.jpg)
(edisi tashawwuf minasy syari'ah berdzikir dengan ismul mufrad atau rajanya dzikir dzikirnya kaum cerdas)
A]• DASAR AL QUR'AN
Berzikir dengan Nama Tunggal (al-Ism al-Mufrad) yaitu dengan lafal Allah atau dengan menyembut kata ganti yang kembali kepada Nya saja, atas Nama-nama lain yang terdapat dalam al-Asma’ al-Husna, bukan perbuatan bid’ah, melainkan perbuatan Sunnah yang dianjurkan dalam al-Qur’an dan Hadits. Dalam al-Qur’an, Allah berfirman:
قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
[سورة الأنعام : ٩١].
“Katakanlah “Allah”, kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.”
(QS al-An’am : 91).
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan Nabi ﷺ agar mengatakan kalimat Allah. Berarti orang yang mengatakan lafal Allah secara tunggal dapat pahala. Dalam ayat lain, Allah juga berfirman:
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
[سورة المزمل : ٨].
“Sebutlah Nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.”
(QS al-Muzzammil : 8).
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan agar menyebut Nama-Nya. Kalau ada yang bertanya, siapa Tuhanmu? Tentu Nama Tuhan yang paling populer adalah Nama, Allah. Berarti ayat ini memerintahkan untuk berdzikir dengan dzikir apa saja, termasuk dzikir dengan Nama Tunggal.
B]• DASAR AL HADITS
Dalam hadits Rasulullah ﷺ :
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
[رواه مسلم / ١ - كتاب الإيمان / (٦٦) باب ذهاب الإيمان آخر الزمان / رقم الحديث : ٢٣٤].
Telah menceritakan kepada kami : Zuhair bin Harb. Telah menceritakan kepada kami : 'Affan. Telah menceritakan kepada kami : Hammad. Telah mengabarkan kepada kami : Tsabit. Dari Anas radliyyAllahu 'anhu : bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"Kiamat tidak akan terjadi hingga di bumi tidak diucapkan lagi 'Allah, Allah'."
[HR. Muslim. No Hadits : 234]
Hadits yang senada :
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ عَلَى أَحَدٍ يَقُولُ اللَّهُ اللَّهُ
[رواه مسلم / ١ - كتاب الإيمان / (٦٦) باب ذهاب الإيمان آخر الزمان / رقم الحديث : ٢٣٤].
Telah menceritakan kepada kami : Abd bin Humaid. Telah mengabarkan kepada kami : 'Abdurrazzaq. Telah mengabarkan kepada kami : Ma'mar. Dari Tsabit. Dari Anas radliyyAllahu 'anhu, beliau berkata : "Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"Kiamat tidak akan terjadi pada seseorang yang (masih) mengucapkan, 'Allah, Allah'."
HR. Muslim. No Hadits : 234]
Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa kiamat akan terjadi, ketika tidak ada seorang pun di muka bumi yang menyebut, kata "Allah Allah", diulang².
Diperkuat dalam kisah keislaman Sahabat Bilal radliyyAllahu 'anhu disebutkan:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: " أَوَّلُ مَنْ أَظْهَرَ إِسْلَامَهُ سَبْعَةٌ: رَسُولُ اللهِ ﷺ، وَأَبُو بَكْرٍ، وَعَمَّارٌ، وَأُمُّهُ سُمَيَّةُ، وَصُهَيْبٌ، وَبِلَالٌ، وَالْمِقْدَادُ، فَأَمَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَمَنَعَهُ اللهُ بِعَمِّهِ أَبِي طَالِبٍ، وَأَمَّا أَبُو بَكْرٍ، فَمَنَعَهُ اللهُ بِقَوْمِهِ، وَأَمَّا سَائِرُهُمْ فَأَخَذَهُمُ الْمُشْرِكُونَ، فَأَلْبَسُوهُمْ أَدْرَاعَ الْحَدِيدِ، وَصَهَرُوهُمْ فِي الشَّمْسِ، فَمَا مِنْهُمْ إِنْسَانٌ إِلَّا وَقَدْ وَاتَاهُمْ عَلَى مَا أَرَادُوا، إِلَّا بِلَالٌ، فَإِنَّهُ هَانَتْ عَلَيْهِ نَفْسُهُ فِي اللهِ، وَهَانَ عَلَى قَوْمِهِ، فَأَعْطَوْهُ الْوِلْدَانَ، وَأَخَذُوا يَطُوفُونَ بِهِ شِعَابَ مَكَّةَ، وَهُوَ يَقُولُ: أَحَدٌ، أَحَدٌ "
[رواه أحمد / مسند المكثرين من الصحابة / مسند عبد الله بن مسعود رضي الله تعالى عنه / رقم الحديث : ٣٨٣٢. وابن ماجة / افتتاح الكتاب في الإيمان وفضائل الصحابة والعلم / فضل سلمان وأبي ذر والمقداد / حديث رقم: ١٥٠]
Telah menceritakan kepada kami: Yahya bin Bukair.
Telah menceritakan kepada kami: Za`idah. Dari 'Ashim bin Abu An Najud. Dari Zirr. Dari Abdullah (bin Mas'ud radliyyAllahu 'anhu), beliau berkata; Orang yang pertama kali menampakkan keIslamannya ada 7 orang; Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Ammar, ibunya, Sumayyah, Shuhaib, Bilal dan Al Miqdad. Adapun Rasulullah ﷺ, Allah melindunginya dengan pamannya, Abu Thalib, Abu Bakar dilindungi Allah dengan kaumnya sementara yang lainnya, kaum musyrikin telah menyiksa mereka dengan mengenakan baju besi serta menyiksa mereka di bawah terik matahari. Tidak ada seorang pun dari mereka kecuali di bunuh sesuai dengan keinginan mereka kecuali Bilal, ia menganggap dirinya hina di hadapan Allah dan dihinakan pula oleh kaumnya. Bilal pun diserahkan kepada anak-anak lalu mereka mengaraknya keliling lembah Makkah, saat itu ia selalu mengucapkan; Ahad, ahad (Yang Maha Esa, Yang Maha Esa).
