TATACARA BANGUN DARI SUJUD MENUMPU PADA KEDUA LUTUT DENGAN BERTEKANAN PADA KEDUA PAHANYA DIANTARA PRO DAN KONTRA BERTEKANAN PADA LANTAI ATAU TIDAK DAN BOLEH ATAU TIDAK DUDUK ISTIRAHAH

 ┏─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫━━━━━━━━━━━━━┓

᪇ 💫﷽💫᪇          TATACARA BANGUN DARI SUJUD MENUMPU PADA KEDUA LUTUT DENGAN BERTEKANAN PADA KEDUA PAHANYA DIANTARA PRO DAN KONTRA BERTEKANAN PADA LANTAI ATAU TIDAK DAN BOLEH ATAU TIDAK  DUDUK ISTIRAHAH

┗━━━━━━━━━━━━━💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟ ┛

(Diinti sarikan dari kitab Ahaditsu Ash Shalat dan Kaifa Tushalli karya Murobbi Ruhina KH. Muhammad  Ihya' 'Ulumiddin Alumnus pertama Prof. DR. Al Muhadits Abuya As  Sayyid Muhammad 'Alawiy Al Malikiy Al Hasaniy Rushaifah - Makkah)

•⊰❁༄A]• DASAR HADITS 

I)- RIWAYAT BANGKIT DARI SUJUD Dengan Menumpu Kedua Lutut Dengan Kedua Tangan  Bertekanan Pada Kedua Paha

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Prakteknya bangun dari sujud tidak langsung berdiri, dimulai kedua tangan bertekanan pada lantai, kemudian mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua,  kemudian dia duduk di atas tanah, kemudian menaruh kedua tangan diatas paha kemudian menghentakkan dan menekan kedua tangan diatas kedua paha tersebut, kemudian naik dengan menghentakkan dengan  menekankan dan  bertumpuan pada  kedua telapak kaki kemudian bangun dan naik berdiri hingga tegak lurus

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جُحَادَةَ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ  -ﷺ- فِي هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ: 

"فَلَمَّا سَجَدَ وَقَعَتَا رُكْبَتَاهُ إِلَى الْأَرْضِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ كَفَّاهُ قَالَ: فَلَمَّا سَجَدَ وَضَعَ جَبْهَتَهُ بَيْنَ كَفَّيْهِ وَجَافَى عَنْ إِبِطَيْهِ " 

قَالَ حَجَّاجٌ: وَقَالَ هَمَّامٌ: وحَدَّثَنَا شَقِيقٌ، حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ-ﷺ- بِمِثْلِ هَذَا، وَفِي حَدِيثِ أَحَدِهِمَا وَأَكْبَرُ عِلْمِي أَنَّهُ حَدِيثُ مُحَمَّدِ بْنِ جُحَادَةَ : 

وَإِذَا نَهَضَ نَهَضَ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَاعْتَمَدَ عَلَى فَخِذِهِ

[رواه أبو داود / بواب تفريع استفتاح الصلاة / باب افتتاح الصلاة / رقم الحديث: ٧٣٦].

Telah menceritakan kepada kami : Al Hasan bin Ali dan Husain bin Isa  keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami : Yazid bin Harun.  Telah mengabarkan kepada kami : Syarik. Dari 'Ashim bin Kulaib. Dari Ayahnya. Dari Wa'il bin Hujr radliyyAllahu 'anhu beliau berkata; saya melihat apabila Nabi -ﷺ- sujud, beliau MELETAKKAN KEDUA LUTUTNYA SEBELUM KEDUA TANGANNYA, DAN APABILA BANGKIT, BELIAU MENGANGKAT KEDUA TANGANNYA SEBELUM KEDUA LUTUTNYA." 

Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Ma'mar. Telah menceritakan kepada kami : Hajjaj bin Minhal.  Telah menceritakan kepada kami : Hammam. Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Juhadah. Dari Abdul Jabbar bin Wa`il. Dari Ayahnya bahwa Nabi -ﷺ- kemudian dia melanjutkan hadits tentang shalat. katanya; 

"Ketika beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua telapak tangannya. ' Hammam mengatakan; telah menceritakan kepadaku : Syaqiq  dia berkata; Telah menceritakan kepadaku : 'Ashim bin Kulaib. Dari Ayahnya. Dari Nabi -ﷺ- seperti hadits ini. sedangkan dalam hadits salah satu dari keduanya (Muhammad bin Juhadah dan Syaqiq) yang lebih tahu daripadaku adalah hadits yang (di riwayatkan) oleh Muhammad bin Juhadah; 

"Apabila beliau bangkit, maka beliau BANGKIT DENGAN MENUMPU KEDUA LUTUTNYA DENGAN BERTEKANAN  PADA KEDUA PAHANYA."

[HR. Abu Dawud No. 736] 

II).RIWAYAT  BANGKIT DARI SUJUD Dengan Cara Mengepalkan Tangannya Bertekanan Pada Lantai

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Prakteknya bangun dari sujud tidak langsung berdiri, akan tetapi dimulai  mengepalkan kedua tangan dan menekankannya kelantai (realitanya, ada yang sambil menggeletukkan jari jari tangannya hingga berbunyi klethuk...klethuk...Sunnah siapa? Padahal bukan begitu praktek sunnahnya) dan kemudian mengangkat kepala   menghetakkannya naik berdiri bertumpu pada kedua telapak kaki

Diriwayatkan:

 إذَا قَامَ مِنْ الصَّلَاةِ وَضَعَ يَدَهُ بِالْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ 

“Ketika Rasulullah -ﷺ- bangkit dalam shalatnya Beliau meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana tukang adonan roti meletakan tangannya (al-‘ajin).”

