*🌴🌺࿇༲࿆༫࿆࿂كَيْفِيَّةُ صَلَاةِ الْأَخْرَسِ وَالْأَعْمَى وَ حُـكْمُ الْإِقْتِدَاءِ بِهِمَا | 𝑪𝑨𝑹𝑨 𝑺𝑯𝑨𝑳𝑨𝑻𝑵𝒀𝑨 𝑶𝑹𝑨𝑵𝑮 𝑩𝑰𝑺𝑼 𝑫𝑨𝑵 𝑶𝑹𝑨𝑵𝑮 𝑩𝑼𝑻𝑨 𝑫𝑨𝑵 𝑯𝑼𝑲𝑼𝑴 𝑩𝑬𝑹𝑴𝑨'𝑴𝑼𝑴 𝑲𝑬𝑷𝑨𝑫𝑨 𝑲𝑬𝑫𝑼𝑨𝑵𝒀𝑨 ࿇༲࿆༫࿆࿂࿆༗

 

[edisi februari tahun pandemi 2021 m]

Para ulama berbeda pendapat terkait dengan shalatnya orang yang buta atau tuli, apakah bersama itu dia harus menggerakkan lisan dan bibirnya saat membaca surat dan dzikir?

*📓✍️• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah keluaran Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait :*

مَنْ كَانَ عَاجِزًا عَنِ النُّطْقِ لِخَرَسٍ : تَسْقُطُ عَنْهُ الأْقْوَال ، وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ .

وَاخْتَلَفُوا فِي وُجُوبِ تَحْرِيكِ لِسَانِهِ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ.

فَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : لاَ يَجِبُ عَلَى الأْخْرَسِ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ ، وَإِنَّمَا يُحْرمُ لِلصَّلاَةِ بِقَلْبِهِ ؛ لأِنَّ تَحْرِيكَ اللِّسَانِ عَبَثٌ ، وَلَمْ يَرِدِ الشَّرْعُ بِهِ .

وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ يَجِبُ عَلَى الأْخْرَسِ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ وَشَفَتَيْه وَلَهَاتِهِ بِالتَّكْبِيرِ قَدْرَ إِمْكَانِهِ ، قَال فِي الْمَجْمُوعِ : وَهَكَذَا حُكْمُ تَشَهُّدِه ، وَسَلاَمِهِ ، وَسَائِرِ أَذْكَارِهِ ، قَال ابْنُ الرِّفْعَةِ : وَإِنْ عَجَزَ عَنْ ذَلِكَ نَوَاهُ بِقَلْبِهِ كَالْمَرِيضِ .

لَكِنْ يَظْهَرُ أَنَّ هَذَا عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ بِالنِّسْبَةِ لِلْخَرَسِ الطَّارِئِ ، أَمَّا الْخَرَسُ الْخِلْقِيُّ فَلاَ يَجِبُ مَعَهُ تَحْرِيكُ شَيْءٍ" .  انتهى.
[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٩ ص ٩٢ / حرف الخاء / خرس / الأحكام المتعلقة بالأخرس: تكبير الأخرس وقراءته في الصلاة / حرف الخاء / خرس / الأحكام المتعلقة بالأخرس: تكبير الأخرس وقراءته في الصلاة / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت عدد الأجزاء: ٤٥ جزءا ، الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧ هـ)، الأجزاء ١ - ٢٣ : الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت، بدون السنة].

“Siapa yang tidak dapat berbicara karena bisu, maka gugur baginya kewajiban bacaan. Ini kesepakatan para ulama fikih.

Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam masalah menggerakkan lisan saat takbir dan membaca Al-Fatihah. Menurut ulama dalam mazhab Maliki dan Hambali dan pendapat yang shahih dalam mazhab Hanafi, ‘TIDAK DIWAJIBKAN BAGI ORANG YANG BISU UNTUK MENGGERAKKAN LISANNYA, akan tetapi dia cukup takbirotul ihram dengan hatinya, karena menggerakkan lisan tak ada gunanya dan tidak diajarkan syariat.

Adapun menurut ulama dalam mazhab Syafi'iy, WAJIB BAGI ORANG YANG BISU UNTUK MENGGERAKKAN LISANNYA, kedua bibir dan katup nafasnya untuk bertakbir semampunya. Dikatakan dalam kitab Al-Majmu, ‘Demikian pula hukumnya dalam tasyahud, salam dan seluruh dzikir dalam shalat . Ibnu Rif’ah berkata, ‘Jika hal itu juga dia tidak mampu, cukup diniatkan dalam hatinya seperti orang sakit.

Akan tetapi, yang tampak dalam mazdhab Syafi'iy, hal ini berlaku bagi orang yang bisu kemudian. Adapun bisu sejak lahir, maka tidak wajib baginya menggerakkan sesuatupun.”

Pendapat jumhur ulama tentang gugurnya kewajiban menggerakkan lisan, lebih dekat pada kebenaran.
[Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 19 hal 92 / Harfu Al Kho'i / Khorosun / Al Ahkamu Al Muta'aliqatu Bi Al Akhros : Takbirotu Al Akhrosi Wa Qiro'atuhu Fi Ash Shalati / Keluaran Kementerian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait Jumlah : 45 Juz, Dicetak Mulai Tahun : 1404 - 1427 H, Juz : 1 - 23, Cet. Kedua, Oleh
Dar As Salasil- Kuwait, Tnp. Tahun].


*📚✍️• Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Fiqhu 'Ala Madzahibi Al Arba'ah " mengatakan :*

فإن كان أخرس، فإن التكبيرة تسقط عنه، ويكتفي منه بالنية؛ وقد خالف في ذلك المذاهب الثلاثة، فقد اشترطوا النطق بها بصوت يمسعه فلو حرك بها لسانه فقط، فإن صلاته تكون باطلة، الا إذا كان أخرس، فإنه يعفى عنه، عند الحنابلة، والحنفية؛ أما الشافعية قالوا: يأتي بما يمكنه من تحريك لسانه وشفتيه.
[انظر كتاب الفقه على المذاهب الأربعة : ج ١ ص ٢٠٥ /  كتاب الصلاة / مباحث فرائض الصلاة / الفرض الثاني من فرائض الصلاة: تكبيرة الإحرام / شروط تكبيرة الإحرام / للإمام عبد الرحمن بن محمد عوض الجزيري (المتوفى: ١٣٦٠ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية، بيروت - لبنان الطبعة: الثانية، ١٤٢٤ هـ = ٢٠٠٣ مـ].

Apabila dia bisu, maka takbir dibebaskan atasnya, dan berniat (takbir) sudah cukup baginya. Dan tiga madzhab (jumhur)  menyelisihi pemikiran itu, karena mereka menetapkan bahwa dia harus mengucapkannya dengan suara yang dapat dia dengar, jika  dia menggerakkan mulutnya saja, maka sesungguhnya shalatnya akan menjadi batal, kecuali ketika dia bisu, maka dia dibebaskan (diampuni dari syarat tersebut), menurut Hanabillah (pengikut Imam Ahmad), dan Hanafiyyah (pengikut Imam Abu Hanifah).

Adapun Syafi'iyyah (pengikut Imam Syafi'iy), mereka berkata: Dia harus  melakukan apa yang memungkinkan dia lakukan untuk  menggerakkan lidah dan bibirnya.
[Lihat Kitab Al Fiqhu 'Ala Al Madzahibi Al Arba'ah : juz 1 hal 205 / Kitabu Ash Shalati / Mabahitsu Faraidhi Ash Shalati / Al Fardhu Ats Tsaniy Min Faraidhi Ash Shalati : Takbirotu Al Ihrami / Syuruthu Takbirotu Al Ihrami / Karya Imam 'Abdurrahman Al Jaziriy / Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah - Beirut Libanon, Cet. Kedua, Th. 1424 H = 2003 M].


*📒🎙️• Dalam kitab Al-Fiqhul Al Islami Wa Adillatuhu karya Syaikh DR. Wahbah bin Musthafa Az Zuhailiy hafidzohullahu ta'ala juga disebutkan sebagai berikut;*

ومن عجز عن النطق بالتكبير كأخرس لزمه تحريك لسانه وشفيته ولهاته ما أمكنه فان عجز نواه بقلبه
[انظر كتاب الفقيه الإسلامي وآدلته : ج ٢ ص ٨١٦ / القسم الأول: العبادات / الباب الثاني: الصلاة / الفصل الخامس: أركان الصلاة / أركان الصلاة المتفق عليها / الركن الأول ـ التحريمة أو تكبيرة الإحرام / للشيخ الدكتور وَهْبَة بن مصطفى الزُّحَيْلِيّ، أستاذ ورئيس قسم الفقه الإسلاميّ وأصوله بجامعة دمشق - كلّيَّة الشَّريعة الناشر: دار الفكر - سوريَّة - دمشق الطبعة: الرَّابعة - بدون السنة].

“Barangsiapa yang tidak mampu mengucapkan takbir seperti orang bisu, maka dia wajib menggerakkan lisan dan dua bibirnya semampu dirinya. Jika tidak mampu, maka dia hanya cukup berniat saja di hatinya.”
[Lihat Kitab Al-Fiqhu  Al Islami Wa Adillatuhu : juz 2 hal 816 / Al Qasmu Al Awwalu : Al 'Ibadatu / Al Babu Ats Tsaniy : Ash Shalatu / Al Fashlu Al Khamisu : Arkanu Ash Shalati / Arkanu Ash Shalati Al Mutafaqu 'Alaiha / Ar Ruknu Al Awwalu : At Tahrimatu Au Takbiratu Al Ihrami / Karya Syaikh DR. Wahbah Bin Musthafa Az Zuhailiy / Dar Al Fikri - Suriah Damasykus, Cet. Keempat, Tnp. Tahun].


