meninggal mayyit menelan hartanya sendiri walaupun lebih banyak dari 1/3, walaupun masih dalam keadaan sakit yang menghantarkan kematiannya *MAKA DIHARAMKAN MENGGALI KUBURNYA DAN DIHARAMKAN MEMNEDAH PERUTNYA UNTUK MENGELUARKAN HARTANYA SENDIRI ATAU HARTA ORANG LAIN* selama pemiliknya tidak menuntut pengembalian hartanya, jikalau tidak demikian *MAKA WAJIB UNTUK MENGGALI ATAU MEMBEDAH PERUTNYA* atau ahli warisnya sanggup menjamin mengganti harta tersebut untuk diberikan kepada pemiliknya.
Dan ada ungkapan dalam Hasyiyyah/catatan pinggir guru kami " Imam Az Zubaadiy " *TETAP TIDAK ADA WAJIBNYA PENGGALIAN BERSAMAAN DENGAN ADANYA HARTA JAMINAN YANG TIDAK SEPADAN TERHADAP HARTA YANG DITELAN MAYYIT.*
{Lihat Kitab Al Hasyiyataan (Hasyiyyah Qulyubiy Wa 'Amiirah) : juz 1 hal 413. Karya Imam Syihabuddin Qulyubiy dan Imam Syihabuddin 'Amiirah}.
*📙🌹• قال الإمام شهاب الدين الرملي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( أَوْ وَقَعَ فِيهِ ) أَيْ الْقَبْرِ ( مَالٌ ) مِمَّا يُتَمَوَّلُ وَإِنْ قَلَّ كَخَاتَمٍ فَيُنْبَشُ حَتْمًا وَإِنْ تَغَيَّرَ الْمَيِّتُ ؛ لِأَنَّ تَرْكَهُ فِيهِ إضَاعَةُ مَالٍ ، وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ طَلَبَهُ مَالِكُهُ أَوْ لَا ، وَقَيَّدَ فِي الْمُهَذَّبِ بِطَلَبِهِ لَهُ .
-- (الى ان قال)--
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ ، فَإِنْ ابْتَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ فَلَا يُنْبَشُ وَلَا يُشَقُّ لِاسْتِهْلَاكِهِ لَهُ حَالَ حَيَاتِهِ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٨ ص ٣٩٢. للإمام شهاب الدين الرملي الشافعي}.
*📕🎙• Imam Syihabuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Atau jatuh didalam kubur harta benda yang dihargai sekalipun kecil seperti cincin *MAKA WAJIB DIGALI DAN DIAMBIL SEKALIPUN MAYYIT SUDAH RUSAK* karena meninggalkan penggalian tersebut termasuk menyia - nyiakan harta (termasuk tiga perkara yang dimurkai oleh Allah), baik dalam kasus tersebut pemiliknya mencarinya maupun tidak, dan dalam kitab " Al Muhadzab " diberikan qayyid/syarat bilamana sang pemilik mencarinya.
_ (sampai pada perkataan pengarang) _
Apabila sebelum mati menelan harta orang lain dan sang pemilik menuntutnya dan tidak ada satupun ahli warisnya atau orang lain menjamin untuk menggantikannya, seperti kami menukilnya dalam kitab " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " dan penukilan itu mu'tamad/dapat menjadi pegangan, *MAKA DIGALI KEMBALI KUBURNYA DAN DIBEDAH PERUTNYA DIKELUARKAN HARTA YANG DITELAN DAN DIKEMBALIKAN KEPADA PEMILIKNYA* apabila mayyit sebelum mati menelan hartanya sendiri, *MAKA TIDAK WAJIB MENGGALINYA KEMBALI DAN MEMBEDAH PERUTNYA KARENA (DENGAN MENELANNYA) DIA BERUSAHA MERUSAK HARTANYA SENDIRI KETIKA MASIH HIDUP.*
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 8 hal 392. Karya Imam Syihabuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الشيخ السيد أبو بكر (المشهور بالبكري) بن محمد شطا الدمياطي الشافعي (المتوفى: بعد ١٣٠٢ هـ) رحمه الله تعالى. في كتابه " إعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ ، فَإِنْ ابْتَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ فَلَا يُنْبَشُ وَلَا يُشَقُّ لِاسْتِهْلَاكِهِ لَهُ حَالَ حَيَاتِهِ.
{انظر كتاب إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (هو حاشية على فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين) : ج ٢ ص ١٣٨. للإمام السيد أبو بكر (المشهور بالبكري) بن محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📕🎙• Syaikh Sayyid Al Bakri bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Ì'anatu Ath Thalibin 'Alaa Hilli Alfaadzi Fathi Al Mu'in " berkata :*
Apabila sebelum mati menelan harta orang lain dan sang pemilik menjadi menuntutnya dan tidak ada satupun ahli warisnya atau orang lain menjamin untuk menggantikannya, seperti kami menukilnya dalam kitab " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " dan penukilan itu mu'tamad/dapat menjadi pegangan, *MAKA DIGALI KEMBALI KUBURNYA DAN DIBEDAH PERUTNYA DIKELUARKAN HARTA YANG DITELAN DAN DIKEMBALIKAN KEPADA PEMILIKNYA* apabila mayyit sebelum mati menelan hartanya sendiri, *MAKA TIDAK WAJIB MENGGALINYA KEMBALI DAN MEMBEDAH PERUTNYA KARENA (DENGAN MENELANNYA) DIA BERUSAHA MERUSAK HARTANYA SENDIRI KETIKA MASIH HIDUP.*
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thalibin 'Alaa Hilli Alfaadzi Fathi Al Mu'in : juz 2 hal 138. Karya Syaikh Sayyid Abu Bakr Bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 🌴 TIDAK BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT YANG DIDALAMNYA ADA JANINNYA YANG MASIH BERGERAK* Menurut Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.
*💾✍• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : ( وَالْمَرْأَةُ إذَا مَاتَتْ ، وَفِي بَطْنِهَا وَلَدٌ يَتَحَرَّكُ ، فَلَا يُشَقُّ بَطْنُهَا ، وَيَسْطُو عَلَيْهِ الْقَوَابِلُ ، فَيُخْرِجْنَهُ ) مَعْنَى " يَسْطُو الْقَوَابِلُ " أَنْ يُدْخِلْنَ أَيْدِيَهُنَّ فِي فَرْجِهَا ، فَيُخْرِجْنَ الْوَلَدَ مِنْ مَخْرَجِهِ .
... (الى ان قال) ...
وَلَنَا ، أَنَّ هَذَا الْوَلَدَ لَا يَعِيشُ عَادَةً ، وَلَا يَتَحَقَّقُ أَنَّهُ يَحْيَا ، فَلَا يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقَّنَةٍ لَأَمْرٍ مَوْهُومٍ ، وَقَدْ قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : { كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِ عَظْمِ الْحَيِّ } . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ،
وَفِيهِ مُثْلَةٌ ، وَقَدْ { نَهَى النَّبِيُّ ﷺ💚 عَنْ الْمُثْلَةِ } . وَفَارَقَ الْأَصْلَ ; فَإِنَّ حَيَاتَهُ مُتَيَقَّنَةٌ ، وَبَقَاءَهُ مَظْنُونٌ ، فَعَلَى هَذَا إنْ خَرَجَ بَعْضُ الْوَلَدِ حَيًّا ، وَلَمْ يُمْكِنْ إخْرَاجُهُ إلَّا بِشَقٍّ ، شُقَّ الْمَحَلُّ ، وَأُخْرِجَ ; لِمَا ذَكَرْنَا . وَإِنْ مَاتَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ ، فَأَمْكَنَ إخْرَاجُهُ ، أُخْرِجَ وَغُسِّلَ .
وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ تُرِكَ ، وَغُسِّلَتْ الْأُمُّ ، وَمَا ظَهَرَ مِنْ الْوَلَدِ ، وَمَا بَقِيَ فَفِي حُكْمِ الْبَاطِنِ لَا يَحْتَاجُ إلَى التَّيَمُّمِ مِنْ أَجْلِهِ ; لِأَنَّ الْجَمِيعَ كَانَ فِي حُكْمِ الْبَاطِنِ ، فَظَهَرَ الْبَعْضُ ، فَتَعَلَّقَ بِهِ الْحُكْمُ ، وَمَا بَقِيَ فَهُوَ عَلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ . ذَكَرَ هَذَا ابْنُ عَقِيلٍ . وَقَالَ : هِيَ حَادِثَةٌ سُئِلْت عَنها.
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٢١٦ / كتاب الجنائز / مسألة المرأة إذا ماتت وفي بطنها ولد يتحرك
/ للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : seseorang berkata : [[Dan wanita ketika mati dan didalam perutnya ada anak yang masih bergerak, *MAKA TIDAK BOLEH DIBEDAH PERUTNYA* dan memasukkan tangan pada farji/kemaluannya, lantas mengeluarkannya]] makna " يَسْطُو الْقَوَابِلُ " adalah : supaya para perempuan memasukkan tangan mereka, kedalam farji/vagina mereka, lantas mereka mengeluarkan si anak dari tempat keluarnya.
... (sampai pada ungkapan pengarang) ...
Dan menurut kami (Hanabillah) : bahwasanya anak ini menurut kebiasaan umum tidak bisa hidup, dan tidak bisa dinyatakan bahwasannya ia bisa hidup, maka tidak boleh memunculkan kehormatan yang diyakini karena sebab perkara yang meragukan, dan sesungguhnya Rasulullah 'alaihi wasallam telah bersabda : {{memecah tulang orang yang meninggal, seperti memecah tulang orang yang masih hidup}} HR. Abu Dawud.
Dan didalamnya juga menjelaskan tentang mutilasi, dan sesungguhnya Nabi ﷺ❤ melarang melakukan pembunuhan dengan cara mutilasi (mencincangnya). Dan terpisah pada asalnya : bahwasanya kehidupannya diyakini, dan ketetapannya disangka, maka atas ini apabila sebagian tubuh anak keluar dengan hidup, dan tidak bisa mengeluarkannya kecuali dengan dibedah, *MAKA DIBEDAH TEMPATNYA, DAN DIKELUARKAN ANAKNYA,* seperti yang telah kami sebutkan. Dan apabila anaknya mati ketika prosesi tersebut, lantas bilamana ada kemungkinan untuk mengeluarkannya, maka anak tersebut dikeluarkan dan dimandikan.
dan apabila kesulitan untuk memandikannya maka ditinggalkan, ibunya dan bagian tubuh anak yang terlihat keluar dimandikan, dan bagian yang tersisa masuk kedalam hukum batin/bagian dalam yang tidak membutuhkan pada tayammum dari arahnya, karena sesungguhnya semuanya dalam hukum batin, dan sebagian terlihat, maka hukumnya tergantung padanya, dan bagian yang tersisa mengikuti atas perkara yang telah ada padanya. Imam Ibnu 'Aqiil yang telah menuturkan ini. Dan beliau berkata : itu adalah perkara yang baru yang aku telah ditanya dari perkara tersebut, lantas aku menfatwakan sesuatu didalamnya.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 216 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah : Al Mar'atu Ìdza Matat Wa Fi Bathniha Waladun Yataharak / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
⤵10/ VII
*4⃣• ✍ IBADAH SHALAT DENGAN MEMBAWA NAJIS BAIK KARENA LUPA, FAKTOR KEBODOHAN, DAN NAJIS YANG KELUAR TERUS MENERUS TIDAK WAJIB MENGULANGI SHALATNYA* Menurut Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓🌴• قال الإمام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَلَوْ كَانَ الْمُصَلِّي جَاهِلاً بِالْمَكَانِ وَالثَّوْبِ أَنَّهُ حَرَامٌ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، سَوَاءٌ قُلْنَا : إنَّ الْجَاهِلَ بِالنَّجَاسَةِ يُعِيدُ أَوْ لَا يُعِيدُ ؛ لِأَنَّ عَدَمَ عِلْمِهِ بِالنَّجَاسَةِ لَا يَمْنَعُ الْعَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَجِسَةً ، وَكَذَا إذَا لَمْ يَعْلَمْ بِالتَّحْرِيمِ لَمْ يَكُنْ فِعْلُهُ مَعْصِيَةً ، بَلْ يَكُونُ طَاعَةً ، وَأَمَّا الْمَحْبُوسُ فِي مَكَانِ غَصْبٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا نُوجِبَ عَلَيْهِ الْإِعَادَةَ إذَا صَلَّى فِيهِ قَوْلاً وَاحِداً ؛ لِأَنَّ لُبْثَهُ فِيهِ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ .
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٥ ص ٣٢٥ / بَابُ سَتْرِ الْعَوْرَةِ / للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*📓🌴• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata :*
Apabila mushalli (orang yang shalat) tidak mengerti dengan tempat dan pakaian yang haram, *MAKA SAMASEKALI TIDAK ADA PENGULANGAN SHALAT BAGINYA*. Sama juga kami katakan ; Bahwasanya orang yang bodoh dengan masalah najis, bisa mengulang atau tidak mengulang, karena ketidaktahuannya dengan masalah najis, tidak bisa mencegah pada sebuah benda yang adanya benda tersebut adalah najis, begitu juga ketika ia tidak mengetahui dengan keharaman, maka hal yang ia lakukan bukanlah maksiat, namun menjadi sebuah ketaatan, adapun orang yang dipenjara ditempat yang dighashab/dirampas, maka seyogyanya kami tidak mewajibkan pengulangan terhadapnya, ketika ia shalat maka cuma ada satu pendapat, karena diamnya disitu bukanlah hal yang diharamkan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 5 hal 324 - 325. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال أيضا شيخ الإسلام ابن تيمية الحنبلي (وهو تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " الفتوى الكبرى ":*
وَمَنْ صَلَّى بِالنَّجَاسَةِ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ ، وَقَالَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ ؛ لِأَنَّ مَنْ كَانَ مَقْصُودُهُ اجْتِنَابَ الْمَحْظُورِ إذَا فَعَلَهُ مُخْطِئاً أَوْ نَاسِياً لَا تَبْطُلُ الْعِبَادَةُ بِهِ. انتهى.
{انظر كتاب الفتوى الكبرى : ج ٨ ص ٤. للإمام ابن تيمية الحنبلي}.
*💾👌• Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Fatawa Al Kubra " berkata lagi :*
Dan orang yang shalat dengan membawa najis karena lupa atau faktor kebodohan maka *TIDAK ADA PENGULANGAN ATASNYA.* Dan sebagian ulama' mengatakannya : Bahwasanya orang yang tujuannya menjauhi hal yang menghalangi (ibadah), ketika ia melakukannya dengan tdak benar atau lupa *TIDAK BATAL IBADAHNYA SEBAB HAL TERSEBUT*.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Kubra : juz 8 hal 4. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy}.
*📘🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعال فيى كتابه " الروض المربع شرح زاد المستقنع ":*
(والمُسْتَحَاضَةُ ونَحْوُهَا) ممَّن به سَلَسُ بَوْلٍ أو مَذْيٍ أو رِيحٍ، أو جُرْحٌ لا يَرْقَأُ دَمُه، أو رُعَافٌ دَائِمٌ
(تَغْسِلُ فَرْجَهَا) لإزَالَةِ مَا عليه مِن الحَدَثِ
(وتَعْصِبُه) عَصْباً يَمْنَعُ الخَارِجَ حسَبَ الإمكانِ فإن لم يُمْكِنْ عَصْبُه كالبَاسُورِ صَلَّى حَسَبَ حَالِه، ولا يَلْزَمُ إِعَادَتُهُمَا لكُلِّ صَلاةٍ إن لم يُفَرِّطْ.
(وتَتَوَضَّأُ لـ) دُخُولِ
(وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ) إن خرَجَ شَيْءٌ (وتُصَلِّي) ما دامَ الوَقْتُ (فُرُوضاً ونَوَافِلَ) فإن لم يَخْرُجْ شَيْءٌ لم يَجِبِ الوُضُوءُ، انتهى .
{انظر كتاب الروض المربع شرح زاد المستقنع : ص ٥٧. للإمام البهوتي الحنبلي}.
*📓✍• Imam Al Bahuti berkata dalam kitabnya ‘Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' :*
"Wanita yang istihadhah (mengeluarkan darah penyakit) dan sejenisnya, seperti beser kencing, madzi atau kentut atau luka yang terus menerus mengeluarkan darahnya atau mimisan dari hidung, ia harus membasuh kemaluannya untuk menghilangkan hadats yang ada pada kemaluannya, dan membalutnya dengan pembalut yang bisa menahan najis yang keluar sebisa mungkin, maka apabila tidak mungkin untuk membalutnya seperti wasir (bol kejobo : Jawa) maka ia shalat tergantung pada keadaannya, dan tidak wajib mengulangi keduanya untuk setiap shalat, jikalau tidak melalaikannya.
maka ia wajib berwudhu setiap masuk waktu shalat,
jika keluar sesuatu darinya (hadats), lalu ia shalat selama waktunya masih ada baik itu shalat fardhu maupun sunnah. Tapi jika tidak keluar sesuatu darinya (hadats), maka ia tidak wajib berwudhu' lagi."
{Lihat Kitab Al-Raudh Al-Murbi' Syarhu Zaada Al Mustaqni' : hal 57. Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*E)• 🌴HUKUM HARAMNYA MENJAHIT ANGGOTA MAYIT YANG TERPISAH DAN MELEPAS ALAT PEROBATAN GIP DAN SEMACAMNYA JIKALAU TIDAK ADA HAJAT SYAR'I*.
Seseorang meninggal dunia dengan anggota tubuh yang terpisah-pisah akibat ditabrak kereta api, korban mutilasi, masih memakai alat pembantu pengobatan, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan problematika tersendiri terkait dengan perawatan jenazah. Apakah anggota mayit tersebut boleh dijahit atau dilepas supaya lebih mudah proses perawatannya (tajhîz)?
Jawab: *HARAM*, kecuali jika tanpa dijahit usus mayit akan keluar. Hal ini menurut beberapa pendapat ulama' diantaranya :
*📓👌• قال الإمام شمس الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
(قَوْلُهُ: إلَّا بِإِزَالَتِهِ وَجَبَتْ) وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ انْشَقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إلَّا بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ، فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غُسْلُهُ؛ لِأَنَّ فِي خُرُوجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ.
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٢ ص ٤٥٥ / فَصْلٌ فِي تَكْفِينِ الْمَيِّتِ وَحَمْلِهِ وَتَوَابِعِهِمَا / للإمام شمس الدين الرملي الشافعي}.
*📘✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy rahimahullahu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Ungkapan Mushannif/Pengarang kitab Al Minhaaj : (kecuali dengan menghilangkannya dan wajib menghilangkan wujud najisnya) :
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaaj Ìlaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 455 / Fashl Fi Takfiini Al Mayyiti Wa Hamlihi Wa Tawaabi'ihimaa / Karya Imam Syasuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📘🎙• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*
وَيَنْبَغِي أَنَّ مِثْلَ ذَلِكَ مَا لَوْ شُقَّ جَوْفُهُ وَكَثُرَ خُرُوْجُ النَّجَاسَةِ مِنْهُ وَلَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ ذَلِكَ إِلاَّ بِخِيَاطَةِ الْفَتْقِ فَيَجِبُ وَيَنْبَغِي جَوَازُ ذَلِكَ إذَا تَرَتَّبَ عَلَى عَدَمِ الْخِيَاطَةِ مُجَرَّدُ خُرُوْجِ أَمْعَائِهِ وَإِنْ أَمْكَنَ غَسْلُهُ ِلأَنَّ فِي خُرُوْجِهَا هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ وَالْخِيَاطَةُ تَمْنَعُهُ اهـ
{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : الجزء ٣ صحـ : ١١٣. للإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي / مكتبة دار إحياء التراث العربي}.
*🌴🎙• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Dan seyogyanya hal seperti itu apabila perut mayyit dibedah/disobek dan banyak keluar najis darinya dan tidak mungkin menghentikannya, *KECUALI DENGAN CARA MENJAHIT SOBEKANNYA, MAKA WAJIB SEYOGYANYA MEMPERBOLEHKAN HAL TERSEBUT*, ketika dirapikan tidak dengan cara dijahit dikawatirkan akan memunculkan keluar usus - usus dari perutnya, dan dibasuh jika memungkinkan, karena usus - usus mayyit yang keluar adalah halangan untuk menghormati mayyit, dan dengan menjahitnya bisa mencegah halangan itu.
{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaaj 'Ala Syarhi Al Minhaaj : juz 3 hal 113. Karya Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy}.
*📙🎙• قال الإمام البهوتي الحنبلى رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع ممزوجا بمتن الإقناع " :*
( وَتُزَالُ اللَّصُوقُ ) بِفَتْحِ اللَّامِ : مَا يُلْصَقُ عَلَى الْجُرْحِ مِنْ الدَّوَاءِ ، ثُمَّ أُطْلِقَ عَلَى الْخِرْقَةِ وَنَحْوِهَا إذَا شُدَّتْ عَلَى الْعُضْوِ لِلتَّدَاوِي قَالَهُ فِي الْحَاشِيَةِ ( لِغَسْلٍ وَاجِبٍ فَيُغْسَلُ مَا تَحْتَهَا ) لِيَحْصُلَ تَعْمِيمُ الْبَدَنِ بِالْغُسْلِ وَكَالْحَيِّ ( فَإِنْ خِيفَ مِنْ قَلْعِهَا مُثْلَةٌ ) بِأَنْ خِيفَ سُقُوطُ شَيْءٍ مِنْ الْمَيِّتِ بِإِزَالَتِهَا وَنَحْوِهِ ( مُسِحَ عَلَيْهَا ) كَجَبِيرَةِ الْحَيِّ.
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ص / كتاب الجنائز / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلى}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' ":*
Dan lashuq (obat yang ditempelkan diatas luka) dilepas, lantas dibubuhkan diatas sobekan kain bekas/gombal atau semacamnya, ketika diikatkan diatas anggota badan untuk obat. Pengarang telah mengatakannya dalam catatan pinggir : (lashuq dilepas) karena untuk memenuhi basuhan yang wajib, maka wajib dibasuh sesuatu yang ada dibawahnya, agar terpenuhi kewajibannya meratakan keseluruhan badan dengan basuhannya, dan layaknya orang yang masih hidup apabila ditakutkan dari pencopotannya mengakibatkan kerusakkan, gambarannya apabila ditakutkan jatuhnya sesuatu dari mayyit sebab menghilangkannya atau semacamnya, maka (jika pengikat obat yang diikatkan tidak dicopot atau dihilangkan) wajib diusap sesuatu yang ada dibawahnya seperti layaknya mengusap perban luka orang yang masih hidup.
{Lihat Kitab Kasyaafu Al Qinaa' 'Ala Matni Al Ìqnaa' : juz hal / Kitabu Al Jana'izi / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*F)• 🌴MENTAYAMMUMI BAWAH KULUP/IKUT PERKHITANAN DAN MEMBUKA PAKSA MULUT MAYIT KARENA TERDAPAT DARAH*
Kisah seorang modin berpengalaman didesanya. Suatu hari, beliau memandikan mayit yang tubuhnya sudah kaku semua. Dengan pelan-pelan mayit tersebut dimandikan supaya semua anggota tubuhnya terbasuh semua. Kesulitan baru terjadi, ketika ketahuan ternyata si mayyit belum disunat/dikhitan dan mulut si mayit mengeluarkan darah yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan membuka paksa mulutnya. Apakah mengusap ikut perkhitanan mayyit dan membuka paksa mulut mayit dapat dibenarkan dalam kasus diatas?