قال الإمام الحافظ أبو الفضل أحمد بن علي بن محمد بن أحمد بن حجر العسقلاني الشافعي (ت ٨٥٢هـ) في كتابه التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير / كتاب الصلاة / باب صفة الصلاة (ج ١ ص ٤٦٧):

حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ: " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -ﷺ- كَانَ إذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ "

قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ فِي كَلَامِهِ عَلَى الْوَسِيطِ : هَذَا الْحَدِيثُ لَا يَصِحُّ وَلَا يُعْرَفُ وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُحْتَجَّ بِهِ . وَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ : هَذَا حَدِيثٌ ضَعِيفٌ ، أَوْ بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ ، 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Al-Hafidz Abu Al-Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar Al-Asqalaniy Al-Syafi'iy (w. 852 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Talkhishu  Al-Habir Fi Takhriji Ahaditsi Al-Rafi'iy Al Kabir / Kitab Sholat / Bab Sifat Sholat (Jilid 1, Hal. 467):

Hadits Ibnu Abbas radliyaAllahu 'anhuma: 

“Ketika Rasulullah -ﷺ- berdiri untuk shalat, beliau  meletakkan tangannya di tanah seperti seorang  pengaduk roti  meletakkan tangannya di tanah.”

Ibnu Shalah berkata dalam fatwanya atas kitab Al Wasith :  HADITS INI TIDAK SHAHIH, TIDAK DIKETAHUI SUMBERNYA, DAN TIDAK BOLEH DIJADIKAN DALIL (HUJJAH). Al-Nawawiy berkata dalam Syarh Al-Muhadzdzab: INI ADALAH HADITS YANG LEMAH, ATAU PALSU DAN TIDAK ADA DASARNYA.

Diriwayatkan Dalam Hadits Lain:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الرَّازِيُّ قَالَ: حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ قَالَ: حدثنا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ: حدثنا الْهَيْثَمُ بْنُ عَلْقَمَةَ بْنِ قَيْسِ بْنِ ثَعْلَبَةَ، عَنِ الْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: 

" رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ‌وَهُوَ ‌يَعْجِنُ فِي الصَّلَاةِ يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ، فَقُلْتُ: مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ: 

(رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -ﷺ- يَعْجِنُ فِي الصَّلَاةِ، يَعْنِي: يَعْتَمِدُ ".

قال الطبراني: " لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنِ الْأَزْرَقِ إِلَّا الْهَيْثَمُ، تَفَرَّدَ بِهِ: يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ "

[رواه الطبراني في الأوسط /  باب العين / من اسمه علي / رقم الحديث: ٤٠٠٧].

Telah menceritakan kepada kami: Aliy bin Sa'id Ar Raziy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Umar bin Aban, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami: Yunus bin Bukair, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al Haitsam bin Alqamah bin Qais bin Tsa'labah. Dari Al Arzaq bin Qais, beliau berkata: 

“Aku pernah melihat Abdullah bin Umar dalam kondisi tangannya menguli/meremas adonan (mengepal) dalam sholat, bersandar kepada kedua tangannya apabila bangkit (ke rekaat berikutnya). Maka aku bertanya : “Apa ini wahai Abu Abdirrahman (kunyah Ibnu Umar) ? beliau menjawab : 

“Aku pernah melihat Rosulullah -ﷺ- menguli/meremas dengan tanggannya di dalam sholat.” Maksudnya : bertekanan”. 

[HR. Ath-Thobaraniy  Dalam Al-Mu’jam Al-Ausath No. 4007].

III).RIWAYAT  BANGKIT DARI SUJUD Dengan Cara Bertekanan Dengan Telapak Tangan

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Prakteknya  adalah dengan menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari-jarinya di atas tanah baik orang yang kuat maupun yang lemah kemudian mengangkat kepalanya menghentakkan naik keatas berdiri bertumpu pada kedua telapak kaki hingga tegak berdiri

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ جَاءَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ فَصَلَّى بِنَا فِي مَسْجِدِنَا هَذَا فَقَالَ إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ وَلَكِنْ أُرِيدُ أَنْ أُرِيَكُمْ كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ -ﷺ- يُصَلِّي قَالَ أَيُّوبُ فَقُلْتُ لِأَبِي قِلَابَةَ وَكَيْفَ كَانَتْ صَلَاتُهُ قَالَ : مِثْلَ صَلَاةِ شَيْخِنَا هَذَا يَعْنِي عَمْرَو بْنَ سَلِمَةَ قَالَ أَيُّوبُ وَكَانَ ذَلِكَ الشَّيْخُ يُتِمُّ التَّكْبِيرَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنْ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ

[رواه البخاري/ كتاب الأذان / باب: كيف يعتمد على الأرض إذا قام من الركعة؟ / حديث رقم: ٨٢٤].