*💾🌴• Tunanetra (buta) sekaligus tunarungu (tuli), apakah mereka masih wajib menjalankan shalat?

Perlu diuraikan  terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan ini. Apakah keduanya  terjadi sejak ia baru lahir atau setelah dia baligh. Jika hal itu terjadi setelah baligh, maka ia memungkinkan mengenal shalat dan tata caranya sehingga ia masih tetap diwajibkan shalat.

Hal ini sesuai tuntunan Nabi dalam haditsnya yang mengharuskan orang tua agar mengajarkan anak-anaknya shalat sebelum baligh melalui riwayat Abu Dawud.

حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  –ﷺ💞– :

 *_«مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»_*

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ سَوَّارٍ الْمُزَنِيُّ بِإِسْنَادِهِ وَمَعْنَاهُ وَزَادَ وَإِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ الرُّكْبَةِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهِمَ وَكِيعٌ فِي اسْمِهِ وَرَوَى عَنْهُ أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ حَدَّثَنَا أَبُو حَمْزَةَ سَوَّارٌ الصَّيْرَفِيُّ
[رواه ابو داود / كتاب الصلاة    / باب متى يؤمر الغلام بالصلاة / رقم الحديث : ٤٩٥].

Telah menceritakan kepada kami : Mu`ammal bin Hisyam Al-Yasykuri. Telah menceritakan kepada kami : Isma'il. Dari Sawwar Abu Hamzah.  Berkata Abu Dawud; Dia adalah Sawwar bin Dawud Abu Hamzah Al-Muzani Ash-Shairafi. Dari 'Amru bin Syu'aib. Dari Ayahnya. Dari Kakeknya, beliau  berkata; Rasulullah –ﷺ💞– bersabda:

*_" Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya."_*

Telah menceritakan kepada kami : Zuhair bin Harb. Telah menceritakan kepada kami : Waki'. Telah menceritakan kepadaku : Dawud bin Sawwar Al-Muzani - dengan isnadnya dan maknanya- dan dia menambahkan; (sabda beliau):

"Dan apabila salah seorang di antara kalian menikahkan sahaya perempuannya dengan sahaya laki-lakinya atau pembantunya, maka janganlah dia melihat apa yang berada di bawah pusar dan di atas paha."

Abu Dawud berkata; Waki' wahm dalam hal nama Sawwar bin Dawud. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh [Abu Dawud Ath-Thayalisi], dia berkata; Telah menceritakan kepada kami [Abu Hamzah Sawwar Ash-Shairafi].
[HR. Abu Dawud / Kitabu Ash Shalati / Babu Mata Yu'maru Al Ghulamu Bi Ash Shalati / No. 495].

 
*📓✍️• Anak kecil dan orang yang hilang akal dikarenakan gila, penyakit, atau yang lainnya, maka tidak wajib melaksanakan shalat. Pendapat ini berdasarkan pada hadis –ﷺ💞– :

*📚✍️• Imam Bukhariy membuat bab dalam kitab shahihnya :*

بَاب لَا يُرْجَمُ الْمَجْنُونُ وَالْمَجْنُونَةُ وَقَالَ عَلِيٌّ لِعُمَرَ :

*"أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ رُفِعَ عَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يُفِيقَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يُدْرِكَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ"*
(بوّب البخاري /
كتاب الحدود / باب لا يرجم المجنون والمجنونة].

(Bab Laki Laki dan Perempuan Gila Tidak Dirajam)

Imam 'Aliy berkata kepada Sayyidina 'Umar : apakah anda tidak mengetahui :

"Sesungguhnya pena diangkat (kewajiban tidak diberlakukan) terhadap tiga (golongan), terhadap orang gila hingga sadar (sembuh), terhadap anak kecil hingga baligh, dan dari orang  tidur hingga bangun."
[Imam Bukhariy Membuat Bab / Kitabu Al Hududi / Babu La Yurjamu Al Majnunu Wa Al Majnunati].


*📓✍️• Hadits Yang Senada :*

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ حَمَّادٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –ﷺ💞– قَالَ :

*_«رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ»_*
[رواه ابو داود / كتاب الحدود / بَاب فِي الْمَجْنُونِ يَسْرِقُ أَوْ يُصِيبُ حَدًّا  / رقم الحديث : ٤٣٩٨].

Telah menceritakan kepada kami : Utsman bin Abu Syaibah, ia  berkata : Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun, ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Hammad bin Salamah. Dari hammad. Dari Ibrahim. Dari Al Aswad. Dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha, bahwa Rasulullah–ﷺ💞– bersabda:

*_"Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang yang tidur hingga terbangun, orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia baligh."_*
[HR. Ahmad. Teks Hadits Milik Abu Dawud /  Kitab Al Hududi / Babu Fi Al Majnuni Yasriqu Au Yushibu Haddan / No. 4398. Dan Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam Daroqutni].


*꧁༺1️⃣• мєηυяυт мα∂zнαв ιмαм мυнαммα∂ вιη ι∂яιѕ αѕу ѕуαƒι'ιу | Orang Yang Tercipta Dalam Keadaan Buta Dan Tuli Tidak Dituntut Melakukan Apapun Karena Tidak Ada Jalan Baginya*

🌴📓• Lalu bagaimana jika kecacatan yang ia alami terjadi sejak lahir?

Syaikh Nawawiy Al Bantani Al Jawiy hafidzhullahu ta'ala  dalam kitab " Syarah Kasyifatus Saja "  menjelaskan bahwa orang tunanetra (buta)  dan sekaligus tunarungu (tuli) TIDAK WAJIB SHALAT. Beliau berkata :

فلا تجب الصلاة علي من خلق أصم أعمى ولو ناطقا

"Tidak diwajibkan shalat bagi orang yang dari lahir mengalami tunanetra sekaligus tunarungu walaupun ia bisa berbicara,"
[Lihat Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja : hal 206. Karya Syaikh Muhammad bin Umar Nawawiy Al Bantani Al Jawiy Asy Syafi'iy. Cet. Daru Ibni Hazm, Th. 2011 M].


Dari penjelasan Syaikh Nawawi Al Bantani Al Jawiy Asy Syafi'iy di atas, secara umum dikatakan bahwa orang yang tinggal di puncak gunung dan orang tersebut tidak tersentuh dakwah Islam (karena tidak terjangkau), maka MEREKA TIDAK TERKENA HUKUM WAJIB. Begitu juga orang yang dilahirkanan dalam keadaan tunanetra (buta) dan tunarungu (tuli), mereka tidak terkena kewajiban karena tidak ada cara untuk menyampaikan dakwah kepadanya walaupun ia bisa berbicara karena mampu berbicara bukanlah cara untuk mengetahui hukum-hukum syara',"
[Lihat Kitab Nihayatu Al Zein Fi Irsyaadi Al Mubtadi'ien : hal 9 / Babu Ash Shalati / Karya Syaikh Muhammad Bin 'Umar Nawawiy Al Bantaniy Al Jawiy Al Indonisiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Beirut, Tnp. Tahun].


*🌴✍️• Syaikh  Ibrahim Al Baijuriy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam kitab hasyiyyahnya " 'Ala Syarhi Al 'Izzi 'Ala Matni Abi Syuja' "  mengatakan :*

 (فصل): وشرائط و جوب الصلاة) (ثلاثة أشياء) أحدها: (الإسلام) فلا تجب الصلاة على الكافر الأصلي، ...

والثاني : سلامة الحواس فلا تجب على من خلق أعمى أصم ولو ناطقاً، وكذا من طرأ له ذلك قبل التمييز ...
[انظر كتاب حاشية البيجوري على شرح الغزي على متن أبي شجاع : ج ١ ص ٢٥٠ / كتاب اكمام الصلاة / (فصل): وشرائط و جوب الصلاة) / للشيخ ابراهيم الباجوري الشافعي / دار الكتب العلمية (DKI)].

((Pasal)) : dan syarat-syarat wajibnya shalat, ada 3 perkara :

Pertama : Islam, maka shalat tidak wajib
atas orang kafir asli ...

Kedua : selamatnya panca Indra, maka shalat tidak wajib bagi orang yang terlahir dalam keadaan buta dan tuli walaupun ia bisa berbicara, begitu juga orang yang semua itu (kebutaan dan ketulian) muncul menimpanya sebelum ia beranjak baligh.
[Lihat Kitab Hasyiyyah Al Baijuriy 'Ala Syarhi Al 'Izzi 'Ala Matni Abi Syuja' : Juz 1 hal 250 / Kitabu Ahkami Ash Shalati / Fashlun : Wa Syaraithu Wujubi Ash Shalati / Karya Syaikh Ibrahim Al Baijuriy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah (DKI)].


*📓✍️• Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Syaikh Sulaiman Al-Bujairomiy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam Syarah Al-Bujairomiy 'Ala Al Khatib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khatib :*

وَالْكَلَامُ فِي الْأَخْرَسِ الْأَصْلِيِّ.  أَمَّا الطَّارِئُ فَإِنْ كَانَ قَبْلَ التَّمْيِيزِ فَكَالْأَصْلِيِّ وَإِنْ كَانَ بَعْدَ التَّمْيِيزِ وَلَوْ قَبْلَ الْبُلُوغِ وَعَرَفَ الْحُكْمَ تَعَلَّقَ بِهِ الْوُجُوبُ اهـ اج.
[انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب : ج ١ ص ٤٠٨ / كتاب الصلاة / فصل فيمن تجب عليه الصلاة وفي بيان النوافل / شرائط وجوب الصلاة / للشيخ سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ) / الناشر: دار الفكر الطبعة: بدون طبعة تاريخ النشر: ١٤١٥ةهـ = ١٩٩٥ مـ].

