HUKUM PUASA SYAWWAL DAN HAL HAL YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

Tampilkan postingan dengan label HUKUM PUASA SYAWWAL DAN HAL HAL YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Juli 2020

📚✍• HUKUM PUASA 6 HARI SETELAH IDUL FITRI BOLEHKAH DINIATI BERPUASA QADLA (MENGGANTI) DAN BOLEHKAH MEMBATALKANNYA KETIKA DIJAMU?

*📚✍• HUKUM PUASA 6 HARI SETELAH IDUL FITRI BOLEHKAH DINIATI BERPUASA QADLA (MENGGANTI) DAN BOLEHKAH MEMBATALKANNYA KETIKA DIJAMU?*

(edisi lebaran tahun corona)

*🌴📚A• DALIL AL QUR'AN SETELAH SELESAI SATU URUSAN MAKA URUSLAH URUSAN YANG LAIN*

Allah Ta’ala berfirman :

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (٧) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (٨)

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.”

{QS. Alam Nasyrah: 094/ 7-8}

*🌴✍• قال الإمام ابن كثير الشافعي رحمه الله تعالى :*

وَقَوْله تَعَالَى " فَإِذَا فَرَغْت فَانْصَبْ وَإِلَى رَبّك فَارْغَبْ " أَيْ إِذَا فَرَغْت مِنْ أُمُور الدُّنْيَا وَأَشْغَالهَا وَقَطَعْت عَلَائِقهَا فَانْصَبْ إِلَى الْعِبَادَة وَقُمْ إِلَيْهَا نَشِيطًا فَارِغ الْبَال وَأَخْلِصْ لِرَبِّك النِّيَّة وَالرَّغْبَة

هَذَا الْقَبِيل قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيث الْمُتَّفَق عَلَى صِحَّته " لَا صَلَاة بِحَضْرَةِ طَعَام وَلَا وَهُوَ

يُدَافِعهُ الْأَخْبَثَانِ " وَقَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاة وَحَضَرَ الْعَشَاء وَمِنْفَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ "

قَالَ مُجَاهِد فِي هَذِهِ الْآيَة إِذَا فَرَغْت مِنْ أَمْر الدُّنْيَا فَقُمْت إِلَى الصَّلَاة فَانْصَبْ لِرَبِّك وَفِي رِوَايَة عَنْهُ إِذَا قُمْت إِلَى الصَّلَاة فَانْصَبْ فِي حَاجَتك

وَعَنْ اِبْن مَسْعُود إِذَا فَرَغْت مِنْ الْفَرَائِض فَانْصَبْ فِي قِيَام اللَّيْل .

وَعَنْ اِبْن عِيَاض نَحْوه وَفِي رِوَايَة عَنْ اِبْن مَسْعُود " فَانْصَبْ وَإِلَى رَبّك فَارْغَبْ " بَعْد فَرَاغك مِنْ الصَّلَاة وَأَنْتَ جَالِس

وَقَالَ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس فَإِذَا فَرَغْت فَانْصَبْ يَعْنِي فِي الدُّعَاء

وَقَالَ زَيْد بْن أَسْلَم وَالضَّحَّاك " فَإِذَا فَرَغْت " أَيْ مِنْ الْجِهَاد " فَانْصَبْ " أَيْ فِي الْعِبَادَة .

{انظر كتاب تفسير ابن كثير : ج ٨ ص ٤١٨ / سورة الشرح [سورة الشرح (٩٤) : الآيات ١ إلى ٨] / للإمام ابن كثير الشافعي / الناشر: دار الكتب العلمية - بيروت الطبعة: الأولى - ١٤١٩ هـ}

*🌴👌• Imam Ibnu Katsir Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

((Firman Allah Ta'ala : “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.”))

Artinya : “Jika engkau telah selesai dari urusan dan kesibukan duniamu, maka lakukanlah ibadah. Semangatlah melakukan yang penting. Murnikanlah niatan dan harapanmu pada Rabbmu.”

Dua hadits ini adalah contoh diperintahkan kita bisa konsen dalam ibadah.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ

“Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan (kencing atau buang air besar).” (HR. Muslim no. 560).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ وَحَضَرَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ

“Jika shalat telah ditegakkan dan makanan sudah siap tersajikan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR. Bukhari no. 5465)

Mujahid berkata tentang ayat ini, “Jika engkau telah selesai dari urusan duniamu, kerjakanlah shalat, hadaplah Rabbmu.”

Ada juga riwayat dari Mujahid, “Jika engkau telah selesai shalat, tunaikanlah hajat-hajatmu.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Jika engkau telah menunaikan shalat fardhu, tunaikanlah shalat malam.” Dari Ibnu ‘Iyadh berpendapat seperti itu pula.

‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

{ فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ } يعني: فِي الدُّعَاءِ

“Jika engkau telah selesai (dari shalat atau ibadah, pen.), maka berdo’alah.” Ini jadi dalil sebagian ulama dibolehkan berdoa setelah shalat fardhu.

{Lihat Kitab Tafsir Ibnu Katsir : juz 8 hal 418 / Surat Asy Syarhu [Surat Asy Syarhu : 094 ayat 1 - 8] / Karya Imam Ibnu Katsiir Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah - Beirut , Cet. Pertama, Th. 1419 H}.

Seperti halnya setelah selesai melaksanakan shalat fardhu kemudian disunnahkan berdoa, atau shalat Sunnah, puasa Syawwal juga merupakan sebuah ibadah yang disunnahkan dilaksanakan setelah melaksanakan kewajiban berpuasa Ramadhan, hal ini sesuai dengan penafsiran ayat diatas.

*🌴📚B• DALIL HADITS DAN TAFSIRNYA TENTANG PUASA SYAWWAL*

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ ، وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ ، جَمِيعًا عَنْ إِسْمَاعِيلَ ، قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ ، أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّهُ حَدَّثَهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –ﷺ💞– قَالَ :

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ »_*

وحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ ، أَخُو يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ ، أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ ثَابِتٍ ، أَخْبَرَنَا أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ –ﷺ💙– يَقُولُ بِمِثْلِهِ .

وحَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ ثَابِتٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –ﷺ💚– بِمِثْلِهِ

{رواه مسلم / كِتَاب الصِّيَامِ / بَابُ اسْتِحْبَابِ صَوْمِ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ إِتْبَاعًا لِرَمَضَانَ / حديث رقم : ٢٠٧٠}.

Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id dan Ali bin Hujr semuanya dari Isma'il -(Ibnu Ayyub)-

berkata: Telah menceritakan kepada kami : Isma'il bin Ja'far. Telah mengabarkan kepadaku : Sa'd bin Sa'id bin Qais. Dari Umar bin Tsabit bin Harits Al Khazraji. Dari Abu Ayyub Al Anshariy radliyyAllahu 'anhu, bahwa beliau telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah –ﷺ💜– pernah bersabda:

*_"Siapa yang berpuasa Ramadlan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa."_*

Dan Telah menceritakan kepada kami: Ibnu Numair. Telah menceritakan kepada kami: bapakku. Telah menceritakan kepada kami : Sa'd Sa'id saudaranya Yahya bin Sa'id. Telah mengabarkan kepada kami : Umar bin Tsabit. Telah mengabarkan kepada kami : Ayyub Al Anshariy radliyyAllahu 'anhu, ia berkata; Saya mendengar Rasulullah –ﷺ💙– bersabda. Yakni dengan hadits semisalnya.

Dan Telah menceritakannya kepada kami : Abu Bakr bin Abu Syaibah. Telah menceritakan kepada kami : Abdullah bin Mubarak. Dari Sa'd bin Sa'id, ia berkata, saya mendengar Umar bin Tsabit ia berkata : saya mendengar Abu Ayyub radliyyAllahu 'anhu. Berkata; Rasulullah –ﷺ💚– bersabda: yakni dengan hadits yang serupa.

{HR. Muslim / Kitabu Ash Shiyami / Babu Istihbabi Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin Ìtba'an Liramadlana / No. 2070}.

*✍📚• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ":*

قَوْله –ﷺ💞– : ( مَنْ صَامَ رَمَضَان ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر )

فِيهِ دَلَالَة صَرِيحَة لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ وَأَحْمَد وَدَاوُد وَمُوَافِقَيْهِمْ فِي اِسْتِحْبَاب صَوْم هَذِهِ السِّتَّة ،

وَقَالَ مَالِك وَأَبُو حَنِيفَة : يُكْرَه ذَلِكَ ، قَالَ مَالِك فِي الْمُوَطَّإِ : مَا رَأَيْت أَحَدًا مِنْ أَهْل الْعِلْم يَصُومهَا ، قَالُوا : فَيُكْرَهُ ؛ لِئَلَّا يُظَنَّ وُجُوبُهُ .

وَدَلِيلُ الشَّافِعِيِّ وَمُوَافِقِيهِ هَذَا الْحَدِيثُ الصَّحِيحُ الصَّرِيحُ

{انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم : ج ٨ ص ٥٦ / كتاب الزكاة هي في اللغة النماء والتطهير فالمال / باب استحباب صوم ستة أيام من شوال اتباعا لرمضان / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي الشافعي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ}.

*🌴👌• Imam Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim ":*

Sabda Nabi –ﷺ💞– :

*_(("Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun."))_*(HR. Muslim).

Dalil ini yang dibuat pijakan kuat madzhab syafi’iy, Ahmad Bin Hanbal dan Abu Daud tentang *KESUNAHAN MENJALANKAN PUASA 6 HARI DIBULAN SYAWWAL,* sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah : *MEMAKRUHKAN MENJALANINYA*, Imam Malik berkata dalam kitabnya " Al Muwatho' " : aku tidak pernah melihat satupun dari para ahli ilmu yang menjalankannya, kemudian mereka mengatakan : *DIMAKRUHKAN* dengan argument (alasan) agar tidak memberi prasangka akan wajibnya puasa tersebut. Dan dalil pijakan Imam Syafi'iy dan yang menyetujuinya *YAKNI HADITS INI YANG SHAHIH DAN JELAS.*

{Lihat Kitab Al Minhaj Syarhu Nawaawi ‘Ala Muslim : juz VIII/56 /

Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathhiru Falmalu / Babu Istihbabi Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin Ìtba'an Liramadlana / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar Ìhya'u At Turats Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*🌴💾• Imam An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala melanjutkan dalam Kitabnya yang sama :*

قَالَ أَصْحَابنَا : وَالْأَفْضَل أَنْ تُصَامَ السِّتَّةُ مُتَوَالِيَةً عَقِبَ يَوْم الْفِطْرِ ، فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ أَوَائِل شَوَّال إِلَى أَوَاخِره حَصَلَتْ فَضِيلَة الْمُتَابَعَةُ ؛ لِأَنَّهُ يَصْدُقُ أَنَّهُ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّال.ا.هـ والله أعلم.

Para pengikut kalangan syafi’iy (ashabuna) menilai yang lebih utama menjalaninya berurutan secara terus-menerus (mulai hari kedua syawal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan diakhir bulan syawal pun juga masih mendapatkan keutamaan sebagaimana hadits di atas. Ulama berkata “alasan menyamainya puasa setahun penuh berdasarkan bahwa satu kebaikan menyamai sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan menyamai sepuluh bulan lain, dan 6 hari di bulan syawal menyamai dua bulan lainnya ( 6 x 10 = 60 = 2 bulan).

{Lihat Kitab Al Minhaj Syarhu Nawaawi ‘Ala Muslim : juz VIII/56 /

*💾✍• Hadits serupa dalam redaksi riwayat Imam Ahmad :*

حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ الْحَارِثِ الذِّمَارِيِّ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ الرَّحَبِيِّ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنِ النَّبِيِّ –ﷺ💞– قَالَ:

*_" مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ، وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ "._*

{رواه احمد / تتمة مسند الأنصار / ومن حديث ثوبان / رقم الحديث : ٢٢٤١١}.

Telah menceritakan kepada kami : Al-Hakam bin Naafi’. Telah menceritakan kepada kami : Ibnu ‘Ayyaasy. Dari Yahyaa bin Al-Haarits Adz-Dzimmaariy. Dari Abu Asmaa’ Ar-Rahabiy. Dari Tsaubaan. Dari Nabi –ﷺ💞–:

*_“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadlan maka puasa sebulan itu sama dengan sepuluh bulan; dan dengan puasa enam hari setelah berbuka (‘Iedul-Fithri), maka ia melengkapi puasa setahun”._*

{HR. Ahmad / Titimmatun Musnad Al Anshori / Wa Min Haditsi Tsauban / No. 22411}.

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ أَخُو يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ ثَابِتٍ رَجُلٌ مِنْ بَنِي الْحَارِثِ أَخْبَرَنِي أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ –ﷺ💞– يَقُولُ :

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَاكَ صِيَامُ الدَّهْرِ »_*

{رواه احمد / أحاديث رجال من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم / حديث أبي أيوب الأنصاري / رقم الحديث : ٢٣٥٣٣}.

Telah menceritakan kepada kami : Ibnu Numair. Telah menceritakan kepada kami : Sa'ad bin Sa'id Al Anshariy saudara Yahya bin Sa'id. Telah mengabarkan kepadaku : Umar bin Tsabit -(seorang dari bani Al Harits)- Telah mengabarkan kepadaku : Abu Ayyub Al Anshariy, beliau berkata; saya telah mendengar Rasulullah–ﷺ💞– bersabda:

*_"Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan syawal, maka itulah puasa setahun penuh"._*

{HR. Ahmad / Ahaditsu Rijalin Min Ashhabi An Nabiyyi ShallAllahu 'Alaihi Wa Sallama / Haditsu Abi Ayyub Al Anshariy / No. 23533}.

*💾✍• Hadits serupa dalam redaksi riwayat Imam Abu Dawud :*

حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ وَسَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ صَاحِبِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ –ﷺ💞– قَالَ :

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ »_*

{رواه ابو داود / كتاب الصوم / باب في صوم ستة أيام من شوال / رقم الحديث : ٢٤٣٣}.

Telah menceritakan kepada kami : An Nufaili. Telah menceritakan kepada kami : Abdul Aziz bin Muhammad. Dari Shafwan bin Sulaim serta Sa'd bin Sa'id. Dari Umar bin Tsabit Al Anshariy. Dari Abu Ayyub sahabat Nabi –ﷺ💞–. Dari Nabi –ﷺ❤–, beliau berkata:

*_"Barangsiapa yang melakukan puasa pada Bulan Ramadhan kemudian ia ikutkan dengan puasa enam hari pada Bulan Syawal, maka seolah-olah ia berpuasa satu tahun."_*

{HR. Abu Dawud / Kitabu Ash Shaumi / Babu Fi Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin / No. 2433}.

*💾✍• Hadits serupa dalam redaksi riwayat Imam Tirmidzi :*

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ –ﷺ💜–:

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ »_*

وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَثَوْبَانَ قَالَ أَبُو عِيسَى : *حَدِيثُ أَبِي أَيُّوبَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ*

وَقَدْ اسْتَحَبَّ قَوْمٌ صِيَامَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ : هُوَ حَسَنٌ هُوَ مِثْلُ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ وَيُرْوَى فِي بَعْضِ الْحَدِيثِ وَيُلْحَقُ هَذَا الصِّيَامُ بِرَمَضَانَ وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُبَارَكِ أَنْ تَكُونَ سِتَّةَ أَيَّامٍ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ : إِنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُتَفَرِّقًا فَهُوَ جَائِزٌ قَالَ وَقَدْ رَوَى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ وَسَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ–ﷺ💙– هَذَا وَرَوَى شُعْبَةُ عَنْ وَرْقَاءَ بْنِ عُمَرَ عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ هَذَا الْحَدِيثَ وَسَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ هُوَ أَخُو يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ وَقَدْ تَكَلَّمَ بَعْضُ أَهْلِ الْحَدِيثِ فِي سَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ حَدَّثَنَا هَنَّادٌ قَالَ أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ عَنْ إِسْرَائِيلَ أَبِي مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ قَالَ : كَانَ إِذَا ذُكِرَ عِنْدَهُ صِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ فَيَقُولُ : وَاللَّهِ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ بِصِيَامِ هَذَا الشَّهْرِ عَنْ السَّنَةِ كُلِّهَا

{رواه الترمذي / كتاب الصوم عن رسول الله صلى الله عليه وسلم / باب ما جاء في صيام ستة أيام من شوال / رقم الحديث : ٧٥٩}.

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Mani'. Telah menceritakan kepada kami : Abu Mu'awiyah. Telah menceritakan kepada kami : Sa'd bin Sa'id. Dari Umar bin Tsabit. Dari Abu Ayyub, beliau berkata : Rasulullah–ﷺ💞– bersabda:

*_" Barang siapa yang berpuasa Ramadlan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka hal itu sama dengan puasa setahun penuh."_*

Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Jabir, Abu Hurairah dan Tsauban. Abu 'Isa berkata, hadits Abu Ayyub adalah *HADITS HASAN SHAHIH.*

Sebagian ulama menyukai untuk berpuasa enam hari di bulan Syawwal berdasarkan hadits ini. Ibnu Al Mubarak berkata : pendapat itu baik seperti halnya berpuasa tiga hari di pertengahan tiap bulan, Ibnu Al Mubarak melanjutkan, telah diriwayatkan di sebagian hadits, bahwa puasa ini lanjutan dari puasa Ramadlan, Ibnu Mubarak memilih dan lebih menyukai berpuasa enam hari di awal bulan berturut-turut namun tidak mengapa jika ingin berpuasa enam hari tidak berurutan.

(perawi) berkata, 'Abdul Aziz bin Muhammad. Telah meriwayatkan hadits ini dari Shafwan bin Sulaim, sedangkan Sa'ad bin Sa'id meriwayatkannya dari Umar bin Tsabit. Dari Abu 'Ayyub. Dari Nabi –ﷺ💜–. Begitu juga Syu'bah meriwayatkan hadits ini dari Warqa' bin Umar. Dari Sa'ad bin Sa'id dan Sa'ad bin Sa'id (ialah saudaranya Yahya bin Sa'id Al Anshari), para ahlul hadits mencela Sa'ad bin Sa'id dari segi hafalannya. Telah menceritakan kepada kami : Hannad. Telah menceritakan kepada kami : Hasan bin Ali Al Ju'fi. Dari Isra'il Abu Musa. Dari Hasan Al Bashri beliau berkata : jika disebutkan padanya puasa enam hari di bulan Syawwal dia berkata : demi Allah, sungguh Allah telah ridla kepada puasa enam hari di bulan Syawwal sebanding dengan puasa setahun penuh.

{HR. Tirmidzi / Kitabu Ash Shaumi 'An Rasulillah –ﷺ💜– / Babu Ma Ja'a Fi Shiyami Sittati Ayyamin Min Syawwalin / No. 759}.

*📚✍• Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Nasaa-i dengan lafadz :*

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْحَارِثِ الذَّمَارِيُّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أَسْمَاءَ الرَّحَبِيَّ عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💜– أَنَّهُ قَالَ :

*_« مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا»_*

{رواه ابن ماجة واللفظ له / كتاب الصيام / باب صيام ستة أيام من شوال / رقم الحديث : ١٧١٥. والنسائي}.

Telah menceritakan kepada kami : Hisyam bin Ammar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Baqiyyah berkata : Telah menceritakan kepada kami : Shadaqah bin Khalid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Yahya Ibnul Harits Adz Dzimari, ia berkata; aku mendengar Abu Asma Ar Rahabi. Dari Tsauban pelayan Rasulullah–ﷺ💜– dari Rasulullah–ﷺ💙–, Bahwasannya beliau bersabda:

*_"Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seakan ia berpuasa setahun secara sempurna. Dan barangsiapa berbuat satu kebaikan maka ia akan mendapat sepuluh pahala yang semisal."_*

{Teks Hadits Riwayat Ibnu Majah / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shiyami Sittati Ayyamin Min Syawwalin / No. 1715 | Dan Nasaa'i}.

*📚✍• Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dengan lafadz :*

حَدَّثَنَا أَحْمَد بْنُ عَبْدةَ، حَدَّثَنَا عَبْد الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ الدَّرَاوَرْدِيَّ- عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْم، وَسَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّه - صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:

*_"مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ، فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ"._*

{رواه ابن خزيمة / كتاب الصوم / (١٧١) - باب فضل اتباع صيام رمضان بصيام ستة أيام من شوال، فيكون كصيام السنة كلها / رقم الحديث: ٢١١٤}.

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin 'Abdah. Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz -(yakni : Ibnu Muhammad Ad Darawardiy)-. Dari Shafwan bin Sulaim dan Sa'du bin Sa'id. Dari 'Umar bin Tsabit. Dari Abi Abi Ayyub Al Anshariy, beliau berkata : Rasullullah –ﷺ💙– bersabda :

*_“Puasa bulan Ramadhan, (ganjarannya) sepuluh bulan dan puasa enam hari (sama dengan) dua bulan. Itulah puasa satu tahun”._*

{HR. Ibnu Khuzaimah / Kitabu Ash Shaumi / (171) - Babu Fadli Ìtbaa'i Shiyami Ramadlana Bishiyami Sittati Ayyamin Min Syawwalin , Fayakunu Kashiyami As Sunnati Kulliha / No. 2114}.

*📚✍• Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan lafadz :*

أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِدْرِيسَ الْأَنْصَارِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْحَارِثِ الذِّمَارِيُّ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ الرَّحَبِيِّ , عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💞–, عَنْ رَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💜–قال:

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَسِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَقَدْ صَامَ السَّنَةَ»_*

{رواه ابن حبان في صحيحه / كتاب الصوم / باب صوم التطوع / ذِكْرُ الْخَبَرِ الْمُدْحِضِ قَوْلَ مَنْ زَعَمَ أَنَّ هَذَا الْخَبَرَ تَفَرَّدَ بِهِ عُمَرُ بْنُ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ / رقم الحديث : ٣٦٣٥}.

Telah mengabarkan kepada kami : Al Husain bin Idris Al Anshariy. Telah menceritakan kepada kami : Hisyam bin 'Ammar. Telah menceritakan kepada kami : Al Walid bin Muslim. Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Al Harits Adz Dzimariy. Dari Abi Asma' Ar Rahabiy. Dari Tsauban Maula (budak merdeka) Rasulillah –ﷺ💞–. Dari Rasulillah –ﷺ💜–, beliau bersabda :

*_“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan enam hari pada bulan Syawwal, berarti sudah melaksanakan puasa satu tahun”._*

{HR. Ibnu Hibban Dalam Kitab Shahihnya / Kitabu Ash Shaumi / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Dikru Al Khabari Al Mudkhidli Qaula Man Za'ama Anna Hadza Al Khabara Tafarrada Bihi 'Umaru bin Tsabit 'An Abi Ayyuba / No. 3635}.

*📚✍• Diriwayatkan pula oleh Al Bazzar dalam Shahih-nya dengan lafadz :*

وحَدَّثنا عُمَر بن حفص الشيباني، قَال: حَدَّثنا أَبُو عامر، قَال: حَدَّثنا زهير عن العلاء بن عَبد الرحمن، عَن أَبِيه، َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي –ﷺ💞– قَالَ :

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَه بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ »_*

{رواه البزار وأحد طرقه عنده صحيح / مسند أبي حمزة أنس بن مالك / رقم الحديث : ٨٣٣٤}.

Telah menceritakan kepada kami : 'Umar bin Hafsh Asy Syaibaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Abu 'Amir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Zuhair. Dari Al 'Ala` bin 'Abdurrahman. Dari Ayahnya. Dari Abu Hurairah radliyyAllahu ‘anhu. Dari Nabi –ﷺ💞–beliau bersabda :

*_“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengiringinya dengan enam hari dari bulan Syawwal, maka seakan dia sudah berpuasa satu tahun”._*

{HR. Al Bazzar, dan *SALAH SATU JALUR BELIAU ADALAH SHAHIH* / Musnad Abi Hamzah Anas bin Malik / No. 8334}.