Telah menceritakan kepada kami : Mu'allaa bin Asad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami : Wuhaib. Dari Ayyub. Dari Abu Qilabah, ia berkata : "Malik bin Al Huwairits radliyyAllahu 'anhu datang kepada kami lalu shalat bersama di masjid milik ini, kemudian berkata : "Aku bukan ingin melaksanakan shalat, tapi aku akan menerangkan kepada kalian bagaimana Nabi -ﷺ- melaksanakan shalat." Ayyub berkata, "Lalu aku bertanya kepada Abu Qilabah, "Bagaimana cara shalat dia?" Abu Qilabah menjawab :  "Seperti shalatnya guru (syaikh) kita ini, yaitu 'Amru bin Salamah." Ayyub berkata : "Guru kita itu selalu menyempurnakan takbir. Dan jika mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua dia duduk di atas tanah, kemudian baru berdiri."

[HR. Bukhariy No. 824] 

Diriwayatkan Dalam Hadits Lain:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَأَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ شَبُّوَيْهِ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْغَزَّالُ قَالُوا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -ﷺ-

قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ : أَنْ يَجْلِسَ الرَّجُلُ فِي الصَّلَاةِ وَهُوَ مُعْتَمِدٌ عَلَى يَدِهِ وَقَالَ ابْنُ شَبُّوَيْهِ نَهَى أَنْ يَعْتَمِدَ الرَّجُلُ عَلَى يَدِهِ فِي الصَّلَاةِ 

وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ نَهَى أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ وَهُوَ مُعْتَمِدٌ عَلَى يَدِهِ وَذَكَرَهُ فِي بَابِ الرَّفْعِ مِنْ السُّجُودِ 

وَقَالَ ابْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ نَهَى أَنْ يَعْتَمِدَ الرَّجُلُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا نَهَضَ فِي الصَّلَاةِ

[رواه أبو داود / باب تفريع أبواب الركوع والسجود / باب كراهية الاعتماد على اليد في الصلاة / حديث رقم: ٩٩٢].

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Muhammad bin Syabuaih, Muhammad bin Rafi' dan Muhammad bin Abdul Malik Al Ghazzal mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami : Abdurrazaq. Dari Ma'mar. Dari Isma'il bin Umayyah. Dari Nafi'. Dari Ibnu Umar radliyyAllahu 'anhuma, beliau berkata; Rasulullah -ﷺ- melarang 

-Ahmad bin Hanbal mengatakan- seseorang duduk dalam shalat, sedangkan dia bertopang kepada kedua tangannya." Ibnu Syabuaih; "Beliau melarang seseorang yang sedang shalat bertumpu pada tangannya. ' Ibnu Rafi' mengatakan; "Beliau melarang seseorang yang shalat sambil bertumpu pada tangannya." Dan dia menyebutkannya pada bab "Mengangkat (kepadal) dari sujud", Ibnu Abdul Malik berkata; "Beliau melarang seseorang bertumpu kepada kedua tangannya ketika bangkit (berdiri) dalam shalat."

[HR. Abu Dawud No. 992] 

Diriwayatkan Dalam Hadits Lain:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنِ الْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ، قَالَ: 

" رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ، ينهَض فِي الصَّلَاةِ، ‌وَيَعْتَمِدُ ‌عَلَى ‌يَدَيْهِ".

[رواه ابن أبي شيبة في مصنفه / ٣ - كتاب الصلوات / ١٧٢ - في الرجل يعتمد على يديه في الصلاة / رقم الحديث: ٤٠٤٠].

Telah menceritakan kepada kami: Waki'. Dari Hammad bin Salamah. Dari Al Arzaq bin Qais, ia berkata : 

"Aku melihat Ibnu 'Umar bangun dalam shalat, dan ia bertekanan diatas kedua tangannya."

[HR. Ibnu Abi Syaibah Dalam Mushannafnya No. 4040].

جاء في الأم للإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس الشافعي (١٥٠ - ٢٠٤ هـ) / كتاب الصلاة / باب القيام من الجلوس (ج ١ ص ١٣٩):

(قَالَ الشَّافِعِيُّ): وَبِهَذَا كُلِّهِ نَقُولُ فَنَأْمُرُ كُلَّ مُصَلٍّ مِنْ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ أَنْ يَكُونَ جُلُوسُهُ فِي الصَّلَوَاتِ ثَلَاثَ جَلَسَاتٍ إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ لَمْ يَرْجِعْ عَلَى عَقِبِهِ وَثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَجَلَسَ عَلَيْهَا كَمَا يَجْلِسُ فِي التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَإِذَا أَرَادَ الْقِيَامَ مِنْ السُّجُودِ، أَوْ الْجُلُوسِ اعْتَمَدَ بِيَدَيْهِ مَعًا عَلَى الْأَرْضِ وَنَهَضَ وَلَا أُحِبُّ أَنْ يَنْهَضَ بِغَيْرِ اعْتِمَادٍ فَإِنَّهُ يُرْوَى «عَنْ النَّبِيِّ -ﷺ- أَنَّهُ كَانَ يَعْتَمِدُ عَلَى الْأَرْضَ إذَا أَرَادَ الْقِيَامَ».