"Dan pembicaraan terkait kondisi tuli yang asli (sejak lahir). Adapun jika kondisi (tunanetra dan tunarungu) itu datang setelah tamyiz, walaupun menjelang baligh dan telah mengetahui hukum (permasalahan) sholat, maka yang bersangkutan terkena kewajiban,"
[Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khatib : juz 1 hal 408 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fiman Tajibu 'Alaihi Ash Shalatu Wa Fi Bayani An Nawafili /  Syaraithu Wujubi Ash Shalati / Karya Imam Sulaiman Al-Bujairomiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri, Th. 1415 H = 1995 M].


*🌴✍️• Imam Syamsuddin Muhammad Al Ramliy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj " mengatakan :*

فَلَا تَجِبُ عَلَى مَجْنُونٍ لِمَا ذُكِرَ ، وَلَوْ خُلِقَ أَعْمَى أَصَمَّ أَخْرَسَ فَهُوَ غَيْرُ مُكَلَّفٍ كَمَنْ لَمْ تَبْلُغُهُ الدَّعْوَةُ
[انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج     : ج ١ ص ٣٨٨ / كتاب الصلاة    / فصل فيمن تجب عليه الصلاة ومن لا تجب عليه / للإمام شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (المتوفى: ١٠٠٤ هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤ هـ = ١٩٨٤ مـ].

Maka shalat tidak wajib atas orang gila seperti yang telah disebutkan, dan jikalau terlahir dalam kondisi buta bisu tuli, maka ia termasuk tidak mukallaf (tidak dibebankan kepadanya untuk melakukan kewajiban), sepeti orang yang dakwah tidak bisa sampai kepadanya.
[Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj : juz 1 hal 388 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fima Tajibu 'Alaihi Ash Shalatu Wa Man La Tajibu 'Alaihi / Karya Imam Syamsuddin Muhammad Al Ramliy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Beirut, Cet. Terakhir, Th. 1404 H = 1984 M].


*📓✍️• Tersebut dalam kitab " Tuhfatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj Wa Hawasyai Asy Syarwaniy Wa Al 'Ibadiy " karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy Asy Syafi'iy  rahimahumallAhu ta'ala :*

Gambaran guru kami dan ditambahkan kepadanya 2 perkara :

Pertama : sehatnya panca Indra, maka tidak wajib atas orang yang terlahir buta dan bisu walaupun ia dapat berbicara, begitu juga bagi orang yang semua itu (kebutaan dan kebisuan) muncul menimpanya  kemudian sebelum ia tamziz (baligh), berbeda (apabila jika  menimpanya) setelah tamziz, karena (dimungkinkan ketika itu) ia sudah mengetahui kewajiban - kewajiban (yang harus dilakukannya), maka apabila panca inderanya pulih normal , maka ia tidak wajib mengqodho'nya (mengulang kewajibannya yang ditinggal saat tertimpa penyakit buta dan tuli).

Kedua : sampainya dakwah, maka tidak wajib bagi orang yang dakwah tidak tersampaikan kepadanya, seperti posisi orang yang hidup diatas gunung (sehingga dakwah tidak sampai padanya), dan jikalau dakwah hanya sampai kepadanya setelah suatu waktu, maka tidak wajib baginya mengqodho', seperti Al 'Alamah Ar Ramliy telah mengatakannya, karena ia juga termasuk orang yang tidak mukallaf. Dan Ibnu Qasim berkata : tetap berkewajiban  mengqodho' baginya, karena ia hanya orang yang diringkas meninggalkan sesuatu yang menjadi haknya,  untuk mengetahui kesemuanya, maka menjadi terkumpulah bahwasannya syarat - syarat kewajiban menjadi 6 perkara.
[Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj Wa Hawasyai Asy Syarwaniy Wa Al 'Ibadiy : juz 1 hal 445 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fiman Talzamuhu Ash Shalatu Ada'an Wa Qodho'an Wa Tawabi'uhuma / Karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy Asy Syafi'iy / Al Maktabah At Tijariyyah Al Kubro - Mesir, Th. 1357 H = 1983 M].


*🌴💾• Hajjah Durriyyah Al 'Aithah hafidzhullaha ta'ala dalam kitabnya " Fiqhu Al 'Ibadati 'Ala Al Madzhabi Asy Syafi'iy " berkata :*

سلامة حاستين البصر والسمع: فلا تجب على من خلق أعمى أصم ولو كان ناطقاً وكذا من طرأ له ذلك قبل التمييز، بخلاق ما لو طرأ ذلك بعد التمييز لأنه يعرف الواجبات حينئذ فإذا ردت إليه حواسه لم يجب عليه القضاء.
[انظر كتاب فقه العبادات على المذهب الشافعي : ج ١ ص ٢٢٢ / كتاب الصلاة / الباب الأول [تعريف، حكم، شروط، وأوقات الصلاة ... ] / شروط الصلاة: شروط وجوب الصلاة / للحاجة درية العيطة].

Keselamatan dua Indra mata dan pendengar : maka tidak wajib atas seseorang yang terlahir buta dan tuli walaupun ia bisa berbicara, begitu juga orang yang semua itu muncul menimpanya sebelum tamziz (baligh), berbeda ketika semua itu muncul menimpanya setelah tamziz, karena dia dimungkinkan pada saat itu tahu akan kewajiban - kewajiban (yang harus dilakukan), maka ketika panca inderanya kembali normal, tidak wajib baginya mengqodho'.
[Lihat Kitab Fiqhu Al 'Ibadati 'Ala Al Madzhabi Asy Syafi'iy : juz 1 hal 222 / Kitabu Ash Shalati / Al Babu Al Awwali (Ta'rifu Hukmin Syuruthin Wa Auqatu Ash Shalati) / Karya Hajjah Durriyyah Al 'Aithah].


🌴✍️• Pada saat melakukan rukun-rukun shalat yang berupa bacaan orang yang bisu hanya CUKUP SEKEDAR MENGGERAKKAN LISAN DAN BIBIRNYA DENGAN NIAT MEMBACA. Jika tidak mampu menggerakkan lisan dan bibirnya, maka dia hanya diwajibkan berniat di dalam hatinya untuk membaca bacaan salat.

*📚🌴• Terdapat dalam riwayat dari kaum Rafiidli (Syi'ah) :*

 أَبِي عَبْدِ اللهِ عليه‌السلام ، قَالَ : « تَلْبِيَةُ الْأَخْرَسِ وَتَشَهُّدُهُ وَقِرَاءَتُهُ لِلْقُرْآنِ فِي الصَّلَاةِ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ ، وَإِشَارَتُهُ بِإِصْبَعِهِ ».
[انظر حديث الشيعة في کتاب : الکافی- ط دار الحدیث نویسنده : الشيخ الكليني    جلد : ٦ صفحه : ١٥٤].

Talbiyyahnya orang bisu, tasyahudnya, bacaan Al Quran nya dalam shalat, yakni cukup menggerakkan lisannya, dan isyarat dengan jari jemarinya.
[Hadits Syi'ah Dalam Kitab Al Kaafi : juz 6 hal 154. Karya Syaikh Al Kulayniy].


*📓🌴• Hal ini dijelaskan oleh Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam kitabnya  Al-Majmu Syarhu Al Muhadzdzab sebagai  berikut;*

قَالَ أَصْحَابُنَا عَلَى الْأَخْرَسِ أَنْ يُحَرِّكَ لِسَانَهُ بِقَصْدِ الْقِرَاءَةِ بِقَدْرِ مَا يُحَرِّكُهُ النَّاطِقُ
[انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٣ ص ٣٩٤ / كتاب الصلاة / مسائل مهمة تتعلق بقراءة الفاتحة وغيرها في الصلاة / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة].

“Sahabat kami (ulama Syafi'iyyah) berkata, ‘Bagi orang bisu hanya diwajibkan menggerakkan lisannya dengan niat membaca dengan ukuran sebagaimana orang bicara menggerakkan lisannya.
[Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzdzab : juz 3 hal 394 / Kitabu Ash Shalati / Masa'ilun: Muhimmatun Tata'alaqu Biqira'ati Al Fatihati Wa Ghairiha Fi Ash Shalati / Karya Imam An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun].


*📓✍️• Imam Abu Zakariyya Yahya Al Anshariy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Fathu Al Wahhab Bisyarhi Minhaju Ath Thulab " mengatakan :*

وَيَلْزَمُ الْأَخْرَسَ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ وَشَفَتَيْهِ وَلَهَاتِهِ بِالتَّكْبِيرِ قَدْرَ إمْكَانِهِ وَهَكَذَا حُكْمُ سَائِرِ أَذْكَارِهِ الْوَاجِبَةِ مِنْ تَشَهُّدٍ وَغَيْرِهِ.

قَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ فَإِنْ عَجَزَ عَنْ ذَلِكَ نَوَاهُ بِقَلْبِهِ كَمَا فِي الْمَرِيضِ.
[انظر كتاب فتح الوهاب بشرح منهج الطلاب : ج ١ ص ٤٦ / كتاب الصلاة / باب صفة الصلاة / للإمام زكريا بن محمد بن أحمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي (المتوفى: ٩٢٦ هـ) / الناشر: دار الفكر للطباعة والنشر الطبعة: ١٤١٤ هـ = ١٩٩٤ مـ].

Dan orang yang bisu wajib menggerakkan lisan, bibir, dan katup nafasnya dengan bacaan takbir semampunya, dan begitu juga hukum sekian banyak dzikir yang diwajibkan seperti bacaan tasyahud dan yang lainnya.

Imam Ibnu Rif'ah berkata : jikalau dia  tidak mampu dengan semua itu, maka berniatlah dia didalam hatinya seperti kasus (shalatnya) orang yang sedang sakit.
[Lihat Kitab Fathu Al Wahhab Syarhu Minhaju Ath Thulab : juz 1 hal 46 / Kitabu Ash Shalati / Babu Shifati Ash Shalati / Karya Imam Abu Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri, Th. 1414 H = 1994 M].


*💾✍️• Imam Al-Ramliy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam kitabnya " Nihayatul Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj " mengatakan :*

وَلَوْ خُلِقَ أَعْمَى أَصَمَّ أَخْرَسَ فَهُوَ غَيْرُ مُكَلَّفٍ كَمَنْ لَمْ تَبْلُغُهُ الدَّعْوَةُ
[انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ١ ص ٢٨٨ / كتاب الصلاة / فصل فيمن تجب عليه الصلاة ومن لا تجب عليه / للإمام  شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (المتوفى: ١٠٠٤ هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤ هـ = ١٩٩٤ مـ].

“Jika seseorang tercipta dalam keadaan buta, tuli dan bisu, maka dia tidak dikenai beban (melakukan kewajiban agama). Ia seperti orang yang tidak pernah mendapatkan dakwah agama.”
[Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj : juz 1 hal 288 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fiman Tajibu 'Alaihi Ash Shalatu Wa Man La Tajibu 'Alaihi / Karya Imam Syamsuddin Al-Ramliy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Beirut, Cet. Terakhir, Th. 1404 H = 1994 M].


*💾🌴• Kimpulannnya  bahwa sebenarnya yang menjadikan tunanetra dan tunarungu tidak diwajibkan shalat adalah ketidakmampuannya dalam menerima dakwah lantaran yang dialaminya. Jika ada metode atau cara lain yang mampu mengenalkan dakwah kepada penyandang difabilitas ini maka ia tetap mukallaf (dibebani untuk melakukan kewajiban - kewajiban nya].


💾✍️• Adapun bagi orang yang normal bermakmum kepada keduanya hukumnya tidak sah shalatnya, atau jika hal itu terjadi ditengah - tengah shalat ia harus mufarraqah memisahkan dirinya darinya, berbeda dengan ketidakmampuan imam seperti tidak mampu berdiri tetap sah jamaahnya bagi makmum yang berdiri. Berikut penjelasannya :

*💾🌴• Imam Abu Zakariyya Al Anshariy  Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala dalam kitabnya " Asna Al Mathalib Fi Syarhi Raudhotu Ath Thalib " mengatakan :*

فَلَوْ عَجَزَ إمَامُهُ فِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ عَنْ الْقِرَاءَةِ لِخَرَسٍ فَارَقَهُ بِخِلَافِ عَجْزِهِ عَنْ الْقِيَامِ لِصِحَّةِ اقْتِدَاءِ الْقَائِمِ بِالْقَاعِدِ

بِخِلَافِ اقْتِدَاءِ الْقَارِئِ بِالْأَخْرَسِ قَالَهُ الْبَغَوِيّ فِي فَتَاوِيهِ قَالَ وَلَوْ لَمْ يَعْلَمْ بِحُدُوثِ الْخَرَسِ حَتَّى فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ أَعَادَ؛ لِأَنَّ حُدُوثَ الْخَرَسِ نَادِرٌ بِخِلَافِ حُدُوثِ الْحَدَثِ
[انظر كتاب أسنى المطالب في شرح روض الطالب : ج ١ ص ٢١٧ / كتاب الصلاة وفيه سبعة أبواب / باب صفة الأئمة في الصلاة / فصل لا قدوة صحيحة بمن تجب عليه الإعادة كمقيم تيمم لفقد الماء ومحدث صلى على حسب حاله / الصلاة خلف التمتام والفأفاء / للإمام  زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي (المتوفى: ٩٢٦ هـ) / الناشر: دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة].

Jadi, jika imamnya tidak bisa membaca ditengah - tengah shalat, karena menjadi bisu, maka memisahkan dirilah (mufaraqoh) darinya. Berbeda dengan  ketidakmampuannya untuk berdiri, karena sah mengikuti (bermakmum)  shalatnya orang yang mampu berdiri  dengan (imam) orang yang duduk.
[Lihat Kitab Asna Al Mathalib Fi Syarhi Raudhotu Ath Thalib : juz 1 hal 217 / Kitabu Ash Shalati Wa Fihi Sab'atu Abwabin / Babu Shifati Al A'immati Fi Ash Shalati / Fashlun La Qudwatan Shahihatan Biman 'Alaihi Al I'adatu  Kamuqimin Tayammama Lifaqdi Al Maa'i Wa Muhditsin Shalla 'Ala Hasbi Halihi / Ash Shalatu Khalfa At Tamtami Wa Al Fa'fa'i / Karya Imam Abu Zakariyya Al Anshariy Asy Syafi'iy / Dar Al Kitab Al Islamiy - Tnp. Tahun].


*💾✍️• Tersebut dalam kitab Hasyiyah Al-Syarqawiy 'Ala Tuhfatu Ath Thulab Syarhu Tahrir Tanqihu Al Lubabi " karya Syaikh 'Abdullah Hijaziy bin Ibrahim Asy Syarwaniy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala mengatakan;*

فَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمَا أَصْلِيًّا دُونَ الْآخَرِ صَحَّ اقْتِدَاءُ الْأَصْلِيِّ بِالطَّارِئِ دُونَ عَكْسِهِ، وَإِنْ كَانَ عَارِضَيْنِ فَلَا يَصِحُّ اقْتِدَاءُ أَحَدِهِمَا بِالْأٓخَرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ.
[انظر كتاب حاشية الشرقاوي على تحفة الطلاب شرح تحرير تنقيح اللباب لزكريا الأنصاري : الجز ١ صفحة ٥٢٣. للشيخ عبدالله بن حجازي بن ابراهيم الشرقاوي الشافعي (١١٥٠ - ١٢٢٦ هـ)].

“Jika salah satunya bisu asli (sejak lahir) dan yang lain tidak (bukan sejak lahir), maka orang yang bisu asli atau sejak lahir boleh bermakmum pada orang yang bisu tidak asli atau bukan sejak lahir. Jika keduanya bisu bukan sejak lahir, maka tidak sah salah satu dari keduanya bermakmum pada yang lain menurut pendapat yang kuat.
[Lihat Kitab Hasyiyyah Al-Syarqawiy 'Ala Tuhfatu Ath Thulab Syarhu Tahrir Tanqihu Al Lubabi : juz 1 hal 523. Karya Syaikh 'Abdullah Hijaziy bin Ibrahim Asy Syarqawiy Asy Syafi'iy].


*🌴🎙️• Tersebut dalam kitab "Hasyiyyah Al Bujairimi ‘Ala Al-Khatib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khatib " karya Syaikh Sulaiman Al Bujairamiy Al Mishriy Asy Syafi'iy rahimahumallAhu ta'ala, disebutkan bahwa orang yang bisu tidak boleh bermakmum pada imam yang bisu. Hal ini sebagaimana disebutkan sebagai  berikut;*

عَدَمَ صِحَّةِ اقْتِدَاءِ أَخْرَسَ بِأَخْرَسَ وَلَوْ عَجَزَ إمَامُهُ فِي أَثْنَاءِ صَلَاتِهِ عَنْ الْقِرَاءَةِ لِخَرَسٍ لَزِمَهُ مُفَارَقَتُهُ، بِخِلَافِ مَا لَوْ عَجَزَ عَنْ الْقِيَامِ لِأَنَّ اقْتِدَاءَ الْقَائِمِ بِالْقَاعِدِ صَحِيحٌ
[انظر كتاب حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب : ج ٢ ص ١٤٤ / كتاب الصلاة / فصل في صلاة الجماعة / شروط الاقتداء في الصلاة / للإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ) / الناشر: دار الفكر الطبعة: بدون طبعة تاريخ النشر: ١٤١٥ هـ = ١٩٩٥ مـ].

“Tidak sahnya orang bisu mengikuti (bermakmum) dengan orang sesama bisu. Karena itu, jikalau di pertengahan shalat imamnya tidak bisa membaca karena bisu, maka wajib bagi makmum untuk memisahkan diri. Berbeda jika imam tidak mampu berdiri, karena orang yang mampu berdiri berjamaah pada orang yang duduk dihukumi sah.”
[Lihat Kitab Hasyiyyah Al Bujairamiy 'Ala Al Khathib = Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khatib : juz 2 hal 144 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fi Shalati Al Jama'ati / Syuruthu Al Iqtida'i Fi Ash Shalati / Karya Syaikh Sulaiman Al-Bujairomiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri, Th. 1415 H = 1995 M].