*🌴📚C• PUASA SYAWWAL 6 HARI MENURUT ULAMA' MADZHAB SUNNI PARA PENGIKUTNYA DAN PARA ULAMA' LAIN*

*1⃣👌• Puasa 6 Hari Dibulan Syawwal HUKUMNYA MAKRUH Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah Generasi Awwal Dan SUNNAH Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah Generasi Mutaakhir (Berikutnya):*

(edisi lebaran tahun corona : kajian fikih lintas madzhab SUNNI)

Dalam Madzhab Hanafiy, ada nukilan pernyataan ulama yang menyebutkan bahwa hukum puasa enam hari bulan Syawal adalah *MAKRUH.*

*🌴✍• جاء في كتاب الفتاوى الهندية :*

وَيُكْرَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - مُتَفَرِّقًا كَانَ أَوْ مُتَتَابِعًا وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ كَرَاهَتُهُ مُتَتَابِعًا لَا مُتَفَرِّقًا لَكِنْ عَامَّةُ الْمُتَأَخِّرِينَ لَمْ يَرَوْا بِهِ بَأْسًا

{انظر كتاب الفتاوى الهندية : ج ١ ص ٢٠١ / كتاب الصوم وفيه سبعة أبواب / الباب الثالث فيما يكره للصائم وما لا يكره / لجنة علماء برئاسة نظام الدين البلخي الحنفي / الناشر: دار الفكر الطبعة: الثانية، ١٣١٠ هـ }.

*📚✍• Disebutkan dalam kitab Al Fatawa Al Hindiyyah:*

*DIMAKRUHKAN* puasa 6 hari dibulan syawwal menurut Imam Abu Hanifah rahimahullAhu ta'ala secara terpisah - pisah atau berkesinambungan (berturut - turut), dan dari Abu Yusuf *KEMAKRUHANNYA* bilamana berkesinambungan bukan secara terpisah - pisah , akan tetapi menurut umumnya (pengikut Imam Abu Hanifah) generasi berikutnya mereka tidak berpendapat bermasalah dengan puasa tersebut.

{Lihat Kitab Al Fatawa Al Hindiyyah : juz 1 hal 201 / Kitabu Ash Shaumi Wa Fihi Sab'atu Abwabin / Al Babu Ats Tsaalitsu Fima Yukrahu Lishsha'imi Wa La Yukrahu / Komite 'Ulama` Pimpinan Nidzamuddin Al Balkhiy Al Hanafiy / Dar Al Fikri , Cet. Kedua , Th. 1310 H}.

*🌴🎙• قال الإمام المناوي رحمه الله تعالى في كتابه " فيض القدير شرح الجامع الصغير ":*

قال الزاهدي: وصومها متتابعا أو متفرقا يكره عند أبي حنيفة وعن أبي يوسف يكره متتابعا لا متفرقا وعن مالك يكره مطلقا

{انظر كتاب فيض القدير شرح الجامع الصغير : ج ٦ ص ١٦١ / حرف الميم / رقم الحديث : ٨٧٧٧ / للإمام زين الدين محمد المدعو بعبد الرؤوف بن تاج العارفين بن علي بن زين العابدين الحدادي ثم المناوي القاهري (المتوفى: ١٠٣١ هـ) / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى - مصر الطبعة: الأولى، ١٤٥٦ هـ}.

*🌴📚• Imam Munawiy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Faidlu Al Qadir Syarhu Al Jami'u Ash Shaghir ":*

Az Zahidiy berkata : dan berpuasa 6 hari dibulan syawwal) secara berkesinambungan atau terpisah - pisah *HUKUMNYA MAKRUH* menurut Imam Abu Hanifah, dan menurut Imam Abu Yusuf (sahabat Imam Abu Hanifah) *HUKUMNYA MAKRUH* jika berkesinambungan bukan yang terpisah - pisah. Dan menurut Imam Malik *HUKUMNYA MAKRUH SECARA MUTLAK (KESELURUHAN).*

{Lihat Kitab Faidlu Al Qadir Syarhu Al Jami'u Ash Shaghir : juz 6 hal 161 / Harfu Al Mimi / No. 8777 / Karya Imam Al Munawiy Al Qahiriy , Cet. Al Maktabah At Tijariyyah Al Kubra , Cet. Pertama, Th. 1356 H}

*📚✍• قال الإمام كمال الدين ابن الهمام الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " فتح القدير ":*

صَوْمُ ‌سِتَّةٍ ‌مِنْ ‌شَوَّالٍ ‌عَنْ ‌أَبِي ‌حَنِيفَةَ وَأَبِي يُوسُفَ كَرَاهَتُهُ، وَعَامَّةُ الْمَشَايِخِ لَمْ يَرَوْا بِهِ بَأْسًا ... الى ان قال ...

وَجْهُ الْجَوَازِ أَنَّهُ قَدْ وَقَعَ الْفَصْلُ بِيَوْمِ الْفِطْرِ فَلَمْ يَلْزَمْ التَّشَبُّهُ بِأَهْلِ الْكِتَابِ، وَجْهُ الْكَرَاهَةِ أَنَّهُ قَدْ يُفْضِي إلَى اعْتِقَادِ لُزُومِهَا مِنْ الْعَوَامّ لِكَثْرَةِ الْمُدَاوَمَةِ، وَلِذَا سَمِعْنَا مَنْ يَقُولُ يَوْمَ الْفِطْرِ: نَحْنُ إلَى الْآنَ لَمْ يَأْتِ عِيدُنَا أَوْ نَحْوَهُ، فَأَمَّا عِنْدَ الْأَمْنِ مِنْ ذَلِكَ فَلَا بَأْسَ لِوُرُودِ الْحَدِيثِ بِهِ،

{انظر كتاب فتح القدير : ج ٢ ص ٣٤٩ / كتاب الصوم / باب ما يوجب القضاء والكفارة / للإمام كمال الدين محمد بن عبد الواحد السيواسي المعروف بابن الهمام (المتوفى: ٨٦١هـ) الناشر: دار الفكر الطبعة: بدون طبعة وبدون تاريخ}.

*📚✍• Imam Kamaluddin Ibnu Al-Hamam Al-Hanafiy rahimahullAhu ta'ala menyebutkan dalam Kitabnya " Fathu Al Qadir ":*

“Puasa enam hari bulan Syawal *HUKUMNYA MAKRUH* menurut Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf, sedangkan para ulama mazhab Hanafiy rata-rata membolehkannya.”

Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat puasa enam hari bulan Syawal hukumnya makruh karena faktor masyarakat awam yang meyakininya sebagai sebuah kewajiban karena puasa tersebut dilaksanakan bersambung dengan puasa Ramadhan.

Dan perbuatan ini terdapat unsur tasyabuh (menyerupai) dengan Ahlul Kitab (Yahudi Nasrani) di mana Ahlul Kitab memiliki kebiasaan suka menambah-nambah ibadah yang diperintahkan kepada mereka.

Sementara alasan mayoritas ulama madzhab Hanafiy yang membolehkan adalah karena telah ada pemisah hari tidak puasa—(yakni hari Idul Fitri)— antara puasa Ramadhan dan puasa enam hari di bulan Syawal. Sehingga, tasyabuh dengan Ahlul Kitab tidak lagi menjadi alasan yang relevan.

{Lihat Kitab Fathu Al Qadir : juz 2 hal 349 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Ma Yujabu Al Qadla'u Wa Al Kifaratu / Karya Imam Kamaluddin Ibnu Al Hammam Al Hanafiy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

*🌴✍• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بداىٔع الصناىٔع في ترتيب الشرائع ":*

وَكَذَا رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ : أَكْرَهُ أَنْ يُتْبَعَ رَمَضَانُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ ، وَمَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْفِقْهِ ، وَالْعِلْمِ يَصُومُهَا وَلَمْ يَبْلُغْنَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ السَّلَفِ ، وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ ، وَأَنْ يُلْحِقَ أَهْلُ الْجَفَاءِ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ مِنْهُ

{انظر كتاب بداىٔع الصناىٔع في ترتيب الشرائع : ج ٢ ص ٧٨ / كتاب الصوم / فصل أنواع الصيام / فصل شرائط أنواع الصيام / للإمام علاء الدين، أبو بكر بن مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي (المتوفى: ٥٨٧ هـ) الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الثانية، ١٤٠٦هـ - ١٩٨٦ مـ}.

*🌴👌• Imam 'Alauddin Al Kisaniy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala menceritakan:*

Demikian juga diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau berkata:

“Aku membenci puasa Ramadhan disusul dengan puasa Syawal, dan aku belum pernah melihat seorang pun dari ahli fiqih dan ulama yang berpuasa itu, dan belum sampai kepada kami seorang pun dari salaf, sesungguhnya para ulama memakruhkan hal itu karena mereka khawatir dengan kebid’ahannya, dan khawatir orang ekstrem akan mengkaitkan puasa Ramadhan dengan hal yang bukan berasal darinya.”

{Lihat Kitab Al Bada’i Shana’i Fi Tartibi Asy Syarai' : juz 2 hal 78 / Kitabu Ash Shaumi / Fashlun : Anwa'u Ash Shiyami / Fashlun : Syara'ithu Anwa'i Ash Shiyami / Karya Imam 'Alauddin Al Kisaniy Al Hanafiy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Kedua , Th. 1406 H - 1986 M}.

*🌴💾• Aroma kemakruhan berpuasa enam hari di bulan Syawal, juga nampak dalam pandangan Madzhab Hanafiy generasi awal. Berikut ini keterangannya:*

*🌴🎙• قال الإمام ابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بحر الراىٔق ":*

وَمِنْهُ أَيْضًا صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ مُتَفَرِّقًا كَانَ أَوْ مُتَتَابِعًا وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ كَرَاهَتُهُ مُتَتَابِعًا لَا مُتَفَرِّقًا لَكِنَّ عَامَّةَ الْمُتَأَخِّرِينَ لَمْ يَرَوْا بِهِ بَأْسًا

{انظر كتاب بحر الراىٔق شرح كنز الدقائق : ج ٢ ص ٢٧٨ / كتاب الصوم / أقسام الصوم للإمام زين الدين بن إبراهيم بن محمد، المعروف بابن نجيم المصري (المتوفى: ٩٧٠ هـ) / الناشر: دار الكتاب الإسلامي الطبعة: الثانية - بدون تاريخ}.

*📚✍• Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Bahru Ar Ra'iqi Syarhu Kanzu Ad Daqa'iqi ":*

Di antaranya juga (yang makruh) berpuasa enam hari Syawal menurut Abu Hanifah, baik dilakukan terpisah atau berturut-turut.

Dari Imam Abu Yusuf: makruh jika berturut-turut, dan jika dipisah tidak apa-apa. Tetapi mayoritas Hanafiyah generasi berikutnya berpendapat tidak apa-apa.

{Lihat Kitab Bahru Ar Raiq Syarhu Kanzu Ad Daqa'iqi : juz 2 hal 278 / Kitabu Ash Shaumi / Aqsamu Ash Shaumi / Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy / Dar Al Kutub Al Islamiy , Cet. Kedua , Tnp. Tahun}.

*✍🌴• قال الإمام ابن عابدين الحنفي رحمه الله تعالى :*

قَالَ صَاحِبُ الْهِدَايَةِ فِي كِتَابِهِ التَّجْنِيسُ : إنَّ صَوْمَ السِّتَّةِ بَعْدَ الْفِطْرِ مُتَتَابِعَةً مِنْهُمْ مَنْ كَرِهَهُ وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ لِأَنَّ الْكَرَاهَةَ إنَّمَا كَانَتْ لِأَنَّهُ لَا يُؤْمَنُ مِنْ أَنْ يُعَدَّ ذَلِكَ مِنْ رَمَضَانَ فَيَكُونَ تَشَبُّهًا بِالنَّصَارَى وَالْآنَ زَالَ ذَلِكَ الْمَعْنَى

{انظر كتاب رد المحتار على الدر المختار : ج ٢ ص ٤٣٥ / كتاب الصوم / فصل في العوارض المبيحة لعدم الصوم / مطلب في صوم الست من شوال / للإمام ابن عابدين الدمشقي الحنفي (المتوفى: ١٢٥٢ هـ) / الناشر: دار الفكر-بيروت الطبعة: الثانية، ١٤١٢ هـ - ١٩٩٢ مـ}.

*✍☘• Imam Ibnu ‘Abidin Ad Dimasyqiy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

Berkata pengarang Al Hidayah dalam kitabnya At Tajnis: “Sesungguhnya berpuasa enam hari setelah hari raya secara berturut di antara mereka ada yang memakruhkan. Dan, pendapat yang menjadi pilihan adalah tidak apa-apa, sebab kemakruhannya itu adalah jika hal tersebut tidak aman dari anggapan hal itu masuk ke dalam Ramadhan, maka itu menjadi menyerupai Nasrani.

Namun sekarang makna itu sudah berubah.

{Lihat Kitab Raddul Muhtar 'Ala Ad Durri Al Mukhtari : juz 2 hal 435 / Kitabu Shaumi / Fashlun : Fi Al 'Awaridli Al Mubihah Li'adami Ash Shaumi / Mathlabu : Fi Shaumi As Sitti Min Syawwalin / Karya Imam Ibnu 'Abidin Ad Dimasyqiy Al Hanafiy / Dar Al Fikri - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1412 H - 1992 M}.

*💾👌• قال الإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " بداىٔع الصناىٔع في ترتيب الشرائع ":*

كَانُوا يَكْرَهُونَ أَنْ يُتْبِعُوا رَمَضَانَ صَوْمًا خَوْفًا أَنْ يَلْحَقَ ذَلِكَ بِالْفَرْضِيَّةِ

*🌴👌• Imam 'Alauddin Al Kisaniy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala menceritakan:*

Imam Abu Yusuf Rahimahullah –(murid dan kawan Imam Abu Hanifah)- berkata:

Mereka memakruhkan menyusul puasa Ramadhan dengan berpuasa, khawatir hal itu dikaitkan dengan kewajiban.

*🌴💾• Beliau Imam Al Kisaniy Al Hånåfiy rahimahullAhu juga memberikan tafsiran sebagai berikut:*

وَالْإِتْبَاعُ الْمَكْرُوهُ هُوَ : أَنْ يَصُومَ يَوْمَ الْفِطْرِ ، وَيَصُومَ بَعْدَهُ خَمْسَةَ أَيَّامٍ .فَأَمَّا إذَا أَفْطَرَ يَوْمَ الْعِيدِ ثُمَّ صَامَ بَعْدَهُ سِتَّةَ أَيَّامٍ : فَلَيْسَ بِمَكْرُوهٍ بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ وَسُنَّةٌ .

*🌴👌• Imam 'Alauddin Al Kisaniy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

Yang dimaksud “menyusul” yang dimakruhkan adalah berpuasa pada hari raya, lalu diikuti dengan lima hari setelahnya di bulan Syawal.

Ada pun jika berbuka pada hari raya, kemudian berpuasa setelahnya enam hari, maka tidak makruh, bahkan itu mustahab (disukai/sunah).

Dari uraian ini bisa kita simpulkan: Puasa enam hari bulan Syawal adalah sunnah menurut jumhur (mayoritas) ulama. Ada yang memakruhkan, yaitu Imam Malik, dengan alasan ditakutkan hal itu dianggap bagian dari puasa Ramadhan dan beliau belum pernah melihat satu pun ulama yang melakukannya.

Imam Abu Hanifah memakruhkan pula, baik dilakukan secara berturut-turut enam hari atau dipisah-pisah. Muridnya, Imam Abu Yusuf, memakruhkan jika berturut-turut, dan tidak apa-apa jika dipisah.

Pengikut Imam Abu Hanifah setelah generasi awal membolehkan baik berturut-turut atau tidak, dan itu adalah pendapat pilihan, bahkan mereka mengatakan mustahab jika dilakukan setelah hari raya. *PENDAPAT YANG KUAT ADALAH PANDANGAN JUMHUR (MAYORITAS ULAMA), YAKNI SUNNAH.*

Alasannya adalah: Dzahir hadits menyebutkan bahwa “menyusul” puasa Ramadhan dengan puasa enam hari Syawal memiliki keutamaan, maka makna ini tetap demikian dan sama sekali tidak ada dalil yang mengubahnya.

Kekhawatiran Imam Malik bahwa hal itu akan dianggap menjadi bagian dari puasa Ramadhan oleh sebagian orang awam, bodoh, dan ekstrim, perlu ditinjau lagi, sebab hal itu terjadi secara kasuistis dan personal, alias tergantung pelakunya.

Hal ini sama halnya dengan sunnahnya terawih, dia tetaplah sunnah walau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkannya karena khawatir dianggap wajib oleh sebagian manusia.

*💾👌• قال الإمام الحٙصْكٙفِي الحنفي رحمه الله تعالى في شرح التنوير:*

(وَنُدِبَ تَفْرِيقُ صَوْمِ السِّتِّ مِنْ شَوَّالٍ) وَلَا يُكْرَهُ التَّتَابُعُ عَلَى الْمُخْتَارِ خِلَافًا لِلثَّانِي وَالْإِتْبَاعُ الْمَكْرُوهُ أَنْ يَصُومَ الْفِطْرَ وَخَمْسَةً بَعْدَهُ فَلَوْ أَفْطَرَ الْفِطْرَ لَمْ يُكْرَهْ بَلْ يُسْتَحَبُّ وَيُسَنُّ

{انظر كتاب الدر المختار شرح تنوير الأبصار وجامع البحار : ص ١٥١ / كتاب الصوم / باب ما يفسد الصوم وما لا يفسده / للإمام محمد بن علي بن محمد بن علي بن عبد الرحمن بن محمد الحصني المعروف بعَلَاء الدِّين الحَصْكَفي الحنفي (١٠٢٥ - ١٠٨٨ هـ = ١٦١٦ - ١٦٧٧ مـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤٢٣ هـ - ٢٠٠٢ مـ}

*📚👌• Imam 'Alauddin Al Hashkafiy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

Dan dianjurkan memisahkan puasa 6 hari dari bulan syawwal, dan tidak dimakruhkan " at tattabu' " (berurut - urutan) menurut pendapat yang dipilih berbeda dengan yang kedua. " It Tiba' " (menyusul) yang *DIMAKRUHKAN* apabila berpuasa dihari raya Iedul Fitri kemudian disusul puasa 5 hari setelahnya, kemudian ketika berbuka dihari raya Iedul Fitri , maka *TIDAK DIMAKRUHKAN* sebaliknya yang direkomendasikan dan disunnahkan.

{Lihat Kitab Ad Durru Al Mukhtari Syarhu Tanwiri Al Abshari Wa Jami'i Al Bihari : hal 151 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Ma Yufsidu Ash Shauma Wa Ma La Yufsiduhu / Karya Imam 'Alauddin Al Hashkafiy Al Hanafiy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 1423 H - 2002 M}.

Namun menurut pendapat *JUMHUR MAYORITAS ULAMA ADALAH SUNNAH.* Disebutkan dalam Kitab " Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " :

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – الْمَالِكِيَّةُ ، وَالشَّافِعِيَّةُ ، وَالْحَنَابِلَةُ وَمُتَأَخِّرُو الْحَنَفِيَّةِ – إِلَى أَنَّهُ يُسَنُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ بَعْدَ صَوْمِ رَمَضَانَ

{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٢٨ ص ٩٢ / حرف الصاد / صوم التطوع / ما يستحب صيامه من الأيام: / صوم ستة أيام من شوال / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت / الأجزاء ٢٤ - ٣٨ : الطبعة الأولى، مطابع دار الصفوة - مصر}.

Mayoritas fuqaha –Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan Hanafiyah muta’akhirin (generasi kemudian)- berpendapat bahwa disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan.

{Lihat Kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah : juz 28 hal 92 / Harfu Ash Shaad / Shaumu At Tathawwu' / Ma Yustahabbu Shiyaamuhu Min Al Ayyami / Shaumu Sittati Ayyamin Min Syawwalin / Dikeluarkan Dari Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam - Negara Kuwait / Juz 24 - 38 Cet. Dar Al Shafwah Mesir}.

*🌴✍• Syaikh Sayyid Sabiq –hafidzahullahu ta'ala- berkata:*

وعند أحمد: أنها تؤدى متتابعة وغير متتابعه، ولا فضل لاحدهما على الاخر. وعند الحنفية، والشافعية، الافضل صومها متتابعة، عقب العيد.

{انظر كتاب فقه السنة : ج ١ ص ٤٥٠ / الصيام / صيام التطوع / للشيخ سيد سابق (المتوفى: ١٤٢٠ هـ) / الناشر: دار الكتاب العربي، بيروت - لبنان الطبعة: الثالثة، ١٣٩٧ هـ - ١٩٧٧ مـ}.

Menurut Imam Ahmad: bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya. Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya.

{Lihat Kitab Fiqhu As Sunnah : juz 1 hal 450 / Ash Shiyamu / Shiyamu At Tathawwu' / Karya Syaikh Sayyid Sabiq / Dar Al Kutub Al 'Arabiy - Beirut Libanon , Cet. Ketiga , Th. 1397 H - 1977 M}.

*💾✍• Tertulis dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah :*

وَلَمْ يُفَرِّقِ الْحَنَابِلَةُ بَيْنَ التَّتَابُعِ وَالتَّفْرِيقِ فِي الأَْفْضَلِيَّةِ .وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ تُسْتَحَبُّ السِّتَّةُ مُتَفَرِّقَةً ، كُل أُسْبُوعٍ يَوْمَانِ

Kalangan Hanabilah tidak membedakan antara berturut-turut atau terpisah dalam hal keutamannya.

Menurut Hanafiyah disunnahkan enam hari itu secara terpisah-pisah, setiap pekan dua hari.

Selasa Wage MTsN 1 Magelang :

١٠ شوّال ١٤١٤ هـ؛

٢ يوني ٢٠٢٠ مـ

*2⃣👌• Puasa 6 Hari Dibulan Syawwal HUKUMNYA MAKRUH SECARA MUTLAK Menurut Imam Malik Bin Anas Pribadi Dan HUKUMNYA SUNNAH Menurut Para Ulama' Pengikut Beliau Setelahnya :*

(edisi lebaran tahun corona : kajian fikih ulama' SUNNI - اهل السنة والجماعة النهضية)

Imam Malik juga berpendapat *PUASA ENAM HARI BULAN SYAWAL HUKUMNYA MAKRUH SECARA MUTLAK (KESELURUHAN).*

*📚👌• وجاء في كتاب الموطأ للإمام مالك ابن انس الاصبحي المدني رحمه الله تعالى :*

قَالَ يَحْيَى (الليثي) : وسَمِعْتُ مَالِكًا يَقُولُ: فِي صِيَامِ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ، «إِنَّهُ لَمْ يَرَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ يَصُومُهَا. وَلَمْ يَبْلُغْنِي ذَلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ. وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ. وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ.

{انظر كتاب الموطأ للإمام مالك : ج ١ ص ٣١٠ / ١٨ - كتاب الصيام / باب جامع الصيام / الناشر: دار إحياء التراث العربي، بيروت - لبنان عام النشر: ١٤٠٦ هـ - ١٩٨٥ مـ}.

*💾✍• Disebutkan dalam kitab Al Muwatho' Imam Malik bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullAhu ta'ala :*

Imam Yahya Al-Laitsiy mengatakan, aku pernah mendengar Malik berkata tentang puasa enam hari setelah Idul Fitri usai Ramadhan :

“Tidak pernah didapati seorang pun dari ahli ilmu dan fikih yang mengamalkan puasa tersebut. Dan belum pernah sampai kepadaku seorang pun dari ulama salaf yang mengamalkannya. Sesungguhnya para ahli ilmu memakruhkannya dan mereka khawatir terhadap bid’ah di dalamnya.”