(قَالَ الشَّافِعِيُّ): وَكَذَلِكَ أُحِبُّ إذَا قَامَ مِنْ التَّشَهُّدِ وَمِنْ سَجْدَةٍ سَجَدَهَا لِسُجُودٍ فِي الْقُرْآنِ وَشُكْرٍ، 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Disebutkan dalam Al-Umm karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafi’iy  (150-204 H) / Kitab Shalat / Bab Bangun Dari Duduk (Vol. 1, Hal. 139):

(Asy-Syafi’i berkata): Dengan semua ini kami ucapkan, Kami perintahkan kepada setiap jamaah, baik laki-laki maupun perempuan, untuk duduk shalat tiga kali duduk, ketika  dia mengangkat kepalanya dari sujud, jangan kembali diatas lehernya, dan melipat kaki kirinya, dan duduk di atasnya seperti dia duduk pada tasyahhud pertama, jika dia akan bangun  berdiri dari sujud, atau duduk, maka bertekanan dengan kedua  tangannya secara bersamaan di tanah dan kemudian bangkit, DAN SAYA TIDAK SUKA DIA BANGUN TANPA BERSANDAR PADANYA, karena diriwayatkan dari  Nabi -ﷺ- bahwa BELIAU BIASA BERSANDAR DI TANAH JIKA BELIAU AKAN  BERDIRI .”

(Al-Syafi’iy  berkata): Dan seperti itu aku menyukai ketika bangun dari tasyahud dan dari suatu sujud yang mensujudinya karena Al-Qur’an dan syukur.

وقال الإمام أبو بكر محمد بن إبراهيم بن المنذر النيسابوري (ت ٣١٩هـ) في كتابه الأوسط في السنن والإجماع والاختلاف / كتاب صفة الصلاة / ذكر طول الجلوس بين السجدتين (ج ٣ ص ١٩٩):

حَدَّثنا إِسْمَاعِيلُ قَالَ: ثنا أَبُو بَكْرٍ قَالَ: ثنا وَكِيعٌ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنِ الْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَنْهَضُ فِي الصَّلَاةِ وَيَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ " وَهَكَذَا فَعَلَ مَكْحُولٌ، وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيرِ، وَابْنُ أَبِي زَكَرِيَّا، وَالْقَاسِمُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، وَأَبُو مَخْرَمَةَ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ. 

وَرَأَتْ طَائِفَةٌ: أَنْ لَا يَعْتَمِدَ عَلَى يَدَيْهِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ شَيْخًا كَبِيرًا، رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Al-Mundzir Al-Naisaburi (w. 319 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Ausath Fi As Sunani Wa Al Ijma' Wa Al Ikhtilaf /  Kitab Sifat Sholat / Menyebutkan Lamanya Duduk Di Antara Dua Sujud (Vol 3, Hal. 199):

Telah meriwayatkan kepada kami : Ismail, dia berkata:  Telah meriwayatkan kepada kami : Abu Bakar, dia berkata: Telah  meriwayatkan kepada kami : Waki'. Dari  Hammad bin Salamah. Dari  Al-Azraq bin Qais, dia berkata: 

Saya melihat Ibnu Umar bangun dalam shalat dan rukuk, beliau bertekanan diatas kedua tangannya.” Demikian pula Makhul, 'Umar Ibn Abdul-'Aziz, Ibnu Abi Zakariyya, dan Al-Qasim Abu Abdurrahman, Abu Makhramah. Dan inilah Imam Malik, Al -Syafi'iy, dan Ahmad bin Hanbal berpendapat.

Ada sekelompok yang berpendapat :  bahwa tidak boleh bertekanan pada kedua tangannya kecuali bagi yang  sudah tua renta, hal ini diriwayatkan  dari Imam Ali radliyyAllahu 'anhu.

IV)-RIWAYAT DISYARIATKANNYA DUDUK ISTIRAHAH pada rakaat pertama dan ketiga

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ قَالَ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ قَالَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ اللَّيْثِيُّ : 

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ -ﷺ-  يُصَلِّي فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ مِنْ صَلَاتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا

[رواه البخاري / كتاب الأذان / باب من استوى قاعدا في وتر من صلاته ثم نهض / حديث رقم: ٨٢٣].

Telah menceritakan kepada kami : Muhammad bin Ash Shabah, ia  berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Husyaim, ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Khalid Al Hadzdza'. Dari Abu Qilabah, ia berkata : Telah mengabarkan kepada kami : Malik bin Al Huwairits AL Laitsi radliyyAllahu 'anhu :  

Bahwa beliau  melihat Nabi -ﷺ- melaksanakan shalat, jika sampai pada rakaat yang ganjil, maka beliau tidak bangkit berdiri hingga duduk sejenak (Duduk Istirahah)."

[HR. Bukhariy No. 823] 

وجاء في سنن الترمذي / أبواب الصلاة / باب كيف النهوض من السجود / حديث رقم: ٢٨٧ : 

قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبِهِ يَقُولُ إِسْحَقُ وَبَعْضُ أَصْحَابِنَا وَمَالِكٌ يُكْنَى أَبَا سُلَيْمَانَ

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Hal ini tertuang dalam Sunan Al-Tirmidziy / Abwabu Sholat / Surat Cara Bangun Dari Sujud / Hadits No.: 287:

Abu Isa (At Tirmidziy) berkata; "Hadits Malik bin Al Huwairits DERAJATNYA HASAN SHAHIH. Hadits ini diamalkan oleh sebagian ahli ilmu. Ini adalah pendapat Ishaq dan sebagian sahabat kami. Sedangkan Malik, julukannya adalah Abu Sulaiman."