*★᭄ꦿ࿐2️⃣•мєηυяυт мα∂zнαв ιмαм αвυ нαηιƒαн | Tidak Diwajibkan Bagi Orang Yang Bisu Untuk Menggerakkan Lisannya, Akan Tetapi Cukup Takbirotul Ihram Dengan Hatinya*

*🌴📓• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah keluaran Kementrian Urusan Wakaf dan Islam Negara Kuwait :*

فَمَنْ كَانَ عَاجِزًا عَنِ النُّطْقِ لِخَرَسٍ تَسْقُطُ عَنْهُ الأَْقْوَال، وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ.

وَاخْتَلَفُوا فِي وُجُوبِ تَحْرِيكِ لِسَانِهِ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ.

فَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : لاَ يَجِبُ عَلَى الأْخْرَسِ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ ، وَإِنَّمَا يُحْرمُ لِلصَّلاَةِ بِقَلْبِهِ ؛ لأِنَّ تَحْرِيكَ اللِّسَانِ عَبَثٌ ، وَلَمْ يَرِدِ الشَّرْعُ بِهِ .
[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٩ ص ٩٢ /  حرف الخاء / خرس /الأحكام المتعلقة بالأخرس: تكبير الأخرس وقراءته في الصلاة / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت عدد الأجزاء: ٤٥ جزءا الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧  هـ) ..الأجزاء : ١ - ٢٣: الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت - بدون السنة].

 “Siapa yang tidak dapat berbicara karena bisu, maka gugur baginya kewajiban bacaan. Ini kesepakatan para ulama fikih.

Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam masalah menggerakkan lisan saat takbir dan membaca Al-Fatihah. Menurut ulama dalam mazhab Maliki dan Hambali dan pendapat yang shahih dalam mazhab Hanafi, ‘Tidak diwajibkan bagi orang yang bisu untuk menggerakkan lisannya, akan tetapi dia cukup takbirotul ihram dengan hatinya, karena menggerakkan lisan tak ada gunanya dan tidak diajarkan syariat.
[Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 19 hal 92 / Harfu Al Kho'i / Khorosun / Al Ahkamu Al Muta'aliqatu Bi Al Akhros / Takbiru Al Akhros Wa Qiro'atuhu Fi Ash Shalati /  Keluaran Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait / Jumlah 45 Juz, Dicetak Mulai Tahun : 1404 - 1427 H, Juz 1 - 23, Dicetak Oleh Dar As Salasil Kuwait - Tnp. Tahun].


*💾✍️• Imam Ibnu 'Abidin Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Ad Durru Al Mukhtari Wa Hasyiyyah Ibnu 'Abidin (Raddu Al Muhtar) " mengatakan :*

وَلَوْ اُعْتُقِلَ لِسَانُهُ يَوْمًا وَلَيْلَةً فَصَلَّى صَلَاةَ الْأَخْرَسِ ثُمَّ انْطَلَقَ لِسَانُهُ لَا تَلْزَمُهُ الْإِعَادَةُ اهـ
[انظر كتاب الدر المختار وحاشية ابن عابدين (رد المحتار) : ج ٢ ص ٢٠٠ /  كتاب الصلاة / باب صلاة المريض / للإمام ابن عابدين، محمد أمين بن عمر بن عبد العزيز عابدين الدمشقي الحنفي (المتوفى: ١٢٥٢ هـ) / الناشر: دار الفكر-بيروت الطبعة: الثانية، ١٤١٢ هـ = ١٩٩٢ مـ]

Dan apabila lisannya dikelukan (tidak bisa bicara) sehari semalam, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang bisu, kemudian bila sudah terbebas lisannya (sembuh), maka tidak wajib baginya mengqodho' (menambal, menyusuli shalatnya). Selesai.
[Lihat Kitab Ad Durru Al Mukhtari Wa Hasyiyyah Ibnu 'Abidin
(Raddu Al Muhtar) : juz 2 hal 200 / Kitabu Ash Shalati / Babu Shalati Al Maridhi / Karya Imam Ibnu 'Abidin Al Hanafiy / Dar Al Fikri - Beirut, Cet. Kedua, Th. 1412 H = 1992 M].


*🌴📓• Imam 'Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Badai'u Ash Shanai' Fi Tartiibi Asy Syarai' " mengatakan :*

نَفَى قَبُولَ الصَّلَاةِ بِدُونِ التَّكْبِيرِ، فَدَلَّ عَلَى كَوْنِهِ شَرْطًا، لَكِنْ إنَّمَا يُؤْخَذُ هَذَا الشَّرْطُ عَلَى الْقَادِرِ عَنْ الْعَاجِزِ، فَلِذَلِكَ جَازَتْ صَلَاةُ الْأَخْرَسِ؛ وَلِأَنَّ الْأَفْعَالَ أَكْثَرُ مِنْ الْأَذْكَارِ فَالْقَادِرُ عَلَى الْأَفْعَالِ يَكُونُ قَادِرًا عَلَى الْأَكْثَرِ، وَلِلْأَكْثَرِ حُكْمُ الْكُلِّ، فَكَأَنَّهُ قَدَرَ عَلَى الْأَذْكَارِ تَقْدِيرًا، ثُمَّ لَا بُدَّ مِنْ بَيَانِ صِفَةِ الذِّكْرِ الَّذِي يَصِيرُ بِهِ شَارِعًا فِي الصَّلَاةِ

وَقَدْ اُخْتُلِفَ فِيهِ فَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَمُحَمَّدٌ: يَصِحُّ الشُّرُوعُ فِي الصَّلَاةِ بِكُلِّ ذِكْرٍ هُوَ ثَنَاءٌ خَالِصٌ لِلَّهِ - تَعَالَى - يُرَادُ بِهِ تَعْظِيمُهُ لَا غَيْرُ، مِثْلَ أَنْ يَقُولَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ الْأَكْبَرُ، اللَّهُ الْكَبِيرُ، اللَّهُ أَجَلُّ، اللَّهُ أَعْظَمُ، أَوْ يَقُولَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ أَوْ سُبْحَانَ اللَّهِ أَوْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَكَذَلِكَ كُلُّ اسْمٍ ذُكِرَ مَعَ الصِّفَةِ نَحْوَ أَنْ يَقُولَ: الرَّحْمَنُ أَعْظَمُ، الرَّحِيمُ أَجَلُّ، سَوَاءٌ كَانَ يُحْسِنُ التَّكْبِيرَ أَوْ لَا يُحْسِنُ، وَهُوَ قَوْلُ إبْرَاهِيمَ النَّخَعِيّ.
[انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ١ ص ١٣٠ /  كتاب الصلاة / فصل شرائط أركان الصلاة / للإمام علاء الدين، أبو بكر بن مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي (المتوفى: ٥٨٧ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الثانية، ١٤٠٦ هـ = ١٩٨٦ مـ].

Ia membantah terhadap penerimaan  shalat yang dilakukan tanpa mengucapkan takbir (ihram), maka  menunjukkan  bahwa adanya takbir adalah merupakan suatu syarat, tetapi syarat  ini diambil dari orang yang mampu melakukannya jauh dari orang yang tidak mampu melakukannya. Dikarenakan keadaan yang seperti itu, maka boleh melakukan model shalatnya orang bisu (tanpa mengucapkan takbir cukup diucapkan didalam hati), dan karena (rukun shalat) yang berupa  
tindakan lebih banyak, dibandingkan (rukun shalat) yang berupa dzikir - dzikir, maka orang yang mampu melakukan pada (rukun shalat) yang berupa tindakkan ia berpeluang melakukan pada hal yang lebih banyak, dan banyak adalah menunjukkan hukum  keseluruhannya, maka perkiraannya ia seakan - akan otomatis mampu melakukan (rukun shalat yang mencakup) dzikir - dzikir, kemudian mau tidak mau (harus tahu)  dari kejelasan sifat/bentuk dari dzikir yang  disyari'atkan didalam shalat.

Dalam hal ini Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad (murid seniornya) berkata : Syari'at mengesahkan dalam shalat dengan seluruh bentuk dzikir, berupa pujian yang murni kepada Allah Ta'ala, yang dimaksudkan dengannya adalah mengagungkanNya bukan yang lain, semisal apabila ia mengucapkan : (1) Allahu Akbar, (2) Allahu Al Akbar, (3) Allahu Al Kabir, (4) Allahu Ajallu (5) Allahu A'dzomu, atau mengucapkan : Alhamdulillah atau Subhanallah atau Laa Ilaaha Illallaahu, dan begitu juga semua nama yang disebut bersamaan dengan sifatnya seperti apabila ia mengucapkan : Ar Rahmanu A'dzomu, Ar Rahimu Ajallu, baik ia bagus mengucapkan takbir maupun tidak, dan itu pendapat Imam Ibrahim An Nakha'iy.
[Lihat Kitab Badai'u Ash Shanai' Fi Tartiibi Asy Syarai' : juz 1 hal 130 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Syaraithu Arkani Ash Shalati / Karya Imam 'Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy / Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Cet. Kedua, Th. 1406 H = 1986 M].


*💾✍️• Tersebut dalam kitab " Al Fatawa Al Hindiyyah " keluaran Lajnah (Dewan Pengurus, Komite) 'Ulama` Pimpinan Imam Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala :*

وَالْأَخْرَسُ إذَا أَمَّ قَوْمًا خُرْسًا فَصَلَاةُ الْكُلِّ جَائِزَةٌ.