{Lihat Kitab Muwaththa’ : juz 1 hal 310 / 18 - Kitabu Ash Shiyami / Babu Jami'i Ash Shiyami / No. 60 /Karya Imam Malik Bin Anas Al Ashbahiy Al Madaniy / No. 60 / Dar Ìhya'u At Turats Al 'Arabiy - Beirut Libanon , Th. Terbit : 1406 H - 1986 M}.

*🌴☘• وقال الإمام ابن رشد المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " بداية المجتهد ونهاية المقتصد ":*

أَنَّ مَالِكًا كَرِهَ ذَلِكَ، إِمَّا مَخَافَةَ أَنْ يُلْحِقَ النَّاسُ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ فِي رَمَضَانَ، وَإِمَّا لِأَنَّهُ ‌لَعَلَّهُ ‌لَمْ ‌يَبْلُغْهُ ‌الْحَدِيثُ أَوْ لَمْ يَصِحَّ عِنْدَهُ وَهُوَ الْأَظْهَرُ

{انظر كتاب بداية المجتهد ونهاية المقتصد : ج ٢ ص ٧١ / كتاب الصيام / الثاني الأيام المنهي عن الصيام فيها / رقم الحديث : ٦٠ / للإمام أبو الوليد محمد بن أحمد بن محمد بن أحمد بن رشد القرطبي الشهير بابن رشد الحفيد (المتوفى: ٥٩٥ هـ) / الناشر: دار الحديث - القاهرة الطبعة: بدون طبعة تاريخ النشر: ١٤٢٥ هـ - ٢٠٠٤ مـ}.

*🌴👌• Imam Ibnu Rusyd Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala mengatakan :*

“Imam Malik telah menghukumi makruh puasa enam hari di bulan Syawal barangkali karena khawatir orang-orang yang memasukkan ibadah puasa lain yang bukan dari bagian puasa Ramadhan, atau hadits tentang puasa tersebut belum sampai kepadanya, atau telah sampai kepadanya namun dianggap tidak shahih, inilah yang paling tampak.”

{Lihat Kitab Bidayatu Al Mujtahid Wa Nihayatu Al Muqtashid : juz 2 hal 71 / Kitabu Ash Shiyami / Ats Tsaniy : Al Ayyamu Al Manhiyyu 'An Shiyami Fiha / No. 60 / Karya Imam Ibnu Rusyd Al Qurthubiy Al Malikiy / Dar Al Hadits - Kairo , Th. 1425 H - 2004 M}.

Imam Ibnu Abdil Barr Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala memiliki sanggahan yang cukup menarik terhadap pendapat Imam Malik tersebut :

*🌴✍وقال الامام ابن عبد البر المالكي رحمه الله تعالى في كتابه " الإستذكار الجامع لمذاهب فقهاء الأمصار وعلماء الأقطار فيما تضمنه الموطأ من معاني الرأي والآثار ":*

لَمْ ‌يَبْلُغْ ‌مَالِكًا ‌حَدِيثُ ‌أَبِي ‌أَيُّوبَ عَلَى أَنَّهُ حَدِيثٌ مَدَنِيٌّ وَالْإِحَاطَةُ بِعِلْمِ الْخَاصَّةِ لَا سَبِيلَ إِلَيْهِ وَالَّذِي كَرِهَهُ لَهُ مَالِكٌ أَمْرٌ قَدْ بَيَّنَهُ وَأَوْضَحَهُ وَذَلِكَ خَشْيَةَ أَنْ يُضَافَ إِلَى فَرْضِ رَمَضَانَ وَأَنْ يَسْتَبِينَ ذَلِكَ إِلَى الْعَامَّةِ وَكَانَ – رَحِمَهُ اللَّهُ – مُتَحَفِّظًا كَثِيرَ الِاحْتِيَاطِ لِلدِّينِ

{انظر كتاب الإستذكار الجامع لمذاهب فقهاء الأمصار وعلماء الأقطار فيما تضمنه الموطأ من معاني الرأي والآثار : ج ٣ ص ٣٨٠ / كتاب الصيام / باب جامع الصيام / للإمام أبو عمر يوسف بن عبد الله بن محمد بن عبد البر بن عاصم النمري القرطبي المالكي (المتوفى: ٤٦٣ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية - بيروت الطبعة: الأولى، ١٤٢١ هـ - ٢٠٠٠ مـ}.

“Hadits Abu Ayub (tentang sunnah puasa Syawal) ini belum sampai kepada imam Malik meskipun hadits itu kategorinya hadits Madani (hadits yang diriwayatkan oleh ahli Madinah), karena mengetahui suatu disiplin ilmu secara keseluruhan adalah sesuatu yang tidak mungkin, dan perkara yang telah dihukumi makruh oleh imam Malik adalah perkara yang telah ia paparkan dengan jelas alasannya, yakni khawatir puasa Syawal tersebut dianggap sebagai ibadah fardhu yang serangkai dengan Ramadhan, sehingga perkara ini jelas di mata umum. Dan imam Malik adalah tipikal ulama yang sangat berhati-hati dalam urusan agama.”

{Lihat Kitab Al-Istidhkaar Li Madhhab `Ulamaa' Al-Amsaar Fimaa Tadammanahu Al-Muwatta' Min Ma`aani Al-Ra'i Wal-Athaar : juz 3 hal 380 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Jami'i Ash Shiyami / Karya

Ibnu Abdil Barr Al Malikiy / Dar Al Kutub Al ìlmiyyah - Beirut , Cet. Pertama , Th. 1421 H - 2000 M}.

*💾📚• وجاء في كتاب " مواهب الجليل في شرح مختصر خليل " للإمام حطاب المالكي رحمه الله تعالى :*

كَرِهَ مَالِكٌ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى – ذَلِكَ مَخَافَةَ أَنْ يَلْحَقَ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ مِنْهُ مِنْ أَهْل الْجَهَالَةِ وَالْجَفَاءِ ، وَأَمَّا الرَّجُل فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ فَلاَ يُكْرَهُ لَهُ صِيَامُهَا .

{انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر خليل : ج ٤ ص ٤١٤ / كتاب الصيام / باب ما يثبت به رمضان / للإمام شمس الدين أبو عبد الله محمد بن محمد بن عبد الرحمن الطرابلسي المغربي، المعروف بالحطاب الرُّعيني المالكي (المتوفى: ٩٥٤ هـ) / الناشر: دار الفكر الطبعة: الثالثة، ١٤١٢ هـ - ١٩٩٢ مـ}.

*🌴👌• Disebutkan dalam kitab - Mawahib Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil – karya Imam Al Hathab Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala :*

Imam Malik rahimahullahu ta'ala memakruhkan hal itu, ditakutkan hal tersebut merupakan memasukan kepada Ramadhan dengan sesuatu yang bukan berasal darinya yang dilakukan oleh orang bodoh dan ekstrem.

Ada pun seseorang yang mengkhususkannya secara tersendiri, maka puasa tersebut tidak makruh.

{Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Fi Syarhi Mukhtashar Khalil : juz 4 hal 414 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Ma Yatsbutu Bihi Ramadlanu / Karya Imam Hithab Ar Ru'iniy Al Malikiy / Dar Al Fikri , Cet. Ketiga , Th. 1412 H - 1992 M}.

*🌴📚• وجاء في كتاب " الاستذكار الجامع لمذاهب فقهاء الأمصار وعلماء الأقطار فيما تضمنه الموطأ من معاني الرأي والآثار " للإمام ابن عبد البر المالكي رحمه الله تعالى :*

وَذَكَرَ مَالِكٌ فِي صِيَامِ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ أَنَّهُ لَمْ يَرَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ يَصُومُهَا

{انظر كتاب الاستذكار الجامع لمذاهب فقهاء الأمصار وعلماء الأقطار فيما تضمنه الموطأ من معاني الرأي والآثار : ج ٣ ص ٣٧٩ / كتاب الصيام / باب جامع الصيام / للإمام أبو عمر يوسف بن عبد الله بن محمد بن عبد البر بن عاصم النمري القرطبي المالكي (المتوفى: ٤٦٣ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية - بيروت الطبعة: الأولى، ١٤٢١ هـ - ٢٠٠٠ مـ}.

*📚✍• Disebutkan dalam Kitab " Al-Istidhkaar Li Madhhab `Ulamaa' Al-Amsaar Fimaa Tadammanahu Al-Muwatta' Min Ma`aani Al-Ra'i Wal-Athaar " Karya Imam Ibnu Abdil Barr Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala :*

Imam Malik menyebutkan tentang puasa enam hari Syawal, bahwa beliau belum pernah melihat seorang pun dari kalangan ulama dan ahli fiqih yang melakukan puasa itu.

{Lihat Kitab Al-Istidzkar Al Jaami’ Li Madzaahib Fuqahaa Al Amshaar : juz 3 hal 379 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Jami'i Ash Shiyami / Karya

Ibnu Abdil Barr Al Malikiy / Dar Al Kutub Al ìlmiyyah - Beirut , Cet. Pertama , Th. 1421 H - 2000 M}.

*💾✍• وجاء في كتاب " شَرْحُ صَحِيح مُسْلِمِ لِلقَاضِى عِيَاض المُسَمَّى إِكمَالُ المُعْلِمِ بفَوَائِدِ مُسْلِم " للإمام القاضي عياض المالكي رحمه الله تعالى :*

يحتمل أن كراهة ما كره من ذلك، وأخبر أنه غير معمول به: اتصال هذه الأيام برمضان إلا فصل يوم الفطر، فأما لو كان صومها فى شوال من غير تعيين ولا اتصال أو مبادرة ليوم الفطر، فلا. وهو ظاهر كلامه بقوله فى صيام ستة أيام بعد الفطر.

{انظر كتاب شَرْحُ صَحِيح مُسْلِمِ لِلقَاضِى عِيَاض (المُسَمَّى) إِكمَالُ المُعْلِمِ بفَوَائِدِ مُسْلِم : ج ٤ ص ١٤٠ / (١٣) - كتاب الصيام / (٣٩) باب استحباب صوم ستة أيام من شوال اتباعا لرمضان

/ للإمام عياض بن موسى بن عياض بن عمرون اليحصبي السبتي، أبو الفضل (المتوفى: ٥٤٤ هـ) / الناشر: دار الوفاء للطباعة والنشر والتوزيع، مصر الطبعة: الأولى، ١٤١٩ هـ - ١٩٩٨ مـ}.

Memuat sesungguhnya kemakruhan sesuatu yang dibenci yang berasal dari semua itu, beliau juga mengabarkan sesungguhnya hal tersebut tidaklah berlaku dengannya : yakni seandainya menyambung hari - hari ini dengan ramadlan kecuali dipisah dengan (tidak berpuasa) pada hari Iedul Fitri, maka apabila berpuasa pada bulan syawwal tanpa penentuan, bersambung, atau bersegera pada hari Iedul Fitri, maka tidak makruh. Dan itu ungkapannya secara dzahir dengan ucapannya : berpuasa 6 hari setelah Iedul Fitri.

{Lihat Kitab ì'malu Al Mu'allim Syarhu Shahih Muslim : juz 4 hal 140 / 13 - Kitabu Ash Shiyami / 39 - Babu Istihbabi Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin Ìtba'an Liramadlana / Karya Imam Qadli Ìyadl` Al Malikiy / Dar Al Wafa' - Mesir , Cet. Pertama , Th. 1419 H - 1998 M}.

*📚👌• وقال الإمام القاضي عياض المالكي رحمه الله تعالى ايضا :*

قال المازري (المالكي رحمه الله تعالى) :

قال شيوخنا: ولعل مالكاً إنما كره صومه على هذا، وأن يعتقد من يصومه أنه فرضٌ، وأما من صامه على الوجه الذى أراد النبى - عليه السلام – فجائز.

*🌴💾• Imam Qadli ìyadl` Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala juga berkata :*

Imam Al Maziriy (Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala) berkata :

Guru - garu kami berkata : Barang kali Imam Malik benci berpuasa atas puasa ini (puasa 6 hari dibulan syawal), apabila seseorang meyakini bahwasannya puasa 6 hari dibulan syawwal tersebut dianggap wajib, dan adapun seseorang berpuasa 6 hari dibulan syawwal karena jalan yang dimaksudkan oleh Nabi 'alaihussalam - *MAKA HUKUMNYA BOLEH.*

*📚✍• وقال الإمام القرطبي المالكي رحمه الله تعالى :*

(وقوله : " ثم أتبعه ستًّا من شوال " ليس فيه دليل على أنها تكون متصلة بيوم الفطر، بل لو أوقعها في وسط شوال ، أو آخره ، لصلح تناول هذا اللفظ له ؛ لأن " ثم " للتراخي ، وكل صوم يقع في شوال فهو متبع لرمضان ، وإن كان هنالك مهلة. وقد دل على صحة هذا قوله في حديث النسائي : "وستة بعد الفطر"؛ ولذلك نقول : إن الأجر المذكور حاصل لصائمها، مجموعة أوقعها أو مفترقة ؛ لأن كل يوم بعشر مطلقًا)

{انظر كتاب المفهم لما أشكل من تلخيص كتاب مسلم: (5/ 23).

*🌴✍• Imam Qurthubiy Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

(Dan sabda Nabi –ﷺ💞– : ... " lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal, " ... Tidak ada didalamnya sebagai dalil bahwasanya puasa 6 hari dibulan syawwal bersambung dengan hari raya Iedul Fitri, sebaliknya apabila menjatuhkannya dipertengahan bulan syawwal, atau pada akhirnya, maka lafadz ini pantas menerimanya, karena lafadz " tsumma" berfungsi untuk tarakhi (mengakhirkan)" , dan semua puasa yang jatuh pada bulan syawwal itu sifatnya mengikuti puasa ramadlan , jikalau disana ada penundaan. Dan yang menunjukkan keabsahan ini adalah sabda Nabi dalam hadits riwayat imam Nasa'iy yang berbunyi : ... " Dan berpuasa 6 hari setelah Iedul Fitri " ... Karena hal tersebut aku berpendapat bahwasanya pahala (puasa 6 hari dibulan syawwal) yang telah disebutkan bisa didapatkan oleh orang yang berpuasa didalamnya baik secara mengumpulkan pengerjaannya atau dikerjakan secara terpisah - pisah, karena tiap harinya dengan hitungan bilangan puluhan itu mutlak (menyeluruh dapat digabung atau dipisah).

{Lihat Kitab Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhishi Kitabi Muslim : juz 5 hal 23. Karya Imam Qurthubiy Al Malikiy}.

*💾👌• Imam Ash Shan’ani rahimahullAhu ta'ala menyanggah alasan-alasan Imam Malik ini, katanya:*

وَالْجَوَابُ) أَنَّهُ بَعْدَ ثُبُوتِ النَّصِّ بِذَلِكَ لَا حُكْمَ لِهَذِهِ التَّعْلِيلَاتِ وَمَا أَحْسَنَ مَا قَالَهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ إنَّهُ لَمْ يَبْلُغْ مَالِكًا هَذَا الْحَدِيثُ يَعْنِي حَدِيثُ مُسْلِمٍ

{انظر كتاب سبل السلام شرح بلوغ المرام : ج ١ ص ٥٨٢ /

كتاب الصيام / باب صوم التطوع وما نهي عن صومه / فضل صوم ستة من شوال / رقم الحديث : ٦٣٧ / للإمام الصنعاني (محمد بن إسماعيل بن صلاح بن محمد الحسني، الكحلاني ثم الصنعاني، أبو إبراهيم، عز الدين، المعروف كأسلافه بالأمير (المتوفى: ١١٨٢ هـ) الناشر: دار الحديث الطبعة: بدون طبعة وبدون تاريخ}

(Jawabannya adalah): bahwasanya setelah pastinya sebuah nash (dalil) maka tidak ada hukum bagi alasan-alasan ini. Dan komentar terbaik adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar (Al Malikiy):

“Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Imam Malik, yakni hadits riwayat Muslim.”

{Lihat Kitab Subulu As Salam Syarhu Bulughu Al Maram : juz 1 hal 582 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i Wa Ma Nuhiya 'An Shaumiha / Fadlu Shaumi Sittatin Min Syawwalin / No. Hadits : 637 / Karya Imam Muhammad bin Ìsma'il Al Hasaniy Ash Shan'aniy / Dar Al Hadist , Tnp. Tahun}.

Ahad Wage MTsN 1 Magelang :

١٥ شوّال ١٤١٤ هـ

٧ يوني ٢٠٢٠ مـ

*3⃣👌• Puasa 6 Hari Dibulan Syawwal HUKUMNYA SUNNAH Menurut Madzhab Imam Muhammad Bin Idris Asy Syafi'iy :*

Dijelaskan dalam Kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah :

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَ eهَاءِ - الْمَالِكِيَّةُ، وَالشَّافِعِيَّةُ، وَالْحَنَابِلَةُ وَمُتَأَخِّرُو الْحَنَفِيَّةِ - إِلَى أَنَّهُ يُسَنُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ بَعْدَ صَوْمِ رَمَضَانَ،

لِمَا رَوَى أَبُو أَيُّوبَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَال: قَال النَّبِيُّ –ﷺ💞–:

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ »_*

وَعَنْ ثَوْبَانَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَال: قَال النَّبِيُّ –ﷺ💙–:

*_« صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَسِتَّةُ أَيَّامٍ بَعْدَهُنَّ بِشَهْرَيْنِ، فَذَلِكَ تَمَامُ سَنَةٍ »_*

يَعْنِي: أَنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشَرَةِ أَمْثَالِهَا، الشَّهْرُ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ، وَالأَْيَّامُ السِّتَّةُ بِسِتِّينَ يَوْمًا، فَذَلِكَ سَنَةٌ كَامِلَةٌ.

وَصَرَّحَ الشَّافِعِيَّةُ، وَالْحَنَابِلَةُ: بِأَنَّ صَوْمَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ - بَعْدَ رَمَضَانَ - يَعْدِل صِيَامَ سَنَةٍ فَرْضًا، وَإِلاَّ فَلاَ يَخْتَصُّ ذَلِكَ بِرَمَضَانَ وَسِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ، لأَِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشَرَةِ أَمْثَالِهَا.

وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ: كَرَاهَتُهُ مُتَتَابِعًا، لاَ مُتَفَرِّقًا. لَكِنَّ عَامَّةَ الْمُتَأَخِّرِينَ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ لَمْ يَرَوْا بِهِ بَأْسًا.

قَال ابْنُ عَابِدِينَ، نَقْلاً عَنْ صَاحِبِ الْهِدَايَةِ فِي كِتَابِهِ التَّجْنِيسِ: وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِهِ، لأَِنَّ الْكَرَاهَةَ إِنَّمَا كَانَتْ لأَِنَّهُ لاَ يُؤْمَنُ مِنْ أَنْ يُعَدَّ ذَلِكَ مِنْ رَمَضَانَ، فَيَكُونَ تَشَبُّهًا بِالنَّصَارَى، وَالآْنَ زَال ذَلِكَ الْمَعْنَى،

وَاعْتَبَرَ الْكَاسَانِيُّ مَحَل الْكَرَاهَةِ أَنْ يَصُومَ يَوْمَ الْفِطْرِ، وَيَصُومَ بَعْدَهُ خَمْسَةَ أَيَّامٍ، فَأَمَّا إِذَا أَفْطَرَ يَوْمَ الْعِيدِ ثُمَّ صَامَ بَعْدَهُ سِتَّةَ أَيَّامٍ فَلَيْسَ بِمَكْرُوهٍ، بَل هُوَ مُسْتَحَبٌّ وَسُنَّةٌ.

{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٢٨ ص ٩٢ / حرف الصاد / صوم التطوع ما يستحب صيامه من الأيام / صوم ستة أيام من شوال / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت / الأجزاء ٢٤ - ٣٨ : الطبعة الأولى، مطابع دار الصفوة - مصر}.

“Jumhur ulama dari Malikiyyah (Pengikut Imam Malik), Syafi’iyyah (Pengikut Imam Syafi'iy), Hanabilah (Pengikut Imam Ahmad), dan ulama Hanafiyah (Pengikut Imam Abu Hanifah) yang muta’akhir (kontemporer) berpendapat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadan itu *SUNNAH*.

لِمَا رَوَى أَبُو أَيُّوبَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَال: قَال النَّبِيُّ –ﷺ💞–:

*_« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ »_*

Berdasarkan hadits yang Abu Ayyub - radliyyAllahu ta'ala 'anhu telah meriwayatkannya, beliau berkata :

Nabi –ﷺ💞– bersabda :

*_"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun."_*

(HR. Muslim).

وَعَنْ ثَوْبَانَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَال: قَال النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

Dan dari Tsauban - radliyyAllahu ta'ala 'anhu -, beliau berkata :

Nabi –ﷺ💞– bersabda :

*_“Puasa di bulan Ramadhan itu pahalanya setara dengan puasa satu tahun, dan puasa enam hari sesudahnya setara dengan dua bulan.”_*

(HR. Ad-Darimi 2/21 , dengan sanad yang shahih)

Yakni : Dan juga setiap kebaikan dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat, 1 bulan dilipatgandakan pahalanya menjadi 10 bulan , dan 6 hari dilipatgandakan mênjadi 60 hari , maka jumlah semuanya menjadi jumlah hari genap selama 1 tahun.

Para ahli fiqih Madzhab Syafi'iy dan Hanbaliy menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh, karena pelipat gandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnat. Dan juga setiap kebaikan dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat.

Dan dinukil dari Abu Hanifah bahwa beliau berpendapat hukumnya makruh secara mutlak, baik jika dilaksanakan berurutan atau tidak berurutan.

Dan dinukil dari Abu Yusuf (såhabat dan ulama' pengikut Imam Abu Hanifah) bahwa beliau berpendapat *HUKUMNYA MAKRUH JIKA BERURUTAN, NAMUN BOLEH JIKA TIDAK BERURUTAN*. Namun jumhur (mayoritas) ulama Hanafiyah muta’akhirin (kontemporer) berpendapat *HUKUMNYA TIDAK MENGAPA*.

Ibnu Abidin (ulama pengikut Imam Abu Hanifah) dalam kitab At-Tajnis menukil dari kitab Al-Hidayah yang mengatakan: ‘Pendapat yang dipilih para ulama Hanafi muta’akhirin (kontemporer) *HUKUMNYA TIDAK MENGAPA.* Karena yang makruh adalah jika puasa Syawal berisiko dianggap sebagai perpanjangan puasa Ramadan, sehingga ini tasyabbuh terhadap Nasrani. Adapun sekarang, ini sudah tidak mungkin lagi’.

Al-Kasaniy (ulama' pengikut Imam Abu Hanifah) mengatakan: ‘Yang makruh adalah puasa di hari Ied, lalu puasa lima hari setelahnya. Adapun jika di hari Ied tidak puasa lalu besoknya baru puasa enam hari, ini *TIDAK MAKRUH, BAHKAN MUSTAHAB DAN SUNNAH.”*

{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 28 hal 92 / Harfu Ash Shadi / Shaumu At Tathawwu'i Ma Yustahabbu Shiyaamuhu Min Al Ayyami / Shaumu Sittati Ayyamin Min Syawwalin / Diterbitkan Dari Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam - Negara Kuwait / juz 24 - 38 , Cet. Pertama, Dar Ash Shafwah - Mesir , Tnp. Tahun}.

