.*╾╌╌─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪ᰰ᪇ 💫﷽💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ─╌╌╸*
(dinti sarikan dari kitab Ahaditsu Ash Shalat dan Kaifa Tushalli karya Murobbi Ruhina KH. Muhammad Ihya' 'Ulumiddin Alumnus pertama Ribath Sayyid Muhammad 'Alawiy Al Malikiy Al Hasaniy Makkah)
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸Para ulama berbeda pendapat mengenai kemana arah pandangan orang yang sedang shalat : Mayoritas Ulama' (Jumhur Hanafiyyah Syafi'iyyah Hanabillah) mengatakan: DIA DISUNNAHKAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUDNYA,
Dan para pengikut Madzhab Imam Malik berkata: DIA MELIHAT KE ARAH KIBLAT, dan sebagian Fuqaha Maliki menyatakan bahwa DIA MELIHAT KE IMAMNYA, namun jika itu yang dilihatnya, maka makruh menengok,
Dan pendapat ma'mum melihat ke arah imamnya, dan hal itu tidak mengapa, merujuk kepada Imam Al-Bukhari yang membuat bab didalam Kitab Sahihnya: Bab tentang menengadah ke arah imam saat shalat. Beliau (Imam Bukhariy) mengambil hijjah/dalil dalam hal ini dengan hadits Khabbab radliyyAllahu 'anhu : Mereka (para sahabat radliyyAllahu 'anhum) melihat bagaimana Nabi -ﷺ- membaca pada shalat Dzuhur dan Ashar dengan janggutnya yang bergerak gerak
A]• BAB PANDANGAN ORANG YANG SHALAT (lihat gambar)
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸1). MENURUT MADZHAB HANAFIYYAH SYAFI'IYYAH DAN MALIKIYYAH
وقال العلامة بدر الدين العيني الحنفي في كتابه عمدة القاري شرح صحيح البخاري / كتاب مواقيت الصلاة / باب رفع البصر إلى الإمام في الصلاة (ج ٥ ص ٣٠٦):
وَمِمَّا يُسْتَفَاد مِنْهُ: مَا ترْجم عَلَيْهِ البُخَارِيّ، وَهُوَ: رفع الْبَصَر إِلَى الإِمَام. وَقد اخْتلف الْعلمَاء فِي ذَلِك، أَعنِي: فِي رفع الْبَصَر إِلَى أَي مَوضِع فِي صلَاته، فَقَالَ أَصْحَابنَا، وَالشَّافِعِيّ، وَأَبُو ثَوْر: إِلَى مَوضِع سُجُوده، وَرُوِيَ ذَلِك عَن إِبْرَاهِيم، وَابْن سِيرِين،
وَفِي (التَّوْضِيح): وَاسْتثنى بعض أَصْحَابنَا إِذا كَانَ مشاهدًا للكعبة، فَإِنَّهُ ينظر إِلَيْهَا.
وَقَالَ القَاضِي حُسَيْن: ينظر إِلَى مَوضِع سُجُوده فِي حَال قِيَامه، وَإِلَى قَدَمَيْهِ فِي رُكُوعه، وَإِلَى أَنفه فِي سُجُوده، وَإِلَى حجره فِي تشهده؛ لِأَن امتداد النّظر يلهى، فَإِذا قصر كَانَ أولى.
وَقَالَ مَالك: ينظر أَمَامه، وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَن ينظر إِلَى مَوضِع سُجُوده وَهُوَ قَائِم: قَالَ: وَأَحَادِيث الْبَاب تشهد لَهُ؛ لأَنهم لَو لم ينْظرُوا إِلَيْهِ -ﷺ-, مَا رَأَوْا تَأَخره حِين عرضت عَلَيْهِ جَهَنَّم، وَلَا رَأَوْا اضْطِرَاب لحيته، وَلَا استدلوا بذلك على قِرَاءَته، وَلَا نقلوا ذَلِك، وَلَا رَأَوْا تنَاوله فِيمَا تنَاوله فِي قبلته حِين مثلت لَهُ الْجنَّة، وَمثل هَذَا الحَدِيث قَوْله -ﷺ-: (إِنَّمَا جعل الإِمَام ليؤتم بِهِ)؛ لِأَن الائتمام لَا يكون إلاّ بمراعاة حركاته فِي خفضه وَرَفعه. انتهى.