Jawab: *YA, DIBENARKAN.* Hal ini sesuai dengan penjelasan ulama' dengan segala perbedaannya :
*1⃣• 👌 WAJIB MEMBASUH BAWAH IKUT PERKHITANAN ATAU SEMACAM LUKA PADA MAYYIT* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• جاء في كتاب " الفتاوى الهندية " او " أو الفتاوى العالمكيرية كتاب في الفقه الحنفي على مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان " المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي رحمهم الله تعالى :*
( الْفَصْلُ الْخَامِسِ فِي نَوَاقِضِ الْوُضُوءِ ) مِنْهَا مَا يَخْرُجُ مِنْ السَّبِيلَيْنِ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالرِّيحِ الْخَارِجَةِ مِنْ الدُّبُرِ وَالْوَدْيِ وَالْمَذْيِ وَالْمَنِيِّ وَالدُّودَةِ وَالْحَصَاةِ ، الْغَائِطُ يُوجِبُ الْوُضُوءَ قَلَّ أَوْ كَثُرَ وَكَذَلِكَ الْبَوْلُ وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الدُّبُرِ .
كَذَا فِي الْمُحِيطِ .
وَالرِّيحُ الْخَارِجَةُ مِنْ الذَّكَرِ وَفَرْجِ الْمَرْأَةِ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ عَلَى الصَّحِيحِ إلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَرْأَةُ مُفْضَاةً فَإِنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهَا الْوُضُوءُ .
كَذَا فِي الْجَوْهَرَةِ النَّيِّرَةِ .
بِهِ جَائِفَةٌ فَخَرَجَ مِنْهَا رِيحٌ لَا تَنْقُضُ الْوُضُوءَ كَالْجُشَاءِ الْمُنْتِنِ كَذَا فِي الْقُنْيَةِ .
وَلَوْ نَزَلَ الْبَوْلُ إلَى قَصَبَةِ الذَّكَرِ لَمْ يَنْقُضْ الْوُضُوءَ وَلَوْ خَرَجَ إلَى الْقُلْفَةَ نَقَضَ الْوُضُوءَ .
كَذَا فِي الذَّخِيرَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ .
هَكَذَا فِي الْبَحْرِ الرَّائِقِ .
وَلَوْ خَرَجَ الْبَوْلُ مِنْ الْفَرْجِ الدَّاخِلِ مِنْ الْمَرْأَةِ دُونَ الْخَارِجِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، وَالْمَجْبُوبُ إذَا خَرَجَ مِنْهُ مَا يُشْبِهُ الْبَوْلَ فَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى إمْسَاكِهِ إنْ شَاءَ أَمْسَكَهُ وَإِنْ شَاءَ أَرْسَلَهُ فَهُوَ بَوْلٌ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ كَانَ لَا يَقْدِرُ عَلَى إمْسَاكِهِ لَا يَنْقُضْ مَا لَمْ يَسِلْ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
وَفِي الْفَتَاوَى إذَا تَبَيَّنَ أَنَّ الْخُنْثَى رَجُلٌ فَالْفَرْجُ الْآخَرُ بِمَنْزِلَةِ الْجُرْحِ لَا يَنْقُضُ الْخَارِجُ مِنْهُ حَتَّى يَسِيلَ، كَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ ، وَهَكَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ وَالذَّخِيرَةِ وَمُحِيطِ السَّرَخْسِيِّ ، وَأَكْثَرُ الْمُعْتَبَرَاتِ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى إيجَابِ الْوُضُوءِ عَلَيْهِ .
كَذَا فِي التَّبْيِينِ وَاَلَّذِي يَنْبَغِي التَّعْوِيلُ عَلَيْهِ هُوَ الْأَوَّلُ .
كَذَا فِي النَّهْرِ الْفَائِقِ .
وَلَوْ كَانَ لِذَكَرِ الرَّجُلِ جُرْحٌ لَهُ رَأْسَانِ أَحَدُهُمَا يَخْرُجُ مِنْهُ مَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ وَالثَّانِي يَخْرُجُ مِنْهُ مَا لَا يَسِيلُ فِي مَجْرَى الْبَوْلِ فَالْأَوَّلُ بِمَنْزِلَةِ الْإِحْلِيلِ إذَا ظَهَرَ الْبَوْلُ عَلَى رَأْسِهِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَإِنْ لَمْ يَسِلْ وَلَا وُضُوءَ فِي الثَّانِي مَا لَمْ يَسِلْ إذَا خَافَ الرَّجُلُ خُرُوجَ الْبَوْلِ فَحَشَا إحْلِيلَهُ بِقُطْنَةٍ وَلَوْلَا الْقُطْنَةُ يَخْرُجُ مِنْهُ الْبَوْلُ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَلَا يَنْتَقِضُ وُضُوءُهُ حَتَّى يَظْهَرَ الْبَوْلُ عَلَى الْقُطْنَةِ .
كَذَا فِي فَتَاوَى قَاضِي خَانْ .
{انظر كتاب كتاب " الفتاوى الهندية " : ج ١ ص ١٠٩ - ١١٦. المؤلف : لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي}
*📓✍• Tengah dalam kitab " Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah " karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy rahimahumullaahu ta'ala :*
*[[Pasal yang kelima tentang hal - hal yang membatalkan wudlu']] :* diantaranya sesuatu yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus) yang terdiri dari air kencing, tinja, angin yang keluar dari dubur (alias kentut), Wadi | أٙلْوَدْيُ
(Adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing), Wadzi | أٙلْمَذْيُْ (Adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar),
Mani | أٙلْمَنِي (Adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat), cacing kremi, dan kerikil, buang air besar mewajibkan wudlu' baik sedikit atau banyak, begitu juga kencing atau kentut yang keluar dari dubur/anus. Ini seperti dalam kitab " Al Muhith ".
Dan angin yang keluar dari penis dan kemaluan wanita *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU* menurut pendapat yang shahih kecuali siwanita menundanya, maka hal itu mewajibkan wudlu' baginya. Ini seperti dalam kitab " Al Jauharah An Niyarah " (karya Imam Zaila'iy Al Hanafiy w. 800 H).
bersamaan dengannya keluar darinya bau keringat ketiak, maka tidak membatalkan wudlu' seperti suara angin sendawa (ketika perut kenyang) yang berbau basi/tengik. Ini seperti dalam kitab " Al Qunyah " (Karya Imam Abu Raja' Najmuddin bin Mahmud Az Zahid Al Ghazminiy Al Hanafiy w. 658 H)
dan apabila air kencing turun sampai batang penis, *MAKA TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'*, dan apabila air kencing keluar sampai pada kulit kulfah/ikut perkhitanan *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*. Ini seperti dalam kitab " Adz Dzakhiirah " (Karya Imam Al Qarafiy Al Malikiy w. 684 H). Dan itu benar. Dan seperti itu juga dalam kitab " Al Bahru Ar Raa'iq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Mishriy Al Hanafiy w. 970 H).
jikalau air kencing keluar dari bagian dalam kemaluan wanita bukan dåri bagian luarnya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU'*, dan yang diwajibkan jikalau keluar dari situ sesuatu yang menyerupai air kencing, apabila dia sanggup menahannya agar tidak keluar diberi kebebasan untuk menahannya, atau melepaskannya, itu adalah air kencing yang membatalkan wudlu', apabila dia tidak mampu menahannya, maka tidak membatalkan wudlu' selama tidak mengalir. Ini seperti fatwa Imam Qadli Khan.
dan didalam sebuah fatwa ketika jelas bahwasanya seorang waria adalah laki - laki, maka alat kelamin yang lain menempati istilah " luka " maka hal yang keluar *TIDAK MEMBATALKAN WUDLU' SELAMA TIDAK MENGALIR*. Ini seperti dalam kitab As Siraaj Al Wahhaj, dan ini juga seperti dalam Fatwa Qadli Khan, Adz Dzakhiirah, Al Muhith As Sarakhasiy, dan kebanyakkan perkara yang dijadikan bahan pertimbangan, *DAN KEBANYAKKAN MEREKA MEWAJIBKAN WUDLU' KEPADANYA*. Ini seperti dalam kitab " At Tabyiin " dan perkara yang sepantasnya diprioritaskan atasnya adalah pendapat yang pertama. Ini seperti dalam An Nahru Al Faiq (Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy w. 1005 H).
apabila ada pada alat kelamin pria keluar dua kepala salahsatunya keluar darinya sesuatu yang mengalir pada tempat mengalirnya air kencing, dan yang kedua tidak mengalir pada tempat mengalirnya kencing, maka yang pertama menempati tempat mengalirnya air kencing bagian luar, ketika air kencingnya terlihat jelas di kepalanya *MAKA MEMBATALKAN WUDLU' WALAUPUN TIDAK MENGALIR* dan *TIDAK ADA WUDLU' SAMA SEKALI PADA YANG KEDUA* selama tidak mengalir. Ketika seseorang takut keluarnya air kencing maka ia menyumbat tempat mengalirnya kencing bagian luarnya dengan kapas, dan sekiranya tidak ada kapas air kencing keluar darinya, *MAKA TIDAK MENJADI PERSOALAN DENGANNYA DAN TIDAK MEMBATALKAN WUDLU'NYA* seumpama sampai jelas air kencingnya diatas kapas. Beginilah fatwa dari Qadli Khan.
{Lihat Kitab Al Fatawa Al Hindiyyah Fi Fiqhi Al Hanafiyyah : juz 1 hal 109 - 115. karya Jama'ah 'Ulama Pimpinan Syaikh Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy}.
*📓🌴• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " البحر الرائق شرح كنز الدقائق ":*
وَنَقَلَ ابْنُ الْمَلَكِ فِي شَرْحِهِ عَلَى الْجُمَعِ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ إذَا غَلَبَهُ الْبُزَاقُ لَا يَنْقُضُ اتِّفَاقًا ,
وَظَاهِرُ كَلَامِ الزَّيْلَعِيِّ أَنَّ الدَّمَ الصَّاعِدَ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَ بِالْبُزَاقِ يَنْقُضُ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ عَلَى الْمُخْتَارِ وَلَا يَخْفَى عَدَمُ صِحَّتِهِ لِمُخَالَفَتِهِ الْمَنْقُولَ مَعَ عَدَمِ تَعَقُّلِ فَرْقٍ بَيْنَ الْخَارِجِ مِنْ الْفَمِ وَالْخَارِجِ مِنْ الْجَوْفِ الْمُخْتَلِطَيْنِ بِالْبُزَاقِ ... (الى ان قال) ...
(قَوْلُهُ: وَإِدْخَالُ الْمَاءِ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ لِلْأَقْلَفِ) أَيْ لَا يَجِبُ عَلَى الَّذِي لَمْ يَخْتَتِنْ أَنْ يُدْخِلَ الْمَاءَ دَاخِلَ الْجِلْدَةِ فِي غُسْلِهِ مِنْ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا لِلْحَرَجِ، الْحَاصِلِ لَوْ قُلْنَا بِالْوُجُوبِ لَا لِكَوْنِهِ خِلْقَةً كَقَصَبَةِ الذَّكَرِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الْمُعْتَمَدُ ، وَبِهِ يَنْدَفِعُ مَا ذَكَرَهُ الزَّيْلَعِيُّ مِنْ أَنَّهُ مُشْكِلٌ؛ لِأَنَّهُ إذَا وَصَلَ الْبَوْلُ إلَى الْقُلْفَةِ انْتَقَضَ وُضُوءُهُ فَجَعَلُوهُ كَالْخَارِجِ فِي هَذَا الْحُكْمِ، وَفِي حَقِّ الْغُسْلِ كَالدَّاخِلِ حَتَّى لَا يَجِبَ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ،
وَقَالَ الْكُرْدِيُّ: يَجِبُ إيصَالُ الْمَاءِ إلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ الْمَشَايِخِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ فَعَلَى هَذَا لَا إشْكَالَ فِيهِ. اهـ.
{انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق : ج ١ ص ٨٥ و ١١٤ / كتاب الطهارة / احكام الغسل / فروض الغسل / للإمام زين الدين بن إبراهيم (ابن نجيم) الحنفي}.