وَإِذَا أَمَّ أُمِّيًّا ذُكِرَ فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعِ لَا يَجُوزُ عِنْدَ عُلَمَائِنَا وَذَكَرَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ فِي شَرْحِ كِتَابِ الصَّلَاةِ : أَنَّ الْأَخْرَسَ مَعَ الْأُمِّيِّ إذَا أَرَادَ الصَّلَاةَ كَانَ الْأُمِّيُّ أأَوْلَى.انتهى.
[انظر كتاب الفتاوى الهندية : ج ١ ص ٨٣ / كتاب الصلاة / وفيه اثنان وعشرون بابا / الباب الخامس في الإمامة وفيه سبعة فصول / الفصل الثاني في بيان من هو أحق بالإمامة / المؤلف: لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي / الناشر: دار الفكر الطبعة: الثانية، ١٣١٠ هـ].

Dan orang bisu ketika mengimami kaum orang bisu - bisu, maka shalat mereka mencukupi (sah).

Dan ketika ia mengimami orang yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis), disebutkan dalam beberapa tempat, tidak boleh menurut Ulama' kami (Hanafiyyah), dan Syaikhul Islam dalam syarah kitab shalat : bahwasanhya ketika Akhros (orang yang bisu) menginginkan shalat bersama orang yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis), maka orang ummi lebih utama (menjadi imam).
[Lihat Kitab
Al Fatawa Al Hindiyyah  : juz 1 hal 83 / Kitabu Ash Shalati / Wa Fihi Itsnani Wa 'Isyruuna Baban / Al Babu Al Khamisu Fi Al Imamati  Wa Fihi Sab'atu Fushulin / Al Fashlu Ats Tsaniy Fi Bayani  Man Huwa Ahaqqu Bi Al Imamati / Keluaran Lajnah (Dewan Pengurus, Komite) 'Ulama` Pimpinan Imam Nidzomuddin Al Balkhiy Al Hanafiy / Dar Al Fikri, Cet. Kedua, Th. 1310 H].


*🌴📓• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah keluaran Kementrian Urusan Wakaf dan Islam Negara Kuwait :*

وَصَرَّحَ الْحَنَفِيَّةُ أَنَّ الأَْخْرَسَ أَسْوَأُ حَالاً مِنَ الأُْمِّيِّ، لِقُدْرَةِ الأُْمِّيِّ عَلَى التَّحْرِيمَةِ دُونَ الأَْخْرَسِ، فَلاَ يَجُوزُ اقْتِدَاءُ الأُْمِّيِّ بِالأَْخْرَسِ، وَيَجُوزُ الْعَكْسُ. انتهى.
[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٦ ص ٣٧ / حرف الألف / اقتداء / أقسام الاقتداء / الاقتداء في الصلاة / اختلاف صفة المقتدي والإمام / الاقتداء بمن يخالفه في الفروع / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت عدد الأجزاء: ٤٥ جزءا الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧  هـ) ..الأجزاء : ١ - ٢٣: الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت - بدون السنة].

Hanafiyyah (pengikut Imam Abu Hanifah) menjelaskan bahwasanya orang yang bisu lebih buruk perihalnya dibandingkan seorang ummi/tidak bisa membaca dan menulis, karena kemampuan ummi untuk melakukan Takbirotul Ihram selain orang yang bisu,  maka tidak boleh bermakmumnya ummi (orang yang tidak bisa membaca dan menulis) kepada Akhros (orang yang  bisu) atau sebaliknya. Selesai.
[Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 6  hal 37 / Harfu Al Alifi / Iqtidaun / Aqsamu Al Iqtida'i / Al Iqtida'u Fi Ash Shalati / Ikhtilafu Shifati Al Muqtadiy Wa Al Imami / Al Iqtida'u Biman Yukhalifuhu Fi Al Furu'i / Keluaran Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait / Jumlah 45 Juz, Dicetak Mulai Tahun : 1404 - 1427 H, Juz 1 - 23, Dicetak Oleh Dar As Salasil Kuwait - Tnp. Tahun].


*★᭄ꦿ᭄࿐3️⃣• мєηυяυт мα∂zнαв ιмαм мαℓιк вιη αηαѕ | Sebagian Mengatakan Tidak Batal Sebagian Yang Lain Mengatakan Batal Shalatnya Dengan Isyarat Orang Bisu Karena Isyarat Seperti Bicara Sebagian Lagi  Mengatakan Tidak Batal Jika Tidak Menyengaja Berbicara*

*🌴📓• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah keluaran Kementrian Urusan Wakaf dan Islam Negara Kuwait :*

فِي قَوْلٍ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ: أَنَّهَا لاَ تَبْطُل بِإِشَارَةِ الأَْخْرَسِ؛ لأَِنَّ الإِْشَارَةَ فِي الصَّلاَةِ جَائِزَةٌ مِنَ النَّاطِقِ. وَاعْتَبَرَ الْحَنَابِلَةُ الإِْشَارَةَ فِعْلاً لاَ قَوْلاً، فَلاَ تَبْطُل الصَّلاَةُ بِهَا إِلاَّ إِذَا كَثُرَتْ عُرْفًا وَتَوَالَتْ.

وَفِي الْقَوْل الثَّانِي عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَهُوَ مُقَابِلُ الصَّحِيحِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ: إِنَّ الصَّلاَةَ تَبْطُل بِإِشَارَةِ الأَْخْرَسِ، لأَِنَّ إِشَارَتَهُ كَالْكَلاَمِ.

وَفِي قَوْلٍ ثَالِثٍ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ: إِنْ قَصَدَ الْكَلاَمَ تَبْطُل صَلاَتُهُ، وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ لَمْ تَبْطُل
[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٩ ص ٩٢ - ٩٣ /  حرف الخاء / خرس / الأحكام المتعلقة بالأخرس / ذبح الأخرس وصيده / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت عدد الأجزاء: ٤٥ جزءا الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧ هـ). الأجزاء : ١ - ٢٣: الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت - بدون السنة].

Dalam ungkapan menurut Malikiyyah (Pengikut Imam Malik), dan yang benar menurut Syafi'iyyah (Pengikut Imam Syafi'iy) : bahwa shalat tidak batal disebabkan  isyaratnya orang yang bisu; Karena Isyarat  dalam sholat dibolehkan dari yang bisa berbicara. Hanabillah (Pengikut Imam Ahmad)  menganggap isyarat itu sebagai sebuah tindakan dan bukan  kata-kata, sehingga shalat bersamanya tidak batal kecuali jika dipandang secara umum berlebihan dan dilakukan secara  berturut-turut (tanpa jeda, senggang).

Didalam pendapat kedua menurut Malikiyyah dan -pendapat yang berlawanan dengan pendapat yang shahih di kalangan ulama Syafi'iyyah- : sesungguhnya shalat batal dengan isyarat orang bisu, karena isyarat seperti berbicara.

Didalam pendapat ketiga menurut Malikiyyah : apabila menyengaja berbicara batal shalatnya, dan jikalau tidak menyengaja shalat tidak batal.
[Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 19   hal 92 - 93 / Harfu Al Khai / Kharsun / Aqsamu Al Iqtida'i / Al Ahkamu Al Muta'aliqatu Bi Al Akhrosi / Dzabhu Al Akhrosi Wa Shoiduhu / Keluaran Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait / Jumlah 45 Juz, Dicetak Mulai Tahun : 1404 - 1427 H, Juz 1 - 23, Dicetak Oleh Dar As Salasil Kuwait - Tnp. Tahun].


💾✍️• Akan tetapi, mereka berbeda pendapat dalam masalah menggerakkan lisan saat takbir dan membaca Al-Fatihah.

*🌴📓• Tersebut dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah keluaran Kementrian Urusan Wakaf dan Islam Negara Kuwait :*

فَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ - عَدَا الْقَاضِي - وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ، لاَ يَجِبُ عَلَى الأَْخْرَسِ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ، وَإِنَّمَا يَحْرُمُ لِلصَّلاَةِ بِقَلْبِهِ؛ لأَِنَّ تَحْرِيكَ اللِّسَانِ عَبَثٌ، وَلَمْ يَرِدِ الشَّرْعُ بِهِ.
[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ١٩ ص ٩٢  /  حرف الخاء / خرس / الأحكام المتعلقة بالأخرس /  الاقتداء بالأخرس / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت عدد الأجزاء: ٤٥ جزءا الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧ هـ). الأجزاء : ١ - ٢٣: الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت - بدون السنة].

Menurut ulama dalam mazhab Maliki dan Hambali dan pendapat yang shahih dalam mazhab Hanafi, ‘Tidak diwajibkan bagi orang yang bisu untuk menggerakkan lisannya, akan tetapi dia cukup takbirotul ihram dengan hatinya, karena menggerakkan lisan tak ada gunanya dan tidak diajarkan syariat.
[Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 19   hal 92 / Harfu Al Khai / Kharsun / Aqsamu Al Iqtida'i / Al Ahkamu Al Muta'aliqatu Bi Al Akhrosi / Al Iqtida'u Bi Al Akhrosi / Keluaran Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam Negara Kuwait / Jumlah 45 Juz, Dicetak Mulai Tahun : 1404 - 1427 H, Juz 1 - 23, Dicetak Oleh Dar As Salasil Kuwait - Tnp. Tahun].