Al 'Alamah Badr al-Din al-Aini al-Hanafi mengatakan dalam kitabnya Umdatu al-Qari Syarhu Shahih al-Bukhari / Kitab Waktu Sholat / Bab Menatap Imam dalam Sholat (vol. 5, hal. 306) :
Yang dapat diambil hikmahnya adalah apa yang diterjemahkan Al-Bukhari, yaitu: menujukan PANDANGAN KEPADA IMAM. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu, maksud saya: tentang menujukan pandangan ke suatu tempat ketika shalat, sahabat kami (Hanafiyyah) Imam Asy Syafi'iy dan Abu Tsaur berkata: KE TEMPAT SUJUDNYA, dan semua itu diriwayatkan dari Ibrahim dan Ibnu Sirin,
Dan dalam kitab (Al-Taudhih): Sebagian sahabat kami (Hanafiyyah) membuat pengecualian jika dia sedang melihat Ka'bah, maka dia dia memandanginya.
Qadli Husein (Asy Syafi'iy) berkata: Dia melihat tempat sujudnya ketika dia berdiri, dan pada kakinya ketika dia rukuk, dan pada hidungnya ketika dia sujud, dan pada pangkuannya ketika dia mengucapkan tasyahud, karena melepaskan pandangannya terlalu lama dapat mengacaukan (kekhusyuan hatinya), dan jika memperpendek pandangan matanya akan lebih baik.
Imam Malik berkata: Dia melihat ke depannya, dan dia tidak perlu melihat ke tempat sujudnya sambil berdiri. Dia (Imam Malik) berkata: Hadits bab tersebut menjadi saksi akan hal ini; Karena jika mereka tidak memandang Nabi -ﷺ-, mereka tidak akan melihat keterlambatannya ketika Neraka ditawarkan kepadanya, mereka juga tidak akan melihat janggutnya yang bergerak gerak, dan mereka menjadikan hal itu sebagai dalil mengenai bacaannya, dan mereka juga tidak meriwayatkan semua hal itu, dan mereka juga tidak pernah melihat ketika mengambilnya sehubungan dengan apa yang dia ambil di kiblatnya ketika surga muncul di hadapannya, dan senada dengan hadits tersebut adalah sabda beliau -ﷺ-: (Dijadikannya Imam adalah untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihnya). Sebab kesempurnaan tidak dapat dicapai kecuali dengan memperhatikan gerak-geriknya dalam turun dan naiknya imam.
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸2). MENURUT MADZHAB HANABILAH
LEBIH UTAMA melihat tempat sujudnya
SEDANGKAN ORANG BERDIRI SHALAT MEMANDANG IMAM adalah khushushiyyah (khusus) bermakmum dibelakang Rasulullah ﷺ, menyelisihi pendapat Imam Malik
وتعقّبه ابن رجب باحتمال أن يكون هذا خاصًّا به -ﷺ- قال في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري / كتاب الآذان / ٩١ - باب رفع البصر إلى الإمام في الصلاة (ج ٦ ص ٤٣٨):
وهذا قَدْ يقال: إنه يختص بالصلاة خلف النَّبِيّ -ﷺ- ؛ لما يترتب عَلَى ذَلِكَ من معرفة أفعاله فِي صلاته، فيقتدي بِهِ، فأما غيره من الأئمة، فلا يحتاج إلى النظر إلى لحيته، فالأولى بالمصلى وراءه أن ينظر إلى محل سجوده. انتهى.
Imam Ibnu Rajab Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala menindaklanjutinya dengan kemungkinan bahwa ini khusus untuk Nabi -ﷺ-, beliau berkata dalam kitabnya Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy / Kitabu Al Adzan / 91 - Bab Raf'u Al Bashar Ila Al Imam Fi Ash Shalati (Juz 6 Hal 438) :
Hal ini dapat dikatakan: Khususnya shalat di belakang Nabi Muhammad ﷺ. Karena hal ini berakibat mengetahui perbuatannya selama shalat, maka hendaknya ia mengikutinya. Adapun imam yang lain tidak perlu melihat gerakan janggutnya, MAKA YANG LEBIH UTAMA orang yang shalat di belakangnya melihat tempat sujudnya.