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad No. Hadits :3832. Dan Ibnu Majah No. Hadits : 150]
Dalam hadits di atas, sahabat Bilal, ketika disiksa oleh orang-orang Musyrik, beliau menghadapi mereka DENGAN BERDZIKIR, Ahad Ahad, Nama Tunggal (al-Ism al-Mufrad), di antara Nama-nama Allah yang terdapat dalam al-Asma’ al-Husna.
Dengan demikian, dalil-dalil di atas mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa berzikir dengan Nama Tunggal (al-Ism al-Mufrad), dengan lafal al-Jalalah (Allah) atau Nama-nama lain yang terdapat dalam al-Asma’ al-Husna, bukan termasuk amalan bid’ah seperti yang dikatakan orang-orang yang dangkal ilmunya dan merasa paling benar sendiri para keturunan dan penganut حرقوص بن زهير السعدي أو ذو الخويصرة التميمي si pembangkang Rasulullah ﷺ.
Adapun Lafal dzikir yang dipermasalahkan pada saat ini, yakni ketika berdzikir dengan hanya mengulang nama Allah saja sehingga menjadi: "Allah, Allah, Allah, Allah...." Dzikir dengan satu kata “Allah” atau bahkan hanya menyebut "Huwa" atau "Hu" saja semacam ini kerap dijumpai dalam lelaku ilmu tasawuf. Dan inilah pelaku dzikir yang cerdas
C]• PENDAPAT ULAMA' MADZHAB
1)• Menurut Pengikut Madzhab Imam Asy Syafi'iy
Salah satu perintah berdzikir yang ada dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati."
(QS. Al-Muzzammil: 8)
Ayat tersebut memerintahkan untuk menyebut nama Tuhan Nabi Muhammad ﷺ, yang tak lain adalah Allah.
Bila kita melihat hadits Nabi ﷺ, penyebutan dzikir dengan satu kata bukanlah hal yang tidak ada sama sekali sehingga bisa dianggap bid’ah.
Dalam riwayat sahih Imam Muslim disebutkan:
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ: اللهُ، اللهُ
“Dari Anas, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: Kiamat tak akan terjadi hingga di muka bumi tak disebut: Allah, Allah.”
[HR. Muslim. No Hadits : 234].
Diperkuat dalam kisah keislaman Sahabat Bilal radliyyAllahu 'anhu disebutkan:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: " أَوَّلُ مَنْ أَظْهَرَ إِسْلَامَهُ سَبْعَةٌ: رَسُولُ اللهِ ﷺ، وَأَبُو بَكْرٍ، وَعَمَّارٌ، وَأُمُّهُ سُمَيَّةُ، وَصُهَيْبٌ، وَبِلَالٌ، وَالْمِقْدَادُ، فَأَمَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَمَنَعَهُ اللهُ بِعَمِّهِ أَبِي طَالِبٍ، وَأَمَّا أَبُو بَكْرٍ، فَمَنَعَهُ اللهُ بِقَوْمِهِ، وَأَمَّا سَائِرُهُمْ فَأَخَذَهُمُ الْمُشْرِكُونَ، فَأَلْبَسُوهُمْ أَدْرَاعَ الْحَدِيدِ، وَصَهَرُوهُمْ فِي الشَّمْسِ، فَمَا مِنْهُمْ إِنْسَانٌ إِلَّا وَقَدْ وَاتَاهُمْ عَلَى مَا أَرَادُوا، إِلَّا بِلَالٌ، فَإِنَّهُ هَانَتْ عَلَيْهِ نَفْسُهُ فِي اللهِ، وَهَانَ عَلَى قَوْمِهِ، فَأَعْطَوْهُ الْوِلْدَانَ، وَأَخَذُوا يَطُوفُونَ بِهِ شِعَابَ مَكَّةَ، وَهُوَ يَقُولُ: أَحَدٌ، أَحَدٌ "
[رواه أحمد / مسند المكثرين من الصحابة / مسند عبد الله بن مسعود رضي الله تعالى عنه / رقم الحديث : ٣٨٣٢. وابن ماجة / افتتاح الكتاب في الإيمان وفضائل الصحابة والعلم / فضل سلمان وأبي ذر والمقداد / حديث رقم: ١٥٠]
Telah menceritakan kepada kami: Yahya bin Bukair.
Telah menceritakan kepada kami: Za`idah. Dari 'Ashim bin Abu An Najud. Dari Zirr. Dari Abdullah (bin Mas'ud radliyyAllahu 'anhu), beliau berkata; Orang yang pertama kali menampakkan keIslamannya ada 7 orang; Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Ammar, ibunya, Sumayyah, Shuhaib, Bilal dan Al Miqdad. Adapun Rasulullah ﷺ, Allah melindunginya dengan pamannya, Abu Thalib, Abu Bakar dilindungi Allah dengan kaumnya sementara yang lainnya, kaum musyrikin telah menyiksa mereka dengan mengenakan baju besi serta menyiksa mereka di bawah terik matahari. Tidak ada seorang pun dari mereka kecuali di bunuh sesuai dengan keinginan mereka kecuali Bilal, ia menganggap dirinya hina di hadapan Allah dan dihinakan pula oleh kaumnya. Bilal pun diserahkan kepada anak-anak lalu mereka mengaraknya keliling lembah Makkah, saat itu ia selalu mengucapkan; Ahad, ahad (Yang Maha Esa, Yang Maha Esa).