*💾🌴• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq " berkata :*
Ibnu Al Malak menukil dalam darahnya atas kitab Al Juma' : sesungguhnya darah yang turun dari perut ketika mendominasi air ludah *MAKA TIDAK MEMBATALKAN* menurut kesepakatan,
dan lahiriyyahnya pendapat " Az Zaila'i (Al Hanafiy) " : bahwasanya darah yang turun dari perut yang bercampur dengan ludah *MEMBATALKAN BAIK SEDIKIT ATAU BANYAKNYA* menurut pendapat yang dipilih, dan tidak meragukan akan ketidakbenaran pendapatnya karena penyelisihannya terhadap hal yang dinukil beserta tidak adanya pemikiran yang membedakan antara sesuatu yang keluar dari mulut dan sesuatu yang keluar dari dalam perut yang keduanya bercampur dengan ludah ... (sampai pada ungkapan pengarang kitab) ...
Ungkapan pengarang : dan *WAJIB* memasukkan air kedalam kulit ikut/kulup perkhitanan mayyit (yang belum sunat), artinya *TIDAK WAJIB* pada sesuatu yang tidak ikut dikhitan (batang penis contohnya), agar ghasil memasukkan air kedalam kulit dalam mandi besar/jinabah dan selainnya karena terluka, kesimpulannya jikalau boleh kami katakan : *DENGAN WAJIB* yang adanya bukan satu rangkaian penciptaannya, seperti batang penis (satu penciptaan dengan ikut/kulupnya, maka batang penis tidak wajib dibasuh seperti kulupnya), *DAN INI ADALAH PENDAPAT YANG BENAR DAN BISA DIPEGANG*, dan dengan ini menconter/menolak apa yang telah disebutkan oleh " Az Zaila'i ", bahwasanya pendapatnya termasuk musykil/tidak jelas, karena hal itu ketika air kencing sampai pada ikut/kulup penis, maka akan membatalkan wudlunya, maka mereka menjadikannya seperti kharij/sesuatu yang keluar dalam hukum ini. Dan dalam haknya mandi seperti dakhil/sesuatu yang masuk, sehingga *TIDAK WAJIB MENGALIRKAN AIR KEPADANYA*,
dan Al Kurdiy berkata : *WAJIB* mengalirkan air kepadanya menurut sebagian Masyayikh dan itu adalah pendapat yang paling benar, dan atas pendapat ini sama sekali tidak ada keraguan didalamnya.
{Lihat Kitab Al Bahru Ar Raa'iq Syarhu Kanzu Ad Daqaa'iq : juz 5 hal 85 dan hal 114 / Kitabu Ath Thaharati / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy}.
*2⃣• 👌DIAMPUNI SEMUA JENIS HADATS YANG SULIT MELEPASKAN ATAU MENJAHUINYA* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾🌴• جاء في حاشية الدسوقي على شرح مختصر خليل المالكي للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي رحمه الله تعالى بعد أن فصل حكم السلس:*
( قَوْلُهُ : وَعُفِيَ عَمَّا يَعْسُرُ ) أَيْ عَمَّا يَشُقُّ الِانْفِكَاكُ مِنْهُ وَالتَّبَاعُدُ عَنْهُ ( قَوْلُهُ : : كَحَدَثٍ إلَخْ ) الْمُرَادُ بِالْحَدَثِ الْجِنْسُ فَيَشْمَلُ سَائِرَهَا وَلَمْ يَقُلْ كَأَحْدَاثِ مُسْتَنْكَحَةٍ لِئَلَّا يُتَوَهَّمَ أَنَّ الْعَفْوَ مَقْصُورٌ عَلَى حُصُولِ جَمْعٍ مِنْ الْأَحْدَاثِ ... (الى ان قال) ...
وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ إنْ لَازَمَ كُلَّ الزَّمَنِ أَوْ جُلَّهُ أَوْ نِصْفَهُ فَلَا يَنْقُضُ وَإِنْ لَازَمَ أَقَلَّ الزَّمَنِ نَقَضَ مَعَ الْعَفْوِ عَمَّا أَصَابَ مِنْهُ وَإِنَّمَا عُفِيَ عَمَّا أَصَابَ مِنْ الْحَدَثِ اللَّازِمِ مُطْلَقًا وَفَصَّلَ فِي نَقْضِهِ الْوُضُوءَ ; لِأَنَّ مَا هُنَا مِنْ بَابِ الْأَخْبَاثِ وَذَاكَ مِنْ بَابِ الْأَحْدَاثِ وَالْأَخْبَاثُ أَسْهَلُ مِنْ الْأَحْدَاثِ. انتهى.
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير / باب أحكام الطهارة / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓✍• Tersebut dalam kitab " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Mukhtashar Khalil Al Malikiy " karya Imam Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala :*
Perkataan pengarang : (dan diampuni dari perkara yang sulit) artinya dari perkara yang sulit melepaskan darinya atau menjahuinya, seperti hadats, yang dimaksud dengan hadats adalah jenis yang meliputi beberapa jenis hadats dan tidak cuma terbatas, seperti hadats - hadats yang diberatkan, supaya tidak disalahfahami bahwasannya istilah " diampuni " itu cuma dibatasi dari kejadian semua jenis hadats.
... (Sampai pada ungkapan mushannif) ...
Dan kesimpulannya hal tersebut jika penyakit menetap pada sepanjang waktunya atau pada sebagian besar waktunya atau pada sebagian saja waktunya, maka tidak batal, dan apabila penyakitnya menetap pada waktu yang lebih sedikit maka batal bersamaan dengan adanya ampunan pada perkara yang mengenai darinya, dan yang semestinya diampuni secara mutlak dari hadats tetap yang menimpa. Dan pengarang memisahkan dalam kasus pembatalannya pada wudlu' : bahwasanya disini termasuk dari bab/kategori kotoran, dan disana termasuk kategori hadats, dan kotoran lebih fleksibel (mudah ditangani) dibandingkan hadats.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Syarhi Al Kabir / Babu Ahkaami Ath Thaharati / Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 👌 DISUNNAHKAN TIDAK MEMBUKA MULUT MAYYIT YANG ADA DARAHNYA DAN CUKUP MENGUSAP IKUT/KULUP PERKHITAN MAYYIT YANG BELUM DISUNAT* Menurut Madzhab Imam Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِذَا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ أُعِيدَ تَلْيِينُ أَعْضَائِهِ وَيُنَشَّفُ بِثَوْبٍ لِأَنَّهُ إذَا كُفِّنَ وَهُوَ رَطْبٌ ابْتَلَّ الْكَفَنُ وَفَسَدَ وَإِنْ غُسِّلَ ثُمَّ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ :
( أَحَدُهَا ) يَكْفِيه غَسْلُ الْمَوْضِعِ كَمَا لَوْ غَسَلَ ثُمَّ أَصَابَتْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِهِ .
( وَالثَّانِي ) يَجِبُ مِنْهُ الْوُضُوءُ لِأَنَّهُ حَدَثٌ فَأَوْجَبَ الْوُضُوءَ ، كَحَدَثِ الْحَيِّ .
( وَالثَّالِثُ ) يَجِبُ الْغُسْلُ مِنْهُ ، لِأَنَّهُ خَاتِمَةُ أَمْرِهِ ، فَكَانَ بِطَهَارَةٍ كَامِلَةٍ وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ لِعَدَمِ الْمَاءِ أَوْ غَيْرِهِ يُمِّمَ لِأَنَّهُ تَطْهِيرٌ لَا يَتَعَلَّقُ بِإِزَالَةِ عَيْنٍ ، فَانْتُقِلَ فِيهِ عِنْدَ الْعَجْزِ إلَى التَّيَمُّمِ كَالْوُضُوءِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ ) .
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ١٢٨ / كتاب الجنائز / باب غسل الميت / فرع إذا فرغ من غسل الميت استحب أن ينشف بثوب تنشيفا بليغا / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓🌴• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan ketika selesai dari memandikan mayyit diulangi melemaskan anggota - anggota badan mayyit, dan menyeka/menghanduki dengan kain, karena ketika mayyit dibungkus dan mayyit dalam keadaan basah, maka mayyit menjadi basah dan rusak, dan apabila mayyit dimandikan lantas setelah itu keluar sesuatu dari mayyit, maka dalam kasus ini ada tiga pendapat :
*(Pertama) :* Cukup membasuh tempat najisnya, seperti apabila ia mandi kemudian najis dari orang lain mengenainya.
*(Kedua) :* Wajib wudlu' dari najis tersebut karena sesuatu yang keluar itu adalah yang mewajibkan wudlu' seperti hadatsnya orang hidup.
*(Ketiga) :* Wajib membasuhnya, karena itu merupakan akhir perkaranya, maka dengan bersuci yang sempurna, dan apabila kesulitan membasuhnya karena tidak adanya air atau yang lainnya, *MAKA MAYYIT DITAYAMMUMI* karena tayammum adalah mensucikan bukan menghilangkan bentuk najis, maka dipindahkan pada tayammum ketika tidak kuasa menghilangkannya seperti wudlu', mandi, dan mandi besar/janabah.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 128 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Ghasli Al Mayyiti / Far'un Ìdza Faragha Min Ghusli Al Mayyiti Ustuhibba An Yansyifa Bitsaubin Tansyiifan Baliighan / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📓✍• قال الإمام شهاب الدين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( قَوْلُهُ وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ ) أَيْ يُسَنُّ أَنْ لاَ يَفْتَحَ أَسْنَانَهُ فَلَوْ خَالَفَ وَفَتَحَ فَإِنْ عُدَّ إزْرَاءً أَوْ وَصَلَ الْمَاءُ لِجَوْفِهِ حَرُمَ وَإِلاَّ فَلاَ نَعَمْ لَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ لَوْ كَانَ حَيًّا وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتُّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عَلِمَ سَبْقَ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ اهـ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : الجزء ٢ صحـ : ٤٤٥ /
مكتبة دار الفكر}.
*🌴✍• Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
(Ungkapan pengarang : Dan ghasil tidak diperkenankan membuka gigi - gigi mayyit), artinya *DISUNNAHKAN SUPAYA GHASIL TIDAK MEMBUKA GIGI GIGNYA* apabila ia menyelisihinya dan membuka gigi - giginya, jika diperkirakan merusakkan atau mengalirkan air hingga sampai perut mayyit maka hukumnya *DIHARAMKAN* jikalau tidak demikian maka tidak diharamkan. Tentu saja benar apabila mulutnya terkena najis, dan pada mulut wajib sucinya, walaupun dalam keadaan hidup, dan jika terkendala pada membuka gigi - giginya, *MAKA DITEKANKAN MEMBUKANYA* walaupun ghasil tahu akan cepatnya air merasuk kedalam perut mayyit.
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 2 hal 445. Karya Imam Syihaabuddin Ar Ramli Asy Syafi'iy. Maktabah Daar Al Fikri}.
*📘👌• قال الإمام سليمان البجيرمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية البجيرمي على الخطيب ":*
وَلاَ يَفْتَحُ أَسْنَانَهُ لِئَلاَ يَسْبِقَ الْمَاءُ إلَى جَوْفِهِ فَيَسْرَعَ فَسَادُهُ وَلَوْ تَنَجَّسَ فَمُهُ وَكَانَ يَلْزَمُهُ طُهْرُهُ وَتَوَقَّفَ عَلَى فَتْحِ أَسْنَانِهِ أتَّجِهَ فَتْحُهَا وَإِنْ عُلِمَ سَبْقُ الْمَاءِ إلَى جَوْفِهِ وَلاَ تُكْسَرُ أَسْنَانُهُ، لَوْ تَوَقَّفَتْ إزَالَةُ النَّجَاسَةِ عَلَى كَسْرِهَا لِمَا قَالُوْهُ فِيمَنْ مَاتَ غَيْرَ مَخْتُوْنٍ وَتَحْتَ قُلْفَتِهِ نَجَاسَةٌ تَوَقَّفَتْ إزَالَتُهَا عَلَى قَطْعِ الْقُلْفَةِ حَيْثُ قَالُوْا لاَ تُقْطَعُ وَيُدْفَنُ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ كَمَا نَقَلَهُ الْمَدَابِغِيُّ عَنِ اْلأَجْهُوْرِيُّ وَعِبَارَتُهُ عَلَى التَّحْرِيْرِ وَيَحْرُمُ خَتْنُهُ, وَإِنْ عَصَى بِتَأْخِيْرِهِ أَوْ تَعَذَّرَ غَسْلُ مَا تَحْتَ قُلْفَتِهِ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلاَمُهُمْ وَعَلَيْهِ فَيُيَمَّمُ عَمَّا تَحْتَهَا وَمَحَلُّهُ مَا لَمْ يَكُنْ تَحْتَهَا نَجَاسَةٌ تَعَذَّرَ إزَالَتُهَا وَإِلاَّ دُفِنَ بِلاَ صَلاَةٍ عَلَيْهِ م ر
وَعِنْدَ ابْنِ حَجَرٍ يُصَلَّى عَلَيْهِ بَعْدَ التَّيَمُّمِ اهـ
{انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب : الجزء ٢ صحـ : ١٤٦ /
مكتبة دار الفكر}.