B]• BERDIRI DENGAN TIDAK MENDONGAKKAN KEPALA MEMANDANG LANGIT (lihat gambar)
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸1). MADZHAB SYAFI'IYYAH
وقال الامام ابن حجر الهيثمي المكي الشافعي في كتابه تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي / كتاب الصلاة / فصل في ذكر مبطلات الصلاة وسننها ومكروهاتها (ج ٢ ص ١٦١):
(وَرَفْعُ بَصَرِهِ إلَى السَّمَاءِ) لِخَبَرِ الْبُخَارِيِّ «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ» وَصَحَّ «أَنَّهُ -ﷺ- كَانَ يَرْفَعُهُ فَلَمَّا نَزَلَ أَوَّلُ سُورَةِ الْمُؤْمِنِينَ طَأْطَأَ رَأْسَهُ» وَمِنْ ثَمَّ كُرِهَتْ أَيْضًا فِي مُخَطَّطٍ أَوْ إلَيْهِ أَوْ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ يُخِلُّ بِالْخُشُوعِ أَيْضًا وَزَعْمُ عَدَمِ التَّأَثُّرِ بِهِ حَمَاقَةٌ
Imam Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki al-Syafi'i mengatakan dalam kitabnya Tuhfatu al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj dan catatan kaki al-Shirwani dan al-'Abadi / Kitab Ash Shalat / Bab Yang Menyebutkan Apa Yang Membatalkan Shalat , Sunnahnya Dan Apa Yang Tidak Disukai (vol. 2, hal. 161):
(Dan MAKRUH menengadahkan pandangannya ke langit) berdasarkan riwayat Al-Bukhari: "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan Shahih Bahwa Sesungguhnya Nabi -ﷺ- biasa menengadahkannya, maka ketika surat pertama Al Mu'min diturunkan, beliau menundukkan kepalanya. Dan dari sana DIMAKRUHKAN JUGA memakai pakaian/sajadah yang bermotif garis garis karena hal itu juga mengganggu kekhusyukan, dan mengaku tidak terpengaruh olehnya adalah suatu kebodohan.
وقال الإمام الرملي الشافعي في كتابه نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج / فصل في مبطلات الصلاة وسننها ومكروهاتها / بطلان الصلاة بقليل الأكل (ج ٢ ص ٥٧ - ٥٨):
(وَرَفَعَ بَصَرَهُ إلَى السَّمَاءِ) لِخَبَرِ «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ» وَيُكْرَهُ نَظَرُ مَا يُلْهِي عَنْهَا كَثَوْبٍ لَهُ أَعْلَامٌ
Imam Al-Ramli Al-Syafi'i berkata dalam bukunya Nihayat Al-Muhtaj ila Sharh Al-Minhaj / Bab Yang Membatalkan Shalat, Sunnahnya dan Yang Tidak Disukai / Batalnya Sholat Dengan Sedikit Makan (Bagian 2, hal. 57 -58):
(Dan MAKRUH menengadahkan pandangannya ke langit) berdasarkan hadits : "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan MAKRUH melihat apa pun yang mengalihkan perhatiannya, seperti pakaian yang ada gambarnya.
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸2). MADZHAB HANAFIYYAH
MAKRUH MEMNDANG LANGIT ketika berdiri shalat
وقال الامام الزيلعي في كتابه تبيين الحقائق شرح كنز الدقائق وحاشية الشلبي / كتاب الصلاة / باب ما يفسد الصلاة وما يكره فيها (ج ١ ص ١٦٣):
وَيُكْرَهُ أَنْ يَرْفَعَ بَصَرَهُ إلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلَاةِ لِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلَاةِ لَيَنْتَهُنَّ أَوْ لَتُخْطَفُنَّ أَبْصَارَهُمْ».