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad No. Hadits :3832. Dan Ibnu Majah No. Hadits : 150]
Diperkuat lagi bahwasanya Rasulullah ﷺ itu diutus dengan kalimat yang ringkas namun maknanya menyeluruh atau ucapan singkat namun sarat makna. Lafadz dzikir "Allah" mewakili kebenaran Sang Pencipta yang nyata dari sekian banyak Tuhan² yang disebut dan diakui manusia, lafadz "Ahad Ahad" sudah mencounter semua jumlah Tuhan² yang ada, dan mengapa tidak memegang teguh Al Qur'an dan As Sunnah dengan kalam/dzikir yang sedikit namun penuh makna.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ :
بُعِثْتُ بِجَوَامِعِ الْكَلِمِ وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ فَبَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُتِيتُ بِمَفَاتِيحِ خَزَائِنِ الْأَرْضِ فَوُضِعَتْ فِي يَدِي قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَقَدْ ذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْتُمْ تَنْتَثِلُونَهَا
[رواه البخاري / كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة / باب قول النبي بعثت بجوامع الكلم / رقم الحديث : ٧٢٧٣]
Telah bercerita kepada kami : Yahya bin Bukair. Telah bercerita kepada kami : Al Laits. Dari 'Uqail. Dari Ibnu Syihab. Dari Sa'id bin Al Musayyib. Dari Abu Hurairah radliyaAllahu 'anhu : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Aku diutus dengan jawami'ul kalim (ucapan singkat namun sarat makna), aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuh) dan ketika aku bermimpi aku diberikan kunci-kunci perbendaharaan dunia (kemenangan) lalu diletakkan di tanganku".
Abu Hurairah radliyaAllahu 'anhu berkata:
"Rasulullah ﷺ telah pergi dan kalianlah yang akan menuainya".
[HR. Bukhariy No Hadits : 7273].
Dan dalam berdzikir Rasulullah ﷺ lebih menyukai dengan dzikir ringkas :
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ شَيْبَانَ، عَنْ أَبِي نَوْفَلٍ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ:
«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ، وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ»
[رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ / ٨ - باب تفريع / أبواب الوتر باب الدعاء / رقم الحديث : ١٤٨٢. وصححه الألباني الوهابي. وصححه الشيخ سالم بن عيد الهلالي].
Telah menceritakan kepada Kami : Harun bin Abdullah. Telah menceritakan kepada Kami : Yazid bin Harun. Dari Al Aswad bin Syaiban. Dari Abu Naufal. Dari 'Aisyah radliyyAllahu 'anha, beliau berkata;
*"RASULULLAH ﷺ MENYUKAI DOA-DOA YANG SINGKAT PADAT, dan meninggalkan selain itu*
{HR. Abu Dawud / 8 - Baabu Tafrii'i Anwaani Al Witri / Baabu Ad Du'a / No. 1482. Dengan Sanad Jayyid. DISHAHIHKAN Oleh Al Baniy Tokoh Wahhabiy Dan Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilaly Mengatakan Bahwa SANAD HADITS INI SHAHIH, Perawinya Tsiqqah]
Hadits-hadits tersebut menambah bukti bahwa dzikir dengan menyebut “Allah, Allah” atau "Ahad Ahad" tidaklah terlarang, bahkan sebaliknya merupakan kebajikan yang membuat kiamat takkan terjadi bila ia masih terucap di muka bumi. Karena itulah, wajar sekali bila para ulama tasawuf terkemuka mengajarkan dzikir semacam ini, salah satunya adalah Hujjatul Islam Imam al-Ghazali yang menjelaskan cara-cara berdzikir untuk selalu mengingat Allah, sebagaimana berikut:
فإن أصل طريق الدين القوت الحلال وعند ذلك يلقنه ذكراً من الأذكار حتى يشغل به لسانه وقلبه فيجلس ويقول مثلا الله الله أو سبحان الله سبحان الله أو ما يراه الشيخ من الكلمات
[انظر كتاب إحياء علوم الدين : ج ٣ ص ٧٧ / ربع المهلكات / كتاب رياضة النفس وتهذيب الأخلاق ومعالجة أمراض القلب / للإمام أبو حامد محمد بن محمد الغزالي الطوسي الشافعي (ت ٥٠٥هـ) / الناشر: دار المعرفة - بيروت، بدون السنة].
“Maka sesungguhnya dasar dari jalan tasawuf adalah makanan yang halal. Maka ketika itu terpenuhi, hendaknya seorang guru mendiktekan pada muridnya salah satu macam dzikir hingga lisan dan hatinya sibuk dengan itu. Ia duduk dan misalnya berkata: “Allah, Allah” atau “Subhanallah subhanallah” atau redaksi lain yang diajarkan oleh gurunya.”
[Lihat Kitab Ihya’ Ulumiddin : Juz III Hal 77. Karya Imam Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad Al Ghazaliy Asy Syafi'iy].
Adapun soal anggapan bahwa mengulang kata “Allah” saja adalah salah menurut bahasa sebab tak berupa kalimat sempurna seperti “Mahasuci Allah” atau “Allah Mahabesar”, maka anggapan ini tidak bisa menjadi dalil untuk mengharamkan dzikir semacam ini sebab meskipun tak lumrah sebab hanya satu kata, ia tetaplah berfungsi selayaknya redaksi dzikir yang panjang sebagai pengingat kepada Allah.