*📘🌴• Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy dalam Kitabnya " Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib ":*
Dan ghasil tidak boleh membuka gigi - gigi mayyit supaya air tidak meresap masuk kedalam perutnya, akan cepat rusaknya, walaupun terkena najis mulutnya, sedangkan wajib adanya kesucian baginya, dan (menghilangkan najisnya) terhenti pada masalah membuka mulutnya, ditekankan untuk tetap membuka mulutnya, walaupun diketahui airnya merembes kedalam perutnya, dan tidak boleh dipecah gigi - giginya jikalau menghilangkan najisnya terhenti/terkendala pada memecahkan gigi - gignya berdasarkan perkara yang telah mereka katakan mengenai orang mati dalam kondisi belum dikhitan yang otomatis najis ada dibawah kulup/ikut penis mayyit tersebut, menghilangkan najisnya juga terhenti sebagaimana mereka berkata tidak perlu dipotong dan ia boleh dikubur tanpa dishalati seperti " Imam Al Madaabi'iy " menukilnya dari dari " Imam Al Ajhuriy " dan ibaratnya atas kitab " At Tahrir " dan haram mengkhitannya. Dan jika bermaksiat dengan mengakhirkannya atau kesulitan membasuh sesuatu yang berada dibawah kulup/ikut penis mayyit, seperti ungkapan mereka yang telah menetapkannya, dan mayyit wajib ditayammumi
Dan menurut Imam Ibnu Hajar ia dishalati setelah ditayammumi.
{Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy ''Alaa Al Khathib : juz 2 hal 146. Karya Imam Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 👌SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM MAYYIT SEBELUM NAJIS YANG KELUAR SETELAH MAYYIT DIWUDLUKAN ATAU DITAYAMMUMI DIHILANGKAN* Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal.
*📓✍• قال الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات ":*
فَإِنْ كَانَتْ النَّجَاسَةُ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلَيْنِ أَوْ عَلَيْهِمَا غَيْرَ خَارِجَةٍ مِنْهُمَا : صَحَّ الْوُضُوءُ وَالتَّيَمُّمُ قَبْلَ زَوَالِهَا .
{انظر كتاب دقائق أولي النهى لشرح المنتهى المعروف بشرح منتهى الإرادات : ج ١ ص ٤١ / كتاب الطهارة / باب الاستنجاء / للإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📘🌴• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta"ala dalam kitabnya " Daqaa'iqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha " berkata :*
Apabila najis keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) atau najis yang berada pada dua jalan tersebut akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*.
{Lihat Kitab Daqaa'iqu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha : juz 1 hal 41 / Kitabu Ath Thaharati / Babu Al Istinjaa'i / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📘🎙• وقال أيضا الإمام البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " كشاف القناع عن متن الإقناع ":*
(وإن كانت النجاسة على غير السبيلين أو) كانت (عليهما غير خارجة منهما صح الوضوء والتيمم قبل زوالها) أي النجاسة لأن النجاسة غير الخارجة من السبيلين لم تكن موجبة للطهارتين في الجملة فلم تجعل إحداهما تابعة للأخرى بخلاف الخارجة منهما. انتهى
{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ١ ص ١٨٣ / كتاب الطهارة / باب الاستطابة وآداب التخلي / فصل الاستجمار بكل طاهر جامد / للامام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي}.
*📓👌• Imam Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta"ala dalam kitabnya " Kasyaafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' " berkata lagi :*
Apabila najis keluar dari selain dua jalan atau najis yang berada pada dua jalan akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*, karena sesungguhnya najis yang keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) tidak termasuk perkara yang diwajibkan untuk disucikan keduanya pada umumnya, jangan jadikan salah satu dari keduanya supaya mengikuti yang lain, berbeda dengan najis yang murni keluar dari keduanya.
{Lihat Kitabu Kasyaafu Al Qinaa' 'Alaa Matni Al Ìqnaa' : juz 1 hal 183 / Kitabu Ath Thaharati /! Babu Al Istithabati Wa Adaabi At Takhalliy / Faishal Al Istijmaaru Bikulli Thaahirin Jaamidin / Karya Imam Bahutiy Al Hanbaliy}.
*📕🎙• وقال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيرِينَ ، وَإِسْحَاقَ .
وَاخْتَارَ أَبُو الْخَطَّابِ أَنَّهُ يَغْسِلُ مَوْضِعَ النَّجَاسَةِ ، وَيُوَضَّأُ ، وَلَا يَجِبُ إعَادَةُ غُسْلِهِ . وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ ، وَمَالِكٍ ، وَأَبِي حَنِيفَةَ ; لِأَنَّ خُرُوجَ النَّجَاسَةِ مِنْ الْحَيِّ بَعْدَ غُسْلِهِ لَا يُبْطِلُهُ ، فَكَذَلِكَ الْمَيِّتُ ... (الى ان قال) ...
فَصْلٌ : وَإِنْ خَرَجَتْ مِنْهُ نَجَاسَةٌ مِنْ غَيْرِ السَّبِيلَيْنِ . فَقَالَ أَحْمَدُ فِيمَا رَوَى أَبُو دَاوُد : الدَّمُ أَسْهَلُ مِنْ الْحَدَثِ . وَمَعْنَاهُ أَنَّ الدَّمَ الَّذِي يَخْرُجُ مِنْ أَنْفِهِ أَسْهَلُ مِنْ الْحَدَثِ فِي أَنْ لَا يُعَادَ لَهُ الْغُسْلُ ; لِأَنَّ الْحَدَثَ يَنْقُضُ الطَّهَارَةَ بِالِاتِّفَاقِ ، وَيُسَوَّى بَيْنَ كَثِيرِهِ وَقَلِيلِهِ .
وَيَحْتَمِلُ أَنَّهُ أَرَادَ أَنَّ الْغُسْلَ لَا يُعَادُ مِنْ يَسِيرِهِ ، كَمَا لَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ ، بِخِلَافِ الْخَارِجِ مِنْ السَّبِيلَيْنِ. انتهى
{انظر كتاب "المغني" : ج ١ ص ١٦٨. للإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي}
*💾✍• Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya ' Al Mughniy " berkata :*
“Dan ini pendapat Tsauri, Malik, Abu Hanifah karena keluarnya najis dari orang yang masih hidup setelah mandi tidak membatalkannya, begitu juga bagi mayat.”
... (sampai pada perkataan Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy) ...
Pasal : dan apabila najis keluar dari mayyit dari selain dua jalan (alat kelamin atau anus). Imam Ahmad berkata sebagaiman riwayat yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud : bahwasanya darah (yang keluar dari hidung) lebih ringan dibandingkan dengan hadats. Dan maknanya : bahwasanya darah yang keluar dari hidung mayyit lebih ringan dibandingkan dengan hadats dalam tidak adanya pengulangan mandi baginya, karena hadats merusak/membatalkan bersuci menurut kesepakatan ulama', dan sama antara banyak dan sedikitnya.
Dan hal itu memuat bahwasanya mandi tidak diulang sebab dari sedikitnya najis yang keluar, seperti tidak batalnya wudlu', berbeda dengan najis yang keluar dari dua jalan (alat kelamin dan anus).
{Lihat Kitab Al-Mughni : juz 1 hal 168. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy}.
*📕✍• قال الإمام عبد الرحمن بن عبد الله بن أحمد البعلي الخلوتي الحنبلي (المتوفى: ١١٩٢ هـ)، رحمه الله تعالى في كتابه " كشف المخدرات والرياض المزهرات لشرح أخصر المختصرات " :*
وَلَا يَصح وضوء وَلَا تيَمّم قبل الِاسْتِنْجَاء قَالَه فِي الْمُنْتَهى. وَقَالَ فِي شَرحه: وَظَاهره لَا فرق بَين التَّيَمُّم عَن حدث أَصْغَر أَو أكبر أَو نَجَاسَة بِبدنِهِ فَإِن كَانَت النَّجَاسَة على غير السَّبِيلَيْنِ أَو عَلَيْهِمَا غير خَارِجَة مِنْهُمَا صَحَّ الْوضُوء وَالتَّيَمُّم قبل إِزَالَتهَا. انْتهى.
{انظر كتاب كشف المخدرات والرياض المزهرات لشرح أخصر المختصرات : ج ١ ص ٥١ / كتاب الطَّهَارَة / مُقَدّمَة / للإمام عبد الرحمن بن عبد الله البعلي الحنبلي}.
*💾🌴• Imam 'Abdurrahman bin 'Abdullah Al Ba'liy Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Kasyfu Al Mukhaddaraati Wa Ar Riyaadli Al Mizharaati Lisyarhi Akhshara Al Mukhtasharaat " berkata :*
Dan *TIDAK SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM ISTINJAA'/CEBOK* (Al Bahutiy) telah mengatakannya pada kitab Al Muntaha. Dan beliau berkata dalam syariahnya : dan jelasnya tidak ada perbedaan antara tayammum dari menjahui hadats kecil maupun hadats besar atau najis yang menempel pada badannya, maka apabila adanya najis keluar dari selain dua jalan (alat kelamin dan anus) atau najis yang berada pada dua jalan tersebut akan tetapi tidak keluar dari keduanya *MAKA SYAH WUDLU DAN TAYAMMUM SEBELUM MENGHILANGKANNYA*.
{Lihat Kitab Kasyfu Al Mukhaddaraati Wa Ar Riyaadli Al Mizharaati Lisyarhi Akhshara Al Mukhtasharaat : juz 1 hal 51 / Kitabu Ath Thaharati / Muqaddimah / Karya Imam 'Abdurrahman bin 'Abdullah Al Ba'liy Al Hanbaliy}.
*📘👌• وجاء في كتاب " الموسوعة الفقهية الكويتية " لوزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت :*
وَإِنْ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ وَهُوَ عَلَى مُغْتَسَلِهِ، فَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ - مَا عَدَا أَشْهَبَ - وَهُوَ الأَْصَحُّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَاخْتَارَهُ أَبُو الْخَطَّابِ مِنَ الْحَنَابِلَةِ: أنه لا يعاد غسله ، وإنما يغسل ذلك الموضع ، وإليه ذهب الثوري أيضاً " انتهى .
{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٣ ص ٥٣. للوزراة الأوقاف والشؤون الإسلامية - دولة الكويت}.
*💾✍• Dalam kitab " Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " Karya Kementerian Urusan Wakaf dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait :*
“Jika ada sesuatu yang keluar sementara dia masih dalam tempat pemandiannya, maka pendapat Hanafiyah, Malikiyah –selain Asyhab- dan pendapat paling kuat di mazhab Syafiiyyah dan pilihan Abu Al-Khattab dari Hanabilah, *HAL ITU TIDAK PERLU DIULANGI. CUKUP DIBERSIHKAN DI TEMPAT ITU SAJA*. Dan ini pendapat Tsauri juga.”
{Lihat kitab " Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " : juz 13 hal 53. Karya Kementerian Urusan Wakaf dan Urusan Agama Islam Negara Kuwait}.
*5⃣• ✍ ORANG YANG LANGGENG HADATSNYA WAJIB WUDLU PADA SETIAP SHALAT FARDLU ATAU SHALAT SUNNAH DAN WAJIB MEMBASUH TEMPAT NAJIS YANG KELUAR* Menurut Madzhab Imam Dawud Adz Dzaahiriy.