وقال الإمام أبو اسحاق إبراهيم بن علي بن يوسف الشيرازي (ت ٤٧٦ هـ) في كتابه المهذب في فقه الإمام الشافعي / كتاب الصلاة / باب صفة الصلاة (ج ١ ص ١٤٨):

وَقَالَ أَبُو إِسْحَاقَ : إنْ كَانَ ضَعِيفًا جَلَسَ ; لِأَنَّهُ يَحْتَاجُ إلَى الِاسْتِرَاحَةَ ، وَإِنْ كَانَ قَوِيًّا لَمْ يَجْلِسْ ; لِأَنَّهُ لَا يَحْتَاجُ إلَى الِاسْتِرَاحَةِ ، وَحَمَلَ الْقَوْلَيْنِ عَلَى هَذَيْنِ الْحَالَيْنِ ، فَإِنْ قُلْنَا : يَجْلِسُ جَلَسَ مُفْتَرِشًا لِمَا رَوَى أَبُو حُمَيْدٍ { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَنَى رِجْلَهُ فَقَعَدَ عَلَيْهَا ، حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ إلَى مَوْضِعِهِ ثُمَّ نَهَضَ } ، وَيُسْتَحَبُّ : أَنْ يَعْتَمِدَ عَلَى يَدَيْهِ فِي الْقِيَامِ 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf Al-Syairaziy (w. 476 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Muhadzdzab Fi Fiqhi Al-Imam Al-Syafi'iy / Kitab Shalat / Bab Sifat  Sholat (Vol. 1, hal.148):

Abu Ishaq berkata: Jika dia lemah, dia boleh duduk; Karena dia perlu istirahat, dan jika dia kuat, dia tidak boleh duduk; Karena dia tidak perlu istirahat, dan kedua pernyataan tersebut didasarkan pada dua situasi tersebut. Jika kita katakan: Dia duduk, duduk di kasurnya, sesuai dengan apa yang diriwayatkan Abu Humaid {bahwa Nabi Muhammad -ﷺ-, menekuk kakinya dan duduk di atasnya sampai semua tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau  bangkit. Dianjurkan: bertumpu pada kedua tangan, kemudian beliau berdiri. DAN DISUNNAHKAN BERTEKANAN DENGAN KEDUA TANGAN SAAT  BERDIRI

وجاء في كتاب إبانة الأحكام شرح بلوغ المرام للشيخ السيد علوي المالكي الحسني والشيخ حسن النوري/ باب صفة الصلاة / رقم الحديث: ٢٤٤ (ج ١ ص ٣٢٢ - ٣٢٣): 

كانت للرسل الكرام جلسة خفيفة في كل وتر من صلاته قبل ان ينهض قائما بين الأولى والثانية وبين الثالثة والرابعة، ويطلق عليها جلسة الإستراحة والحمهور : انه -ﷺ- لم يفعلها الا بعد كبر سنه، وذهب الشافعي الى مشروعيتها مطلقا فرضا أو نفلا ...

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Termuat dalam kitab Ibanatu  Al-Ahkam Syarhu  Bulughu Al-Maram karya Syaikh Al-Sayyid Alawi Al-Malikiy Al-Hasaniy dan Al-Syaikh Hasan Al-Nuuriy / Bab Ciri-ciri Sholat / Hadits No.: 244 (Vol. 1, hal.322-323):

Ada pada utusan yang mulia duduk  singkat pada setiap rangkaian shalatnya sebelum beliau berdiri di antara rakaat yang pertama dan rakaat yang kedua dan antara rakaat  yang ketiga dan rakaat  yang keempat, dan itu disebut DUDUK  ISTIRAHAT dan Jumhur mayoritas Ulama' mengatakan : beliau -ﷺ- tidak mengerjakannya hingga setelah usia tuanya, dan Imam Asy Syafi'iy  menempuh legitimasi mutlaknya, baik dalam shalat wajib maupun dalam shalat sunnah…

•⊰❁༄B]• PENDAPAT ULAMA' MADZHAB 

I). MENURUT MADZHAB IMAM ASY SYAFI'IY

SUNNAH BANGUN DARI SUJUD Bertumpu Di Atas Kedua Tangan  

DAN DILARANG Ketika bangkit dari sujud mengepalkan tanggannya menopang di atas tanah

قال الإمام شمس الدين، محمد بن محمد، الخطيب الشربيني الشافعي [ت ٩٧٧ هـ] في كتابه مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج / كتاب الصلاة / باب صفة الصلاة (ج ١ ص ٣٩٢):

(وَ) يُسَنُّ (أَنْ يَعْتَمِدَ فِي قِيَامِهِ مِنْ السُّجُودِ وَالْقُعُودِ عَلَى يَدَيْهِ) ؛ لِأَنَّهُ أَشْبَهُ بِالتَّوَاضُعِ، وَأَعْوَنُ لِلْمُصَلِّي، وَلِثُبُوتِهِ فِي الصَّحِيحِ عَنْ فِعْلِهِ -ﷺ- وَكَيْفِيَّةُ الِاعْتِمَادِ أَنْ يَجْعَلَ بَطْنَ رَاحَتَيْهِ، وَبُطُونَ أَصَابِعِهِ عَلَى الْأَرْضِ وَسَوَاءٌ فِيهِ الْقَوِيُّ وَالضَّعِيفُ.