Imam Syihabuddin Ar-Ramliy Asy Syafi'iy, salah satu ulama yang diakui sebagai mujtahid di kalangan madzhab Syafi’iyah, dalam kitab fatwanya pernah ditanya perihal hal ini dan beliau memberikan jawaban sebagai berikut:
(سُئِلَ) : عَنْ قَوْلِ الْقَائِلِ فِي مَجْلِسِ الذِّكْرِ اللَّهُ اللَّهُ فِي حَالِ صَحْوِهِ مِنْ اسْتِغْرَاقٍ هَلْ يُسَمَّى ذِكْرًا أَوْ لَا، وَإِذَا قُلْتُمْ بِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى ذِكْرًا هَلْ يُثَابُ عَلَيْهِ أَمْ لَا؟
(فَأَجَابَ): بِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى ذِكْرًا عُرْفًا لِعَدَمِ إفَادَتِهِ لَكِنَّهُ يُثَابُ لِقَصْدِ الذِّكْرِ كَمَا أَنَّ ذَا الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ آثِمٌ بِنُطْقِهِ بِحَرْفٍ وَاحِدٍ مِنْ الْقُرْآنِ بِقَصْدِ الْقِرَاءَةِ؛ لِأَنَّهُ نَوَى مَعْصِيَةً وَشَرَعَ فِيهَا، وَإِنْ لَمْ يُسَمَّ قَارِئًا
[انظر كتاب فتاوى الرملي : ج ٤ ص ٣٥٧ - ٣٥٨ / باب في مسائل شتى / الأنبياء يأتون لأجل شفاعة النبي ويسألونه إياها / للإمام شهاب الدين أحمد بن حمزة الأنصاري الرملي الشافعي (ت ٩٥٧هـ) / جمعها: ابنه، شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (ت ١٠٠٤هـ) / الناشر: المكتبة الإسلامية - بدون السنة].
“Imam Syihabuddin Ar-Ramliy Asy Syafi'iy ditanya tentang ucapan seseorang di majelis dzikir ‘Allah, Allah’ di saat ia tersadar dari keheningan dzikirnya, apakah itu disebut dzikir atau tidak? Dan bila tidak, apakah berpahala atau tidak?”
Imam Syihabuddin Ar-Ramliy menjawab:
“Secara kebiasaan yang berlaku, hal itu tidak disebut dzikir sebab bukan merupakan kalimat sempurna, tetapi pelakunya mendapat pahala sebab berniat dzikir, seperti halnya seseorang yang punya hadats besar berdosa ketika melafalkan satu huruf Al-Qur’an dengan niat membaca al-Qur’an, meskipun [secara kebiasaan] tidak disebut sebagai telah membaca Al-Qur’an,”
[Lihat Kitab Fatawa Ar-Ramliy : Juz IV Hal 357 - 358. Karya Imam Syihabuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy].
Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy rahimahullahu ta'ala menjelaskan dalam kitabnya Al Fatawa Al Haditsiyyah :
وَذكر لَا إِلَه إِلَّا الله أفضل من ذكر الْجَلالَة مُطلقًا هَذَا بِلِسَان أَئِمَّة الظَّاهِر، وَأما عِنْد أهل الْبَاطِن فالحال يخْتَلف باخْتلَاف أَحْوَال السالك، فَمن هُوَ فِي ابْتِدَاء أمره ومقاساته لشهود الأغيار وَعدم انفكاكه عَن التَّعَلُّق بهَا وَعَن إِرَادَته وشهواته وبقائه مَعَ نَفسه يحْتَاج إِلَى إدمان الْإِثْبَات بعد النَّفْي حَتَّى يستولي عَلَيْهِ سُلْطَان الذّكر،
فَإِذا استولت عَلَيْهِ تِلْكَ الجواذب حَتَّى أخرجته عَن شهواته وإرادته وحظوظه وَجَمِيع أَعْرَاض نَفسه صَار بَعيدا عَن شُهُود الأغيار وَاسْتولى عَلَيْهِ مراقبة الْحق أَو شُهُوده، فحينئذٍ يكون مُسْتَغْرقا فِي حقائق الْجمع الأحديِّ وَالشُّهُود السرمدي الفردي، فالأنسب بِحَالهِ الْإِعْرَاض عَمَّا يذكرهُ الأغيار والاستغراق فِيمَا يُنَاسب حَاله من ذكر الْجَلالَة فَقَط،
[انظر كتاب الفتاوى الحديثية : ص ٥٣ / للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي السعدي الأنصاري، شهاب الدين شيخ الإسلام، أبو العباس الشافعي (ت ٩٧٤هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة]
Berdzikir La ilaha ill-Allah lebih utama daripada berdzikir dengan Lafadz Jalalah (Allah) secara mutlak dengan lidah orang-orang ahli lahiriah (syari'at), dan untuk orang-orang ahli bathiniyyah (tashawwuf, suluk, hakikat), keadaannya berbeda-beda menurut keadaan si pencari (Shufi, Salik).
Maka barangsiapa yang berada di awal perkaranya dan penaksirannya untuk menyaksikan perubahan-perubahan dan tanpa adanya keterikatan yang terus-menerus dengannya, dan menjauh dari keinginan-keinginannya, syahwat-syahwatnya, dan ketetapan bersama dirinya, yang membutuhkan pada kecanduan atas penetapan/penegasan (adanya Allah), setelah menafikan (meniadakan Allah), sampai Sulthonu Dzikri (rajanya dzikir lafadz Allah) menguasainya,
Maka ketika desakkan-desakkan tersebut menguasainya sampai hal itu menjauhkannya dari keinginannya, kehendaknya, kekayaannya, dan semua gejala jiwanya, otomatis dia menjadi jauh dari kedukaan dan kebingungan, maka keinginan mendekatkan diri kepada Al Haqqu (yang hak) dan persaksian terhadapnya akan menguasainya, maka ketika itu terjadi dia akan tenggelam dalam realitas menyeluruh yang bersifat kesatuan dan persaksian abadi yang bersifat individualis,
Maka penisbatan dengan kondisinya, adalah berpaling dari apa yang disebutkan oleh orang-orang yang berduka dan kebingungan, dan tenggelam dalam apa yang disesuaikan dengan keadaannya, dari berdzikir menyebut "Allah" (lafadz Jalalah) saja.