*🌴✍• قال الإمام ابو زكريا محي الدين يحيى بن شرف النووي الشافعي - رحمه الله تعالى - في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم " :*

قَوْلَهُ –ﷺ💞– : (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ)

فِيهِ دَلَالَةٌ صَرِيحَةٌ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَدَاوُدَ وَمُوَافِقِيهِمْ فِي اسْتِحْبَابِ صَوْمِ هَذِهِ السِّتَّةِ

وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ يُكْرَهُ ذَلِكَ قَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَصُومُهَا قَالُوا فَيُكْرَهُ لِئَلَّا يُظَنَّ وُجُوبُهُ

وَدَلِيلُ الشَّافِعِيِّ وَمُوَافِقِيهِ هَذَا الْحَدِيثُ الصَّحِيحُ الصَّرِيحُ وَإِذَا ثَبَتَتِ السُّنَّةُ لَا تُتْرَكُ لِتَرْكِ بَعْضِ النَّاسِ أَوْ أَكْثَرِهِمْ أَوْ كُلِّهِمْ لَهَا وَقَوْلُهُمْ قَدْ يُظَنُّ وُجُوبُهَا يُنْتَقَضُ بِصَوْمِ عَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الصَّوْمِ الْمَنْدُوبِ

قَالَ أَصْحَابُنَا وَالْأَفْضَلُ أَنْ تُصَامَ السِّتَّةُ مُتَوَالِيَةً عَقِبَ يَوْمِ الْفِطْرِ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ أَوَائِلِ شَوَّالٍ إِلَى أَوَاخِرِهِ حَصَلَتْ فَضِيلَةُ الْمُتَابَعَةِ لِأَنَّهُ يَصْدُقُ أَنَّهُ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ

قَالَ الْعُلَمَاءُ وَإِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ لِأَنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا فَرَمَضَانُ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَالسِّتَّةُ بِشَهْرَيْنِ

وَقَدْ جَاءَ هَذَا فِي حَدِيثٍ مَرْفُوعٍ فِي كِتَابِ النَّسَائِيِّ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ) صَحِيحٌ وَلَوْ قَالَ سِتَّةً بِالْهَاءِ جَازَ أَيْضًا قَالَ أَهْلُ اللُّغَةِ يُقَالُ صُمْنَا خَمْسًا وَسِتًّا)

{انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم بن الحجاج: ج ٨ ص ٥٦ / (كتاب الزكاة هي في اللغة النماء والتطهير فالمال / باب استحباب صوم ستة أيام من شوال اتباعا لرمضان / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ}.

*🌴👌• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim " berkata :*

Sabda Nabi –ﷺ💞– :

*_"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun."_*

(HR. Muslim).

Dalam hadits ini terdapat makna yang tegas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad dan Daud serta ulama lain yang sepaham bahwasanya *DISUNNAHKAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL*

Adapun Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpandangan *MAKRUH MELAKUKANNYA.* Imam Malik berkata dalam Al-Muwattha’, Saya tidak pernah melihat satupun ulama yang berpuasa enam hari bulan Syawal. Mereka mengatakan *DIMAKRUHKAN* agar tidak disangka hukumnya wajib.

{Lihat Kitab Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim : juz 8 hal 56 / Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathhiru Falmalu / Babu Istihbabi Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin Ìtba'an Liramadlana / Karya Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar ìhya' At Turats Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*🌴✍• وقال الإمام ابو زكريا محي الدين يحيى بن شرف النووي الشافعي - رحمه الله تعالى - في كتابه " المجموع شرح المهذب ":*

فَقَالَ أَصْحَابُنَا يُسْتَحَبُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ لِهَذَا الْحَدِيثِ, قَالُوا وَيُسْتَحَبُّ ان يصومها متتايعة فِي أَوَّلِ شَوَّالٍ ,

فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عن أول شَوَّالٍ جَازَ وَكَانَ فَاعِلًا لِأَصْلِ هَذِهِ السُّنَّةِ لِعُمُومِ الْحَدِيثِ وَإِطْلَاقِهِ وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا ,

وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وداود

{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٦ ص ٣٧٩ / كتاب الصيام / مسائل تتعلق بكتاب الصيام / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة}

*🌴👌• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab " berkata :*

“Fuqoha’ kami (ahli fiqih pengikut Imam Syafi'iy) menyatakan, *DIANJURKAN* berpuasa enam hari bulan Syawal secara berturut-turut di awal bulan Syawal.

Namun jika dilakukan secara terpisah atau tidak dilakukan di awal Syawal tidaklah mengapa dan sudah teranggap melakukan sunnah ini karena keumuman makna hadits dan kemutlakannya. Tidak ada perbedaan pendapat di antara kami dalam masalah ini.

Pendapat senada juga dinyatakan oleh Imam Ahmad dan Dawud.”

{Lihat Kitab Al Majmu' Syarhu Al Muhadzab : juz 6 hal 379 / Kitabu Ash Shiyami / Masa'ilu : Tan'aliqu Bikitabi Ash Shiyami / Karya Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

Keterangan dari Imam An Nawawiy Asy Syafi'iy -radliyyAllahu ta'ala- dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhu Al Muhadzab yang telah disebutkan di atas mengisyaratkan didapatkannya pahala puasa sunnah jika dilakukan tidak langsung setelah hari ied atau tidak berturut-turut.

Juga keterangan dari Imam Al-Khatib Asy Syirbiniy Asy Syafi'iy -radliyyAllahu ta'ala- berikut ini :

وَتَحْصُلُ السُّنَّةُ بِصَوْمِهَا مُتَفَرِّقَةً (وَ) لَكِنْ (تَتَابُعُهَا أَفْضَلُ) عَقِبَ الْعِيدِ مُبَادَرَةً إلَى الْعِبَادَةِ وَلِمَا فِي التَّأْخِيرِ مِنْ الْآفَاتِ،

{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٢ ص ١٨٣ / [كتاب الصيام / باب في صوم التطوع / للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (المتوفى: ٩٧٧ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤١٥ هـ - ١٩٩٤ مـ}.

*💾✍• Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaj " :*

“Bisa mendapatkan pahala puasa sunnah walaupun dilakukan terpisah tetapi jika *DIKERJAKAN BERTURUT-TURUT LANGSUNG SETELAH HARI IED LEBIH UTAMA* karena lebih segera dalam melakukan ibadah dan jika diakhirkan bisa muncul halangan.”

{Lihat Kitab Mughni Al-Muhtaj Ìla Ma'rifati Ma'aniy Alfaadzi Al Minhaj : juz 2 hal 183 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Fi Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 1415 H - 1994 M}.

Demikian pula penjelasan dari Syamsuddin Ar-Romliy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaj " dengan teks yang sama persis dengan pernyataan Al-Khatib Asy Syirbiniy Asy Syafi'iy :

وَتَحْصُلُ السُّنَّةُ بِصَوْمِهَا مُتَفَرِّقَةً (وَ) لَكِنْ (تَتَابُعُهَا) وَاتِّصَالُهَا بِيَوْمِ الْعِيدِ (أَفْضَلُ) مُبَادَرَةً إلَى الْعِبَادَةِ وَلِمَا فِي التَّأْخِيرِ مِنْ الْآفَاتِ

{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٣ ص ٢٠٨ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / صوم أيام الليالي البيض / للإمام شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (المتوفى: ١٠٠٤ هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤ هـ = ١٩٨٤ مـ}.

*📚✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaj " berkata :*

“Apa yang dikatakan An Nawawiy menunjukkan bahwa jika puasa Syawal dilakukan tidak langsung setelah hari ied atau dilakukan tidak berturut-turut, maka hanya mendapat pahala puasa sunnah bukan pahala khusus yang disebut dalam hadis.”

{Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaj : juz 3 hal 208 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Beirut , Th. 1404 H = 1984 M}

Keterangan yang maknanya lebih jelas disebutkan oleh Al-‘Allamah Mafhudz Termas Pacitan Jatim Indonesia. Beliau menjelaskan :

فيحصل أصل السنة بصومها غير متصلة بالعيد كما يحصل بصومها غير متتابعة بل متفرقة في جميع الشهر وتكون كلها أداء لأن الشهر كله محلها لكن فاته ثوابها الكامل

{انظر كتاب المنهل العميم بحاشية المنهج القويم و موهبة ذي الفضل على شرح العلامة ابن حجر مقدمة بافضل = حاشية الترمسي : ج ٧ ص ٧٩٤ / للشيخ العلامة محمد محفوظ بن عبد الله الترمسي الباجيتاني جاوي الشرقية الاَندونيسي}

“Seseorang bisa mendapatkan pahala sunnah dengan berpuasa tidak bersambung dengan hari ied sebagaimana juga jika dilakukan tidak berturut-turut tapi dilakukan secara terpisah di bulan Syawal dan hal tersebut tetap teranggap ada’ (bukan qadha’) karena semua hari di bulan Syawal adalah waktu puasa syawal akan tetapi tidak mendapatkan pahala yang sempurna.”

{Lihat Kitab Al Manhalu Al 'Amim Wa Mauhibatu Dzi Al Fadli 'Ala Syarhi Al 'Alamah Ibnu Hajar Biafdlala = Hasyiah At-Tarmasi : juz V hal 794 / Karya Syaikh Al 'Alamah Muhammad Mahfudz Bin 'Abdilah At Tarmasiy (Termas) Pacitan Jatim Indonesia}.

*🌴✍• قال الإمام ابن حجر الهيتمي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج " :*

لِأَنَّهَا مَعَ صِيَامِ رَمَضَانَ أَيْ: جَمِيعِهِ وَإِلَّا لَمْ يَحْصُلْ الْفَضْلُ الْآتِي وَإِنْ أَفْطَرَ لِعُذْرٍ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

{انظر كتاب تحفه المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ٤٥٦ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى بمصر لصاحبها مصطفى محمد الطبعة: بدون طبعة عام النشر: ١٣٥٧ هـ - ١٩٨٣ مـ}.

*💾🌴• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj ":*

" Karena sesungguhnya puasa 6 hari dibulan syawwal beriringan dengan puasa ramadlan artinya dalam keseluruhannya (puasa ramadlannya utuh tidak ada yang bolong), dan apabila tidak demikian , maka tidak akan mendapatkan keutamaan setelahnya seperti puasa setahun penuh , walaupun berbuka puasa ramadlannya karena udzur sekalipun."

{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj: juz 3 hal 456 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi'iy / Al Maktabah At Tijariyyah Al Kubra - Mesir (Pemiliknya Mushthafa Muhammad) , Tnp. Tahun Cetak, Terbit Th. 1357 H = 1983 M}.

Ada pula yang mengatakan bahwasanya pahala puasa sepanjang masa (dahr) yang dimaksud adalah pahala puasa fardhu sepanjang masa. Hal ini jika seseorang puasa Ramadhan setiap tahun dan dilanjutkan puasa Syawwal.

*🌴✍• Disebutkan oleh Imam Ibnu Rif’ah rahimahullAhu ta'ala :*

قيل: المراد في الخبر: فكأنما صام الدهر فرضا، وهذا لا يكون في غير ما نص عليه صاحب الشرع

{انظر كتاب كفاية النبيه شرح التنبيه : ج ٦ ص ٣٩٤ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للإمام أحمد بن محمد بن علي الأنصاري، أبو العباس، نجم الدين، المعروف بابن الرفعة الشافعي (المتوفى: ٧١٠ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ٢٠٠٩ مـ}.

“Dikatakan, yang di maksud dalam hadis adalah seperti puasa fardhu sepanjang masa yang hal ini tidaklah ada pada selain yang di sebutkan pembuat syari’at.”

{Lihat Kitab Kifayatu An Nabih Syarhu At Tanbih : juz 6 hal 394 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Ibnu Rif'ah Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al 'Ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 2009 M}.

Keterangan serupa juga disebutkan Syaikh Sulaiman Al-Jamal Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala :

وَالْمُرَادُ ثَوَابُ الْفَرْضِ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ لِخُصُوصِيَّةِ سِتَّةِ شَوَّالٍ مَعْنًى إذْ مَنْ صَامَ مَعَ رَمَضَانَ سِتَّةً غَيْرَهَا يَحْصُلُ لَهُ ثَوَابُ الدَّهْرِ لِمَا تَقَرَّرَ فَلَا تَتَمَيَّزُ تِلْكَ إلَّا بِذَلِكَ انْتَهَتْ

{انظر كتاب فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب (المعروف) " بحاشية الجمال " : ج ٢ ص ٣٥١ / كتاب الصوم / باب صوم التطوع / للشيخ سليمان بن عمر بن منصور العجيلي الأزهري الشافعي، المعروف بالجمل (المتوفى: ١٢٠٤ هـ) / الناشر: دار الفكر الطبعة: بدون طبعة وبدون تاريخ}.

“Yang dimaksudkan adalah pahala puasa fardhu, jika tidak demikian maka tidak ada faedah pengkhususan enam hari di bulan Syawwal. Hal ini karena orang yang puasa Ramadhan kemudian dilanjutkan puasa enam hari bukan di bulan Syawal juga dapat pahala puasa satu tahun sebagaimana keterangan yang telah lewat sehingga tidak ada bedanya antara puasa enam hari di bulan Syawal ataupun di bulan lainnya, selesai.”

{Lihat Kitab Futuhatu Al Wahhabi Bitaudlihi Syarhi Minhaju Ath Thulabi (Yang Terkenal Dengan Nama) Hasyiah Al-Jamal : juz 2 hal 351 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Syaikh Sulaiman Al Jamal Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

Dan juga tidak mendapatkan pahala berpuasa 6 hari dibulan syawwal yakni setara berpuasa setahun penuh sebelum mengqadlo (mengganti) puasa ramadhan yang ditinggalkan terlebih dahulu :

*🌴💾• وقد نقل البجيرمي في حاشيته على الخطيب بعد ذكر القول بأن الثواب لا يحصل لمن قدم الست على القضاء محتجاً بقول النبي صلى الله عليه وسلم ثم أتبعه ستاً من شوال ، عن بعض أهل العلم الجواب التالي:*

قَوْلُهُ «ثُمَّ أَتْبَعَهُ» إلَخْ يُفِيدُ أَنَّ مَنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ لَمْ يَصُمْهَا وَأَنَّهَا لَا تَحْصُلُ قَبْلَ قَضَائِهِ،

وَقَدْ يُقَالُ التَّبَعِيَّةُ تَشْمَلُ التَّقْدِيرِيَّةَ لِأَنَّهُ إذَا صَامَ رَمَضَانَ بَعْدَهَا وَقَعَ عَمَّا قَبْلَهَا تَقْدِيرًا، أَوْ التَّبَعِيَّةُ تَشْمَلُ الْمُتَأَخِّرَةَ كَمَا فِي نَفْلِ الْفَرَائِضِ التَّابِعِ لَهَا اهـ.

فَيُسَنُّ صَوْمُهَا وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ، أَيْ بِعُذْرٍ؛ فَإِنْ تَعَدَّى بِفِطْرِهِ حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا لِمَا فِيهِ مِنْ تَأْخِيرِ الْقَضَاءِ الْفَوْرِيِّ وَتَفُوتُ بِفَوَاتِ شَوَّالٍ وَلَا تُقْضَى

{انظر كتاب تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب : ج ٢ ص ٤٠٦ / كتاب الصيام / للشيخ سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ) / الناشر: دار الفكر الطبعة: بدون طبعة تاريخ النشر: ١٤١٥ هـ = ١٩٩٥ مـ}.

*🌴✍• Syaikh Sulaiman Al Bujairamiy Asy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala menukil dalam kitab Hasyiyyah nya 'Ala Al Khathib setelah menyebutkan ungkapan " Bahwasanya pahala tidak akan didapatkan bagi orang yang mendahulukan puasa 6 hari dibulan syawwal sebelum ia mengqadlo (mengganti) puasa ramadlan yang ia tinggalkan berdalil dengan “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Lalu ia mengikutkan puasa Ramadhannya dengan puasa enam hari Syawwal ... " Jawaban dari sebagian ahli ilmu sebagai berikut :*

Memberi faedah bahwasanya barang siapa yang berbuka di bulan Ramadhan dan tidak berpuasa bahwasanya ia tidak akan memperoleh keutamaan puasa Syawwal hingga ia mengqodho’ terlebih dahulu hutang puasa Ramadhannya.

Dan dikatakan bahwasanya “At-Tab’iyyah” (mengikutkan) termasuk didalamnya “At-Taqdiriyah” (secara ditaqdirkan (dianggap telah berpuasa)) karena jika ia puasa Syawwal 6 hari lantas setelah itu iapun mengqodho’ hutang puasa Ramadhannya maka seakan akan dianggap akhirnya pun telah berpuasa penuh bulan Ramadhan sebelum ia berpuasa 6 hari Syawwal.

Atau “at-Tab’iyyah” (mengikutkan) mencakup “Al-Mutaakkhiroh” (yang diakhirkan) yaitu mencakup puasa syawwal yang diakhirkan (sehingga dikerjakan diluar bulan syawwal) sebagaiamana sholat sunnah (rawatib) sholat fardu yang statusnya adalah pengikut sholat fardlu.

Jadi tetap disunnahkan puasa sunnah 6 hari Syawwal meskipun ia berbuka/berhutang puasa Ramadhan karena udzur. Akan tetapi jika ia berbuka di bulan Ramadhan tanpa udzur maka *DIHARAMKAN* baginya untuk puasa syawwal karena akan mengakibatkan terlambatnya ia mengqodho hutang puasa Ramadhannya yang harus segera dikerjakan. Dan jika ternyata setelah itu telah habis bulan Syawwal maka ia telah terluput dari puasa syawwal dan tidak bisa diqhodo puasa syawwalnya (misalnya dikerjakan pada bulan dzulqo’dah-pen)”

{Lihat Kitab Tuhfatu Al Habib 'Ala Syarhi Al Khathib = Hasyiyah Al-Bujairimi 'Ala Al Khatib : juz 2 hal 406 / Kitabu Ash Shiyami / Karya Syaikh Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri Tnp. Tahun Cetak, Th. Terbit : 1415 H = 1995 M}.

*💾✍• SIAPA SAJA YANG BOLEH MELAKUKAN PUASA SYAWAL?*

Puasa sunnah Syawal *DISUNNAHKAN BAIK BAGI YANG TELAH BERPUASA RAMADHAN ATAUPUN TIDAK.* Imam Al-Khatib Asy Syirbiniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala mengatakan :

تَنْبِيهٌ: قَضِيَّةُ إطْلَاقِ الْمُصَنِّفِ اسْتِحْبَابَ صَوْمِهَا لِكُلِّ أَحَدٍ، سَوَاءٌ أَصَامَ رَمَضَانَ أَمْ لَا، كَمَنْ أَفْطَرَ لِمَرَضٍ أَوْ صِبًا أَوْ كُفْرٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ،

{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٢ ص ١٨٤ / كتاب الصيام / باب في صوم التطوع / للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (المتوفى: ٩٧٧ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤١٥ هـ - ١٩٩٤ مـ}.

*💾✍• Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala berkata dalam Kitabnya " Mughniy Al Muhtaj " :*

Perhatian :

“Penulis matan Minhajut Thalibin tidak memberi batasan untuk siapa saja disunnahkan puasa Syawal tersebut, yang ini menunjukkan disunnahkannya bagi setiap orang baik yang telah berpuasa Ramadhan atau tidak seperti orang yang tidak puasa karena sakit, masih kecil, masih kafir dan sebab lainnya.”

{Lihat Kitab Mughni Al-Muhtaj Ìlaa Ma'rifati Ma'aniy Alfaadzi Al Minhaj : juz 2 hal 184 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Fi Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Syamsuddin Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 1415 H = 1994 M}.

Senada dengan perkataan Syaikh Al-Khatib As Syirbiniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala, dikatakan pula oleh Al-Allamah Ar Romliy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam pernyataan beliau :

وَقَضِيَّةُ كَلَامِ التَّنْبِيهِ وَكَثِيرِينَ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصُمْ رَمَضَانَ لِعُذْرٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ صِبًا أَوْ جُنُونٍ أَوْ كُفْرٍ لَا يُسَنُّ لَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ.

قَالَ أَبُو زُرْعَةَ: وَلَيْسَ كَذَلِكَ: أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ.

*📚✍• Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaj " berkata :*

“Pernyataan dalam At-Tanbih dan banyak fuqoha’ bahwa *ORANG YANG TIDAK PUASA RAMADHAN TIDAK DISUNNAHKAN* puasa enam hari di bulan Syawal.

Abu Zur’ah mengatakan : “Tidaklah demikian”, artinya, (tetap disunnahkan) dan mendapat pahala puasa sunnah walaupun tidak mendapat pahala yang disebutkan dalam hadits (pahala seperti puasa fardhu sepanjang masa) karena tidak didahului dengan puasa Ramadhan.”

جمعها ورتبها طالب العلم : عبد الحكيم الجاوي

Rabu Pahing MTsN 1 Magelang :

١٨ شوّال ١٤١٤ هـ

١٠ يوني ٢٠٢٠ مـ

*4️⃣👌• Puasa 6 Hari Dibulan Syawwal HUKUMNYA SUNNAH Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal :*

(lebaran tahun corona kajian fikih lintas Madzhab ulama' SUNNI - أهل السّنة والجماعة النّهضية)

*🌴💾• Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Al-Mughni Syarhu Mukhtashar Al Khurqiy " mengatakan:*

مَسْأَلَةٌ: قَالَ (وَمَنْ صَامَ شَهْرَ رَمَضَانَ، وَأَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ، وَإِنْ فَرَّقَهَا، فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ)

وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّ صَوْمَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ. رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ كَعْبِ الْأَحْبَارِ، وَالشَّعْبِيِّ، وَمَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ وَبِهِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَكَرِهَهُ مَالِكٌ

{انظر كتاب المغني شرح مختصر الخرقي: ج ٣ ص ١٧٦ / كتاب الصيام / مسألة تأخير السحور وتعجيل الفطر / فصل يستحب تفطير الصائم / للإمام أبو محمد موفق الدين عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الجماعيلي المقدسي ثم الدمشقي الحنبلي، الشهير بابن قدامة المقدسي (المتوفى: ٦٢٠ هـ) / الناشر: مكتبة القاهرة الطبعة: بدون طبعة النشر: ١٣٨٨ هـ = ١٩٦٨ مـ}.

Masalah : Al Khurqiy berkata : (dan barangsiapa berpuasa ramadlon, kemudian menyusulinya berpuasa 6 hari dibulan syawwal, walaupun ia memisahkannya, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun)

Keseluruhan kalimat itu menunjukkan bahwasanya puasa enam hari di bulan Syawal *HUKUMNYA MUSTAHAB (SUNNAH)* menurut Jumhur (mayoritas) para ulama. Dan semua itu diriwayatkan dari Ka'ab Al Akhbar, Asy Sya'biy, dan Maimun bin Mahran. Dengan itu Imam Syafi'iy berpendapat, sedangkan Imam Malik memakrukannya.

{Lihat Kitab Al-Mughniy : juz 3 hal 176 / Kitabu Ash Shiyami / Masalah : Ta'khiru As Sahuri Wa Ta'jilu Al Fithri / Fashlun : Yustahabbu Tafthiru Ash Shaaimi / Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy / Maktabah Al Qahirah , Tnp. Tahun Cetak, Th. Terbit : 1388 H = 1968 M}.