 وَأَمَّا الْحَدِيثُ الَّذِي فِي الْوَسِيطِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ -ﷺ- كَانَ إذَا قَامَ مِنْ الصَّلَاةِ وَضَعَ يَدَهُ بِالْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ فَلَيْسَ بِصَحِيحٍ وَإِنْ صَحَّ حُمِلَ عَلَى ذَلِكَ وَيَكُونُ الْمُرَادُ بِالْعَاجِنِ الشَّيْخَ الْكَبِيرَ لَا عَاجِنَ الْعَجِينِ 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam  Syamsuddin Muhammad bin Muhammad  Al-Khatib Al-Syirbiniy Al-Syafi'iy [wafat 977 H] mengatakan dalam Kitabnya Mughni Al-Muhtaj Ila Ma'rifati Ma'ani Alfadzi Al-Minhāj / Kitab Shalat / Bab Ciri-ciri Sholat (Vol. 1, Hal. 392):

“SUNAH UNTUK BERTOPANG KEPADA KEDUA TANGANNYA KETIKA BANGUN DARI SUJUD DAN DUDUK karena hal tersebut lebih tampak sebagai simbol ketawadlu’an, lebih bisa membantu orang yang shalat, dan karena telah dipraktikan oleh Rasulullah -ﷺ- sebagaimana ditetapkan dalam hadits sahih,”. Cara menopangkannya adalah dengan meletakkan kedua  telapak tangan dan bathin jari-jarinya  di tanah, baik dia orang yang kuat atau orang yang lemah.

“Adapun hadits yang terdapat dalam kitab al-Wasith dari Ibnu Abbas radliyaAllahu 'anhuma bahwa Nabi -ﷺ- ketika berdiri dalam shalat meletakkan tangannya di atas tanah sebagaimana tukang pembuat adonan roti, BUKAN TERMASUK HADITS SAHIH. Dan jika hadits ini sahih maka mesti ditafsirkan dengan penafsiran di atas (menjadikan kedua telapak tangan dan telapak jari di atas tanah : mengepal), dan yang dimaksud dengan AL-‘AJIN ADALAH ORANG YANG TUA RENTA bukan tukang pembuat adonan roti (‘ajin al-‘ajn),”  

وقال الإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس الشافعي (١٥٠ - ٢٠٤ هـ) في كتابه الأم / كتاب الصلاة / باب القيام من الجلوس (ج ١ ص ١٣٩):

وإذا أَرَادَ الْقِيَامَ من السُّجُودِ أو الْجُلُوسِ اعْتَمَدَ بِيَدَيْهِ مَعًا على الْأَرْضِ وَنَهَضَ وَلَا أُحِبُّ أَنْ يَنْهَضَ بِغَيْرِ اعْتِمَادٍ فإنه يُرْوَى عن النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم أَنَّهُ كان يَعْتَمِدُ على الْأَرْضَ إذَا أَرَادَ الْقِيَامَ

(قَالَ الشَّافِعِيُّ): وَكَذَلِكَ أُحِبُّ إذَا قَامَ مِنْ التَّشَهُّدِ وَمِنْ سَجْدَةٍ سَجَدَهَا لِسُجُودٍ فِي الْقُرْآنِ وَشُكْرٍ،

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al-Syafi’iy Al Hasyimiy Al Qarasyiy (150-204 H) mengatakan dalam bukunya Al-Umm / Kitab Shalat / Bab Bangun Dari Duduk (Vol 1, Hal. 139):  

“JIKA SESEORANG HENDAK BERDIRI DARI SUJUD ATAU DUDUK, MAKA HENDAKNYA DIA BERTUMPU DENGAN KEDUA TANGANNYA SECARA BERSAMAAN PADA LANTAI dan kemudian berdiri. Saya tidak suka dia berdiri tanpa bertumpu, karena telah diriwayatkan bahwa Nabi -ﷺ- bertumpu pada lantai ketika beliau hendak berdiri.”

Demikian juga (sama pelaksanaannya)  aku suka ketika bangun dari tasyahud dan dari suatu sujud yang mensujudinya karena Al Qur'an (sujud tilawah) dan karena syukur (Sujud Syukur).

قال الإمام أبو زكريا محيي الدين بن شرف النووي الشافعي (ت ٦٧٦ هـ) في كتابه المجموع شرح المهذب / كتاب الصلاة / مسائل تتعلق بالسجود (ج ٣ ص ٤٤٢):

وَإِذَا اعْتَمَدَ بِيَدَيْهِ جَعَلَ بَطْنَ رَاحَتَيْهِ وَبُطُونَ أَصَابِعِهِ عَلَى الْأَرْضِ بِلَا خِلَاف. انتهى من 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam  Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf Al-Nawawiy Al-Syafi'iy (w. 676 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Majmu' Syarhu  Al-Muhadzdzab / Kitab Shalat / Masalah Yang Terkait Dengan Sujud (Vol. 3, Hal. 442 ):

“Jika seseorang bertumpu dengan kedua tangannya, maka dia hendaknya meletakkan kedua telapak tangannya dan telapak jari-jarinya di atas lantai, tanpa ada perbedaan di kalangan ulama.”