[Lihat Kitab Al Fatawa Al Haditsiyyah : Hal 35. Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy].
Dari penjelasan Imam Ar-Ramliy Asy Syafi'iy dan Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy di atas bisa menjadi jawaban bagi yang mempermasalahkan ketidaklengkapan susunan kalimat bila dzikir hanya terdiri dari satu kata saja. Anggapnya tidak disebut sebagai dzikir namun malah disebut Rajanya Dzikir karena alasan tersebut, tetapi bukan berarti ia haram atau bid’ah, melainkan dianjurkan bagi orang-orang yang ingin taqarrub dan menenggelamkan diri membuktikan yang hak dan menyaksikan keesaanNya, tentunya tetap berpahala sesuai dengan niat pengucapnya. Apalagi hal ini sesuai dengan keterangan dalam ayat dan hadits di atas.
Jadi, fatwa yang mengharamkan dzikir semacam ini adalah tidak tepat.
2)• Menurut Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah
Allah adalah nama Allah yang paling Agung jika nama tersebut sudah tidak lagi disebut-sebut dan disembah maka sirnalah hikmah dalam kelangsungan hidup manusia
Dan tidak ada maqam dzikir yang lebih tinggi dari menyebut Allah Allah
قال الإمام علي القاري الحنفي في كتابه مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح :
أَيْ لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فَلَا يَبْقَى حِكْمَةٌ فِي بَقَاءِ النَّاسِ، وَمِنْ هَذَا يُعْرَفُ أَنَّ بَقَاءَ الْعَالَمِ بِبَرَكَةِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ، وَالْعُبَّادِ الصَّالِحِينَ، وَعُمُومِ الْمُؤْمِنِينَ، وَهُوَ الْمُرَادُ بِمَا قَالَهُ الطِّيبِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ، مَعْنَى (حَتَّى لَا يُقَالَ) حَتَّى لَا يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ وَلَا يُعْبَدَ،
[انظر كتاب مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح : ج ٨ ص ٣٥٠٠ / كتاب الفتن / باب لا تقوم الساعة إلا على شرار الناس / للإمام علي بن (سلطان) محمد، أبو الحسن نور الدين الملا الهروي القاري الحنفي (ت ١٠١٤هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت - لبنان، الطبعة: الأولى، ١٤٢٢هـ - ٢٠٠٢مـ].
Imam Mula 'Aliy Al Qariy Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan dalam kitabnya Mirqatu Al Mafatih Syarhu Misykat Al Mashabih :
Artinya: Allah tidak disebut, maka tidak ada hikmah dalam kelangsungan hidup manusia, dan dari sini diketahui bahwa kelangsungan hidup dunia adalah berkat para ulama yang mengamalkan ilmunya, hamba yang shalih-shalih dan mukmin pada umumnya, itulah yang dimaksud dengan apa Imam Ath-Thibi rahimahullahu dia, berkata: "Makna (hadits) sampai tidak dikatakan: [Allah Allah], sehingga nama Allah tidak disebutkan dan tidak disembah."
[Lihat Kitab Mirqatu Al Mafatih Syarhu Misykat Al Mashabih : Juz 8 Hal 3500. Karya Mula 'Aliy Al Qariy Al Hanafiy].
ويقول الإمام ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى في حاشيته = رد المحتار على الدر المختار :
وَرَوَى هِشَامٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ أَنَّهُ اسْمُ اللَّهِ الْأَعْظَمُ، وَبِهِ قَالَ الطَّحَاوِيُّ وَكَثِيرٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ وَأَكْثَرُ الْعَارِفِينَ حَتَّى أَنَّهُ لَا ذِكْرَ عِنْدَهُمْ لِصَاحِبِ مَقَامٍ فَوْقَ الذِّكْرِ بِهِ كَمَا فِي شَرْحِ التَّحْرِيرِ لِابْنِ أَمِيرِ حَاجٍّ.
[انظر كتاب حاشية رد المحتار، على الدر المختار: شرح تنوير الأبصار: ج ١ ص ٧ / مقدمة / للامام محمد أمين، الشهير بابن عابدين الحنفي [ت ١٢٥٢ هـ] / الناشر: شركة مكتبة ومطبعة مصطفى البابي الحلبي وأولاده بمصر، الطبعة: الثانية ١٣٨٦ هـ = ١٩٦٦ مـ].
Imam Ibnu 'Abidin Al Hanafiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan dalam kitab Hasyiyyahnya = Raddu Al Muhtar 'Ala Ad Durri Al Mukhtar :
Hisham meriwayatkan dari Muhammad dari Abi Hanifah : bahwa itu adalah nama Allah yang paling agung, dan dengan itu Imam Ath-Thahawiy dan banyak ulama dan ahli ma'rifat mengatakan bahwa bahkan menurut mereka, tidak ada penyebutan bagi orang yang memiliki maqam di atas penyebutannya, seperti dalam penjelasan Kitab Tahrir oleh Ibnu Amir Haji.
[Lihat Kitab Hasyiyyah Ibnu 'Abidin = Raddu Al Muhtar 'Ala Ad Durri Al Mukhtar : Juz 1 Hal 7. Karya Imam Ibnu 'Abidin Al Hanafiy].