*💾🌴• Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) adalah SUUNAH. Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah :*

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ - الْمَالِكِيَّةُ ، وَالشَّافِعِيَّةُ ، وَالْحَنَابِلَةُ وَمُتَأَخِّرُو الْحَنَفِيَّةِ - إِلَى أَنَّهُ يُسَنُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ بَعْدَ صَوْمِ رَمَضَانَ

{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٢٨ ص ٩٢ / حرف الصاد / صوم التطوع ما يستحب صيامه من الأيام / صوم ستة أيام من شوال / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت ، الأجزاء ٢٤ - ٣٨ : الطبعة الأولى، مطابع دار الصفوة - مصر - بدون السنة }

Jumhur (Mayoritas fuqaha) –Malikiyah (pengikut Imam Malik), Syafi’iyah (pengikut Imam Syafi'iy), Hanabilah (pengikut Imam Ahmad), dan Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah) muta’akhirin (generasi kemudian/kontemporer)- berpendapat bahwa *DISUNNAHKAN BERPUASA 6 HARI DIBULAN SYAWAL* setelah puasa Ramadhan.

{Lihat Kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah : juz 28 hal 92 / Harfu Ash Shaadi / Shaumu At Tathawwu'i Ma Yustahabbu Shiyaamuhu Min Al Ayyami / Shaumu Sittati Ayyamin Min Syawwalin / Dikeluarkan Oleh Kementrian Urusan Wakaf Dan Islam - Negara Kuwait , juz 24 - 38 , Cet. Pertama , Dar Ash Shafwah Mesir - Tnp. Tahun}.

*🌴👌• وجاء في كتاب " بستان الأحبار مختصر نيل الأوطار ":*

قَالَ الشَّارِحُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى: وَقَدْ اُسْتُدِلَّ بِأَحَادِيثِ الْبَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ صَوْمِ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ، وَإِلَيْهِ ذَهَبَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَدَاوُد وَغَيْرُهُمْ. اهـ.

{انظر كتاب بستان الأحبار مختصر نيل الأوطار : ج ١ ص ٦٠٢ / ابواب صوم التطوع / للشيخ فيصل بن عبد العزيز بن فيصل ابن حمد المبارك الحريملي النجدي (المتوفى: ١٣٧٦ هـ) / الناشر: دار إشبيليا للنشر والتوزيع، الرياض الطبعة: الأولى، ١٤١٩ هـ = ١٩٩٨ مـ}.

*🌴✍• Disebutkan dalam kitab " Bustanu Al Ahbar Mukhtashar Nailu Al Authar " :*

Pensyarah rahimahullAhu ta'ala berkata :

Bahwa sesungguhnya hadits - hadits bab (puasa 6 Hari dibulan Syawwal) telah dijadikan dalil atas *DISUNNAHKANNYA PUASA 6 HARI DIBULAN SYAWWAL* , dan pendapat yang senada dengannya juga diambil oleh Imam Syafi'iy , *AHMAD*, Dawud (Adz Dzahiriy), dan selain dari mereka.

{Lihat Kitab Bustanu Al Ahbar Mukhtashar Nailu Al Authar : juz 1 hal 602 / Abwaabu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Faishal Al Mubarok An Najdiy / Dar Ìsybiliya - Ar Riyadh , Cet. Pertama , Th. 1419 H = 1998 M}.

*🌴👌• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه "المنهاج شرح صحيح مسلم ":*

قَوْلَهُ –ﷺ💞– : (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ)

وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ يُكْرَهُ ذَلِكَ

قَالَ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَصُومُهَا قَالُوا فَيُكْرَهُ لِئَلَّا يُظَنَّ وُجُوبُهُ

وَقَوْلُهُمْ قَدْ يُظَنُّ وُجُوبُهَا يُنْتَقَضُ بِصَوْمِ عَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الصَّوْمِ الْمَنْدُوبِ

قَالَ الْعُلَمَاءُ : وَإِنَّمَا كَانَ ذَلِكَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ لِأَنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا فَرَمَضَانُ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَالسِّتَّةُ بِشَهْرَيْنِ وَقَدْ جَاءَ هَذَا فِي حَدِيثٍ مَرْفُوعٍ فِي كِتَابِ النَّسَائِيِّ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ) صَحِيحٌ وَلَوْ قَالَ سِتَّةً بِالْهَاءِ جَازَ أَيْضًا

قَالَ أَهْلُ اللُّغَةِ : يُقَالُ صُمْنَا خَمْسًا وَسِتًّا). اهـ.

{انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم : ج ٨ ص ٥٦ / كتاب الزكاة هي في اللغة النماء والتطهير فالمال / باب استحباب صوم ستة أيام من شوال اتباعا لرمضان / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ}.

Sabda Nabi –ﷺ💞– : ((“Barang siapa puasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti berpuasa sepanjang masa.))” ( HR. Muslim : 1164 )

Dalam hadis ini terdapat makna yang tegas bagi madzhab Syafi’iy, *AHMAD* dan Dawud serta ulama lain yang sepaham bahwasanya *DISUNNAHKAN PUASA 6 HARI DIBULAN SYAWWAL.*

Adapun imam Malik dan imam Abu Hanifah berpandangan *MAKRUH MELAKUKANNYA.*

Imam Malik berkata dalam Al-Muwattha’, Saya tidak pernah melihat satupun ulama yang berpuasa enam hari bulan Syawwal. Mereka mengatakan dimakruhkan agar tidak disangka hukumnya wajib.

Adapun dalil yang dipakai Imam Syafi’iy dan ulama lain adalah hadits ini yang shahih dan tegas kandungan maknanya.

Jika telah ada keterangan dari sunnah Nabi, maka tidak boleh ditinggalkan hanya karena sebagian orang, kebanyakan bahkan semuanya meninggalkan sunnah tersebut.

Adapun alasan dimakruhkan karena agar tidak disangka wajib terbantahkan dengan adanya puasa Arafah, Asyura’ dan yang lainnya yang hukumnya sunnah.

Para pengikut kalangan syafi’iy menilai yang lebih utama menjalaninya berurutan secara terus-menerus (mulai hari kedua syawwal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan diakhir bulan syawal pun juga masih mendapatkan keutamaan sebagaimana hadits di atas.

Ulama berkata “alasan menyamainya puasa setahun penuh berdasarkan bahwa satu kebaikan menyamai sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan menyamai sepuluh bulan lain, dan 6 hari di bulan syawal menyamai dua bulan lainnya ( 6x10 = 60 = 2 bulan).

{Lihat kitab Al Minhaj Syarah Shahih Muslim : Juz VIII hal 56 / Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathhiru Falmalu / Babu Shaumi Sittati Ayyamin Min Syawwalin Ìtba'an Liramadlana / Karya Imam An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar Ìhya`u At Turatsi Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*💾✍• وقال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المجموع شرح المهذب " :*

قَالَ أَصْحَابُنَا : يُسْتَحَبُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ ، لِهَذَا الْحَدِيثِ قَالُوا : وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَصُومَهَا مُتَتَابِعَةً فِي أَوَّلِ شَوَّالٍ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عَنْ شَوَّالٍ جَازَ . وَكَانَ فَاعِلا لأَصْلِ هَذِهِ السُّنَّةِ ، لِعُمُومِ الْحَدِيثِ وَإِطْلاقِهِ . وَهَذَا لا خِلافَ فِيهِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وَدَاوُد .

{انظر كتاب المجموع شرح المهذب : ج ٦ ص ٣٧٩ / كتاب الصيام / مسائل تتعلق بكتاب الصيام / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة}.

Fuqoha’ kami (pengikut Imam Syafi'iy) menyatakan : *DIANJURKAN* berpuasa enam hari bulan Syawal secara berturut-turut di awal bulan Syawal. Namun jika dilakukan secara terpisah atau tidak dilakukan di awal Syawal tidaklah mengapa dan sudah teranggap melakukan *SUNNAH* ini karena keumuman makna hadits dan kemutlakannya. Tidak ada perbedaan pendapat di antara kami dalam masalah ini. Pendapat senada juga dinyatakan oleh *IMAM AHMAD* dan Dawud.

{Lihat Kitab Al-Majmu’ Syarahu Al-Muhadzab : juz 6 hal 379 / Kitabu Ash Shiyami / Masa'ilu Tan'aliqu Bi Ash Shiyami / Karya Imam Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

*💾✍• وقال الإمام ابن مفلح الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه : " الفروع وتصحيح الفروع لعلاء الدين علي بن سليمان المرداوي ":*

وَكَذَا مِنْ حَدِيثِ ثَوْبَانَ, وَفِيهِ: "وَسِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ" فَلِذَلِكَ اسْتَحَبَّ أَحْمَدُ وَالْأَصْحَابُ رَحِمَهُمُ اللَّهُ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ أَنْ يُتْبِعَهُ بِصَوْمِ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ.

{انظر كتاب الفروع وتصحيح الفروع لعلاء الدين علي بن سليمان المرداوي: ج ٥ ص ٨٤ / تابع كتاب الصوم / باب صوم التطوع وذكر ليلة القدر وما يتعلق بذلك / مدخل / للإمام محمد بن مفلح بن محمد بن مفرج، أبو عبد الله، شمس الدين المقدسي الرامينى ثم الصالحي الحنبلي (المتوفى: ٧٦٣ هـ) / الناشر: مؤسسة الرسالة الطبعة: الأولى ١٤٢٤ هـ = ٢٠٠٣ مـ}.

*🌴📚• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' Wa Tashihu Al Furuu' Li Imam Al Murdawiy " berkata :*

Demikian juga dari riwayat hadits Tsauban, yang ada didalamnya terdapat ungkapan : " dan puasa 6 hari setelah Iedul fithri "

Maka berdasarkan hal tersebut *IMAM AHMAD DAN SAHABAT - SAHABATNYA RAHIMAHULLAHU TA'ALA MENGANJURKAN* bagi orang yang berpuasa ramadhan agar menyusulinya dengan berpuasa 6 hari dibulan syawwal.

{Lihat Kitab Al Furuu` Wa Tashihu Al Furuu` Li 'Alauddin Aliy Bin Sulaiman Al Murdawiy : juz 5 hal 84 / Tabi'u Kitabi Ash Shaumi / Babu Shaumi At Tathawwu'i Wa Dzikri Lailati Al Qadari Wa Ma Tata'alaqu Bi Dzalika / Madkhal / Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy / Mu'assasah Ar Risalah , Cet. Pertama , Th. 1424 H = 2003 M}.

*💾✍• MENURUT MADZHAB HANBALI YANG TERLAMBAT PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL APAKAH BOLEH MENUKARNYA PADA BULAN DZUL QO’DAH ?*

Hitungan pahalanya adalah 30 Hari + 6 Hari = 36 Hari. Allah Ta'ala menjadikan kebaikan dengan 10 kali lipat, maka 30 X 10 = 300 dan 6 X 10 = 60. Apabila ditambahkan nilai kedua puasa tersebut maka jumlahnya adalah 360.

Dengan besarnya pahala puasa ini Hanabilah (pengikut Imam Ahmad) berpendapat bahwasannya pahala puasa ini tidak akan didapatkan bilamana dilakukan diluar bulan Syawwal. Berikut beberapa pendapat dari ulama' mereka :

*📚👌• قال الإمام منصور البهوتي الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه "كشاف القناع" :*

(وَلَا تَحْصُلُ الْفَضِيلَةُ بِصِيَامِهَا) أَيْ: السِّتَّةِ أَيَّامٍ (فِي غَيْرِ شَوَّالٍ) لِظَاهِرِ الْأَخْبَارِ

{انظر كتاب كشاف القناع عن متن الإقناع : ج ٢ ص ٣٣٨ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع وما يكره منه وذكر ليلة القدر وما يتعلق بذلك / للإمام منصور بن يونس بن صلاح الدين ابن حسن بن إدريس البهوتى الحنبلى (المتوفى: ١٠٥١ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية - بدون السنة}.

*🌴👌• Imam Manshur Al Buhutiy Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Kasyful Qana’ 'An Marni Al Ìqna`:*

“Tidak mendapatkan keutamaan puasa 6 hari di bulan Syawal, jika dilaksanakan di luar bulan Syawal, berdasarkan tekstualitas beberapa hadits”.

{Lihat Kitab Kasyafu Al Qana` 'An Matni Al Ìqna` : juz 2 hal 338 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i Wa Ma Yukrahu Minhu Wa Dzikri Lailati Al Qadari Wa Ma Tata'alaqu Bidzalika / Karya Imam Manshur Al Buhutiy Al Hanbaliy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah - Tnp. Tahun}.

Akan tetapi diharapkan bagi seseorang yang berpuasa pada sebagiannya dan belum menyempurnakannya, karena ada alasan syar’i tetap akan mendapatkan pahala dan keutamaannya.

*🌴✍• وقال الإمام ابن مفلح الحنبلي رحمه الله تعالى في كتابه : " الفروع وتصحيح الفروع لعلاء الدين علي بن سليمان المرداوي ":*

وَيَتَوَجَّهُ احْتِمَالٌ: تَحْصُلُ الْفَضِيلَةُ بِصَوْمِهَا فِي غَيْرِ شَوَّالٍ, وِفَاقًا لِبَعْضِ الْعُلَمَاءِ, ذَكَرَهُ الْقُرْطُبِيُّ, لِأَنَّ فَضِيلَتَهَا كَوْنُ الْحَسَنَةِ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا, كَمَا فِي خَبَرِ ثَوْبَانَ, وَيَكُونُ تَقْيِيدُهُ بِشَوَّالٍ لِسُهُولَةِ الصَّوْمِ لِاعْتِيَادِهِ رُخْصَةً, وَالرُّخْصَةُ أَوْلَى. انتهى .

{انظر كتاب الفروع وتصحيح الفروع لعلاء الدين علي بن سليمان المرداوي: ج ٥ ص ٨٦ / تابع كتاب الصوم / باب صوم التطوع وذكر ليلة القدر وما يتعلق بذلك / مدخل / للإمام محمد بن مفلح بن محمد بن مفرج، أبو عبد الله، شمس الدين المقدسي الرامينى ثم الصالحي الحنبلي (المتوفى: ٧٦٣ هـ) / الناشر: مؤسسة الرسالة الطبعة: الأولى ١٤٢٤ هـ = ٢٠٠٣ مـ}.

*🌴📚• Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Al Furuu' Wa Tashihu Al Furuu' Li Imam Al Murdawiy " berkata :*

“Ada beberapa kemungkinan, tetap mendapatkan keutamaannya pada selain bulan Syawal, sesuai dengan pendapat sebagian pada ulama, disebutkan oleh Al Qurthubiy (Al Malikiy); karena keutamannya tersebut dilipatgandakan sepuluh kali, sebagaimana menurut hadits Tsauban, bahwa keterikatannya dengan bulan Syawal untuk memudahkan pelaksanaannya, karena terbiasa sebagai rukhsoh dan mengambil rukhsoh itu lebih utama”.

{Lihat Kitab Al Furuu` Wa Tashihu Al Furuu` Li 'Alauddin Aliy Bin Sulaiman Al Murdawiy : juz 5 hal 86 / Tabi'u Kitabi Ash Shaumi / Babu Shaumi At Tathawwu'i Wa Dzikri Lailati Al Qadari Wa Ma Tata'alaqu Bi Dzalika / Madkhal / Karya Imam Ibnu Muflih Al Hanbaliy / Mu'assasah Ar Risalah , Cet. Pertama , Th. 1424 H = 2003 M}.

*💾✍• ونقله صاحب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف (الإمام علاء الدين أبو الحسن علي بن سليمان المرداوي الدمشقي الصالحي الحنبلي) وتعقبه بقوله :*

قُلْت: وَهَذَا ضَعِيفٌ مُخَالِفٌ لِلْحَدِيثِ، وَإِنَّمَا أُلْحِقَ بِفَضِيلَةِ رَمَضَانَ لِكَوْنِهِ حَرِيمَهُ، لَا لِكَوْنِ الْحَسَنَةِ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا؛ وَلِأَنَّ الصَّوْمَ فِيهِ يُسَاوِي رَمَضَانَ فِي فَضِيلَةِ الْوَاجِبِ.

{انظر كتاب الإنصاف في معرفة الراجح من الخلاف : ج ٣ ص ٣٤٤ / كتاب الصوم / باب صوم التطوع / للإمام علاء الدين أبو الحسن علي بن سليمان المرداوي الدمشقي الصالحي الحنبلي (المتوفى: ٨٨٥ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي الطبعة: الثانية - بدون تاريخ}.

*🌴📚• Pengarang Kitab/Buku Al Inshaf Fi Ma'rifati Ar Rajihi Min Al Khilafi (Imam 'Alauddin Abu Al Hasan Al Murdawiy Al Hanbaliy) rahimahullAhu ta'ala menukilnya dan berkata:*

“Pendapat saya adalah yang demikian itu lemah; karena bertetangan dengan hadits, penyebab dikaitkannya dengan dengan keutamaan bulan Ramadhan karena Syawal sebagai harimnya (yang berdekatan) bukan karena kebaikan itu dilipatgandakan 10 kali, dan karena puasa pada bulan Syawal itu sepadan dengan Ramadhan dalam masalah keutamaan kewajiban”.

{Lihat Kitab Al Inshaf Fi Ma'rifati Ar Rajihi Min Al Khilafi : juz 3 hal 334 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam 'Alauddin Abu Al Hasan Al Murdawiy Al Hanbaliy / Dar Ìhya`u At Turats Al 'Arabiy , Cet. Kedua - Tnp. Tahun}.

جمعها ورتبها " طالب العلم " : محمّد عبد الحكيم الجاوي

Jum'ah wage MTsN 1 Magelang :

٢٠ شوّال ١٤١٤ هـ

١٢ يوني ٢٠٢٠ مـ

*🌴✍• BOLEHKAH PUASA SYAWWAL SEBELUM MENGQODLO' (MENGGANTI) PUASA RAMADLON YANG DITINGGALKAN KARENA UDZUR (BERHALANGAN SECARA SYAR'I)/TIDAK?*

(kajian fiqih lintas madzhab SUNNI - أهل السنّة والجماعة النّهضيّة tahun corona 2020 M).

Dalam hal ini ulama' berbeda pendapat tentang boleh tidaknya berpuasa 6 hari dibulan syawwal sebelum mengqodlo' (mengganti) puasa ramadlan yang ditinggalkan ataupun mereka berbeda dalam menilai mendapatkan keutamaannya atau tidak sebelum melakukan qodlo' ataupun ketika puasa 6 hari tersebut dilakukan dibulan lain, berikut pendapat - pendapat meraka :

*1⃣• 🌴👌 BOLEH DAN SAH QODLO'NYA JUGA TETAP MENDAPATKAN KEUTAMAAN PUASA SYAWWAL DAN DIANJURKAN BERSEGERA MELAKUKANNYA SEBELUM RAMADLAN BERIKUTNYA DATANG MENURUT PENDAPAT DARI KALANGAN SYAFI'IYYAH (PENGIKUT IMAM SYAFI'IY) رحمهم الله تعالى*

جواز ذلك، وبه قال الجُمهور منهم المالكية والحنفية والشافعية والحنابلة في رواية. واستدلُّوا بحديث :

*SEMUA ITU BOLEH* dan juga berkata dengan pendapat tersebut jumhur (mayoritas ulama') diantara mereka adalah Malikiyyah (pengikut Imam Malik) , Hanafiyyah (pengikut Imam Abu Hanifah) , Syafi'iyyah (pengikut Imam Syafi'iy) , dan sebuah riwayat dari kaum Hanabilah (pengikut Imam Ahmad bin Hanbal). Mereka berhujjah dengan hadits :

*_1⃣• Hadits Riwayat Imam Bukhariy :_*

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، قَالَ : سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، تَقُولُ :

*«كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ ، قَالَ يَحْيَى : الشُّغْلُ مِنَ النَّبِيِّ أَوْ بِالنَّبِيِّ –ﷺ💞–»*

{رواه البخاري واللفظ له / كتاب الصوم / باب: متى يقضى قضاء رمضان / حديث رقم : ١٨٦٧}.

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Yunus. Telah menceritakan kepada kami : Zuhair. Telah menceritakan kepada kami : Yahya. Dari Abu Salamah, beliau berkata; Aku mendengar 'Aisyah radliyyAllahu 'anha berkata:

*"Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha'nya kecuali pada bulan Sya'ban". Yahya berkata: "Karena dia sibuk bersama Nabi –ﷺ💞–.*

{HR. Bukhariy / Kitabu Ash Shaumi / Babu : Mata Yaqdli Qadlo'a Ramadlana / No. 1867}.

*_2⃣• Hadits senada dalam riwayat Imam Muslim :_*

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ :

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💞–. أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💜–

و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ وَذَلِكَ لِمَكَانِ رَسُولِ اللَّهِ –ﷺ💙–

صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ فَظَنَنْتُ أَنَّ ذَلِكَ لِمَكَانِهَا مِنْ النَّبِيِّ –ﷺ💚– يَحْيَى يَقُولُهُ و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ ح و حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ كِلَاهُمَا عَنْ يَحْيَى بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَذْكُرَا فِي الْحَدِيثِ الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللَّهِ –

ﷺ❤–.

{رواه مسلم / كِتَاب الصِّيَامِ / بَابُ قَضَاءِ رَمَضَانَ فِي شَعْبَانَ / حديث رقم : ٢٠١٠}

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Abdullah bin Yunus. Telah menceritakan kepada kami : Zuhair. Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Sa'id. Dari Abu Salamah, beliau berkata; Saya mendengar Aisyah radliyyAllahu 'anha berkata;

*"Aku masih punya hutang puasa Ramadlan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan Sya'ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku bersama Rasulullah –ﷺ💞–.*"

Dan Telah menceritakan kepada kami : Ishaq bin Ibrahim. Telah mengabarkan kepada kami : Bisyr bin Umar Az Zahrani. Telah menceritakan kepadaku : Sulaiman bin Bilal. Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Sa'id dengan isnad ini, hanya saja ia mengatakan; Hal itu, karena kesibukan Rasulullah –ﷺ💞–.

Dan telah menceritakannya kepadaku : Muhammad bin Rafi'. Telah menceritakan kepada kami : Abdurrazaq. Telah mengabarkan kepada kami : Ibnu Juraij. Telah menceritakan kepadaku : Yahya bin Sa'id dengan isnad ini, dan ia berkata; "Saya menduga bahwa sebab hal itu adalah, karena posisinya bersama Rasulullah –ﷺ❤–." Yang mengatakannya adalah Yahya.

Dan Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Al Mutsanna. Telah menceritakan kepada kami : Abdul Wahab (riwayat dari jalur lain), Telah menceritakan kepada kami ' Amru An Naqid. Telah menceritakan kepada kami : Sufyan keduanya dari Yahya dengan isnad ini, namun keduanya tidak menyebutkan di dalam hadits; "Kesibukan bersama Rasulullah –ﷺ💙–."

{HR. Muslim / Kitabu Ash Shiyami / Babu Qodloì Ramadlana Fi Sya'bana / No. 2010}.

🌴📚• Mayoritas ulama terdahulu (Salaf) maupun belakangan (Khalaf/Kontemporer) berpendapat bahwa mengqodlo' puasa Ramadan bagi orang yang tidak berpuasa karena udzur seperti haid dan safar kewajibannya bersifat longgar, namun tidak boleh menunda hingga datangnya bulan sya'ban (ruwah : jåwå) tahun berikutnya, dan dianjurkan bersegera sebagai sifat kehati - kehatian, jikalau mengakhirkannya menurut pendapat yang Shahih para peneliti ahli fiqih dan ushul diwajibkan ber'azam (bertekad bulat) karena jika tidak demikian termasuk berbuat maksiat, bahkan dikatakan jikalau mati sebelum keluar dari bulan sya'ban harus membayar fidyah setiap harinya satu mud (± 6 ons makanan pokok daerah setempat) karena dimungkinkan mampu mengqodlo'nya namun telah meninggalkannya.