Imam Al-Zayla'i berkata dalam bukunya “Tabyinu Al-Haqaqiq Syarh Kanzu Al-Daqaqa'i wa Hasyiyat Al-Syibli” / Kitab Ash Shalat / Bab: Apa yang Membatalkan Sholat Dan Apa yang Tidak Disukai di dalamnya (vol. 1 , hal.163):
Tidak disukai baginya menengadah ke langit dalam shalat, berdasarkan sabda Nabi 'Alaihi Ash Shalatu Wa As Salamu : "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
وقال العلامة منلا أو المولى او مُلا خُسْرُو (ت. ٨٨٥ هـ / ١٤٨٠ مـ) الحنفي في كتابه درر الحكام شرح غرر الأحكام وحاشية الشرنبلالي / باب ما يفسد الصلاة وما يكره فيها / مكروهات الصلاة (ج ١ ص ١٠٧):
(قَوْلُهُ : وَرَفْعُ بَصَرِهِ إلَى السَّمَاءِ. . . إلَخْ) أَقُولُ النَّهْيُ مَا قَالَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ لَيَنْتَهُنَّ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ» كَمَا فِي الْبُرْهَانِ.
Al 'Alamah Manla/Mula/Maula Khusru Al-Hanafiy mengatakan dalam kitabnya Durar Al-Hikam, Syarh Gharar Al-Ahkam dan Hashiyat Al-Syurunbulaliy / Bab: Apa yang merusak shalat dan apa yang tidak disukai di dalamnya / Hal-hal yang tidak disukai dalam shalat (jilid 1, hal.107):
(Ungkapannya: Dan dia mengangkat pandangannya ke langit...dst) Saya katakan BAHWA ITU LARANGAN seperti apa yang Nabi -ﷺ- sabdakan : "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Seperti disebutkan dalam Kitab Al Burhan.
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸3). MADZHAB MALIKIYYAH
MAKRUH MENENGADAHKAN PANDANGAN MATA KETIKA SHALAT walaupun ketika waktu berdoa
DAN DIMAKRUHKAN hanya memandang tempat sujud
وقال الإمام الحطاب الروعيني المالكي في كتابه مواهب الجليل في شرح مختصر خليل / فصل فرائض الصلاة / تنبيه رفع بصره إلى السماء وهو يصلي (ج ٢ ص ٥٥٠):
(تَنْبِيهٌ) وَيُكْرَهُ رَفْعُ الْبَصَرِ إلَى السَّمَاءِ وَلَوْ كَانَ فِي وَقْتِ الدُّعَاءِ
Imam Al-Hattab Al-Ru'ainiy Al-Malikiy mengatakan dalam kitabnya Mawahibu Al-Jalil Fi Syarhi Mukhtasar Khalil / Bab Kewajiban Sholat / Perhatian : Dia menengadahkan pandangannya ke langit ketika shalat (vol. 2, hal. 550):
(Peringatan): DIMAKRUHKAN menengadahkan pandangan ke langit, meskipun pada saat berdoa melainkan menghadap kedepan atau melihat imamnya
وجاء في كتاب شَرْحُ صَحِيح مُسْلِمِ المُسَمَّى إِكمَالُ المُعْلِمِ بفَوَائِدِ مُسْلِم لِلقَاضِى عِيَاض المالكي (ت ٥٤٤هـ) / ٤ - كتاب الصلاة / (٢٦) باب النهى عن رفع البصر إلى السماء فى الصلاة (ج ٢ ص ٣٤١):
وذكر فى الحديث النهى عن رفع البصر إلى السماء فى الدعاء فى الصلاة والوعيد فى ذلك،
Disebutkan dalam kitab Syarh Sahih Muslim yang berjudul Ikmalu al-Mu'allim bi Fawa'idi Muslim, karya Qadli 'Iyyadl al-Malikiy (w. 544 H) / 4 - Kitab Doa / 26 - Bab Larangan Mengangkat Mata ke Langit dalam Shalat (vol. 2, hal. 341):
Dan disebutkan dalam hadist LARANGAN menengadahkan pandangan ke langit ketika berdoa didalam shalat dan terdapat ancaman didalamnya.