قال الإمام أبو زكريا محيي الدين بن شرف النووي الشافعي (ت ٦٧٦ هـ) في كتابه المجموع شرح المهذب / كتاب الصلاة / مسائل تتعلق بالسجود (ج ٣ ص ٤٤٥):

(وَاحْتَجَّ) الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ بِحَدِيثِ أَيُّوبَ السِّخْتِيَانِيِّ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قال جاءنا مالك ابن الحويرث فصلي بنا فقال " إني لا صلى بِكُمْ وَمَا أُرِيدُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ أَنْ أُرِيَكُمْ كَيْفَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي " قَالَ أَيُّوبُ فَقُلْتُ لِأَبِي قِلَابَةَ " كَيْفَ كَانَتْ صَلَاتُهُ فَقَالَ مِثْلُ شَيْخِنَا هَذَا يَعْنِي عَمْرَو بْنَ سَلَمَةَ قَالَ أَيُّوبُ وَكَانَ ذَلِكَ الشَّيْخُ يُتِمُّ التَّكْبِيرَ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنْ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ قَامَ " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ بِهَذَا اللَّفْظِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَلِأَنَّ ذَلِكَ أَبْلَغُ فِي الْخُشُوعِ وَالتَّوَاضُعِ وَأَعْوَنُ لِلْمُصَلِّي وَأَحْرَى أَنْ لَا يَنْقَلِبَ 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf Al-Nawawiy Al-Syafi'iy (w. 676 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Majmu' Syarhu  Al-Muhadzdzab / Kitab Shalat / Masalah Yang  Terkait Dengan Sujud (Vol. 3, Hal. 445 ):

Al-Syafi'iy dan para sahabatnya berhujjah dengan  hadits Ayyub Al-Sikhtiyaniy dari Abu Qilabah, beliau berkata, “Malik bin Al-Huwayrits radliyyAllahu 'anhu mendatangi kami dan memimpin kami dalam shalat, dan beliau berkata :  

"Aku bukan ingin melaksanakan shalat, tapi aku akan menerangkan kepada kalian bagaimana Nabi -ﷺ- melaksanakan shalat." Ayyub berkata, "Lalu aku bertanya kepada Abu Qilabah, "Bagaimana cara shalat dia?" Abu Qilabah menjawab, "Seperti shalatnya guru (syaikh) kita ini, yaitu 'Amru bin Salamah." Ayyub berkata, "Guru kita itu selalu menyempurnakan takbir. Dan jika mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua DIA DUDUK DI ATAS TANAH, KEMUDIAN BARU BERDIRI." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Sahihnya). Dan  dengan kalimat ini. Asy Syafi'iy berpendapat, "Karena hal itu  lebih mendominasi dalam kekhusyukkan dan kerendah hatian dan lebih membantu bagi orang yang shalat dan dan lebih baik apabila tidak terbalik

وقال الإمام زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي (ت ٩٢٦هـ) في كتابه أسنى المطالب في شرح روض الطالب / أركان الصلاة / الركن الحادي عشر والثاني عشر الجلوس بين السجدتين والطمأنينة فيه (ج ١ ص ١٦٣):

(ثُمَّ يَنْهَضُ مُعْتَمِدًا عَلَى يَدَيْهِ) مَبْسُوطَتَيْنِ عَلَى الْأَرْضِ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ؛ وَلِأَنَّهُ أَبْلَغُ خُشُوعًا وَتَوَاضُعًا وَأَعْوَنُ لِلْمُصَلِّي وَمَا رُوِيَ مِنْ النَّهْيِ عَنْ ذَلِكَ فَضَعِيفٌ (وَلَا يُقَدِّمُ نَاهِضًا إحْدَى رِجْلَيْهِ) عَلَى الْأُخْرَى (مُعْتَمِدًا عَلَيْهَا) 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Zakariyya bin Muhammad bin Zakaria Al-Anshariy Zainuddin Abu Yahya Al-Sinikiy Al-Syafi'iy (w. 926 H) mengatakan dalam Kitabnya Asna Al-Mathalib Fi Syarhi Raudlatu Al-Thalib / Rukun Shalat / Rukun Kesebelas dan Rukun Dua Belas Duduk Di Antara Dua Sujud Dan Tuma'ninah Di Dalamnya (Vol 1, Hal. 163):

(Kemudian beliau  bangkit, bertumpu  pada kedua tangannya) yang diuraikan keduanya  di tanah, karena  mengikutinya. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari); karena hal itu lebih mendominasi keoada kekhusyukkan dan ketawadlu'an serta lebih membantu bagi orang yang shalat, dan hadits  yang diriwayatkan dari larangan hal tersebut statusnya adalah lemah (dan tidak boleh menjulurkan salah satu kakinya ke depan) pada  saudaranya, dengan sengaja melakukannya.

II)-MENURUT MADZHAB IMAM ABU HANIFAH

TAKBIR BANGUN DARI SUJUD TANPA BERTUMPU DENGAN TANGAN MAUPUN DUDUK ISTIRAHAT namun boleh bagi sesorang yang sudah tua renta atau terlalu gemuk bertumpu dengan kedua tangannya dilantai, dianjurkan ketika turun dengan sebelah kanan dan ketika naik dengan sebelah kiri

قال الإمام عثمان بن علي الزيلعي الحنفي في كتابه  تبيين الحقائق شرح كنز الدقائق وحاشية الشِّلْبِيِّ / كتاب الصلاة / فصل الشروع في الصلاة وبيان إحرامها وأحوالها (ج ١ ص ١١٩):

(وَكَبَّرَ لِلنُّهُوضِ بِلَا اعْتِمَادٍ وَقُعُودٍ) أَيْ كَبَّرَ لِلنُّهُوضِ وَنَهَضَ بِلَا اعْتِمَادٍ وَقُعُودٍ ...(الى ان قال)...