3)• Menurut Pengikut Madzhab Imam Malik
Memilih lafadz "Allah" "Allah" atau lafadz "Huwa" "Huwa" sebagai DZIKIR YANG LEBIH UTAMA di atas semua dzikir lainnya
قال الشيخ أحمد بن أحمد بن محمد بن عيسى البرنسي الفاسي المعروف بـزرّوق المالكي (٨٤٦ هـ - ٨٩٩ هـ):
“ولهذا اختاره المشايخ ورجحوه على سائر الأذكار، وجعلوا له خلوات، ووصلوا به إلى أعلى المقامات والولايات، وإن كان منهم من اختار في الابتداء لا إله إلا الله وفي الانتهاء الله الله”
[ذكره عبد الله بن الصديق الغماري في: الإعلام بأن التصوف من شريعة الإسلام، ، ص: ٥٧].
Imam Ahmad Zaruq Al Fasiy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
Itulah sebabnya para syaikh memilihnya dan memberinya keutamaan di atas semua dzikir lainnya, dan membuat retret (mengasingkan diri) untuknya, dan membawanya ke maqam dan keadaan tertinggi, dan derajat kewalian, dan walaupun sebagian dari mereka memilih pelaksanaannya dimulai dengan lafadz : لا إله إلا الله (tidak ada Tuhan selain Allah), dan diakhiri dengan lafadz : الله الله.
[Disebutkan Oleh Syaikh Syarif 'Abdullah Bin Shadiq Al Ghumariy Al Hasaniy Dalam Kitab Al I'lam Bi Anna At Tashawwuf Min Syari'ati Al Islam : Hal 57].
وقال العارف بالله أبو العباس أحمد بن محمد بن المهدي بن الحسين بن محمد بن عجيبة الإدريسي الحسني الشريف المالكي (١١٦٢ - ١٢٢٤ هـ / ١٧٤٨ - ١٨٠٩ مـ) في كتابه معراج التشوف إلى حقائق علم التصوف :
“فالاسم المفرد [الله] هو سلطان الأسماء، وهو اسم الله الأعظم، ولا يزال المريد يذكره بلسانه ويهتز به حتى يمتزج بلحمه ودمه، وتسري أنواره في كلياته وجزئياته…، -(إلى أن قال)...:
فينتقل الذكر إلى القلب ثم إلى الروح ثم إلى السر، فحينئذ يخرس اللسان ويصل إلى الشهود والعيان”.
[انظر كتاب معراج التشوف إلى حقائق علم التصوف :
Al 'Arif Billah Syarif Abu Al 'Abbas Ibnu 'Ajibah Al Hasaniy Al Malikiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan :
Nama tunggal [Allah] adalah rajanya nama-nama, dan itu adalah nama Tuhan yang terbesar, dan orang yang menginginkannya terus menerus melafadzkan dengan lidahnya dan bergetar dengannya hingga bercampur dengan daging dan darahnya, dan cahayanya mengalir mengelilingi masuk dalam seluruh tubuhnya dan bagian-bagian tubuhnya... -(hingga ia berkata)-:
Kemudian dzikir berpindah kedalam hati, lalu ke ruh, lalu kesirr rahasia, lalu pada saat itu lisan diam membisu dan sampai pada Syuhud (persaksian dengan terbukanya tabir-tabir ghaib) dan 'Ayan (petunjuk yang tepat).
[Lihat Kitab Mi'raju At Tasyawwuq Ila Haqaiqi 'Ilmi At Tashawwuf Karya Imam Ahmad Ibnu 'Ajibah Al Malikiy].
4)• Menurut Pengikut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal
BID’AH DALAM SYARIAT, dzikir dengan isim mufrad (satu kata), baik berupa kata asli (Allah) ataupun kata ganti (Huwa)
Mengomentari dzikir semacam ini, Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy rahimahullahu ta'ala berkata:
ثُمَّ قَدْ يَقُولُونَ مَا يَقُولُهُ أَبُو حَامِدٍ: ذِكْرُ الْعَامَّةِ: " لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ " وَذِكْرُ الْخَاصَّةِ: " اللَّه اللَّه " وَذِكْرُ خَاصَّةِ الْخَاصَّةِ: " هُوَ " " هُوَ ".
وَالذِّكْرُ بِالِاسْمِ الْمُفْرَدِ مُظْهَرًا وَمُضْمَرًا بِدْعَةٌ فِي الشَّرْعِ وَخَطَأٌ فِي الْقَوْلِ وَاللُّغَةِ فَإِنَّ الِاسْمَ الْمُجَرَّدَ لَيْسَ هُوَ كَلَامًا لَا إيمَانًا وَلَا كُفْرًا.
[انظر كتاب مجموع الفتاوى : ج ١٠ ص ٣٩٦ /
المؤلف: شيخ الإسلام أحمد بن تيمية الحنبلي / الناشر: مجمع الملك فهد لطباعة المصحف الشريف - المدينة المنورة - السعودية، عام النشر: ١٤٢٥ هـ - ٢٠٠٤ مـ].
Kemudian mereka mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Imam Abu Hamid (Al Ghazaliy) :
Dzikir Umum : " لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ "
Dzikir Khushush : " اللَّه اللَّه "
Dzikir Khashatil Khashah : " هُوَ " " هُوَ "
"Dzikir dengan isim mufrad (satu kata), baik berupa kata asli (Allah) ataupun kata ganti (Huwa) ADALAH BID’AH DALAM SYARIAT, salah secara etika berbicara dan keliru secara bahasa. Karena satu kata, bukan kalam (kalimat sempurna), bukanlah iman dan bukan pula kekafiran.”
[Lihat Kitab Majmu’ Al-Fatawa : Juz X Hal 396. Karya Imam Ibnu Taimiyyah Al Hanbaliy].
5)• Menurut Madzhab Ahli Tashawwuf
وقال القطب الشيخ أبو العباس المرسي:
“ليكن ذكرك: [الله الله] فإن هذا الاسم سلطان الأسماء، وله بساط وثمرة، فبساطه العلم، وثمرته النور، وليس النور مقصودا لذاته، بل لما يقع به من الكشف والعيان”.