*🌴✍️• Imam Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir = Bulghatu As Saalik Li Aqrabi Al Masalik " mengatakan :*

(وَ) شَرْطُهُ: (قُدْرَةٌ عَلَى الْأَرْكَان، لَا إنْ عَجَزَ) عَنْ رُكْنٍ مِنْ أَرْكَانِهَا فَلَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ خَلْفَهُ (إلَّا أَنْ يُسَاوِيَهُ الْمَأْمُومُ) فِي الْعَجْزِ فِي ذَلِكَ الرُّكْنِ (فَتَصِحُّ) صَلَاتُهُ خَلْفَهُ؛ كَأَخْرَسَ صَلَّى بِمِثْلِهِ وَعَاجِزٍ عَنْ الْقِيَامِ صَلَّى جَالِسًا بِمِثْلِهِ. انتهى.
[انظر كتاب حاشية الصاوي على الشرح الصغير = بلغة السالك لأقرب المسالك : ج ١ ص ٤٣٦ / باب الصلاة / فصل في صلاة الجماعة وأحكامها / شروط الإمامة / للإمام أبو العباس أحمد بن محمد الخلوتي، الشهير بالصاوي المالكي (المتوفى: ١٢٤١ هـ) / الناشر: دار المعارف - بدون السنة].

Dan syarat shalat adalah mampu melakukan rukun - rukunnya, bukan jika ia tidak mampu dari satu rukun dari sekian banyak rukun - rukunnya, maka tidak sah shalat orang yang (bermakmum) dibelakangnya, kecuali kondisi makmum menyamainya didalam ketidak mampuannya dalam sebuah rukun  tersebut, maka sah shalatnya dibelakangnya, seperti orang bisu shalat dengan semisal dirinya, dan orang yang tidak mampu berdiri shalat dengan cara duduk bersama yang semisalnya. Selesai.
[Lihat Kitab Hasyiyyah Ash Shawiy 'Ala Syarhi Ash Shaghir = Bulghatu As Saalik Li Aqrabi Al Masalik : juz 1 hal 436 / Babu Ash Shalati / Fashlun Fi Shalati Al Jama'ati Wa Ahkamiha / Syuruthu Al Imamati / Karya Imam Ahmad Ash Shawiy Al Malikiy / Dar Al Ma'arif - Tnp. Tahun].


*꧁࿐4️⃣• мєηυяυт мα∂zнαв ιмαм αнмα∂ вιη нαηвαℓ | Orang Yang Tidak Mampu Membaca Surat Atau Dzikir, Atau Bisu, Tidak Perlu Sekedar Menggerakkan  Lisannya Dan Tidak Sah Menjadi Imam Sekalipun Bersama Orang Yang Sama Kondisinya.*

*🌴🎙️• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Mughniy " berkata :*

فَإِنْ كَانَ أَخْرَسَ ، أَوْ عَاجِزًا عَنْ التَّكْبِيرِ بِكُلِّ لِسَانٍ : سَقَطَ عَنْهُ ... ولَمْ يَلْزَمْهُ تَحْرِيكُ لِسَانِهِ فِي مَوْضِعِهِ كَالْقِرَاءَةِ ...؛ لِأَنَّ تَحْرِيكَ اللِّسَانِ مِنْ غَيْرِ نُطْقٍ : عَبَثٌ لَمْ يَرِدْ الشَّرْعُ بِهِ ، فَلَا يَجُوزُ فِي الصَّلَاةِ ، كَالْعَبَثِ بِسَائِرِ جَوَارِحِهِ " انتهى
[انظر كتاب "المغني" : ج ١ ص ٣٣٥ / كتاب الصلاة / باب صفة الصلاة / مسألة الصلاة لا تنعقد إلا بقول الله أكبر / فصل التكبير بغير العربية / للإمام أبو محمد موفق الدين عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الجماعيلي المقدسي ثم الدمشقي الحنبلي، الشهير بابن قدامة المقدسي (المتوفى: ٦٢٠ هـ) / الناشر: مكتبة القاهرة، تاريخ النشر: ١٣٨٨ هـ = ١٩٦٨ مـ].

“Jika orang itu bisu atau tak mampu mengucapkan takbir dengan seluruh lisannya, maka gugurlah baginya hal itu, dan dia tidak diharuskan menggerakkan lisannya di tempat seperti saat membaca. Karena menggerakkan lisan tanpa mampu berbicara adalah sia-sia yang tidak diajarkan syariat, maka tidak boleh dilakukan dalam shalat seperti melakukan perkara sia-sia dengan anggota badannya.”
[Lihat Kitab Al-Mughniy : juz 1 hal 335 / Kitabu Ash Shalati / Babu Shifati Ash Shalati / Mas'alatun : Ash Shalatu La Tan'qidu Illa Biqouli " Allahu Akbar " / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy / Maktabah Al Qahirah, Th. 1388 H = 1968 M].


*🌴✍️• Syaikhul Islam Imam Taqiyyuddin  Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam kitab fatwanya berkata :*

وَمَنْ لَمْ يُحْسِنْ الْقِرَاءَةَ ، وَلَا الذِّكْرَ ، أَوْ الْأَخْرَسُ : لَا يُحَرِّكُ لِسَانَهُ حَرَكَةً مُجَرَّدَةً ، وَلَوْ قِيلَ إنَّ الصَّلَاةَ تَبْطُلُ بِذَلِكَ كَانَ أَقْرَبَ ؛ لِأَنَّهُ عَبَثٌ يُنَافِي الْخُشُوعَ ، وَزِيَادَةٌ عَلَى غَيْرِ الْمَشْرُوعِ" انتهى
[انظر كتاب "الفتاوى الكبرى" : ج ٥ ص ٣٣٦ /  كتاب الاختيارات العلمية / كتاب الصلاة / باب تسوية الصفوف / للإمام تقي الدين أبو العباس أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن أبي القاسم بن محمد ابن تيمية الحراني الحنبلي الدمشقي (المتوفى: ٧٢٨ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤٠٨ هـ = ١٩٨٧ مـ].

“Siapa yang tak mampu membaca surat atau zikir, atau dia bisu, tidak perlu sekedar menggerakkan lisannya, jika dikatakan bahwa shalat dapat batal karena itu (sekedar menggerakkan lisan padahal dia bisa atau tidak dapat membaca) maka pendapat itu lebih dekat kebenarannnya, karena itu adalah tindakan sia-sia tak memenuhi unsur kekhusyuan dan menambah sesuatu yang tidak disyariatkan.”
[Lihat Kitab Al-Fatawa Al-Kubro : juz 5 hal 336 / Kitabu Al Ikhtiyarat Al 'Ilmiyyah / Kitabu Ash Shalati / Babu Taswiyyati Ash Shufufi / Karya Imam Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy / Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah, Cet. Pertama, Th. 1408 H = 1987 M].


*🌴💾• Imam Musthafa Ar Rahaibaniy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Mathalibu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha " mengatakan :*

(وَلَا) تَصِحُّ (إمَامَةُ أَخْرَسَ وَلَوْ بِمِثْلِهِ نَصًّا) ؛ لِأَنَّهُ يَتْرُكُ رُكْنًا، وَهُوَ الْقِرَاءَةُ وَالتَّحْرِيمَةُ وَغَيْرُهُمَا، فَلَا يَأْتِي بِهِ وَلَا بِبَدَلِهِ، بِخِلَافِ الْأُمِّيِّ وَنَحْوِهِ، فَإِنَّهُ يَأْتِي بِالْبَدَلِ. انتهى.
[انظر  كتاب مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى : ج ١ ص ١٥٤ / كتاب الصلاة / باب الإمامة / فصل إمامة الفاسق / للإمام مصطفى بن سعد بن عبده السيوطي شهرة، الرحيبانى مولدا ثم الدمشقي الحنبلي (المتوفى: ١٢٤٣ هـ) / الناشر: المكتب الإسلامي الطبعة: الثانية، ١٤١٥ هـ = ١٩٩٤ مـ].

(Dan tidak sah) ( imam yang bisu, meskipun ia shalat bersama orang yang kondisinya sama  seperti dirinya, secara Nash/tekstualnya); disebabkan karena dia meninggalkan rukun, yakni rukun bacaan, takbiratul ihram dan selain keduanya, jadi dia tidak bisa menunaikan dengan rukun itu dan tidak bisa menunaikan dengan penggantinya, berbeda dengan orang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) dan semacamnya, karena ia bisa menunaikan  dengan penggantinya.
[Lihat Kitab Mathalibu Uli An Nuha Lisyarhi Al Muntaha : juz 1 hal 154 / Kitabu Ash Shalati / Babu Al Imamati / Fashlun : Imamatu Al Faasiq / Karya Imam Musthafa Ar Rahaibaniy Al Hanbaliy / Al Maktab Al Islamiy, Cet. Kedua, Th. 1415 H = 1994 M].


*📓🌴• Imam 'Alauddin Al Murdawiy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Inshaf Fi Ma'rifati Ar Rajih Min Al Khilafi " Mengatakan :*

(وَلَا أَخْرَسَ) عَدَمُ صِحَّةِ إمَامَتِهِ بِمِثْلِهِ وَبِغَيْرِهِ أَمَّا إمَامَتُهُ بِغَيْرِهِ: فَلَا تَصِحُّ، قَوْلًا وَاحِدًا عِنْدَ الْجُمْهُورِ، وَقِيلَ: تَصِحُّ إمَامَةُ مَنْ طَرَأَ عَلَيْهِ الْخَرَسُ دُونَ الْأَصْلِيِّ، ذَكَرَهُ فِي الرِّعَايَةِ، وَأَمَّا إمَامَتُهُ بِمِثْلِهِ: فَالصَّحِيحُ مِنْ الْمَذْهَبِ: أَنَّ إمَامَتَهُ لَا تَصِحُّ، وَعَلَيْهِ جُمْهُورُ الْأَصْحَابِ
[انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف : ج ٢ ص ٢٥٩ / كتاب الصلاة / باب صلاة الجماعة / للإمام علاء الدين أبو الحسن علي بن سليمان المرداوي الدمشقي الصالحي الحنبلي (المتوفى: ٨٨٥ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي الطبعة: الثانية - بدون السنة].