*📓🌴• قال الإمام ابن حزم الظاهري رحمه الله تعالى في كتابه " المحلّى بالآثار ":*
مَسْأَلَةٌ : فَمَنْ كَانَ مُسْتَنْكِحًا بِشَيْءٍ مِمَّا ذَكَرْنَا تَوَضَّأَ - وَلَا بُدَّ - لِكُلِّ صَلَاةٍ فَرْضًا أَوْ نَافِلَةً ، ثُمَّ لَا شَيْءَ عَلَيْهِ فِيمَا خَرَجَ مِنْهُ مِنْ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ أَوْ فِيمَا بَيْنَ وُضُوئِهِ وَصَلَاتِهِ ، وَلَا يُجْزِيه الْوُضُوءُ إلَّا فِي أَقْرَبِ مَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ وُضُوءُهُ مِنْ صَلَاتِهِ ، وَلَا بُدَّ لِلْمُسْتَنْكِحِ أَيْضًا أَنْ يَغْسِلَ مَا خَرَجَ مِنْهُ مِنْ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَالْمَذْيِ حَسْبَ طَاقَتِهِ ، مِمَّا لَا حَرَج عَلَيْهِ فِيهِ ، وَيَسْقُطُ عَنْهُ مِنْ ذَلِكَ مَا فِيهِ عَلَيْهِ الْحَرَجُ مِنْهُ .
{انظر كتاب المحلى بالآثار : ج ١ ص ٢١٩ - ٢٢٠ / كتاب الطهارة / مسألة يجب الوضوء على المستنكح بشيء لكل صلاة فرضا أو نافله / للإمام علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الظاهري}.
*📕🎙• Imam Ibnu Hazm Adz Dzaahiriy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Muhalla Bi Al Atsaari " berkata :*
Masalah : Barangsiapa yang dibebani dengan sesuatu dari perkara yang telah kami sebutkan maka wajib berwudlu untuk setiap shalat fardlu atau shalat sunnah, kemudian *TIDAK ADA PERSOALAN ATASNYA* pada perkara yang keluar darinya dalam permasalahan tersebut dalam shalat atau perkara diantara wudlu dan shalatnya, dan wudlu' tidak mencukupinya kecuali dalam perkara yang memungkinkan wudlunya lebih dekat dari melakukan shalatnya.
Dan lagi *WAJIB BAGI ORANG YANG LANGGENG HADATSNYA SUPAYA MEMBASUH SESUATU YANG KELUAR DARI SEMACAM AIR KENCING, TINJA, DAN MADZI, SEKUAT TENAGANYA* dari perkara yang pada dirinya tidak merasa kesukaran, dan sesuatu didalamnya gugur darinya dari semua hal itu selama ia didalamnya mengalami kesukaran.
{Lihat Kitab Al Muhalla Bi Al Atsaar : juz 1 hal 219 - 220 / Kitabu Ath Thaharati / Masalah : Yajibu Al Wudlu'u 'Alaa Al Mustankihi Likulli Shalatin Fardlon Au Nafilihi / Karya Imam Ibnu Hazm Adz Dzaahiriy}.
*6⃣• ✍ MANDI TIDAK DIULANG DAN CUKUP MEMBASUH NAJISNYA SAJA* Menurut Harakah/Gerakan Wahhabiy.
*💾🌴• قال ابن عثيمين الوهابي في كتابه " شرح الكافي " عن هذا القول :*
أي : عدم إعادة غسله ، والاكتفاء بغسل النجاسة قال : "وهو أقرب للصواب" .انتهى
{انظر كتاب شرح الكافي. العثيمين الوهابي}.
*📓✍• Ibu Utsaimin Al Wahhabiy berkata dalam kitabnya Syarah Al Kafi :* mengomentari pendapat ini :
“Maksudnya tidak mengulangi memandikan, cukup hanya membersihkan najisnya. Beliau mengatakan, '(Pendapat ini) yang paling dekat kepada kebenaran.”
{Lihat Syarh Al-Kafi. Karya Ibnu 'Utsaimin Al Wahhabiy}.
*G)• ✍ Hukum Mengeluarkan Anak Atau Harta Dari Perut Mayyit.*
Dalam hal ini ulama' berbeda pendapat dengan alasan yang beragam pula. Berikut penjelasannya :
*1⃣• 🌴 BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT JIKA MAYYIT MENELAN HARTA ORANG LAIN YANG IA TIDAK MENINGGALKAN HARTA YANG BISA UNTUK MENGGANTINYA ATAU TERDAPAT JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN KEHIDUPAN SELANJUTNYA* Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah.
*💾✍• ونقل مفتي الأزهر الشيخ عطية محمد عطية صقر (٤ محرم ١٣٣٤ هـ / ٢٢ نوفمبر ١٩١٤ مـ - ٩ ديسمبر ٢٠٠٦ مـ) عالم إسلامي راحل ومن كبار علماء الأزهر الشريف حفظه الله تعالى :*
السؤال: - مَا حُكْمُ تَشْرِيْحِ جُثَّةِ الْمَوْتَى لِتَحْقَِيْقِ الْجِنَايَةِ أَوِ التَّعْلِيْمِ ؟
الْجَوَابُ: - (إِلَى أَنْ قَالَ) - وَقَدْ جَاءَ فِى فَتْوَى صَادِرَةٍ مِنْ دَارِ الْإِفْتَاءِ الْمِصْرِيَّةِ فِى ٣١ مِنْ أُكْتُوبَرْ سَنَةَ ١٩٣١ م (الْمُفْتِى الشََّيْخُ عَبْدُ الْمَجِيْدِ سَلِيْم - الْفَتَاوِى اْلِإسْلَامِيَّةِ - الْمُجَلِّدُ : الرَّابِعُ ، صحيفة : ١٣٣١)
بِالنِّسْبَةِ لِشَقِّ الْبَطْنِ إِنْ كَانَ فِيْهِ مَالٌ : أَنَّ عُلَمَاءَ الْحَنَفِيَّةِ أَجَازُوا شَقَّهُ إِذَا كَانَ الْمَالُ لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَتْرُكِ الْمَيِّتُ مَالًا يُعْطَى لِصَاحِبِهِ ، لِأَنَّ حَقَّ الآدَمِىَّ مُقَدَّمٌ عَلَى حَقِّ اللّهِ تَعَالَى، وَمُقَدَّمٌ عَلَى حَقِّ الظَّالِمِ الْمُتَعَدِّى ، وَقَدْ زَالَتْ حُرْمَةُ هَذَا الظَّالِمِ بِتَعَدِّيْهِ عَلَى مَالِ غَيْرِهِ .
أَمَّا مَذْهَبُ الشَّافِعِىِّ فَالْمَشْهُوْرُ لِلْأَصْحَابِ إِطْلَاقُ الشَّقِّ حِيْنَئِذٍ - يَعْنِى جَوَازَهُ -مِنْ غَيْرِ تَفْصِيْلٍ إِنْ كَانَ الْمَالُ لِغَيْرِهِ وَطَلَبَهُ ،
... (الى ان قال) ...
وبالنسبة لشق بطن الميتة لإخراج الجنين ، أجازه الحنفية إن علم أن الولد حى، لأن الشق وإن كان فيه إبطال لحرمة الميت ففيه صيانة لحرمة الحى وهو الولد ،
وأجازه الشافعية : إن كان يُرجَى حياة الجنين بعد إخراجه، ومنعه المالكية والحنابلة.
{انظر فَتْوَى صَادِرَةٍ مِنْ دَارِ الْإِفْتَاءِ الْمِصْرِيَّةِ فِى ٣١ مِنْ أُكْتُوبَرْ سَنَةَ ١٩٣٧ مـ.. (الْمُفْتِى الشََّيْخُ عَبْدُ الْمَجِيْدِ سَلِيْم - الْفَتَاوِى اْلِإسْلَامِيَّةِ - الْمُجَلِّدُ : الرَّابِعُ ، صحيفة : ١٣٣١}.
*📓🌴• Syaikh 'Atiyyah Saqr mengomentari mengenai persoalan diatas telah menukil fatwa yang telah dikeluarkan oleh Rumah Fatwa Mesir pada Tgl : 31-10-1937 :*
Terkait dengan membedah perut mayyit yang didalamnya terdapat harta :
"Bahwasannya ulama' Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka memperbolehkan membedah perut mayyit jika harta itu kepunyaan orang lain dan si-mayyit tidak meninggalkan harta apapun untuk diberikan kepada pemiliknya, karena hak manusia lebih didahulukan dibandingkan mendahulukan hak Allah ta'ala, dan mendahulukan hak orang yang berbuat dzalim/aniaya yang melampaui batas, maka kehormatan si dzalim ini hilang karena kedzalimannya yang melampaui batas terhadap harta orang lain yang bukan miliknya.
Adapun Mazhab Syafi'iy dan yang Masyhur dikalangan pengikutnya (Syafi'iyyah) - yaitu diperbolehkannya - dengan tujuan mengambil harta tanpa memberi penjelasannya, jikalau adanya harta adalah milik orang lain dan orang tersebut menuntut kembali hartanya.
... (sampai pada fatwa) ...
Terkait dengan membedah perut mayyit perempuan untuk mengeluarkan janinnya, Pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyyah) mereka memperbolehkan jika diketahui bahwa bayi tersebut masih hidup, karena bahwasanya pembedahan, walaupun didalamnya ada menghilangkan kehormatan mayyit, maka didalamnya juga ada menghormati orang yang masih hidup yaitu hidupnya sosok anak.
Pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) mempebolehkan jika ia dapat menyelamatkan nyawa janin tersebut setelah dikeluarkan, sementara Pengikut Imam Malik (Malikiyyah) dan Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal (Hanabillah) mencegahnya."
{Lihat Kitab Al-Fatawa Islamiyyah : juz 4 hal 1331. Karya Mufti Syaikh Abd Al-Majid Salim}.
*2⃣• 🌴 PERUT MAYYIT TIDAK BOLEH DIBEDAH SELAMA HARTA YANG DITELANNYA SEBELUM MATI JUMLAHNYA TIDAK LEBIH BANYAK SAMPAI BEBERAPA DINAR ATAU SETARA DENGAN NISHAB ZAKAT DAN TIDAK BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT KARENA ADANYA JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN KESELAMATANNYA SELAMA TIDAK PUNYA KEAHLIAN KHUSUS UNTUK MEMBEDAHNYA DAN USIA KANDUNGANNYA SUDAH MENCAPAI LEBIH 9 BULAN* Menurut Madzhab Imam Malik Bin Anas.
*💾✍• قال الإمام ابن المَوَّاق المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " التاج والإكليل لمختصر خليل ":*
( وَبُقِرَ عَنْ مَالِ كَثُرَ وَلَوْ بِشَاهِدٍ وَيَمِينٍ ) سَحْنُونَ : يُبْقَرُ عَنْ دَنَانِيرَ فِي بَطْنِ الْمَيِّتِ لَا عَلَى مَا قَلَّ .
عَبْدُ الْحَقِّ : فِي كَوْنِ مَا قَلَّ دُونَ رُبْعِ دِينَارٍ أَوْ نِصَابِ الزَّكَاةِ خِلَافٌ .
وَأَجَابَ أَبُو عِمْرَانَ عَنْ مُقِيمِ شَاهِدٍ عَلَى مَيِّتٍ لَمْ يُدْفَنْ أَنَّهُ بَلَعَ دَنَانِيرَ يَحْلِفُ لِيَبْقُرَ بَطْنَهُ قَائِلًا اُخْتُلِفَ فِي الْقِصَاصِ بِشَاهِدٍ وَاحِدٍ ( لَا عَنْ جَنِينٍ )
مِنْ الْمُدَوَّنَةِ قَالَ مَالِكٌ : لَا يَبْقُرُ بَطْنَ الْمَيِّتَةِ إذَا كَانَ جَنِينُهَا يَضْطَرِبُ فِي بَطْنِهَا .
وَقَالَ سَحْنُونَ : إنْ كَمُلَتْ حَيَاتُهُ وَرُجِيَ خَلَاصُهُ بَقَرَ .
{انظر كتاب التاج والإكليل لمختصر خليل : ج ٢ ص ٤١٣. للإمام ابن المواق المالكي}.