[انظر كتاب لطائف المنن في مناقب الشيخ أبي العباس المرسي وشيخه أبي الحسن، ابن عطاء الله السكندري. وانظر كتاب الطبقات الكبرى للشعراني لوافح الأنوار في طبقات الأخيار. وانظر كتاب الذكر الجماعي بين الاتباع والابتداع : ص ١١٢ / فتاوى أهل العلم وكلامهم حول الذكر الجماعي / بيان ما هو الذكر الشرعي / المؤلف: محمد بن عبد الرحمن الخميس / الناشر: دار الهدي النبوي، مصر / المنصورة، ودار الففضيلة، الرياض، المملكة العربية السعودية, الطبعة: الأولى، ١٤٢٥هـ/٢٠٠٤مـ]
Imam Al Quthub Abu Al 'Abbas Al Mursiyyi menjelaskan :
Jadilanlah Dzikirmu : [Allah Allah], karena nama ini adalah rajanya para nama, dia memiliki keluasan dan buah, keluasannya adalah ilmu pengetahuan, dan buahnya adalah cahaya, dan cahaya bukan dimaksudkan untuk bentuknya, akan tetapi untuk apa yang terjadi melalui perantaraannya, dari dibukanya tabir-tabir ghaib (kasyf) dan petunjuk yang tepat.
[Lihat buku Lataif Al-Munn dalam kebajikan Syekh Abi Al-Abbas Al-Mursi dan syekhnya Abi Al-Hassan, Ibnu Atta Allah Al-Iskandari. Ath Thabaqatu Al Kubra LisySya'raniy. Dan Kitab Adz Dzikru Al Jama'i Baina Al Itba' Wa Al Ibtida' : Hal 112. Muhammad 'Abdurrahman Al Khamis].
وقال الإمام الجنيد:
“ذاكر هذا الاسم ذاهب عن نفسه، متصل بربه، قائم بأداء حقه، ناظر إليه بقلبه، قد أحرقت أنوار الشهود صفات بشريته”،
[انظر كتاب الإلمام والإعلام، ابن زكري، ص: ٣٤٠. وانظر نور التحقيق، ص: ١٧٩ - ١٨٠].
Imam Al Junaid mengatakan :
Orang yang mengingat nama ini berangkat dari dirinya sendiri, terhubung dengan Tuhannya, memenuhi haknya, memandang kepada Nya dengan hatinya, maka sungguh cahaya persaksian telah membakar sifat-sifat kemanusiaannya.
[Lihat Kitab Al Ilmamu Wa Al I'lam : Hal 340. Oleh Ibnu Zakariy. Dan Kitab Nuru At Tahqiq : Hal 179 - 180].
وذكر أبو علي الدقاق، أن رجلا كان يقول:
“[الله الله] دائما، فأصاب حجر رأسه فشجّه فقطر منه الدم، وكتب على الأرض: [الله الله]”.
Imam Abu 'Aliy Ad Daqqaq menyebutkan : bahwasanya ada seseorang yang selalu mengucapkan lafadz "Allah" "Allah" kemudian sebongkah batu jatuh dikepalanya dan melukainya, lalu mengalir darah darinya dan tetesan darah tersebut menulis diatas tanah berbentuk lafadz "Allah" "Allah".
و”بقي النوري في بيته ثلاثة أيام لم يأكل ولم يشرب ولم ينم، وهو يقول: [الله الله الله]، فأعلم الجنيد بذلك فقال: انظروا أمحفوظة عليه أوقاته أم لا؟ فقالوا له: إنه يصلي الفرائض، فقال: الحمد لله الذي لم يجعل للشيطان عليه سبيلا”،
An Nuriy berdiam diri dalam rumahnya 3 hari tanpa makan, minum, dan tidur, dan dia menyebut : "Allah" "Allah". Maka Imam Al Junaid diberitahu dengan semua itu, kemudian beliau berkata : maka kalian lihatlah apakah dia menjaga waktu-waktunya atau tidak? Maka merekapun memberitahukan kepadanya : ia menjalankan shalat fardlu. Lalu Imam Al Junaid berkata : Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan bagi syaitan jalan kepadanya.
و”سئل الشبلي: لم تقول: [الله الله] ولا تقول: لا إله إلا الله؟
فقال: لا أبغي له ضدا،
فقال السائل: أريد أعلى من هذا،
فقال أخشى أن أوخذ بين وحشية النفي والإثبات
فقال: أريد أعلى من هذا،
فقال: ﴿قل الله ثم ذرهم في خوضهم يلعبون﴾[الأنعام/91].
فزعق السائل ومات، فتعلق أولياؤه بالشبلي فقال لهم: روح دعيت فسمعت وأجابت فما ذنبي؟ فقال الخليفة: خلّو سبيله، لا ذنب له
[انظر كتاب ينظر: الإلمام والإعلام، ابن زكري، ص: ٣٤١].
Imam Asy Syibliy pernah ditanya : kenapa anda berdzikir mengucapkan "Allah" "Allah"? Bukan "Laa Ilaaha Illallaah?
Kemudian beliau menjawab : Aku tidak menginginkan ada lawan bagiNya.
Penanya : apakah anda menginginkan yang lebih tinggi dari ini?
Beliau menjawab seraya membacakan sebuah ayat : Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. (QS. Al An'am : 91).
Kemudian si penanya berteriak histeris dan meninggal lalu saudara-saudaranya mengaitkan permasalahan ini dengan Imam Asy Syibliy, lalu beliau berkata kepada mereka : ruhnya dipanggil, mendengar dan menjawab : apakah dosaku?
Khalifah (penjaganya) menjawab : bebas jalanya ia samasekali tidak punya dosa.