*📚👌• وقال الإمام أبو زكريّا محي الدّين يحيى بن شرف النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ابن الحجاج ":*

وَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَجَمَاهِيرِ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ : أَنَّ قَضَاءَ رَمَضَانَ فِي حَقِّ مَنْ أَفْطَرَ بِعُذْرٍ كَحَيْضٍ وَسَفَرٍ يَجِبُ عَلَى التَّرَاخِي ، وَلَا يُشْتَرَطُ الْمُبَادَرَةُ بِهِ فِي أَوَّلِ الْإِمْكَانِ ،

لَكِنْ قَالُوا : لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ عَنْ شَعْبَانَ الْآتِي ؛ لِأَنَّهُ يُؤَخِّرُهُ حِينَئِذٍ إِلَى زَمَانٍ لَا يَقْبَلُهُ وَهُوَ رَمَضَانُ الْآتِي ، فَصَارَ كَمَنْ أَخَّرَهُ إِلَى الْمَوْتِ .

وَقَالَ دَاوُدُ تَجِبُ الْمُبَادَرَةُ بِهِ فِي أَوَّلِ يَوْمٍ بَعْدَ الْعِيدِ مِنْ شَوَّالٍ وَحَدِيثُ عَائِشَةَ هَذَا يَرُدُّ عَلَيْهِ

قَالَ الْجُمْهُورُ وَيُسْتَحَبُّ الْمُبَادَرَةُ بِهِ لِلِاحْتِيَاطِ فِيهِ , فَإِنْ أَخَّرَهُ فَالصَّحِيحُ عِنْدَ الْمُحَقِّقِينَ مِنَ الْفُقَهَاءِ وَأَهْلِ الْأُصُولِ أَنَّهُ يَجِبُ الْعَزْمُ عَلَى فِعْلِهِ وَكَذَلِكَ الْقَوْلُ فِي جَمِيعِ الْوَاجِبِ الْمُوَسَّعِ إِنَّمَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ بِشَرْطِ الْعَزْمِ عَلَى فِعْلِهِ حَتَّى لَوْ أَخَّرَهُ بِلَا عَزْمٍ عَصَى

وَقِيلَ لَا يُشْتَرَطُ الْعَزْمُ وَأَجْمَعُوا أَنَّهُ لَوْ مَاتَ قَبْلَ خُرُوجِ شَعْبَانَ لَزِمَهُ الْفِدْيَةُ فِي تَرْكِهِ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ مِنْ طَعَامٍ هَذَا إِذَا كَانَ تَمَكَّنَ مِنَ الْقَضَاءِ فَلَمْ يَقْضِ. انتهى

{انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم ابن الحجاج : ج ٨ ص ٢٢ - ٢٣ / كتاب الزكاة هي في اللغة النماء والتطهير فالمال / باب قضاء الصوم عن الميت / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦ هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ}.

*🌴📚• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

“Madzhab Malik, Abu Hanifah, asy-Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama terdahulu maupun belakangan berpendapat bahwa mengqada puasa Ramadan bagi orang yang tidak berpuasa karena udzur seperti haid dan safar kewajibannya bersifat longgar, tidak dipersyaratkan harus langsung pada awal waktu kesanggupannya untuk mengqodlo'.

Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa tidak boleh ditunda lagi ketika datang bulan Sya’ban tahun depan.”

Imam Dawud (Adz-Dzahiriy) berpendapat wajib bersegera mengqodlo' puasa selepas hari raya akan tetapi pendapat ini ditolak oleh hadits ‘Aisyah di atas.

Jumhur ulama (mayoritas) tetap menganjurkan untuk menyegerakan melakukan qodlo', untuk ihtiyath (kehati - hatian) didalamnya.

Apabila mengakhirkannya, maka pendapat yang Shahih menurut para muhaqqiq (peneliti) dari kalangan fuqaha` (ahli fiqih) dan kalangan Ahli Ushul, hal tersebut wajib adanya 'Azam (membulatkan tekad) untuk mengerjakannya. Begitu juga pendapat dalam semua kewajiban yang terdapat kelonggaran, mestinya boleh mengakhirkan pelaksanaannya tetapi dengan disyaratkan adanya 'Azam , sehingga seandainya ia mengakhirkannya tanpa ber'azam ia termasuk orang yang berbuat maksiat.

Dikatakan : tidak disyaratkan ber'azam dan mereka sepakat hal tersebut seandainya ia meninggal sebelum keluar dari bulan sya'ban , maka wajib membayar fidyah baginya dalam hal meninggalkannya, setiap harinya satu mud (± 6 0ns = setengah kg lebih) dari bahan makanan pokok (daerahnya) , dan hal ini ketika ia dimungkinkan mampu mengqodlo' namun ia tidak mengqodlo'nya.

{Lihat Kitab Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj : juz VIII hal 22-23 / Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathiru Falmalu / Karya Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar ìhya`u At Turats Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*💾✍• Menurut Imam Al Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala : Hadits di atas juga menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha tidak pernah melakukan puasa sunnah. Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha berpandangan bahwa puasa sunnah bagi orang yang mempunyai tanggungan puasa wajib hukumnya TIDAK DIPERBOLEHKAN sedangkan ia mulai bulan Syawal sampai bulan Rajab masih mempunyai utang puasa wajib. Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy menjelaskan :*

قَوْلُهُ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ اسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ عَائِشَةَ كَانَتْ لَا تَتَطَوَّعُ بِشَيْءٍ مِنَ الصِّيَامِ لَا فِي عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَلَا فِي عَاشُورَاءَ وَلَا غَيْرِ ذَلِكَ وَهُوَ مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّهَا كَانَتْ لَا تَرَى جَوَازَ صِيَامِ التَّطَوُّعِ لِمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ مِنْ رَمَضَانَ

{انظر كتاب فتح الباري شرح صحيح البخاري : ج ٤ ص ١٩١ / قوله باب متى يقضى قضاء رمضان / للإمام أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي / الناشر: دار المعرفة - بيروت، ١٣٧٩ هـ}.

“Penjelasan tentang redaksi hadits : *_((‘Saya tidak mampu menunaikan qodlo' puasa tersebut kecuali di bulan Sya’ban.’))_*

Menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha tidak pernah melakukan puasa sunnah sekali pun baik 10 hari bulan Dzul Hijjah, tidak pula 10 hari di bulan Asyura’ dan lain sebagainya.

Hal ini berdasarkan pandangan Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha *YANG MENGANGGAP PUASA SUNNAH BAGI ORANG YANG MASIH MEMPUNYAI TANGGUNGAN PUASA RAMADHAN HUKUMNYA TIDAK DIPERBOLEHKAN.”*

{Lihat Kitab Fathu Al Bari Syarhu Shahih Al Bukhariy : juz 4 hal 191 / Qauluhu : Babu Mata Yaqdli Qadlo'a Ramadlana / Karya Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy / Dar Al Ma'rifah - Beirut , Th. 1379 H}.

*🌴💾• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

قَالَ الْجُمْهُورُ وَيُسْتَحَبُّ الْمُبَادَرَةُ بِهِ لِلِاحْتِيَاطِ فِيهِ

“Jumhur (mayoritas ulama) mengatakan bahwa *DIANJURKAN BERSEGERA* dalam mengqodlo' (mengganti, nyaor = jåwå) puasa sebagai upaya ihtiyath (kehati-hatian).”

{Lihat Kitab Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj : juz VIII hal 23 / Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathiru Falmalu / Karya Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar ìhya`u At Turats Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*✍📚• Imam Al-Khatib Al-Syarbini Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Mughniy Al Muhtaj " menyatakan:*

مَنْ فَاتَهُ شَيْءٌ مِنْ رَمَضَانَ اُسْتُحِبَّ أَنْ يَقْضِيَهُ مُتَتَابِعًا، وَيُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِصَوْمٍ

{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني الفاظ المنهاج : ج ٢ ص ١٨١ / كتاب الصيام / فصل في موجب كفارة الصوم / للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (المتوفى: ٩٧٧هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤١٥ هـ - ١٩٩٤ مـ}.

Barang siapa yang ada tertinggal puasa Ramadhan (bolong), *DIANJURKAN* untuk mengqodho`nya secara berturut-turut.

*DIMAKRUHKAN* bagi siapa saja yang masih mempunyai tanggungan puasa Ramadhan yang perlu diqodho` , (makruh) apabila akan melakukan puasa sunnah.

{Lihat Kitab Mughni Al-Muhtaj ìlaa Ma'rifati Ma'aniy Alfadzi Al Minhaj : juz 2 hal 181 / Kitabu Ash Shiyami / Fashlun : Fi Mujibi Kafarati Ash Shaumi / Karya Imam Syamsuddin Al Khatib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 1415 H = 1994 M}.

🌴✍• Pada hadits di atas juga bisa diambil pengertian bahwa *MENGQODLO' PUASA RAMADHAN TIDAK HARUS DENGAN SESEGERA MUNGKIN,* tapi bisa diperpanjang sampai bertemu Ramadhan berikutnya, baik pada saat meninggalkan tersebut karena udzur atau tidak.

Keluasan waktu mengqodlo` apabila masih berada di bulan selain bulan Sya’ban. Namun apabila sudah masuk bulan Sya’ban, waktu mengqodlo' sudah menjadi sempit, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala menyatakan :

وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ تَأْخِيرِ قَضَاءِ رَمَضَانَ مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَ لِعُذْرٍ أَوْ لِغَيْرِ عُذْرٍ

“Hadits tersebut menunjukkan diberbolehkannya mengakhirkan qodlo' Ramadhan secara mutlak baik karena udzur atau tidak.”

*💾✍• Penyataan Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala ini berbeda dengan beberapa ulama yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa karena sembrono (tidak karena udzur), maka qodlo`nya harus sesegera mungkin. Berbeda apabila disebabkan udzur, qodlo`ya boleh ditunda-tunda selama tidak sampai Ramadhan berikutnya.

🌴📚• Adapun mempercepat waktu qodlo` *HUKUMNYA SUNNAH*. Syaikh Sayyid Abu Bakar Taqiyuddin Al Husainiy Al-Hishni Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Kifayatu Al Akhyar Fi Halli Ghoyatu Al ìkhtishari " mengatakan:

وَالْقَضَاء الَّذِي على الْفَوْر هُوَ الَّذِي تعدى فِيهِ بالإفطار فَيحرم تَأْخِير قَضَائِهِ وَالَّذِي على التَّرَاخِي مَا لم يَتَعَدَّ فِيهِ كالفطر بِالْمرضِ وَالسّفر وقضاؤه على التَّرَاخِي مَا لم يحضر رَمَضَان آخر

{انظر كتاب كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار : ج ١ ص ٢٠٧ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للشيخ السيد أبو بكر بن محمد بن عبد المؤمن بن حريز بن معلى الحسيني الحصني، تقي الدين الشافعي (المتوفى: ٨٢٩ هـ) / الناشر: دار الخير - دمشق الطبعة: الأولى، ١٩٩٤ مـ}.

“Puasa yang harus segera diqodho` adalah puasa yang dibatalkan dengan sembrono (sengaja dan tanpa udzur). Qodho` puasa seperti ini *HARAM DITUNDA - TUNDA.*. Adapun puasa yang tidak harus segera diqodho` adalah puasa yang dibatalkan tidak disebabkan sembrono (karena udzur), yaitu pembatalan puasa karena sakit atau perjalanan Qodho` puasa seperti ini *BOLEH DITUNDA SELAMA BELUM DATANG RAMADHAN BERIKUTNYA,”*

{Lihat Kitab Kifayatu Al Akhyar Fi Halli Ghoyatu Al ìkhtishari : juz 1 hal 207 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Taththawu'i / Karya Syaikh Sayyid Abu Bakar Taqiyuddin Al Husainiy Al Hishniy Asy Syafi'iy / Damasykus - Daru Al Khair, Cet. Pertama , Th. 1994 M}.

*🌴💾• Ulama' Kontemporer Syaikh DR. Musthafa Dib al-Bugha menulis:*

وأما في شعبان فإنه صلى الله عليه وسلم كان يصوم أكثر أيامه فتتفرغ إحداهن لصومها أو تضطر لاستئذانه في الصوم لضيق الوقت عليها

{انظر تعليقات الدكتور مصطفى ديب البغا على صحيح البخاري : ج ٣ ص ٣٥ / دار طوق النجاة ، السنة : ١٤٢٢ هـ}.

“Adapun pada bulan Sya’ban, Nabi berpuasa pada sebagian besar hari-harinya. Kemudian salah satu istri-istri Nabi meluangkan untuk berpuasa di dalamnya. Atau di antara mereka memang terdesak untuk meminta izin kepada Nabi untuk melaksanakan puasa karena waktunya sudah mepet”.

{Lihat Ta’liq Shahih al-Bukhari : juz 3 hal 35 / Karya Syaikh DR. Musthafa Dib Al Bugha / Dar Thauqi An Najah , Th. 1422 H}.

*💾✍• قال الإمام ابو زكريا محي الدين بن شرف النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ":*

إِذَا جَاءَ شَعْبَانُ يَضِيقُ قَضَاءُ رَمَضَانَ فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ عَنْهُ

وَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَجَمَاهِيرِ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ أَنَّ قَضَاءَ رمضان في حَقِّ مَنْ أَفْطَرَ بِعُذْرٍ كَحَيْضٍ وَسَفَرٍ يَجِبُ عَلَى التَّرَاخِي وَلَا يُشْتَرَطُ الْمُبَادَرَةُ بِهِ فِي أَوَّلِ الْإِمْكَانِ

لَكِنْ قَالُوا لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ عَنْ شَعْبَانَ الْآتِي لِأَنَّهُ يُؤَخِّرُهُ حِينَئِذٍ إِلَى زَمَانٍ لَا يَقْبَلُهُ وَهُوَ رَمَضَانُ الْآتِي فَصَارَ كَمَنْ أَخَّرَهُ إِلَى الْمَوْتِ". انتهى.

{انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم : ج ٨ ص ٢٢ - ٢٣ / كتاب الزكاة هي في اللغة النماء والتطهير فالمال / باب قضاء الصوم عن الميت / للإمام أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي (المتوفى: ٦٧٦هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ}.

*🌴📚• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim ":*

“Apabila tiba bulan Sya’ban, masa menjadi sempit untuk menggantikan puasa Ramadhan karena sesungguhnya, tidak harus melewatkannya dari bulan Sya’ban.

Madzhab Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’iy, Ahmad dan jamahir (mayoritas ulama salaf) dan khalaf (ulama' kontemporer) berpendapat qadha (mengganti) Ramadhan bagi orang yang berbuka karena udzur (halangan) seperti datang bulan (haidl) dan bermusafir (bepergian) adalah wajib dengan adanya kelapangan dan tidak disyaratkan segera menqadha'nya.

Akan tetapi mereka berkata : *TIDAK BOLEH MENUNDA QADHA RAMADHAN HINGGA SYA'BAN YANG BERIKUTNYA* karena pada saat itu, dia menangguhkannya pada satu masa (waktu) yang tidak ditemuinya yaitu Ramadhan berikutnya.

Maka dia menjadi seperti orang yang melewatkannya hingga kepada kematian”.

{Lihat Kitab Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim : juz 8 hal 22 - 23 / Kitabu Az Zakati Hiya Fi Al Lughati An Nama'u Wa At Tathiru Falmalu / Babu Qadhau Ash Shaumi 'Anni Al Mayyiti / Karya Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy / Dar ìhya'u At Turats Al 'Arabiy - Beirut , Cet. Kedua , Th. 1392 H}.

*💾✍• وجاء في كتاب " فتاوى الرملي من الشافعية " :*

(سُئِلَ) عَنْ شَخْصٍ عَلَيْهِ صَوْمٌ مِنْ رَمَضَانَ وَقَضَاءٌ فِي شَوَّالٍ هَلْ يَحْصُلُ لَهُ قَضَاءُ رَمَضَانَ وَثَوَابُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ وَهَلْ فِي ذَلِكَ نَقْلٌ؟

(فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ يَحْصُلُ بِصَوْمِهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ وَإِنْ نَوَى بِهِ غَيْرَهُ وَيَحْصُلُ لَهُ ثَوَابُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ وَقَدْ ذَكَرَ الْمَسْأَلَةَ جَمَاعَةٌ مِنْ الْمُتَأَخِّرِينَ. انتهى

{انظر كتاب فتاوى الرملي : ج ٢ ص ٦٦ / كتاب الصوم / للإمام شهاب الدين أحمد بن حمزة الأنصاري الرملي الشافعي (المتوفي : ٩٥٧ هـ) جمعها: ابنه، شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي (المتوفى: ١٠٠٤ هـ) / الناشر: المكتبة الإسلامية - بدون السنة}.

(Imam Ar Ramliy) ditanya): tentang seseorang yang punya tanggungan puasa Ramadhan dan diqadha’ (ditunaikan/diganti) di bulan Syawal apakah dia mendapatkan pahala qadha’ dan pahala 6 hari bulan Syawal, apakah ada dalilnya?

“Imam Al-Ramli menjawab, *‘DIA MENDAPATKAN PAHALA QADLA’ RAMADHAN BERSAMA PUASA 6 SYAWWAL,* meskipun niat dengan lainnya. Dia juga *TETAP MENDAPATKAN PAHALA 6 HARI BULAN SYAWWAL*. Masalah ini telah disampaikan oleh para ulama generasi akhir (kontemporer).”

{Lihat Kitab Fatawa Ar Ramliy : juz 2 hal 66 / Kitabu Ash Shaumi / Karya Imam Ar Ramliy Asy Syafi'iy , Yang Fatwa Ini Dikumpulkan Oleh Anak Beliau : Syaikh Syamsuddin Muhammad Hamzah Syihabuddin Ar Ramliy / Al Maktabah Al Ìslamiyyah - Tnp. Tahun}.

*🌴📚• قال الامام ابن حجر الهيتمي المكي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج " :*

وَالْمُرَادُ ثَوَابُ الْفَرْضِ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ لِخُصُوصِيَّةِ سِتَّةِ شَوَّالٍ مَعْنًى؛ إذْ مَنْ صَامَ مَعَ رَمَضَانَ سِتَّةً غَيْرَهَا يَحْصُلُ لَهُ ثَوَابُ الدَّهْرِ لِمَا تَقَرَّرَ فَلَا تَتَمَيَّزُ تِلْكَ إلَّا بِذَلِكَ وَحَاصِلُهُ أَنَّ مَنْ صَامَهَا مَعَ رَمَضَانَ كُلُّ سَنَةٍ تَكُونُ كَصِيَامِ الدَّهْرِ فَرْضًا بِلَا مُضَاعَفَةٍ وَمَنْ صَامَ سِتَّةً غَيْرَهَا كَذَلِكَ تَكُونُ كَصِيَامِهِ نَفْلًا بِلَا مُضَاعَفَةٍ كَصِيَامِهِ نَفْلًا بِلَا مُضَاعَفَةٍ كَمَا أَنْ يَصُومَ ثَلَاثَةً مِنْ كُلِّ شَهْرٍ تَحْصُلُهُ أَيْضًا

{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ٤٥٦ - ٤٥٧ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى بمصر لصاحبها مصطفى محمد الطبعة: بدون طبعة عام النشر: ١٣٥٧ هـ = ١٩٨٣ مـ}.

*🌴✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam Kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj " berkata :*

"Maksud hadits tersebut adalah pahala puasa wajib. Jika tidak, tentu pengkhususan puasa 6 hari di bulan Syawal menjadi tidak berarti, karena setiap orang yang mengiringi puasa Ramadhan dengan berpuasa 6 hari di selain bulan Syawal juga akan memperoleh pahala puasa sepanjang tahun berdasarkan informasi (dalil) yang ada. Dengan demikian, tidak ada keistimewaan puasa 6 hari di bulan Syawal (dibanding puasa sunnah lainnya) kecuali dengan (menyatakan pahala yang diperoleh adalah pahala puasa wajib). Kesimpulannya, seorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal mengiringi puasa Ramadhan, maka pahalanya seperti pahala puasa wajib sepanjang tahun memperoleh tanpa pelipatgandaan. Dan setiap orang yang berpuasa enam hari di selain bulan Syawal, maka pahalanya seperti pahala puasa sunnah, tanpa ada pelipatgandaan.”_

{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj : juz 3 hal 456 - 457 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Ahmad Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy / Al Maktabah At Tijariyyah Al Kubra Mesir Bagi Pemiliknya Mushthafa Muhammad , Tnp. Th. Cetak, Th. Terbit : 1357 H = 1983 M}.

💾👌• Setelah hutang puasa Ramadannya terbayar, maka ia boleh melanjutkannya dengan puasa Sunnah Syawal.

*🌴👌• وجاء في كتاب " مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج " للإمام الخطيب الشربيني الشافعي رحمه الله تعالى :*

وَلَوْ صَامَ فِي شَوَّالٍ قَضَاءً أَوْ نَذْرًا أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، هَلْ تَحْصُلُ لَهُ السُّنَّةُ أَوْ لَا؟ لَمْ أَرَ مَنْ ذَكَرَهُ، وَالظَّاهِرُ الْحُصُولُ. لَكِنْ لَا يَحْصُلُ لَهُ هَذَا الثَّوَابُ الْمَذْكُورُ خُصُوصًا مَنْ فَاتَهُ رَمَضَانُ وَصَامَ عَنْهُ شَوَّالًا؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَصْدُقْ عَلَيْهِ الْمَعْنَى الْمُتَقَدِّمُ، وَلِذَلِكَ قَالَ بَعْضُهُمْ: يُسْتَحَبُّ لَهُ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ أَنْ يَصُومَ سِتًّا مِنْ ذِي الْقَعْدَةِ لِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ قَضَاءُ الصَّوْمِ الرَّاتِبِ اهـ.

{انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٢ ص ١٨٤ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للإمام شمس الدين، محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الشافعي (المتوفى: ٩٧٧ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الأولى، ١٤١٥ هـ = ١٩٩٤ مـ}.

“Kalau seseorang mengqadha puasa, berpuasa nadzar, atau berpuasa lain di bulan Syawal, apakah mendapat keutamaan sunah puasa Syawal atau tidak?

Saya tidak melihat seorang ulama berpendapat demikian, tetapi secara zahir, dapat.

Tetapi memang ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksud dalam hadits khususnya orang luput puasa Ramadhan dan mengqadhanya di bulan Syawal karena puasanya tidak memenuhi kriteria yang dimaksud.

Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal,”

{Lihat Kitab Mughni Al Muhtaj Ìlaa Ma'rifati Ma'aniy Alfaadzi Al Minhaj : juz 2 hal 183 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Tathawwu'i / Karya Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al 'ìlmiyyah , Cet. Pertama , Th. 1415 H = 1994 M}.

Mereka wajib mengqadha segera utang puasanya. Sedangkan mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur (halangan) tertentu, *MAKRUH MENGAMALKAN PUASA SUNNAH SYAWWAL.*

*🌴✍• وجاء في كتاب " نهاية المحتاج " للإمام شمس الدّين الرملي الشافعي رحمه الله تعالى :*

قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : وَلَيْسَ كَذَلِكَ : أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ . وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا.

وَقَضِيَّةُ قَوْلِ الْمَحَامِلِيِّ تَبَعًا لِشَيْخِهِ الْجُرْجَانِيِّ ( يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ كَرَاهَةُ صَوْمِهَا لِمَنْ أَفْطَرَهُ بِعُذْرٍ

{انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٣ ص ٢٠٨ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / صوم أيام الليالي البيض / للإمام شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي (المتوفى: ١٠٠٤ هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤ هـ = ١٩٨٤ مـ}.

*💾✍• Dan disebutkan dalam kitab " Nihayatu Al Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minyak " karya Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala :*

“Masalah di kitab " Tanbih " dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunah enam hari di bulan Syawal.