وجاء في كتاب شرح الخرشي على مختصر خليل - ومعه حاشية العدوي للامام الخرشي المالكي / باب الوقت المختار / فصل في فرائض الصلاة ( ج ١ ص ٢٩٣) :
وَكَذَلِكَ يُكْرَهُ رَفْعُهُ إلَى السَّمَاءِ وَتَقَدَّمَ أَنَّهُ يَضَعُ بَصَرَهُ أَمَامَهُ وَيُكْرَهُ أَنْ يَضَعَ بَصَرَهُ فِي مَوْضِعِ سُجُودِهِ فَقَطْ
Hal itu tertuang dalam kitab Syarhu Al-Kharasyiy 'Ala Mukhtasar Khalil - dan bersamanya catatan kaki Al-'Adawiy karya Imam Al-Kharasyiy al-Malikiy / Bab tentang Waktu yang Dipilih / Bab tentang Kewajiban Sholat (vol. 1, hal .293):
Demikian pula, DIMAKRUHKAN menengadahkan pandangannya ke langit dan telah disebutkan bahwasannya dia menatap ke depan, dan dimakruhkan jika hanya memandang pada tempat sujud.
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸4). MENURUT MADZHAB HANABILLAH
MAKRUH MENENGADAHKAN PANDANGAN MATA KELANGIT ketika didalam shalat
DAN MAKRUH MELIHAT perkara yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat
DAN TIDAK MAKRUH menengadahkan pandangan matanya ke langit pada saat bersendawa jika dia sedang shalat agar tidak merugikan orang disekitarnya dengan baunya
وقال الإمام ابن رجب الحنبلي في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري / كتاب الآذان / ٩٢ - باب رفع البصر إلى السماء في الصلاة (ج ٦ ص ٤٤٢):
في الحَدِيْث: دليل عَلَى كراهة رفع بصره إلى السماء فِي صلاته.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata dalam bukunya Fathu al-Bari, Syarhu Shahih al-Bukhari / Kitab Adzan / 92 - Bab Mengangkat Mata ke Langit dalam Sholat (vol. 6, hal. 442):
Dalam Hadits: Merupakan dalil KEMAKRUHAN menengadahkan pandanga mata ke langit saat shalat.
قال الإمام تقي الدين ابنُ تَيميَّة الحنبلي في كتابه مجموع الفتاوى الكبرى / الأسماء والصفات / ٢ - معنى الهم (ج ٦ ص ٥٨٨)؛
وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ رَفْعَ الْمُصَلِّي بَصَرَهُ إلَى السَّمَاءِ مَنْهِيٌّ عَنْهُ.
Imam Taqi al-Din Ibnu Taimiyyah Al-Hanbaliy berkata dalam kitabya Majmu` al-Fatawa al-Kubra / Nama dan Sifat / 2 - Makna Kepedulian (vol. 6, hal. 588):
Para ulama sepakat bahwa MAKRUH orang yang shalat menengadahkan pandangan matanya ke langit.
وقال الإمام ابن قدامة المقدسي الحنبلي في كتابه المغني / مسألة سجود السهو / فصل ترك شيئ من سنن الصلاة (ج ٢ ص ٨):
وَيُكْرَهُ رَفْعُ الْبَصَرِ لِمَا رَوَى الْبُخَارِيُّ أَنَّ أَنَسًا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ، فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ، حَتَّى قَالَ: لَيَنْتَهِيَنَّ، أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ» .وَيُكْرَهُ أَنْ يَنْظُرَ إلَى مَا يُلْهِيهِ، أَوْ يَنْظُرَ فِي كِتَابٍ؛
Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy Al-Hanbaliy mengatakan dalam kitabnya Al-Mughni / Masalah Sujud Karena Lupa / Bab tentang Mengabaikan Sesuatu dari Sunnah Sholat (jilid 2, hal. 8):
DIMAKRUHKAN menaikkan pandangan (dalam shalat) sebagaimana yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari bahwa Anas berkata: Nabi Muhammad SAW bersabda: "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan DIMAKRUHKAN melihat apa yang dapat mengalihkan kekhusyukkannya, atau melihat kitab
وقال الإمام منصور بن يونس البهوتي الحنبلي في كتابه كشاف القناع عن متن الإقناع / باب صفة الصلاة / فصل ما يكره وما يباح وما يستحب في الصلاة (ج ١ ص ٣٧٠):
(وَ) يُكْرَهُ فِي الصَّلَاةِ (رَفْعُ بَصَرِهِ إلَى السَّمَاءِ) لِحَدِيثِ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ، فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
وَ (لَا) يُكْرَهُ رَفْعُ بَصَرهِ إلَى السَّمَاءِ (حَالَ التَّجَشِّي) إذَا كَانَ (فِي جَمَاعَةٍ) لِئَلَّا يُؤْذِيَ مَنْ حَوْلَهُ بِالرَّائِحَةِ.