*📕🎙• Imam Al Mawwaq Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " At Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil " berkata :*
(Dan dibedah perut mayyit dari menelan harta yang banyak walaupun dengan saksi dan sumpah) Imam Sahnun : dibedah dari beberapa dinar dalam perut mayyit bukan pada hitungan yang lebih sedikit.
Imam Abdul Haq : dalam hitungan kurang dari 1/4 dinar atau 1/2 nishab zakat terdapat perbedaan pendapat.
Imam Abu 'Imran menjawab dari muqim yang menyaksikan mayyit tidak dikubur karena si mayyit menelan beberapa dinar, yang bersumpah supaya dibedah perutnya, ada orang yang mengatakan diperselisihkan dalam kasus qishash dengan satu orang saksi.
(bukan dibedah dari adanya janin dalam perut mayyit) dinukil dari kitab " Al Mudawwanah " Imam Malik berkata : perut mayyit perempuan tidak dibedah ketika janinnya letaknya tidak teratur dalam perut ibunya.
Imam Sahnun berkata : apabila sempurna kehidupannya dan bisa diharapkan keselamatannya maka membedahnya.
{Lihat Kitab At Taaj Wa Al Ìkliil Li Mukhtashar Khaliil : juz 2 hal 413. Karya Imam Ibnu Al Mawwaq Al Malikiy}.
*💾✍• قال الإمام أحمد الدَّرْدِير المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على الشرح الكبير ":*
و( بَقَر ) أي شَقَّ بطن ميِّت ( عن مال ) له أو لغيره ابتَلَعه حيًّا ( كَثُر ) بأن كان نِصابا ( ولو ) ثَبَت ( بشاهد ويمين ) ومحَل التقييد بالكثير إذا ابتَلَعه لخَوف عليه أو لمُداواة ، أما لقَصد حِرمان الوارث فيُبقَر ولو قَلَّ ,
( لا ) يُبقَر ( عن جنين ) رُجِي لإخراجه ولا تُدفَن به إلا بَعْد تَحقُّق مَوته ولو تَغيَّرت ( وتُؤُوِّلت أيضا على البَقْر ) وهو قول سَحنُون وقد تَأَوَّلها عليه عبد الوهَّاب ( إن رُجِي ) خَلاصُه حيًّا وكان في السابع أو التاسع فأكثر ( وإن قَدَر على إخراجه من مَحَلِّه ) بحِيلة ( فَعَل ) اللَّخْمِيّ : وهو مما لا يُستَطاع . ا هـ
{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٤٢٩. للإمام ابن عرفة الدسوقي المالكي}.
*📓🌴• Imam Ibnu 'Ìrfah Al Malikiy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir ":*
Dan membedah atau menyobek perut mayyit dari sebab menelan hartanya sendiri atau harta milik orang lain yang mayyit menelannya sewaktu ia masih hidup, jumlahnya banyak setara satu nishab zakat, jikalau telah ditetapkan dengan saksi atau sumpah, dan tempat syaratnya adalah dengan harta yang jumlahnya banyak ketika menelannya, karena takut terhadapnya atau karena untuk dijadikan obat, adapun untuk tujuan pencabutan hak milik ahli waris (karena yang punya menuntut kembali hartanya dan ahli waris tidak mampu menggantinya), maka perut mayyit dibedah walaupun harta didalam perut mayyit tersebut jumlahnya cuma sedikit,
Perut mayyit tidak boleh dibedah dari janin yang masih bisa diharapkan kehidupannya setelah dikeluarkannya, dan ibunya tidak boleh dikuburkan bersamanya setelah benar - benar nyata kematian janinnya walaupun jenazah ibunya sudah berubah. Dan dijelaskan lagi tentang pembedahan itu adalah pendapat Imam Sahnun yang mana Imam Abdul Wahhab telah menjelaskan pendapat beliau : jikalau bisa diharapkan keselamatannya bisa hidup, dan janin suda ada pada usia kandungan 9 bulan atau 10 bulan atau lebih, dan jika sanggup mengeluarkan dari tempatnya dengan trik khusus pembedahan, maka " Imam Al Lakhmi " menjalankannya seraya berkata : kasus itu (yang tidak boleh membedah perut mayyit yang ada janinnya) adalah termasuk dari perkara yang tidak mampu/dikuasakan (bisa melakukan trik khusus pembedahan janin).
{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Alaa Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 429. Karya Ibnu 'Ìrfah Ad Dasuqiy Al Malikiy}.
*3⃣• 🌴 WAJIB MEMBEDAH PERUT MAYYIT JIKA SEBELUMNYA MENELAN HARTA ORANG-ORANG LAIN KARENA PEMILIKNYA MENUNTUT DIKEMBALIKAN DAN AHLI WARIS TIDAK BISA MENGGATINYA ATAU KARENA ADANYA JANIN YANG MASIH BISA DIHARAPKAN DI KEHIDUPAN SELANJUTNYA* Menurut Madzhab Imam Muhammad Bin Idris Asy Syafi'iy.
*💾🎙• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*
وَإِنْ بَلِعَ الْمَيِّتُ جَوْهَرَةً لِغَيْرِهِ وَطَالَبَ بِهَا صَاحِبُهَا شُقَّ جَوْفُهُ وَرُدَّتْ الْجَوْهَرَةُ ، وَإِنْ كَانَتْ الْجَوْهَرَةُ لَهُ فَفِيهِ وَجْهَانِ :
( أَحَدُهُمَا ) يُشَقُّ لِأَنَّهَا صَارَتْ لِلْوَرَثَةِ ، فَهِيَ كَجَوْهَرَةِ الْأَجْنَبِيِّ
( وَالثَّانِي ) لَا يَجِبُ لِأَنَّهُ اسْتَهْلَكَهَا فِي حَيَاتِهِ فَلَمْ يَتَعَلَّقْ بِهَا الْوَرَثَةُ ) .
... (الى ان قال) ...
* {وإن مَاتَتْ امْرَأَةٌ وَفِي جَوْفِهَا جَنِينٌ حَيٌّ شُقَّ جوفها لانه استبقاء حي باتلاف جزء من الميت فأشبه إذا اضطر الي أكل جزء من الميت}
* {الشَّرْحُ} هَذِهِ الْمَسْأَلَةُ مَشْهُورَةٌ فِي كُتُبِ الْأَصْحَابِ وَذَكَرَ صَاحِبُ الْحَاوِي أَنَّهُ لَيْسَ لِلشَّافِعِيِّ فِيهَا نَصٌّ,
قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَخَلَائِقُ مِنْ الْأَصْحَابِ : قَالَ ابْنُ سُرَيْجٍ : إذَا مَاتَتْ امْرَأَةٌ وَفِي جَوْفِهَا جَنِينٌ حَيٌّ شُقَّ جَوْفُهَا وَأُخْرِجَ فَأَطْلَقَ ابْنُ سُرَيْجٍ الْمَسْأَلَةَ,
قَالَ أَبُو حَامِدٍ وَالْمَاوَرْدِيُّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَقَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا : لَيْسَ هُوَ كَمَا أَطْلَقَهَا ابْنُ سُرَيْجٍ بَلْ يعرض علي القوابل فان قلنا هَذَا الْوَلَدُ إذَا أُخْرِجَ يُرْجَى حَيَاتُهُ
{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٥ ص ٢٢٩ - ٣٠٠ / كتاب الجنائز / باب حمل الجنازة والدفن / ماتت امرأة وفي جوفها جنين حي / للإمام يحيى بن شرف النووي الشافعي}.
*📓✍• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*
Dan apabila mayyit menelan mutiara milik orang lain dan pemiliknya mencarinya *MAKA DIBEDAH PERUTNYA DAN DIKEMBALIKAN MUTIARANYA* dan apabila mutiara tersebut miliknya, maka ada dua pendapat :
*(Pertama)* : *DIBEDAH* karena mutiara tersebut menjadi hak milik Ahli Waris, dan itu seperti mutiara orang lain.
*(Kedua)* : *TIDAK WAJIB DIBEDAH* karena si mayyit berusaha merusakkannya (dengan menelannya) sewaktu hidupnya, maka tidak ada hubungan hak ahli waris dengan mutiara tersebut.
... (sampai pada ungkapan pengarang) ...
[[Dan apabila seorang wanita meninggal dan didalam perutnya ada janin yang hidup *MAKA WAJIB DIBEDAH PERUTNYA KARENA ITU BERUSAHA UNTUK MELANGSUNGKAN KEHIDUPAN* dengan merusak salahsatu anggota tubuh dari mayyit, maka disamakan bagi orang yang terpaksa (ketika tidak di temukan lainnya), harus memakan salahsatu anggota tubuh dari mayyit (seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh, karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati)]].
{Syarah} : Masalah ini sudah masyhur dalam kitab - kitab karangan para sahabat pengikut Imam Syafi'iy (Syafi'iyyah) dan pengarang kita Al Hawiy telah menyebutkan bahwasannya itu bukan pendapat milik Imam Syafi'iy didalamnya ada versinya,
Berkata Syaikh Abu Hamid, Qadli Abu Thayyib, Mawardi, Mahamiliy, Ibnu Shabagh, dan sekumpulan dari para sahabat (Syafi'iyyah) : Ibnu Suraij (Al Baghdadiy Asy Syafi'iy w. 249 H) berkata : " Ketika seorang perempuan meninggal dan didalam perutnya ada janinnya yang masih hidup, *MAKA DIBEDAH PERUTNYA DAN JANINNYA DIKELUARKAN* beliau memutlakkan masalahnya.
Berkata Imam Abu Hamid, Mawardiy, Mahamiliy, Ibnu Shabagh, dan sebagian sahabat kami (Syafi'iyyah) yang lain : Bukan seperti perkara yang Ibnu Suraij telah memutlakannya, bahkan beliau menolak pada perbandingan - perbandingan. jika kami boleh berpendapat : anak ini dikeluarkan jikalau masih bisa diharapkan kehidupan selanjutnya.
{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 5 hal 300 - 301 / Kitabu Al Jana'izi / Babu Hamil Al Janazati Wa Ad Dafni / Matat Imra'atun Wa Fi Jaufiha Janinun Hayyun / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy}.
*📘✍• وجاء في كتاب " حاشيتان " (حاشيتا قليوبي وعميرة) للإمامان شهاب الدين قليوبي و شهاب الدين عميرة رحمهما الله تعالى :*
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ وَلَوْ أَكْثَرَ مِنْ الثُّلُثِ وَلَوْ فِي مَرَضِ مَوْتِهِ حَرُمَ نَبْشُهُ، وَحَرُمَ شَقُّ جَوْفِهِ لِإِخْرَاجِهِ أَوْ مَالَ غَيْرِهِ، فَكَذَلِكَ إنْ لَمْ يَطْلُبْهُ صَاحِبُهُ وَإِلَّا وَجَبَ أَوْ إنْ ضَمِنُوهُ لِصَاحِبِهِ،
وَمَا فِي حَاشِيَةِ شَيْخِنَا الزِّيَادِيِّ مِنْ عَدَمِ النَّبْشِ مَعَ الضَّمَانِ لَمْ يُوَافِقْ هُوَ عَلَيْهِ.
{انظر كتاب " حاشيتان " (حاشيتا قليوبي وعميرة) : ج ١ ص ٤١٣. للإمامان شهاب الدين قليوبي و شهاب الدين عميرة}.
*📓✍• Tersebut Dalam Kitab " Hasyiyyah Qulyubiy Wa 'Amiirah " Karya Imam mam Syihabuddin Qulyubiy dan Imam Syihabuddin 'Amiirah rahimahumullaahu ta'ala :*
Dan apabila sebelum meninggal mayyit menelan hartanya sendiri walaupun lebih banyak dari 1/3, walaupun masih dalam keadaan sakit yang menghantarkan kematiannya *MAKA DIHARAMKAN MENGGALI KUBURNYA DAN DIHARAMKAN MEMNEDAH PERUTNYA UNTUK MENGELUARKAN HARTANYA SENDIRI ATAU HARTA ORANG LAIN* selama pemiliknya tidak menuntut pengembalian hartanya, jikalau tidak demikian *MAKA WAJIB UNTUK MENGGALI ATAU MEMBEDAH PERUTNYA* atau ahli warisnya sanggup menjamin mengganti harta tersebut untuk diberikan kepada pemiliknya.