Abu Zur‘ah berkata, tidak begitu juga. Ia tetap dapat pahala sunah puasa Syawal meski tidak mendapatkan pahala yang dimaksud karena efeknya setelah Ramadhan sebagaimana tersebut di hadits.

Tetapi jika ia sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa udzur, maka *HARAM BAGINYA PUASA SUNNAH.*

Masalah yang disebutkan Al-Mahamili mengikuti pandangan gurunya, Al-Jurjani.

Orang hutang puasa Ramadhan *MAKRUH BERPUASA SUNNAH,* kemakruhan puasa Sunnah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur,”

{Lihat Kitab Nihayatul Muhtaj Ìlaa Syarhi Al Minhaj : juz 3 hal 204 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Taththawu'i / Shaumu Ayaami Al Layaaliy Al Biidli / Karya Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi'iy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah - Beirut , Cet. Terakhir , Th. 1404 H = 1984 M}

*🌴✍• وقال الإمام ابن حجر الهيتمي المكي الشافعي في كتابه " تحفة المحتاج في شرح المنهاج ":*

"لأنها مع صيام رمضان أي: جميعه، وإلا لم يحصل الفضل الآتي وإن أفطر لعذر".

{انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٣ ص ٤٥٦ / كتاب الصيام / باب صوم التطوع / للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي المكي الشافعي / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى بمصر لصاحبها مصطفى محمد الطبعة: بدون طبعة عام النشر:١٣٥٧ هـ = ١٩٨٣ مـ}.

*🌴✍• Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj " berkata :*

(Fadlilah puasa 6 hari di bulan syawwal bisa didapatkan) Karena sesungguhnya puasa 6 hari tersebut beriringan dengan puasa ramadhan yakni : yang genap keseluruhannya (tanpa ada yang bolong) , jika tidak demikian maka tidak akan mendapatkan keutamaan yang akan datang, sekalipun ia berbuka karena udzur (halangan).

{Lihat Kitab Tuhfatu Al Muhtaj Fi Syarhi Al Minhaj : juz 3 hal 456 / Kitabu Ash Shiyami / Babu Shaumi At Taththawu'i / Karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Al Makkiy Asy Syafi'iy / Al Maktabah At Tijariyyah Al Kubro - Mesir Milik Musthafa Muhammad , Tnp. Tahun Cetak , Th. Terbit : 1357 H = 1983 M}.

*💾✍•™وجاء في شرح التنبيه للحافظ الإمام السيوطي الشافعي رحمه الله تعالى :*

من فتاوى البارزي فإنه قال:

" لو صام في يوم عرفة مثلا قضاء أو كفارة أو نذرا ونوى معه الصوم عن عرفة صح وحصلا معا، وكذا إن أطلق"،

لكن الإسنوي حكاه وقال إنه مردود والقياس أنه لا يصح في صورة التشريك واحدٌ منهما ، وأنه يحصل الفرض فقط في صورة الإطلاق " اهـ

*🌴💾• Dan disebutkan dalam kitab "Syarhu At Tanbih" karya Al Hafidz Imam Suyuthiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala :*

Dinukil dari fatwa Imam Al Bariziy, bahwasanya beliau berkata :

Apabila seseorang berpuasa dihari " Arafah " misalnya (membarengkan puasa 'arafahnya dengan puasa) qodlo (mengganti) , kifarat , atau nadzar , dan ia *BERNIAT PUASA DARI SALAH SATU PUASA TERSEBUT BERSAMAAN PADA HARI 'ARAFAH MAKA SAH NIATNYA DAN KEDUANYA DAPAT BERHASIL SECARA BERSAMAAN*, dan ini jikalau ia memuthlakkannya.

Akan tetapi Imam Al Ìsnawiy menceritakannya : dan beliau berkata : *HAL MODEL SEPERTI ITU TERTOLAK* dan qiyasnya hal tersebut tidak sah dalam bentuk penggabungannya dan penyatuan dari keduanya, dari model tersebut hanya berhasil *FARDLU/WAJIBNYA SAJA* dalam bentuk mutlak.

{Lihat Kitab Syarhu At Tanbih. Karya Imam Al Hafidz As Suyuthiy Asy Syafi'iy}.

*🌴📚• Berdasarkan pendapat Al-Anshari di atas, Atiyah Saqar mantan ketua Fatwa Universitas Al Azhar Mesir, dalam kitab Ahsan al Kalam fil Fatwa wal Ahkam menyatakan:*

ويقول فضيلة الشيخ عطية صقر رئيس لجنة الفتوى الأسبق بالأزهر:-

يمكن لمن عليه القضاء من رمضان أن يصوم الأيام الستة من شوال بنيه القضاء، فتكفي عن القضاء ويحصل له ثواب الستة البيض في الوقت نفسه إذا قصد ذلك، فالأعمال بالنيات. وإذا جعل القضاء وحده والستة وحدها كان أفضل،

بل إن علماء الشافعية قالوا: إن ثواب الستة يحصل بصومها قضاء حتى لو لم ينوها وإن كان الثواب أقل مما لو نواها.

{انظر كتاب موسوعة أحسن الكلام في الفتاوى والأحكام : ج ٤ ص / العبادات / الصوم والاعتكاف / صيام قضاء رمضان وستة من شوال معا / لجنة الفتوى الأسبق بالأزهر برىٔيس الشيخ عطية صقر}.

Dan berkata Fadlilah Syaikh 'Athiyyah Shaqr pimpinan Komite Fatwa Asbaq Al Azhar :

*BOLEH* bagi orang yang berkewajiban mengqadha puasa Ramadhan untuk berpuasa pada 6 hari bulan Syawal dengan niat qadha (mengganti). *MAKA PUASA QODLO-NYA SAH DAN JUGA MENDAPAT PAHALA PUASA 6 HARI SYAWWAL,* apabila bermaksud seperti itu. Karena amal berdasarkan niat. Apabila menjadikan qadha sendiri dan 6 hari Syawal sendiri maka itu lebih utama.

Bahkan ulama madzhab Syafi'iy menyatakan bahwa *PAHALA PUASA 6 HARI SYAWWAL DIDAPAT DENGAN BERPUASA QODLO RAMADHAN WALAUPUN TANPA NIAT (PUASA SYAWWAL)* walaupun pahalanya lebih sedikit dibanding kalau dengan niat puasa Syawal.

{Lihat Kitab Mausu'ah Ahsanu Al Kalami Fi Al Fatawa Wa Al Ahkami : juz 4 hal / Al ìbadaatu / Ash Shaumu Wa Al Ì`tikaafu / Shiyamu Qodloì Ramadlana Wa Sittatun Min Syawwalin Ma'an / Dikeluarkan Oleh Komite Al Fatawa Al Asbaq Al Azhar Pimpinan Fadlilah Syaikh `Athiyyah Shaqr}.

*💾✍• BOLEH Dengan dasar sama dengan ungkapan Syaikh 'Athiyyah Saqar diatasi, beliau menyatakan lagi :*

ويشبه هذا ما قيل في تحية المسجد وهي صلاة ركعتين لمن دخله، قالوا: إنها تحصل بصلاة الفريضة أو بصلاة أي نفل وإن لم تنو مع ذلك، لأن المقصود وجود صلاة قبل الجلوس وقد وجدت بما ذكر، ويسقط ذلك طلب التحية ويحصل ثوابها الخاص وإن لم ينوها على المعتمد كما قال صاحب البهجة.

{انظر كتاب موسوعة أحسن الكلام في الفتاوى والأحكام : ج ٤ ص / العبادات /الجمع بين نيتين في عمل واحد / لجنة الفتوى الأسبق بالأزهر برىٔيس الشيخ عطية صقر}.

Disamakan dengan puasa dengan dua niat adalah shalat dengan dua niat. Misalnya shalat tahiyatul masjid dan shalat fardhu; atau shalat tahiyat masjid dengan shalat sunnah lain walaupun tanpa niat tersendiri... seperti pendapat penulis kitab Al-Bahjah.

{Lihat Kitab Mausu'ah Ahsanu Al Kalami Fi Al Fatawa Wa Al Ahkami : juz 4 hal / Al ìbadaatu / Al Jam'u Baina Niyataini Fi 'Amalin Wahidin / Dikeluarkan Oleh Komite Al Fatawa Al Asbaq Al Azhar Pimpinan Fadlilah Syaikh `Athiyyah Shaqr}.

*💾✍• Dikutip dari Fatawa Al-Azhar, juz : 9, halaman : 261. Mufti : Syaikh ‘Athiyyah Shaqar, Ketua Lembaga Fatwa Al-Azhar, Mesir. Tahun Fatwa : 1997 :*

ومعنى صيام الدهر صيام العام ، وجاء بيان ذلك فى حديث النبى –ﷺ💞– فى عدة روايات لابن ماجه والنسائى وابن خزيمة فى صحيحه ، ومؤداها أن الحسنة بعشر أمثالها ، فشهر رمضان بعشرة أشهر، والأيام الستة من شوال بستين يوما أى شهرين ، وهما تمام السنة اثنا عشر شهرا .

Makna puasa ad-Dahru adalah puasa sepanjang tahun. penjelasan ini disebutkan dalam hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa riwayat Ibnu Majah, an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Kesimpulannya, bahwa satu kebaikan itu dibalas sepuluh kebaikan yang sama. Maka puasa satu bulan Ramadhan itu dibalas dengan sepuluh bulan. Puasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan enam puluh hari, atau dua bulan. Dengan demikian maka sempurna dua belas bulan.

وهذا الفضل لمن يصومها فى شوال ، سواء أكان الصيام فى أوله أم فى وسطه أم فى آخره ، وسواء أكانت الأيام متصلة أم متفرقة ، وإن كان الأفضل أن تكون من أول الشهر وأن تكون متصلة . وهى تفوت بفوات شوال .

Keutamaan ini diperoleh orang yang melaksanakan puasa di bulan Syawwal, apakah puasa tersebut dilaksanakan pada awal bulan Syawwal, pertengahan atau pun di akhir bulan Syawwal. Apakah dilaksanakan secara berturut-turut, atau terpisah-pisah. Meskipun yang paling afdhal dilaksanakan pada awal bulan Syawwal dan dilaksanakan secara berturut-turut. Keutamaan tersebut lenyap bersama berakhirnya bulan Syawwal.

وكثير من السيدات يحرصن على صيامها، سواء أكان عليهن قضاء من رمضان أم لم يكن عليهن قضاء . وهذا أمر مستحب كما قرره جمهور الفقهاء ونرجو ألا يعتقدن أنه مفروض عليهن ، فهو مندوب لا عقوبة فى تركه .

Banyak perempuan yang sangat ingin melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawwal, apakah mereka yang masih punya hutang puasa Ramadhan (puasa Qadha’) atau pun tidak. Ini merupakan perkara yang dianjurkan menurut jumhur ulama Fiqh. Kami berharap semoga mereka tidak meyakini amal ini sebagai kewajiban bagi diri mereka. Puasa enam hari di bulan Syawwal itu adalah sunnat, tidak dihukum jika tidak dilaksanakan.

هذا، ويمكن لمن عليه قضاء من رمضان أن يصوم هذه الأيام الستة من شوال بنية القضاء ، فتكفى عن القضاء ويحصل له ثواب الستة البيض فى الوقت نفسه إذا قصد ذلك ، فالأعمال بالنيات ، وإذا جعل القضاء وحده والستة وحدها كان أفضل ،

Dengan demikian, maka orang yang masih memiliki hutang puasa Ramadhan (puasa Qadha’), *IA DAPAT MELAKSANAKAN PUASA SUNNAH 6 HARI DI BULAN SYAWWAL INI DENGAN NIAT PUASA QADHA’, MAKA BERARTI IA TELAH MELAKSANAKAN PUASA QADHA’ DAN MENDAPATKAN BALASAN PUASA 6 HARI DI BULAN SYAWWAL,* jika ia memang meniatkan demikian, karena semua amal itu berdasarkan niatnya. Akan tetapi jika ia berniat secara tersendiri; puasa Qadha’ secara tersendiri dan puasa enam hari di bulan Syawwal secara tersendiri, maka itu lebih afdhal.

بل إن علماء الشافعية قالوا :

إن ثواب الستة يحصل بصومها قضاء حتى لو لم ينوها وإن كان الثواب أقل مما لو نواها،

جاء فى حاشية الشرقاوى على التحرير للشيخ زكريا الأنصارى "ج ١ ص ٤٢٧" ما نصه :

Akan tetapi para ulama Mazhab Syafi’i berpendapat:

*SESUNGGUHNYA BALASAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWWAL DIPEROLEH DENGAN MELAKSANAKAN PUASA QADHA’,* meskipun orang yang melaksanakan puasa Qadha’ itu tidak meniatkan puasa enam hari di bulan Syawwal. Hanya saja balasannya lebih sedikit dari jika ia meniatkannya.

Disebutkan dalam kitab Hasyiyah asy-Syarqawi ‘ala at-Tahrir karya Syekh Zakariya al-Anshari, juz : 7, halaman : 427, teksnya :

(ولو صام فيه – أي شوال – قضاء عن رمضان أو غيره نذراً أو نفلاً آخر، حصل له ثواب تطوعها، إذ المدار على وجود الصوم في ستة أيام من شوال … لكن لا يحصل له الثواب الكامل المترتب على المطلوب إلا بنية صومها عن خصوص الست من شوال، ولاسيما من فاته رمضان لأنه لم يصدق أنه صام رمضان وأتبعه ستاً من شوال) انتهى.

“Jika puasa qadha dilakukan saat bulan syawal atau puasa nadzar atau puasa sunah lainnya. Sebab puasa tersebut dilakukan pada puasa enam hari bulan syawal. Pahala Kesunahan puasa Syawal tercapai sebab puasa dilakuakan pada bulan syawal,,.. akan tetapi tidak tercapai pahala yang sempurna yang dijanjikan kecuali dengan niat puasa khusus puasa enam hari syawal saja. Sama halnya dengan orang yang meninggalkan puasa ramadhan sesungguhnya tidak benar dia berpuasa ramadhan lalu melanjutkan puasa enam hari dibulan syawal”.

{Lihat Fatawa Al Azhar : juz : 9, halaman : 261 / Mufti : Syaikh ‘Athiyyah Shaqar, Ketua Lembaga Fatwa Al-Azhar, Mesir. Tahun Fatwa : Th. 1997 M}

🌴✍• Jadi bisa diprediksikan orang yang menggabugkan puasa syawwal dengan enam hari puasa tidak bisa mendapatkan pahala puasa syawwal yang sempurna yang dijanjikan oleh Rasul, yaitu seperti puasa satu tahun.

Sama halnya orang yang meninggalkan puasa ramadhan atau yang puasa ramadhannya tidak lengkap dia juga tidak bisa mendapatkan keutamaan puasa satu tahun meski usai ramadhan dia melanjutkan dengan puasa sunah syawal.

*2⃣• 🌴👌BOLEH MENURUT PENDAPAT DARI KALANGAN HANAFIYYAH (PENGIKUT IMAM ABU HANIFAH) رحمهم الله تعالى*

جواز ذلك، وبه قال الجُمهور منهم المالكية والحنفية والشافعية والحنابلة في رواية. واستدلُّوا بحديث :

*_1⃣• Hadits Dalam Riwayat Imam Bukhariy :_*

{رواه البخاري واللفظ له / كتاب الصوم / باب: متى يقضى قضاء رمضان / حديث رقم : ١٨٦٧}.

*"Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha'nya kecuali pada bulan Sya'ban". Yahya berkata: "Karena dia sibuk bersama Nabi –ﷺ💞–.*

{HR. Bukhariy / Kitabu Ash Shaumi / Babu : Mata Yaqdli Qadl Ramadlana / No. 1867}.

*_2⃣• Hadits Senada Dalam Riwayat Imam Muslim :_*

ﷺ❤–.

{رواه مسلم / كِتَاب الصِّيَامِ / بَابُ قَضَاءِ رَمَضَانَ فِي شَعْبَانَ / حديث رقم : ٢٠١٠}

*"Aku masih punya hutang puasa Ramadlan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan Sya'ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku bersama Rasulullah –ﷺ💞–.*"

{HR. Muslim / Kitabu Ash Shiyami / Babu Qodloì Ramadlana Fi Sya'bana / No. 2010}.

*🌴📚• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa tidak boleh ditunda lagi ketika bulan Sya’ban tahun depan.”

Imam Dawud (Adz-Dzahiriy) berpendapat wajib bersegera mengqodlo' puasa selepas hari raya akan tetapi pendapat ini ditolak oleh hadits ‘Aisyah di atas.

Jumhur ulama (mayoritas) tetap menganjurkan untuk menyegerakan melakukan qodlo', untuk ihtiyath (kehati - hatian) didalamnya.

“Penjelasan tentang redaksi : ((‘Saya tidak mampu menunaikan qodlo' puasa tersebut kecuali di bulan Sya’ban.’))

Menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha tidak pernah melakukan puasa sunnah sekali pun baik 10 hari bulan Dzul Hijjah, tidak pula 10 hari di bulan Asyura’ dan lain sebagainya.

Hal ini berdasarkan pandangan Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha *YANG MENGANGGAP PUASA SUNNAH BAGI ORANG YANG MASIH MEMPUNYAI TANGGUNGAN PUASA RAMADHAN HUKUMNYA TIDAK DIPERBOLEHKAN.”*

*🌴💾• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

قَالَ الْجُمْهُورُ وَيُسْتَحَبُّ الْمُبَادَرَةُ بِهِ لِلِاحْتِيَاطِ فِيهِ

“Jumhur (mayoritas ulama) mengatakan bahwa *DIANJURKAN BERSEGERA* dalam mengqodlo' (mengganti, nyaor = jåwå) puasa sebagai upaya ihtiyath (kehati-hatian).”

Pada hadits di atas juga bisa diambil pengertian bahwa *MENGQODLO' PUASA RAMADHAN TIDAK HARUS DENGAN SESEGERA MUNGKIN,* tapi bisa diperpanjang sampai bertemu Ramadhan berikutnya, baik pada saat meninggalkan tersebut karena udzur atau tidak.

“Hadits tersebut menunjukkan diberbolehkannya mengakhirkan qadha Ramadhan secara mutlak baik karena udzur atau tidak.”

Penyataan Imam Al Hafidz bIbnu Hajar Al 'Asqalaniy ini berbeda dengan beberapa ulama yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa karena sembrono (tidak karena udzur), maka qodlo`nya harus sesegera mungkin. Berbeda apabila disebabkan udzur, qodlo`ya boleh ditunda-tunda selama tidak sampai Ramadhan berikutnya.

*💾✍• قال الإمام أحمد بن علي أبو بكر الرازي الجصاص الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " الفصول في الأصول ":*

فَإِنْ (قَالَ قَائِلٌ) : قَدْ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: " كَأَنْ يَكُونَ عَلَيَّ قَضَاءُ أَيَّامِ مِنْ رَمَضَانَ فَلَا أَقْضِيهَا إلَّا فِي شَعْبَانَ "، فَقَدْ كَانَتْ تُؤَخِّرُهَا، وَلَمْ يُنْكِرْ النَّبِيُّ –ﷺ💞–, وَهَذَا خِلَافُ قَوْلِكُمْ إنَّ قَضَاءَ رَمَضَانَ وَاجِبٌ فِي أَوَّلِ أَحْوَالِ الْإِمْكَانِ.

{انظر كتاب "الفصول في الأصول" : ج ٢ ص ١١١ / باب القول في الأمر إذا صدر غير مؤقت هل هو على الفور أو على المهلة / للإمام أحمد بن علي أبو بكر الرازي الجصاص الحنفي (المتوفى: ٣٧٠ هـ) / الناشر: وزارة الأوقاف الكويتية الطبعة: الثانية، ١٤١٤ هـ = ١٩٩٤ مـ}.

*💾🌴• Imam Ahmad Bin 'Aliy Abu Bakar Ar Raziy Al Jashshash Al Hanafiy didalam kitabnya " Al Fushul Fi Al Ushul " berkata :*

Apabila seseorang berkata : Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Sayyidatuna 'Aisyah radliyyAllahu 'anha, bahwasannya beliau berkata :

*_"Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqodlo'nya kecuali pada bulan Sya'ban"._*

Maka beliau mengakhirkannya (sampai pada bulan sya'ban tahun berikutnya) dan Nabi –ﷺ💞– tidak mengingkarinya, dan ini berbeda dengan ucapan kalian bahwasanya mengqodlo' hutang puasa ramadhan itu wajib pada awwal kesempatan kemungkinan untuk mengerjakannya.

{Lihat Kitab Al Fushul Fi Al Ushul : juz 2 hal 111 / Babu Al Qauli Fi Al Amri Idza Shadaro Ghaira Mu'aqqatin Hal Huwa 'Ala Al Fauri Au 'Ala Al Mahlati / Karya Imam Ahmad Al Raziy Al Jashshash Al Hanafiy / Penerbit : Waziratu Al Auqaf Al Kuwaitiyyah , Cet. Kedua , Th. 1414 H = 1994 M}.

*📚👌• وقال الإمام السرخسي الحنفي رحمه الله تعالى :*

يَصح عِنْدِي فِيهِ من مَذْهَب عُلَمَائِنَا رَحِمهم الله أَنه على التَّرَاخِي فَلَا يثبت حكم وجوب الْأَدَاء على الْفَوْر بِمُطلق الْأَمر

{انظر كتاب " أصول السرخسي" : ج ١ ص ٢٦ / فصل فِي بَيَان مُوجب الْأَمر فِي حكم الْوَقْت / للإمام محمد بن أحمد بن أبي سهل شمس الأئمة السرخسي الحنفي (المتوفى: ٤٨٣ هـ) / الناشر: دار المعرفة - بيروت ، بدون السنة}.

*💾🌴• Imam As Sarkhasiy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala berkata :*

Sah menurutku didalamnya dari ulama' kami (Hanafiyyah) rahimahumullAhu bahwasannya (pelaksanaan qodlo' ramadlan) berdasarkan adanya kelonggaran , hukum wajib ada' (tepat waktu masuk bulan syawwal) tidak tetap untuk segera dilaksanakan seketika , dengan sebab adanya kemutlakan perintah.

{Lihat Kitab Ushul As Sarkhasiy : juz 1 hal 26 / Fashlun : Bayanu Mujibi Al Amri Fi Hukmi Al Waqti / Karya Imam As Sarkhasiy Al Hanafiy / Dar Al Ma'rifah - Beirut , Tnp. Tahun}.

*🌴✍• وقال الإمام عبد العزيز علاء الدين البخاري الحنفي في كتابه " كشف الأسرار شرح أصول البزدوي ":*

وَاَلَّذِي عَلَيْهِ عَامَّةُ مَشَايِخِنَا أَنَّ الْأَمْرَ الْمُطْلَقَ لَا يُوجِبُ الْفَوْرَ بِلَا خِلَافٍ

{انظر كتاب كشف الأسرار شرح أصول أبو الْيُسر الْبَزْدَوي : ج ١ ص ٢٤٩ / باب الأمر / باب تقسيم المأمور به في حكم الوقت / العبادات نوعان مطلقة ومؤقتة وهي أنواع / النوع الرابع من المؤقتة فهو المشكل / للإمام عبد العزيز بن أحمد بن محمد، علاء الدين البخاري الحنفي (المتوفى: ٧٣٠ هـ) / الناشر: دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة}.

*💾✍• Imam 'Alauddin Al Bukhariy Al Hanafiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Kasyfu Al Asrar Syarhu Ushuli Al Bazdawiy " berkata :*

Dan perkara yang bersandar kepada-nya mayoritas guru - guru kami (Hanafiyyah) , bahwa sesungguhnya perintah yang bersifat mutlak tidak diwajibkan faur (segera dilaksanakan) , tanpa ada perbedaan.