Imam Mansour bin Yunus Al-Buhutiy Al-Hanbaliy mengatakan dalam kitabnya Kasyafu Al-Qinaa', 'An Matni Al-Iqna' / Bab Ciri-ciri Shalat / Bab tentang apa yang tidak disukai, apa yang diperbolehkan, dan apa yang dianjurkan. dalam Shalat (vol. 1, hal. 370):
(Dan) MAKRUH dalam shalat (menengadahkan pandangan ke langit) berdasarkan hadits Anas radliyyAllahu 'anhu yang mengatakan: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?. Kemudian beliau bersabda lagi. “Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka akan tersambar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan TIDAK MAKRUH menengadahkan pandangan matanya ke langit (pada saat bersendawa) jika dia (berkelompok) agar tidak merugikan orang disekitarnya dengan baunya.
C]• MERENGGANGKAN KAKI TELAPAK KAKI DAN JARI JEMARINYA MENGHADAP KIBLAT (lihat gambar)
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸MENGHADAPKAN KEARAH KIBLAT semua anggota badan yang dianjurkan atau memungkinkan menghadap kearah kiblat
وقد بوب البخاري عليه بابا فقال :
( بَابُ فَضْلِ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ . يَسْتَقْبِلُ بِأَطْرَافِ رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ)
Imam Al-Bukhari memasukkan satu bab di dalamnya, beliau mengatakan:
BAB menghadap kiblat dengan ujung kakinya.
وقال الحافظ ابن حجر العسقلاني المصري الشافعي عند شرح الحديث في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري / كتاب الصلاة / أبواب استقبال القبلة :
وَالْمُرَادُ بِأَطْرَافِ رِجْلَيْهِ رُءُوسُ أَصَابِعِهَا ، وَأَرَادَ بِذِكْرِهِ هُنَا بَيَانُ مَشْرُوعِيَّةِ الِاسْتِقْبَالِ بِجَمِيعِ مَا يُمْكِنُ مِنَ الْأَعْضَاءِ. اهـ .
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalaniy Al-Misriy Asy-Syafi’iy mengatakan ketika menjelaskan hadits tersebut dalam kitabnya Fathu Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari / Kitab Doa / Bab Menghadap Kiblat:
Yang dimaksud dengan ujung kakinya adalah ujung jari-jarinya, dan beliau ingin menyebutkannya disini untuk menjelaskan DISUNNAHKANNYA MENGHADAPKAN KEARAH KIBLAT yang memungkinkan dari seluruh anggota badan.
قال الإمام النَّوويّ الشافعي في كتابه المجموع شرح المهذب / باب صفة الصلاة / السجود في الصلاة / تفريج الساجد بين ركبتيه وبين قدميه (ج ٣ ص ٤٣١):
وَالسُّنَّةُ أَنْ يَنْصِبَ قَدَمَيْهِ وَأَنْ يَكُونَ أَصَابِعُ رِجْلَيْهِ مُوَجَّهَةً إلَى الْقِبْلَةِ ، وَإِنَّمَا يَحْصُلُ تَوْجِيهُهَا بِالتَّحَامُلِ عَلَيْهَا وَالِاعْتِمَادِ عَلَى بُطُونِهَا ،
Begitu juga ketika sujud dalam shalat Imam Al-Nawawi Al-Syafi'i mengatakan dalam kitabya Al-Majmu' Syarhu Al-Muhadzdzab / Bab Ciri-ciri Sholat / Sujud Dalam Shalat / Memisahkan Orang Sujud Antara Lutut dan Kakinya (jilid 3, hal. 431):
SUNNAHNYA adalah menegakkan kaki dan jari-jari kaki menghadap kiblat, dan semestinya tercapai menghadapkannya kearah kiblat dengan bersandar dan bertekanan padanya.