Dan ada ungkapan dalam Hasyiyyah/catatan pinggir guru kami " Imam Az Zubaadiy " *TETAP TIDAK ADA WAJIBNYA PENGGALIAN BERSAMAAN DENGAN ADANYA HARTA JAMINAN YANG TIDAK SEPADAN TERHADAP HARTA YANG DITELAN MAYYIT.*
{Lihat Kitab Al Hasyiyataan (Hasyiyyah Qulyubiy Wa 'Amiirah) : juz 1 hal 413. Karya Imam Syihabuddin Qulyubiy dan Imam Syihabuddin 'Amiirah}.
*📙🌹• قال الإمام شهاب الدين الرملي رحمه الله تعالى في كتابه " نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ":*
( أَوْ وَقَعَ فِيهِ ) أَيْ الْقَبْرِ ( مَالٌ ) مِمَّا يُتَمَوَّلُ وَإِنْ قَلَّ كَخَاتَمٍ فَيُنْبَشُ حَتْمًا وَإِنْ تَغَيَّرَ الْمَيِّتُ ؛ لِأَنَّ تَرْكَهُ فِيهِ إضَاعَةُ مَالٍ ، وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ طَلَبَهُ مَالِكُهُ أَوْ لَا ، وَقَيَّدَ فِي الْمُهَذَّبِ بِطَلَبِهِ لَهُ .
-- (الى ان قال)--
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ ، فَإِنْ ابْتَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ فَلَا يُنْبَشُ وَلَا يُشَقُّ لِاسْتِهْلَاكِهِ لَهُ حَالَ حَيَاتِهِ
{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٨ ص ٣٩٢. للإمام شهاب الدين الرملي الشافعي}.
*📕🎙• Imam Syihabuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj " berkata :*
Atau jatuh didalam kubur harta benda yang dihargai sekalipun kecil seperti cincin *MAKA WAJIB DIGALI DAN DIAMBIL SEKALIPUN MAYYIT SUDAH RUSAK* karena meninggalkan penggalian tersebut termasuk menyia - nyiakan harta (termasuk tiga perkara yang dimurkai oleh Allah), baik dalam kasus tersebut pemiliknya mencarinya maupun tidak, dan dalam kitab " Al Muhadzab " diberikan qayyid/syarat bilamana sang pemilik mencarinya.
_ (sampai pada perkataan pengarang) _
Apabila sebelum mati menelan harta orang lain dan sang pemilik menuntutnya dan tidak ada satupun ahli warisnya atau orang lain menjamin untuk menggantikannya, seperti kami menukilnya dalam kitab " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " dan penukilan itu mu'tamad/dapat menjadi pegangan, *MAKA DIGALI KEMBALI KUBURNYA DAN DIBEDAH PERUTNYA DIKELUARKAN HARTA YANG DITELAN DAN DIKEMBALIKAN KEPADA PEMILIKNYA* apabila mayyit sebelum mati menelan hartanya sendiri, *MAKA TIDAK WAJIB MENGGALINYA KEMBALI DAN MEMBEDAH PERUTNYA KARENA (DENGAN MENELANNYA) DIA BERUSAHA MERUSAK HARTANYA SENDIRI KETIKA MASIH HIDUP.*
{Lihat Kitab Nihaayatu Al Muhtaaj 'Alaa Syarhi Al Minhaaj : juz 8 hal 392. Karya Imam Syihabuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy}.
*📓🌴• قال الشيخ السيد أبو بكر (المشهور بالبكري) بن محمد شطا الدمياطي الشافعي (المتوفى: بعد ١٣٠٢ هـ) رحمه الله تعالى. في كتابه " إعانة الطالبين شرح فتح المعين ":*
وَلَوْ بَلَعَ مَالَ غَيْرِهِ وَطَلَبَهُ مَالِكُهُ ، وَلَمْ يَضْمَنْ بَدَلَهُ أَحَدٌ مِنْ وَرَثَتِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا نَقَلَهُ فِي الرَّوْضَةِ عَنْ صَاحِبِ الْعُدَّةِ ، وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ نُبِشَ وَشُقَّ جَوْفُهُ وَأُخْرِجَ مِنْهُ وَدُفِعَ لِمَالِكِهِ ، فَإِنْ ابْتَلَعَ مَالَ نَفْسِهِ فَلَا يُنْبَشُ وَلَا يُشَقُّ لِاسْتِهْلَاكِهِ لَهُ حَالَ حَيَاتِهِ.
{انظر كتاب إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (هو حاشية على فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين) : ج ٢ ص ١٣٨. للإمام السيد أبو بكر (المشهور بالبكري) بن محمد شطا الدمياطي الشافعي}.
*📕🎙• Syaikh Sayyid Al Bakri bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Ì'anatu Ath Thalibin 'Alaa Hilli Alfaadzi Fathi Al Mu'in " berkata :*
Apabila sebelum mati menelan harta orang lain dan sang pemilik menjadi menuntutnya dan tidak ada satupun ahli warisnya atau orang lain menjamin untuk menggantikannya, seperti kami menukilnya dalam kitab " Ar Raudloh " dari pengarang kitab " Al 'Uddah " dan penukilan itu mu'tamad/dapat menjadi pegangan, *MAKA DIGALI KEMBALI KUBURNYA DAN DIBEDAH PERUTNYA DIKELUARKAN HARTA YANG DITELAN DAN DIKEMBALIKAN KEPADA PEMILIKNYA* apabila mayyit sebelum mati menelan hartanya sendiri, *MAKA TIDAK WAJIB MENGGALINYA KEMBALI DAN MEMBEDAH PERUTNYA KARENA (DENGAN MENELANNYA) DIA BERUSAHA MERUSAK HARTANYA SENDIRI KETIKA MASIH HIDUP.*
{Lihat Kitab Ì'anatu Ath Thalibin 'Alaa Hilli Alfaadzi Fathi Al Mu'in : juz 2 hal 138. Karya Syaikh Sayyid Abu Bakr Bin Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi'iy}.
*4⃣• 🌴 TIDAK BOLEH MEMBEDAH PERUT MAYYIT YANG DIDALAMNYA ADA JANINNYA YANG MASIH BERGERAK* Menurut Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.
*💾✍• قال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه " المغني ":*
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : ( وَالْمَرْأَةُ إذَا مَاتَتْ ، وَفِي بَطْنِهَا وَلَدٌ يَتَحَرَّكُ ، فَلَا يُشَقُّ بَطْنُهَا ، وَيَسْطُو عَلَيْهِ الْقَوَابِلُ ، فَيُخْرِجْنَهُ ) مَعْنَى " يَسْطُو الْقَوَابِلُ " أَنْ يُدْخِلْنَ أَيْدِيَهُنَّ فِي فَرْجِهَا ، فَيُخْرِجْنَ الْوَلَدَ مِنْ مَخْرَجِهِ .
... (الى ان قال) ...
وَلَنَا ، أَنَّ هَذَا الْوَلَدَ لَا يَعِيشُ عَادَةً ، وَلَا يَتَحَقَّقُ أَنَّهُ يَحْيَا ، فَلَا يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقَّنَةٍ لَأَمْرٍ مَوْهُومٍ ، وَقَدْ قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : { كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِ عَظْمِ الْحَيِّ } . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ،
وَفِيهِ مُثْلَةٌ ، وَقَدْ { نَهَى النَّبِيُّ ﷺ💚 عَنْ الْمُثْلَةِ } . وَفَارَقَ الْأَصْلَ ; فَإِنَّ حَيَاتَهُ مُتَيَقَّنَةٌ ، وَبَقَاءَهُ مَظْنُونٌ ، فَعَلَى هَذَا إنْ خَرَجَ بَعْضُ الْوَلَدِ حَيًّا ، وَلَمْ يُمْكِنْ إخْرَاجُهُ إلَّا بِشَقٍّ ، شُقَّ الْمَحَلُّ ، وَأُخْرِجَ ; لِمَا ذَكَرْنَا . وَإِنْ مَاتَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ ، فَأَمْكَنَ إخْرَاجُهُ ، أُخْرِجَ وَغُسِّلَ .
وَإِنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ تُرِكَ ، وَغُسِّلَتْ الْأُمُّ ، وَمَا ظَهَرَ مِنْ الْوَلَدِ ، وَمَا بَقِيَ فَفِي حُكْمِ الْبَاطِنِ لَا يَحْتَاجُ إلَى التَّيَمُّمِ مِنْ أَجْلِهِ ; لِأَنَّ الْجَمِيعَ كَانَ فِي حُكْمِ الْبَاطِنِ ، فَظَهَرَ الْبَعْضُ ، فَتَعَلَّقَ بِهِ الْحُكْمُ ، وَمَا بَقِيَ فَهُوَ عَلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ . ذَكَرَ هَذَا ابْنُ عَقِيلٍ . وَقَالَ : هِيَ حَادِثَةٌ سُئِلْت عَنها.
{انظر كتاب المغني : ج ٢ ص ٢١٦ / كتاب الجنائز / مسألة المرأة إذا ماتت وفي بطنها ولد يتحرك
/ للإمام موفق الدين عبد الله بن أحمد بن قدامة المقدسي الحنبلي}.
*📘🎙• Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy rahimahullaahu ta'ala dalam Kitabnya " Al Mughniy " berkata :*
Masalah : seseorang berkata : [[Dan wanita ketika mati dan didalam perutnya ada anak yang masih bergerak, *MAKA TIDAK BOLEH DIBEDAH PERUTNYA* dan memasukkan tangan pada farji/kemaluannya, lantas mengeluarkannya]] makna " يَسْطُو الْقَوَابِلُ " adalah : supaya para perempuan memasukkan tangan mereka, kedalam farji/vagina mereka, lantas mereka mengeluarkan si anak dari tempat keluarnya.
... (sampai pada ungkapan pengarang) ...
Dan menurut kami (Hanabillah) : bahwasanya anak ini menurut kebiasaan umum tidak bisa hidup, dan tidak bisa dinyatakan bahwasannya ia bisa hidup, maka tidak boleh memunculkan kehormatan yang diyakini karena sebab perkara yang meragukan, dan sesungguhnya Rasulullah 'alaihi wasallam telah bersabda : {{memecah tulang orang yang meninggal, seperti memecah tulang orang yang masih hidup}} HR. Abu Dawud.
Dan didalamnya juga menjelaskan tentang mutilasi, dan sesungguhnya Nabi ﷺ❤ melarang melakukan pembunuhan dengan cara mutilasi (mencincangnya). Dan terpisah pada asalnya : bahwasanya kehidupannya diyakini, dan ketetapannya disangka, maka atas ini apabila sebagian tubuh anak keluar dengan hidup, dan tidak bisa mengeluarkannya kecuali dengan dibedah, *MAKA DIBEDAH TEMPATNYA, DAN DIKELUARKAN ANAKNYA,* seperti yang telah kami sebutkan. Dan apabila anaknya mati ketika prosesi tersebut, lantas bilamana ada kemungkinan untuk mengeluarkannya, maka anak tersebut dikeluarkan dan dimandikan.
dan apabila kesulitan untuk memandikannya maka ditinggalkan, ibunya dan bagian tubuh anak yang terlihat keluar dimandikan, dan bagian yang tersisa masuk kedalam hukum batin/bagian dalam yang tidak membutuhkan pada tayammum dari arahnya, karena sesungguhnya semuanya dalam hukum batin, dan sebagian terlihat, maka hukumnya tergantung padanya, dan bagian yang tersisa mengikuti atas perkara yang telah ada padanya. Imam Ibnu 'Aqiil yang telah menuturkan ini. Dan beliau berkata : itu adalah perkara yang baru yang aku telah ditanya dari perkara tersebut, lantas aku menfatwakan sesuatu didalamnya.
{Lihat Kitab Al Mughniy : juz 2 hal 216 / Kitabu Al Jana'izi / Mas'alah : Al Mar'atu Ìdza Matat Wa Fi Bathniha Waladun Yataharak / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy}.
⤵10/ VII