{Lihat Kitab Kasyfu Al Asrar Syarhu Ushul Abu Al Yusr Al Bazdawiy : juz 1 hal 249 / Babu Al 'Amri / Babu Taqsimi Al Makmuri Bihi Fi Hukmi Al Waqti / Al ìbadatu Nau'ani Muthlaqatun Wa Mu'aqatatun Wahiya Anwaa'un / An Nau'u Ar Rabi'u Min Al Mu'aqatati Fahuwa Al Musykilu / Karya Imam 'Alauddin Al Bukhariy Al Hanafiy / Dar Al Kutub Al Islamiy - Tnp. Tahun}.

*🌴✍• وقال الإمام علي بن أبي بكر بن عبد الجليل الفرغاني المرغيناني، أبو الحسن برهان الدين الحنفي رحمه الله تعالى في كتابه " الهداية في شرح بداية المبتدي ":*

لِأَنَّ وُجُوبَ الْقَضَاءِ عَلَى التَّرَاخِي، حَتَّى كَانَ لَهُ أَنْ يَتَطَوَّعَ

{انظر كتاب الهداية في شرح بداية المبتدي : ج ١ ص ١٢٤ / كتاب الصوم / باب ما يوجب القضاء والكفارة / فصل في من كان مريضا في رمضان إلخ / للإمام علي بن أبي بكر بن عبد الجليل الفرغاني المرغيناني، أبو الحسن برهان الدين الحنفي (المتوفى: ٥٩٣ هـ) / الناشر: دار احياء التراث العربي - بيروت - لبنان ، بدون السنة}.

*🌴✍• Imam Burhān al-Dīn Abu'l-Ḥasan ī Alī bin Abī Bakr bin ‘Abd al-Jalīl al-Farghānī al-Marghīnānī Al Hånåfiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Hidayah Fi Syarhi Bidayati Al Mubtadi " berkata :*

Karena sesungguhnya *WAJIBNYA QODLO'* (mengganti puasa ramadlan yang ditinggalkan) berdasarkan adanya kelonggaran hingga apabila ia melakukan puasa Sunnah (sebelum qodlo' ramadlon).

{Lihat Kitab Al Hidayah Fi Syarhi Bidayatu Al Muhtadi : juz 1 hal 124 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Ma Yujibu Al Qodlo'u Wa Al Kifaratu / Fashlun : Fi Man Kana Maridlon Fi Romadhon ... Dst / Karya Imam Burhān al-Dīn Abu'l-Ḥasan ī Alī bin Abī Bakr bin ‘Abd al-Jalīl al-Farghānī al-Marghīnānī Al Hånåfiy / Dar ìhya`u At Turats Al 'Arabiy - Beirut Libanon , Tnp. Tahun}.

*🌴💾• Imam Al-Kasaniy Al Hanafiy (w. 587 H) rahimahullAhu ta'ala menuliskan di dalam kitabnya " Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-Syarai " sebagai berikut :*

إنَّهُ إذَا أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ فَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ

وَقَالَ الشَّافِعِيُّ: عَلَيْهِ الْفِدْيَةُ كَأَنَّهُ قَالَ بِالْوُجُوبِ عَلَى الْفَوْرِ مَعَ رُخْصَةِ التَّأْخِيرِ إلَى رَمَضَانَ آخَرَ،

{انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ٢ ص ١٠٤ / كتاب الصوم / فصل حكم الصوم المؤقت إذا فات عن وقته / للإمام أبو بكر بن مسعود بن أحمد الكاساني الحنفي (المتوفى: ٥٨٦ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية الطبعة: الثانية، ١٤٠٦ هـ = ١٩٨٦ مـ}.

Ketika seseorang menunda qodlo` sampai ramadhan berikutnya maka tidak wajib membayar fidyah baginya.

Imam Syafi'iy berkata : WAJIB baginya membayar fidyah, seakan akan beliau mengatakan *WAJIB BERSEGERA DENGAN ADANYA RUKSHAOH (KERINGANAN)* mengakhirkannya hingga ramadlon berikutnya.

{Lihat Kitab Badai`u Ash-Shanai`i Fi Tartibi Asy-Syarai`i : jilid 2 hal. 104 / Kitabu Ash Shaumi / Fashlun : Hukmu Ash Shaumi Al Muaqqoti Idza Faata 'An Waqtihi / Karya Imam Al Kasaniy Al Hånåfiy / Dar Al Kutub Al Ìlmiyyah , Cet. Kedua , Th. 1406 H = 1986 M}.

*💾👌• Imam Ibnul Humam Al Hånåfiy (w. 681 H) rahimahullAhu ta'ala menuliskan di dalam kitabnya " Syarah Fathu Al-Qadir " sebagai berikut :*

وَإِنْ أَخَّرَهُ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ صَامَ الثَّانِيَ) لِأَنَّهُ فِي وَقْتِهِ (وَقَضَى الْأَوَّلَ بَعْدَهُ) لِأَنَّهُ وَقْتُ الْقَضَاءِ (وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ) لِأَنَّ وُجُوبَ الْقَضَاءِ عَلَى التَّرَاخِي، حَتَّى كَانَ لَهُ أَنْ يَتَطَوَّعَ

{انظر كتاب فتح القدير : ج ٢ ص ٣٥٤ - ٣٥٥ / كتاب الصوم / باب ما يوجب القضاء والكفارة / فصل كان مريضا في رمضان فخاف إن صام ازداد مرضه / للإمام كمال الدين محمد بن عبد الواحد السيواسي المعروف بابن الهمام الحنفي (المتوفى: ٨٦١ هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة}.

Ketika menunda qadha puasa sampai masuk bulan Ramadha berikutnya maka berpuasa untuk Ramadhan yang kedua. Karena memang itu waktu untuk puasa yang kedua. Dan mengqadha yang awal setelahnya. Karena waktu tersebut adalah waktu qadha. Dan tidak wajib qadha baginya. Karena kewajiban qadha itu tarakhi (longgar) Bahkan boleh baginya puasa sunnah terlebih dahulu

{Lihat Kitab Syarah Fath Al-Qadir : jilid 2 hal. 354 - 355 / Kitabu Ash Shaumi / Babu Ma Yujibu Al Qodlo'u Wa Al Kifaratu / Fashlun : Kana Maridlon Fi Ramadlona Fakhofa In Shoma Idzdada Mardluhu / Karya Imam Kamaluddin Ibnu Al Humam Al Hånåfiy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

*🌴📚• Imam Az-Zailaiy Al Hånåfiy (w. 743 H) rahimahullAhu ta'ala menuliskan di dalam kitabnya " Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq " sebagai berikut :*

(فَإِنْ جَاءَ رَمَضَانُ قَدَّمَ الْأَدَاءَ عَلَى الْقَضَاءِ) أَيْ إذَا كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ وَلَمْ يَقْضِهِ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ الثَّانِي صَامَ رَمَضَانَ الثَّانِيَ لِأَنَّهُ فِي وَقْتِهِ وَهُوَ لَا يَقْبَلُ غَيْرَهُ ثُمَّ صَامَ الْقَضَاءَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُ وَقْتُ الْقَضَاءِ وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ ،

وَقَالَ الشَّافِعِيُّ عَلَيْهِ فِدْيَةٌ إنْ أَخَّرَهُ بِغَيْرِ عُذْرٍ لِمَا رُوِيَ «أَنَّهُ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - قَالَ فِي رَجُلٍ مَرِضَ فِي رَمَضَانَ فَأَفْطَرَ ثُمَّ صَحَّ وَلَمْ يَصُمْهُ حَتَّى أَدْرَكَهُ رَمَضَانُ آخَرُ يَصُومُ الَّذِي أَدْرَكَهُ ثُمَّ يَصُومُ الَّذِي أَفْطَرَ فِيهِ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا»

{انظر كتاب تبيين الحقائق شرح كنز الدقائق وحاشية الشِّلْبِيِّ : ج ١ ص ٣٣٦ / كتاب الصوم / فصل في العوارض / للإمام عثمان بن علي بن محجن البارعي، فخر الدين الزيلعي الحنفي (المتوفى: ٧٤٣ هـ) الحاشية: شهاب الدين أحمد بن محمد بن أحمد بن يونس بن إسماعيل بن يونس الشِّلْبِيُّ (المتوفى: ١٠٢١ هـ) / الناشر: المطبعة الكبرى الأميرية - بولاق، القاهرة الطبعة: الأولى، ١٣١٣ هـ}.

Jika seseorang memiliki tanggungan puasa yang belum diqadha sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan kedua. Karena memang waktu tersebut waktu untuk puasa yang kedua. Dan tidak diterima puasa selainya (puasa kedua). Kemudian setelah itu baru mengqadha puasa Ramadhan silam. Karena waktu tersebut adalah waktu qadha. Dan tidak wajib membayar fidyah.

Dan Imam Syafi'iy berkata : *WAJIB BAGINYA MEMBAYAR FIDYAH* (± 6 ons bahan makanan pokok daerah setempat) apabila mengakhirkan qodlo' romadlon dengan tanpa adanya udzur (halangan). Berdasarkan hadits yang diriwayatkan : bahwasannya Rasulullah –'alaihi ash shalatu wa as salamu – bersabda kepada seseorang : *_" Orang yang sakit, kemudian sehat dan belum qadla' puasa hingga berjumpa dengan Ramadhan berikutnya, ia wajib puasa Ramadhan lalu meng-qadla' puasa Ramadhan sebelumnya dan mengeluarkan makanan (fidyah) setiap harinya kepada 1 orang miskin"_* (HR. Daruquthniy).

{Lihat Kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq Dan Hasyiyyah As Salubiy : jilid 1 hal. 336 / Kitabu Ash Shaumi / Fashlun : Fi Al Mawaridl / Karya Imam Az Zaila'iy Al Hånåfiy Dan Hasyiyyah nya Karya Imam Syihabuddin As Salubiy Al Hånåfiy / Al Mathba'ah Al Kubro Al Amiiriyyah - Bulaq Kairo , Cet. Pertama , Th. 1313 H}.

جمعها ورتبها " طالب العلم " محمّد عبد الحكيم الجاوي

Senin Wage MTsN 1 Magelang :

٣٠ شوّال ١٤١٤ هـ

٢٢ يوني ٢٠٢٠ م

ـ*3⃣• 🌴👌BOLEH TAPI MAKRUH PUASA 6 HARI DIBULAN SYAWWAL SEBELUM MENGQODLO' (MEMBAYAR HUTANG) PUASA ROMADHON YANG DITINGGALKAN MENURUT PENDAPAT DARI KALANGAN MALIKIYYAH (PENGIKUT IMAM MALIK BIN ANAS) رحمهم الله تعالى*

جواز ذلك، وبه قال الجُمهور منهم المالكية والحنفية والشافعية والحنابلة في رواية. واستدلُّوا بحديث :

*_1⃣• Hadits Riwayat Imam Bukhariy :_*

{رواه البخاري واللفظ له / كتاب الصوم / باب: متى يقضى قضاء رمضان / حديث رقم : ١٨٦٧}.

*"Aku berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha'nya kecuali pada bulan Sya'ban". Yahya berkata: "Karena dia sibuk bersama Nabi –ﷺ💞–.*

{HR. Bukhariy / Kitabu Ash Shaumi / Babu : Mata Yaqdli Qadl Ramadlana / No. 1867}.

*_2⃣• Hadits senada dalam riwayat Imam Muslim :_*

ﷺ❤–.

{رواه مسلم / كِتَاب الصِّيَامِ / بَابُ قَضَاءِ رَمَضَانَ فِي شَعْبَانَ / حديث رقم : ٢٠١٠}

*"Aku masih punya hutang puasa Ramadlan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan Sya'ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku bersama Rasulullah –ﷺ💞–.*"

{HR. Muslim / Kitabu Ash Shiyami / Babu Qodloì Ramadlana Fi Sya'bana / No. 2010}.

*📚👌• قال الإمام أبو زكريّا محي الدّين يحيى بن شرف النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ابن الحجاج ":*

*🌴📚• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

“Madzhab Malik, Abu Hanifah, asy-Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama terdahulu maupun belakangan berpendapat bahwa mengqada puasa Ramadan bagi orang yang tidak berpuasa karena uzur seperti haid dan safar kewajibannya bersifat longgar, tidak dipersyaratkan harus langsung pada awal waktu kesanggupannya untuk mengqada.

Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa tidak boleh ditunda lagi ketika bulan Sya’ban tahun depan.”

Imam Dawud (Adz-Zahiriy) juga berpendapat wajib bersegera mengqadha' puasa selepas hari raya akan tetapi pendapat ini ditolak oleh hadits Sayyidatuna ‘Aisyah radliyyAllahu 'anha di atas.

Jumhur (mayoritas) ulama tetap menganjurkan menyegerakan melakukan qadha, untuk ihtiyath (kehati - hatian) didalamnya.

Maka apabila mengakhirkannya pendapat yang Shahih menurut para muhaqqiq (peneliti) dari kalangan fuqaha` (ahli fiqih) dan kalangan Ahli Ushul, hal tersebut wajib adanya 'Azam (membulatkan tekad) untuk mengerjakannya. Begitu juga pendapat dalam semua kewajiban yang terdapat kelonggaran, mestinya boleh mengakhirkan pelaksanaannya tetapi dengan disyaratkan adanya 'Azam , sehingga seandainya ia mengakhirkannya tanpa ber'azam ia termasuk orang yang berbuat maksiat.

“Penjelasan tentang redaksi hadits : *_((‘Saya tidak mampu menunaikan qadha puasa tersebut kecuali di bulan Sya’ban.’))_*

Menunjukkan bahwa Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha tidak pernah melakukan puasa sunnah sekali pun baik 10 hari bulan Dzul Hijjah, tidak pula 10 hari di bulan Asyura’ dan lain sebagainya.

Hal ini berdasarkan pandangan Sayyidatuna Aisyah radliyyAllahu 'anha *YANG MENGANGGAP PUASA SUNNAH BAGI ORANG YANG MASIH MEMPUNYAI TANGGUNGAN PUASA RAMADHAN HUKUMNYA TIDAK DIPERBOLEHKAN.”*

*🌴💾• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Bin Al Hajjaj " berkata :*

قَالَ الْجُمْهُورُ وَيُسْتَحَبُّ الْمُبَادَرَةُ بِهِ لِلِاحْتِيَاطِ فِيهِ

“Jumhur (mayoritas ulama) mengatakan bahwa *DIANJURKAN BERSEGERA* dalam mengqadla (mengganti, nyaor = jåwå) puasa sebagai upaya ihtiyath (kehati-hatian).”

“Hadits tersebut menunjukkan diberbolehkannya mengakhirkan qadha Ramadhan secara mutlak baik karena udzur atau tidak.”

Penyataan Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy Asy Syafi'iy rahimahullAhu ta'ala ini berbeda dengan beberapa ulama yang berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa karena sembrono (tidak karena udzur), maka qodlo`nya harus sesegera mungkin. Berbeda apabila disebabkan udzur, qodlo`ya boleh ditunda-tunda selama tidak sampai Ramadhan berikutnya.

*💾✍• قال الإمام النووي الشافعي رحمه الله تعالى في كتابه " المنهاج شرح صحيح مسلم ":*

إِذَا جَاءَ شَعْبَانُ يَضِيقُ قَضَاءُ رَمَضَانَ فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ عَنْهُ

*🌴📚• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf An Nawawiy Asy Syafi'iy dalam kitabnya " Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim ":*

“Apabila tiba bulan Sya’ban, masa menjadi sempit untuk menggantikan puasa Ramadhan karena sesungguhnya, tidak harus melewatkannya dari bulan Sya’ban.

Maka dia menjadi seperti orang yang melewatkannya hingga kepada kematian”.

Para ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat tentang bolehnya namun disertai makruh jika seseorang mendahulukan puasa sunnah dari qodho’ puasa. Karena jika melakukan seperti ini berarti seseorang mengakhirkan yang wajib (demi mengerjakan yang sunnah).

*🌴✍• وقال الإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (المتوفى: ١٢٣٠ هـ) رحمه الله تعالى في كتابه " حاشية الدسوقي على الشرح الكبير ":*

(وَ) كُرِهَ (تَطَوُّعٌ) بِصِيَامٍ (قَبْلَ) صَوْمِ (نَذْرٍ) غَيْرِ مُعَيَّنٍ (أَوْ) قَبْلَ (قَضَاءٍ) وَكَفَّارَةٍ بِصَوْمٍ، وَأَمَّا الْمُعَيَّنُ , فَلَا يُكْرَهُ التَّطَوُّعُ قَبْلَهُ وَلَا يَجُوزُ التَّطَوُّعُ فِي زَمَنِهِ فَإِنْ فَعَلَ لَزِمَهُ قَضَاؤُهُ؛ لِأَنَّهُ فَوَّتَهُ لِغَيْرِ عُذْرٍ

{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٥١٨ - ٥١٩ / باب الصيام / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (المتوفى: ١٢٣٠ هـ) الناشر: دار الفكر - بدون السنة}.

*💾✍• Imam Ibnu 'Arafah Ad Dasuqiy Al Malikiy rahimahullAhu ta'ala dalam kitabnya " Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir " berkata :*

Dan *DIMAKRUHKAN* berpuasa sunnah *SEBELUM MENGQODLO' PUASA NADZAR YANG TIDAK DITENTUKAN WAKTUNYA* atau *SEBELUM MENGQODLO' PUASA RAMADLON* atau *SEBELUM MENGERJAKAN PUASA KIFAROT* , dan adapun puasa nadzar yang telah ditentukan waktunya , maka *TIDAK DIMAKRUHKAN PUASA SUNNAH SEBELUMNYA* dan *TIDAK BOLEH PUASA SUNNAH TEPAT PADA WAKTU PUASA NADZAR TERSEBUT,* jikalau ia tetap melakukannya ia wajib meng qodlo'nya , karena sesungguhnya ia telah melewatkan (puasa nadzar yang sudah tiba tepat pada waktunya tersebut) tanpa adanya udzur (malah hari tersebut ia gunakan untuk berpuasa sunnah).

{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 518 - 519 / Babu Ash Shiyami / Karya Imam Ibnu 'Arafah Ad Dasuqiy Al Malikiy / Dar Fikri - Tnp. Tahun}.

*🌴✍• جاء في كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية :*

وَصَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ بِأَنَّهُ يَحْرُمُ التَّنَفُّل لِمَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ مِنَ الصَّلاَةِ حَتَّى تَبْرَأَ ذِمَّتُهُ مِمَّا عَلَيْهِ؛ لاِسْتِدْعَائِهِ التَّأْخِيرِ،

وَقَالُوا: يُكْرَهُ التَّطَوُّعُ بِالصَّوْمِ لِمَنْ عَلَيْهِ صَوْمٌ وَاجِبٌ كَالْمَنْذُورِ وَالْقَضَاءِ وَالْكَفَّارَةِ، وَذَلِكَ لِمَا يَلْزَمُ مِنْ تَأْخِيرِ الْوَاجِبِ وَعَدَمِ فَوْرِيَّتِهِ.

{انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : ج ٤١ ص ١٠٧ / حرف النون / نفل / تنفل من عليه فرض من جنسه قبل أدائه / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت ..الأجزاء ٣٩ - ٤٥؛: الطبعة الثانية - بدون السنة}.

*📚✍• Disebutkan dalam kitab " Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah " :*

Malikiyyah (pengikut Imam Malik) menyatakan bahwasannya *HARAM MELAKUKAN SUNNAH* bagi orang yang masih punya tanggungan shalat (fardlu) yang terlewatkan (luput), sampai tanggungannya terlepas dari perkara yang masih menetap padanya , karena ingin memenuhi kehendaknya untuk mengakhirkan.

Dan mereka mengatakan : *DIMAKRUHKAN PUASA SUNNAH* bagi orang yang masih punya tanggungan puasa wajib seperti puasa yang dinadzari, puasa qodlo', dan puasa kifarat, semua itu bagi perkara yang mengharuskan mengakhirkan perkara wajib dan tidak adanya sifat fauriyyahnya (segera).

{Lihat Kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah : juz 41 hal 107 / Harfu An Nuni / Naflun / Tanafala Man 'Alaihi Fardlun Min Jinsihi Qabla Ada'ihi / Dikeluarkan Oleh Kementerian Urusan Wakaf Dan Islam - Negara Kuwait ... Juz 39 - 45 , Cet. Kedua - Tnp. Tahun}.

*💾✍• وقد بيَّن الدسوقي في حاشيته على الشرح الكبير, أنه يكره التطوع بالصوم مطلقا قبل القضاء سواء كان التطوع مؤكدا أو غير مؤكد، فقال:*

يُكْرَهُ التَّطَوُّعُ بِالصَّوْمِ لِمَنْ عَلَيْهِ صَوْمٌ وَاجِبٌ كَالْمَنْذُورِ وَالْقَضَاءِ وَالْكَفَّارَةِ وَذَلِكَ لِمَا يَلْزَمُ مِنْ تَأْخِيرِ الْوَاجِبِ وَعَدَمِ فَوْرِيَّتِهِ، وَهَذَا بِخِلَافِ الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُحَرَّمُ كَمَا تَقَدَّمَ وَظَاهِرُ الْمُصَنِّفِ الْكَرَاهَةُ مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَ صَوْمُ التَّطَوُّعِ الَّذِي قَدَّمَهُ عَلَى الصَّوْمِ الْوَاجِبِ غَيْرَ مُؤَكَّدٍ أَوْ كَانَ مُؤَكَّدًا كَعَاشُورَاءَ وَتَاسُوعِ ذِي الْحِجَّةِ، وَهُوَ كَذَلِكَ عَلَى الرَّاجِحِ

{انظر كتاب حاشية الدسوقي على الشرح الكبير : ج ١ ص ٥١٨ / باب الصيام / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (المتوفى: ١٢٣٠ هـ) / الناشر: دار الفكر - بدون السنة}

*💾🌴• Imam Ibnu 'Arafah Ad Dasuqiy Al Malikiy menjelaskan didalam kitab Hasyiyyah nya 'Ala Syarhi Al Kabir : makruh yang bersifat mutlak , baik puasa sunnah yang dilakukan dari puasa wajib adalah puasa yang tidak begitu dianjurkan atau puasa sunnah tersebut adalah puasa yang amat ditekankan, beliau berkata :*

*"DIMAKRUHKAN* jika seseorang mendahulukan puasa sunnah padahal masih memiliki tanggungan puasa wajib seperti puasa nadzar, qodho’ puasa, dan puasa kafaroh.

Dikatakan makruh, semua itu bagi perkara dari mengakhirkan perkara wajib tanpa adanya sifat fauriyyahnya (menyegerakan), dan ini berbeda dengan shalat , karena hal tersebut sesungguhnya diharamkan , seperti yang telah disebutkan. Dan dzahir pernyataan mushannif (pengarang) adalah makruh yang bersifat mutlak , baik puasa sunnah yang dilakukan dari puasa wajib adalah puasa yang tidak begitu dianjurkan atau puasa sunnah tersebut adalah puasa yang amat ditekankan seperti puasa ‘Asyura’, puasa pada 9 Dzulhijjah. Demikian pendapat yang lebih kuat.”

{Lihat Kitab Hasyiyyah Ad Dasuqiy 'Ala Asy Syarhi Al Kabir : juz 1 hal 518 / Babu Ash Shiyami / Karya Imam Ibnu 'Arafah Ad Dasuqiy Al Malikiy / Dar Al Fikri - Tnp. Tahun}.

*4️⃣• 🌴👌TIDAK BOLEH DAN DIBOLEHKAN MENURUT SATU RIWAYAT DARI KALANGAN HANABILLAH (PENGIKUT IMAM AHMAD BIN HANBAL) رحمهم الله تعالى*