D]• MENGGULUNG CELANA JANGAN DIPOTONG CINGKRANG ATAU MENAIKKAN SARUNG GAMIS DIATAS MATA KAKI JIKA PUNYA POTENSI ANGKUH SOMBONG ATAU MEMBANGGAKAN DIRI (lihat gambar)
BOLEH MENARIK CELANA ATAU SARUNG DIBAWAH KEDUA MATA KAKI ketika tidak bertujuan untuk keangkuhan, membanggakan diri, takabbur atau karena turun dengan sendirinya setelah celana digulung atau sarung ditarik keatas
1). MENURUT MADZHAB SYAFIIYYAH
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸YANG DIMAKSUD DENGAN ANCAMAN ADALAH BAGI ORANG YANG MENURUNKAN SARUNGNYA TURUN MENUTUP MATA KAKI karena ada unsur ingin membanggakan diri, begitu sebaliknya
قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله في كتابه المنهاج شرح صحيح مسلم ابن الحجاج / كتاب الايمان / باب بيان غلظ تحريم النميمة في رواية لا يدخل الجنة (ج ٢ ص ١١٦):
الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ فَمَعْنَاهُ الْمُرْخِي لَهُ الْجَارُّ طَرَفَهُ خُيَلَاءً كَمَا جَاءَ مُفَسَّرًا فِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ : لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ يَجُرُّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ وَالْخُيَلَاءُ الْكِبْرُ وَهَذَا التَّقْيِيدُ بِالْجَرِّ خُيَلَاءَ يُخَصِّصُ عُمُومَ الْمُسْبِلِ إِزَارَهُ وَيَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْوَعِيدِ مَنْ جَرَّهُ خُيَلَاءَ
وَقَدْ رَخَّصَ النَّبِيُّ ﷺ فِي ذَلِكَ لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَقَالَ : لَسْتَ مِنْهُمْ إِذْ كَانَ جَرُّهُ لِغَيْرِ الْخُيَلَاءِ
وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ وَغَيْرُهُ وَذَكَرَ إِسْبَالَ الْإِزَارِ وَحْدَهُ لِأَنَّهُ كَانَ عَامَّةَ لِبَاسِهِمْ وَحُكْمُ غَيْرِهِ مِنْ الْقَمِيصِ وَغَيْرِهِ حُكْمُهُ قُلْتُ : وَقَدْ جَاءَ ذَلِكَ مُبَيَّنًا مَنْصُوصًا عَلَيْهِ مِنْ كَلَامِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ رِوَايَةِ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ : الْإِسْبَالُ فِي الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ شَيْئًا خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ تَعَالَى إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ والنسائى وبن ماجه باسناد حسن وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Imam Al-Nawawiy Asy-Syafi'iy rahimahullohu ta'ala, mengatakan dalam kitabnya Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim Ibnu Al-Hajjaj / Kitab Iman / Bab Menjelaskan Ketatnya Larangan Bergosip Dalam Riwayat Tidak Masuk Surga (vol. 2, hal. 116):
Orang yang menarik pakaiannya, maknanya adalah orang yang mengendurkan pinggirannya KARENA KESOMBONGAN, sebagaimana dijelaskan dalam hadist lain : Allah tidak memandang orang yang menarik pakaiannya karena kesombongan. Kesombongan yang besar, dan larangan ini genitifnya adalah kesombongan, yang dikhususkan pada seluruh orang yang menarik sarungnya kebawah menutupi mata kaki dan menandakan bahwa yang dimaksud dengan ancaman adalah bagi orang yang menurunkan sarungnya turun menutup mata kaki karena unsur ingin membanggakan diri,
dan Nabi -ﷺ- telah memberikan keringanan kepada Sahabat Abi Bakar radliyyAllahu 'anhu dan beliau berkata, "Kamu bukan salah satu dari mereka," karena penurunan pakaiannya bukan untuk membanggakan diri,
dan Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Al-Tabari dan yang lain berkata, “Dan tidak disetujui pakaian bawah saja, karena itu adalah pakaian umum mereka, dan hukumnya selain baju dan selainnya adalah sama. Saya (Ibnu Jarir Ath Thabariy) berpendapat : ini telah dinyatakan dengan jelas dalam teks dari sabda Rasulillah -ﷺ- dari riwayat Salim bin Abdullah, dari ayahnya, radliyyAllahu 'anhum, dari Nabi -ﷺ- yang bersabda: Isbal (menurunkan pakaian hingga menutup mata kaki) pada sarung (Izar), gamis, dan sorban adalah orang yang menarik sesuatu karena ingin membanggakan diri, maka Allah subhanahu wa taala tidak akan memandangnya pada hari kiamat. (diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Nasa'i dan Ibnu Majah dengan SANAD HASAN). Dan Allah subhanahu wa taala Maha Mengetahui.