Dan tidak sah menjadi imam (imamahnya) orang bisu bersama makmum yang sama kondisinya dengannya atau bersama lainnya  (orang yang tidak bisu).  

Adapun menjadi imamnya orang bisu bersama makmum selain orang yang tidak bisu, maka tidak sah imamahnya  (mengimaminya), hanya ada satu pendapat menurut jumhur (mayoritas ulama').

Dikatakan : sah imamahnya orang bisu yang muncul kemudian bukan sejak lahir, seperti (Ibnu Hamdan Al Hanbaliy) telah menyebutkannya  dalam kitabnya " Ar Ri'ayah ".

Dan adapun imamahnya bersama dengan orang lain yang sama kondisinya dengannya, yang Shahih/benar dari Al  Madzhab (Imam Ahmad): bahwasanya imamahnya tidak sah, dan berpegangan atasnya jumhur Ashab (mayoritas Hanabillah).
[Lihat Kitab Al Inshaf Fi Ma'rifati Ar Rajih Min Al Khilafi : juz 2 hal 259 / Kitabu Ash Shalati / Babu Shalati Al Jama'ati / Karya Imam 'Alauddin Al Murdawiy Al Hanbaliy / Dar Ihya'i At Turats Al 'Arabiy, Cet. Kedua, Tnp. Tahun].


*📒🎙️• Imam Manshur Al Buhutiy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Kasyafu Al Qina' 'Ala Matni Al Iqna' " mengatakan :*

(وَلَا) تَصِحُّ الصَّلَاةُ (خَلْفَ أَخْرَسِ وَلَوْ بِ) أَخْرَسَ (مِثْلِهِ نَصًّا) ؛ لِأَنَّهُ يَتْرُكُ رُكْنًا، وَهُوَ الْقِرَاءَةُ وَالتَّحْرِيمَةُ وَغَيْرُهُمَا فَلَا يَأْتِي بِهِ وَلَا بِبَدَلِهِ، بِخِلَافِ الْأُمِّيِّ وَنَحْوِهِ قَالَهُ يَأْتِي بِالْبَدَلِ.
[انظر كتاب كشاف القناع  عن متن الإقناع : ج ١ ص ٤٧٦ /  كتاب الصلاة / فصل في الإمامة / للإمام منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى (المتوفى: ١٠٥١ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية - بدون السنة].

Dan shalat tidak sah  dibelakang Akhros (orang yang bisu) walaupun bersama dengan orang bisu semisalnya, secara tekstualnya, karena ia meninggalkan rukun, yakni rukun Qira'ah (bacaan fatihah) dan Tahrimah (Takbirotul Ihram) dan selain keduanya, jadi ia tidak bisa menunaikan denganya (rukun yang ditinggalkan) dan tidak bisa menunaikan penggantinya, berbeda dengan orang ummi (tidak mampu membaca dan menulis) dan semacamnya, namun ia bisa menunaikan dengan penggantinya (terjemahnya).
[Lihat Kitab Kasyafu Al Qina' 'Ala Matni Al Iqna' : juz 1 hal 476 / Kitabu Ash Shalati / Fashlun : Fi Al Imamati / Karya Imam Manshur Al Buhutiy Al Hanbaliy / Dar Al Kutub Al 'Ilmiyyah - Tnp. Tahun].


*꧁༻5️⃣• мєηυяυт мα∂zнαв ιмαм ∂αωυ∂ α∂z ∂zσнιяιу | Tidak Diwajibkan Untuk Berbicara Namun Boleh Dengan Menggunakan Isyarat.*

*🌴🎙️• Imam Ibnu Hazm Adz Dzohiriy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Muhalla Bi Al Atsari " mengatakan :*

وَأَمَّا الْأَخْرَسُ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: {لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا} [سورة البقرة: ٠٠٢/ ٢٨٦] وَلَيْسَ فِي وُسْعِهِ الْكَلَامُ، فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُكَلَّفَ إيَّاهُ. وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –ﷺ💞– : «إذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ» .فَصَحَّ أَنَّهُ يَلْزَمُ كُلَّ أَحَدٍ مِمَّا أَمَرَ اللَّهُ  تَعَالَى بِهِ مَا اسْتَطَاعَ، وَالْأَخْرَسُ يَسْتَطِيعُ الْإِفْهَامَ بِالْإِشَارَةِ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَأْتِيَ بِهَا.
[انظر كتاب المحلّى بالأٓثار : ج ٩ ص ٣٣٦ / اللعان / مسألة كل زوج قذف امرأته فإنه يلاعنها / للإمام أبو محمد علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الأندلسي القرطبي الظاهري (المتوفى: ٤٥٦ هـ) / الناشر: دار الفكر - بيروت - بدون السنة].

Dan adapun orang bisu sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla berfirman :

*_"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya"_*

Dan bicara tidak ada dalam kemampuannya, maka tidak boleh dipaksakan kepadanya. Dan Rasulullah –ﷺ💞– :

*_" ...  dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu ..."_*

Jadi benar bahwa setiap orang terikat dari apa yang Allah Ta'ala telah perintahkan sesuai kemampuan yang dapat dia lakukan, dan orang yang bisu mampu memberikan pemahaman dengan memberikan isyarat, maka atasnya (orang yang bisu) supaya menunaikannya (memberi pemahaman dengan isyarat).
[Lihat Kitab Al Muhalla Bi Al Atsari : juz 9 hal 336 / Al Li'an / Mas'alatun : Kullu Zaujin Qadzafa Imra'atahu Fainnahu Yula'inuha / Karya Ibnu Hazm Al Andalusiy Al Qurthubiy Adz Dzohiriy / Dar Al Fikri - Beirut - Tnp. Tahun].


*💾✍️• Tersebut dalam kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuhu karya Syaikh DR. Wahbah bin Musthafa Az Zuhailiy hafidzohullahu  ta'ala :*

إحسان القراءة والأركان: أي أن يحسن الإمام قراءة ما لا تصح الصلاة إلا به، وأن يقوم بالأركان، فلا يصح اقتداء قارئ بأمي عند الجمهور، وتجب الإعادة على القارئ المؤتم به، كما لا تصح الصلاة خلف أخرس ولو بأخرس مثله، ولا خلف عاجز عن ركوع أو سجود أو قعود أو استقبال القبلة، أو اجتناب النجاسة، إلا بمثله، فتصح الصلاة خلف المماثل،
[انظر كتاب الفقه الإسلامي وأدلته : ج ٢ ص ١٩٦ / القسم الأول: العبادات / الباب الثاني: الصلاة / الفصل العاشر: أنواع الصلاة / المبحث الأول ـ صلاة الجماعة وأحكامها (الإمامة والاقتداء) / المطلب الثاني ـ الإمامة / ثانيا ـ شروط صحة الإمامة أو الجماعة / (٦) - إحسان القراءة والأركان / للشيخ الدكتور وَهْبَة بن مصطفى الزُّحَيْلِيّ، أستاذ ورئيس قسم الفقه الإسلاميّ وأصوله بجامعة دمشق - كلّيَّة الشَّريعة / الناشر: دار الفكر - سوريَّة - دمشق الطبعة: الرَّابعة - بدون السنة].

Melakukan dengan baik bacaan dan rukun - rukunnya : artinya agar imam melakukan dengan baik bacaan yang shalat menjadi sah kecuali dengan bacaan tersebut, dan supaya menegakkan dengan rukun - rukunnya, maka tidak sah mengikuti (bermakmum) orang yang pandai membaca pada orang yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) menurut jumhur (mayoritas ulama'), dan wajib atas qari' (orang yang pandai membaca)  yang telah  bermakmum dengannya mengulangi shalatnya, seperti tidak sahnya shalat dibelakang Akhros (orang yang bisu), walaupun bermakmum dengan orang yang bisu semisalnya, dan tidak sah bermakmum dibelakang orang yang tidak mampu ruku', sujud, duduk,  menghadap kiblat, atau menjauhi najis, kecuali sah (menjadi imam atau bermakmum) dengan orang yang menyerupainya, maka shalat sah dibelakang orang yang serupa.
[Lihat Kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuhu : juz 2 hal 196 / Al Qasmu Al Awwalu : Al 'Ibadatu / Al Babu Ats Tsaniy : Ash Shalatu / Al Fashlu Al 'Asyiru : Anwaa'u Ash Shalati / Al Mab'atsu Al Awwalu : Shalatu Al Jama'ati Wa Ahkamiha (Al Imamatu Wa Al Iqtida'u) / Al Mathlabu Ats Tsaniy : Al Imamatu / Tsaniyyan : Syuruthu Shihhati Al Imamati Au Al Jama'ati / (6) - Ihsanu Al Qira'ati Wa Al Arkani / Karya Syaikh DR. Wahbah Bin Musthafa Az Zuhailiy /  Dar Al Fikri - Suriah - Damasykus - Cet. Keempat - Tnp. Tahun].


جمعها ورتبها " طالب العلم " عبد الحكيم الماجلانجي الجاوي الوسطى

Selesai Kamis pon MTsN 1 Magelang

١١ فبروير ٢٠٢١ مـ | ٢٩ جمادى الآخر ١٤٤٢ هـ