[Lihat Al Ilmam Wa Al I'lam : Hal 341. Oleh Ibnu Zakriy].
6)• Menurut Madzhab Ahli Hadits
قال الحافظ ابن حجر العسقلاني المصري الشافعي– رحمه الله - في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري:
وَقِيلَ الْمُرَادُ بِالِاسْمِ الْأَعْظَمِ كُلُّ اسْمٍ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى دَعَا الْعَبْدُ بِهِ مُسْتَغْرِقًا بِحَيْثُ لَا يَكُونُ فِي فِكْرِهِ حَالَتَئِذٍ غَيْرُ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنَّ مَنْ تَأَتَّى لَهُ ذَلِكَ اسْتُجِيبَ لَهُ وَنُقِلَ مَعْنَى هَذَا عَنْ جَعْفَرٍ الصَّادِقِ وَعَنِ الْجُنَيْدِ وَعَنْ غَيْرِهِمَا .انتهى
[انظر كتاب فتح الباري بشرح صحيح البخاري : ج ١١ ص ٢٢٤ / (قوله باب قول لا حول ولا قوة إلا بالله) / للإمام الحافيظ أحمد بن علي بن حجر العسقلاني الشافعي (٧٧٣ - ٨٥٢ هـ) / الناشر: دار المعرفة - بيروت، ١٣٧٩ هـ].
Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalaniy Al Mishriy Asy Syafi'iy rahimahullah berkata dalam kitabnya Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy:
‘Dikatakan maksud nama yang paling agung adalah semua nama diantara nama-nama Allah Ta’ala dimana seorang hamba berdoa dengan sepenuh (hati) yang dalam pikirannya tidak ada selain Allah Ta’ala. Maka barangsiapa yang melakukan seperti itu, maka akan dikabulkan. Dinukilkan makna seperti ini dari Ja’far As-Sodiq dan Al-Junaid dan selain dari keduanya. Selesai
[Lihat Kitab Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : Juz 11 Hal 224. Karya Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalaniy Asy Syafi'iy].
وقال المناوي شارحا حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم:
“إن الله تعالى يقول: أنا مع عبدي ما ذكرني وتحركت بي شفتاه”: فهو مع من يذكره بقلبه، ومع من يذكره بلسانه، لكن معيته مع الذكر القلبي أتم، وخص اللسان لإفهامه دخول الأعلى بالأولى، لكن محبته وذكره لما استولى على قلبه وروحه صار معه وجليسه، ولزوم الذكر عند أهل الطريق من الأركان الموصلة إلى الله تعالى، وهو ثلاثة أقسام: ذكر العوام باللسان، وذكر الخواص بالقلب، وذكر خواص الخواص بفنائهم عن ذكرهم عند مشاهدتهم مذكورهم، حتى يكون الحق مشهودا لهم في كل حال.
قالوا: وليس للمسافر إلى الله في سلوكه أنفع من الذكر المفرد القاطع من الأفئدة الأغيار، وهو [الله]. وقد ورد في حقيقة الذكر وتجلياته ما لا يفهمه إلا أهل الذوق”.
[انظر كتاب فيض القدير شرح الجامع الصغير : ج ٢ ص ٣٠٩ / حرف الهمزة / للإمام المحدث زين الدين محمد المدعو بعبد الرؤوف بن تاج العارفين بن علي بن زين العابدين الحدادي ثم المناوي القاهري (ت ١٠٣١هـ) / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى - مصر، الطبعة: الأولى، ١٣٥٦ ﮪ].
Imam Al Muhaddits Al Munawiy rahimahullahu ta'ala menjelaskan dalam kitabnya Nailu Al Author :
Allah swt berfirman: Aku bersama hamba-Ku selama dia mengingat-Ku dan bibirnya bergerak bersama-Ku.” Dia bersama orang-orang yang berdzikir dengan hatinya, dan dengan orang-orang yang berdzikir dengan lidahnya, tetapi persahabatan dengan dzikir hati lebih sempurna, dan lidah dipilih untuk pemahamannya memasuki yang tertinggi dengan yang lebih utama, tetapi cinta dan dzikirnya ketika dia sudah merebut hati dan jiwanya, maka menjadi bersamanya dan temannya, dan melanggengkan berzikir menurut ahli jalan (suluk, lelaku) merupakan salah satu rukun yang menyambung kepada Allah Ta'ala.
Dan itu ada tiga bagian: pertama : dzikirnya orang biasa/awwam dengan lidah, kedua : dzikirnya orang khusus/elit dengan hati, dan ketiga : dzikirnya orang khawasul khawwash/super elit dengan penghancuran mereka dari ingatan mereka ketika mereka melihat penyebutan mereka, sehingga kebenaran disaksikan kepada mereka dalam setiap situasi.
Mereka berkata: Tidak ada bagi musafir menuju Tuhan dalam lelakunya yang lebih bermanfaat daripada satu-satunya dzikir dari hati non-Yahudi, yaitu [Allah], lebih bermanfaat dibandingkan dengan apa yang telah dinyatakan dalam kebenaran ingatan dan manifestasinya adalah apa yang hanya dapat dipahami oleh orang yang memiliki dzauq (perasaan hati yang paling dalam).
[Lihat Kitab Faidl Al Qadir Syarhu Al Jami' Ash Shaghir : Juz 2 Hal 309. Karya Imam Al Muhaddits 'Abdurrauf Al Munawiy Al Qahiriy].
Selesai dinukil hari Selasa pahing malam Rabu pon
Dikradenan selatan oo3 oo1 Kradenan Srumbung Magelang Jateng 56483
الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحة
٢٥ شــــوال ١٤٤٤ هـ
١٦ مــــــايو ٢٠٢٣ مـ