2). MENURUT MADZHAB HANABILLAH
💫᪇𖧷۪۪ᰰ⃟ꦽ⃟ ╌╸MAKRUH WALAUPUN MENURUNKAN PAKAIAN SAMPAI MENUTUP MATA KAKI TANPA HAJAT KEPERLUAN, tanpa menyombongkan diri atau menipu, berdasarkan pendapat Imam Ahmad
Makna dzohiriyyah dari aturan ini TIDAK ADA KEMAKRUHAN, sekiranya tidak ada membanggakan diri atau kesombongan, ini adalah pernyataan yang lebih masuk akal
قال الإمام السفاريني الحنبلي (المتوفى : ١١٨٨هـ) – رحمه الله تعالى - في كتابه غذاء الأَلباب في شرح منظومة الآداب / مطلب: في حكم لبس الرقيق وتطويل اللباس وتقصيره (ج ٢ ص ٢١٥):
وَالْحَاصِلُ: أَنَّ الْإِسْبَالَ تَارَةً يَكُونُ خُيَلَاءَ وَتَارَةً لَا يَكُونُ.الْأَوَّلُ حَرَامٌ مِنْ الْكَبَائِرِ عَلَى الْأَصَحِّ، وَالثَّانِي تَارَةً يَكُونُ لِحَاجَةٍ وَأُخْرَى لَا.
الْأَوَّلُ غَيْرُ مَكْرُوهٍ مَا لَمْ يَقْصِدْ تَدْلِيسًا فَيَحْرُمُ،
وَالثَّانِي مَكْرُوهٌ، وَهُوَ الْإِسْبَالُ بِلَا حَاجَةٍ، وَلَا خُيَلَاءَ وَلَا تَدْلِيسٍ، لِقَوْلِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: مَا تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ فِي النَّارِ.
وَظَاهِرُ النَّظْمِ عَدَمُ الْكَرَاهَةِ حَيْثُ لَا خُيَلَاءَ وَلَا كِبْرَ. وَهُوَ قَوْلٌ مَرْجُوحٌ، انتهى
Imam Al-Safariniy Al-Hanbaliy (Wafat: 1188 H) – rahimahullahu ta'ala – mengatakan kitabnya Ghidza'u Al Albab Fi Syarhi Mandzumati Al-Adab / Mafhlab : Tentang Hukum Memakai Pakaian Bagus Dan Memanjangkan Atau Memendekkan Pakaian (vol. 2, hal. 215):
Intinya: Isbal kadang karena kesombongan dan kadang tidak, yang pertama haram di antara dosa-dosa besar menurut pendapat yang paling benar, dan yang kedua kadang-kadang karena suatu hajat dan yang lain tidak,
yang pertama tidak makruh, kecuali dimaksudkan untuk menipu, maka haram.
Yang kedua makruh, yaitu menurunkan pakaian tanpa hajat keperluan, tanpa menyombongkan diri atau menipu, berdasarkan pendapat Imam Ahmad - rahimahullahu ta'ala -: Pakaian yang dibawah pergelangan kaki dalam neraka.
Makna dzohiriyyah dari aturan ini adalah TIDAK ADA KEMAKRUHAN, sekiranya tidak ada membanggakan diri atau kesombongan. Ini adalah pernyataan yang lebih masuk akal.
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
ماجلانج : ١٨ ربيع الاول ١٤٤٥ هـ