إذَا كَانَ شَيْخًا أَوْ رَجُلًا بَدِينًا لَا يَقْدِرُ عَلَى النُّهُوضِ فَلَا بَأْسَ بِأَنْ يَعْتَمِدَ بِهِ عَلَى الْأَرْضِ مَنْصُوصٌ عَلَيْهِ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ. اهـ

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam  Utsman bin Ali Al-Zaila'iy Al-Hanafiy mengatakan dalam Kitabnya “Tabyiinu  Al-Haqaiq Syarhu  Kanzu Al-Daqa'iq Wa Hashiyat Al-Syibliy / Kitab Sholat / Bab Mengawali Sholat Dan Menjelaskan Ihramnya Dan Ketentuannya (Vol. 1, Hal. 119):

(Dan mengucapkan “Allahu Akbar” karena bangun dari sujud tanpa  bertumpi atau duduk) artinya, takbir untuk  bangun dan  bangun tanpa bertumpuan atau duduk… (sampai dia berkata)...

Jika ia sudah sangat tua atau terlalu gemuk dan tidak mampu berdiri, maka tidak masalah jika ia bertumpuan di tanah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hanifah. 

وقال الإمام محمود بن أحمد بن موسى بن أحمد بن الحسين المعروف بـ «بدر الدين العينى» الحنفى (ت ٨٥٥ هـ) في كتابه البناية شرح الهداية / سنن الصلاة / قول سبحان ربي الأعلى في السجود (ج ٢ ص ٢٥٠):

وفي " جمل النوازل ": جلسة الاستراحة مكروهة عندنا لأن الصحابة - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - كانوا ينهضون على صدور أقدامهم: (ولا يعتمد بيديه على الأرض) ش: بأن يعتمد براحتيه على الأرض، منصوص عليه عن أبي حنيفة - رَحِمَهُ اللَّهُ - 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Al-Hussein yang dikenal dengan sebutan “Badruddin  Al-Ainiy Al-Hanafiy (w. 855 H), mengatakan dalam Kitabnya Al-Banayah Syarhu  Al-Hidayah / Sunnah Sunnah Shalat / Ucapan Subhana Rabbiyyal A'la Saat Sujud (Vol.  2, Hal. 250):

Dan dalam kitab  “Jamal Al-Nawazil”: DUDUK ISTIRAHAT MAKRUH menurut  kami (Hanafiyyah) karena para Sahabat - radliyyAllahu 'anhum- terbiasa bangun dengan dada kaki mereka.

(Dan tidak  menopang dirinya dengan kedua  tangannya di tanah) maksudnya, menopang dirinya dengan kedua telapak tangannya di tanah, sebagaimana dinyatakan pada otoritas Abu Hanifah - rahimahullahu -

وقال الإمام حسن بن عمار بن علي الشرنبلالي المصري الحنفي (ت ١٠٦٩هـ) في كتابه مراقي الفلاح شرح متن نور الإيضاح / اب شروط الصلاة وأركانها / فصل في كيفية تركيب الصلاة (ص ١٠٠ - ١٠٧):

للقيام بأن يرفع وجهه ثم يديه ثم ركبتيه إذا لم يكن به عذر وأما إذا كان ضعيفا أو لابس خف فيفعل ما استطاع ويستحب الهبوط باليمين والنهوض باليسار لأن رسول الله -ﷺ- كان إذا سجد وضع ركبتيه قبل يديه وإذا نهض رفع يديه قبل ركبتيه "و" يسن "تكبير السجود" لما روينا ...(الى ان قال)...

ثم رفع رأسه مكبرا للنهوض" أي القيام بالركعة الثانية "بلا اعتماد على الأرض بيديه" إن لم يكن به عذر "وبلا قعود" قبل القيام يسمى جلسة الاستراحة عند الشافعي سنة "والركعة الثانية" يفعل فيها "كالأولى" وعلمت ما شملته "إلا أنه" أي المصلي "لا يثني" لأنه للافتتاح فقط "ولا يتعوذ" لعدم تبدل المجلس"و" لا يرفع يديه إذ "لا يسن رفع اليدين" في حالتي الركوع وقيامه ولا يفسد الصلاة في الصحيح فلا يسن "إلا عند افتتاح كل صلاة وعند تكبير القنوت في الوتر وتكبيرات الزوائد في العيدين" لاتفاق الأخبار 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Hassan bin Ammar bin Ali Al-Syurrunbulaliy  Al-Mishriy Al-Hanafiy (w. 1069 H) mengatakan dalam Kitabnya Maraqi Al-Falah Syarhu  Matan Nuuru  Al-Idlah / Kitab Syarat Dan Rukun Sholat / Bab Cara Menyusun Shalat  (hlm. 100-107):

Untuk bangun, dengan  mengangkat wajahnya, lalu kedua tangannya, lalu kedua lututnya  jika tidak ada udzur,  namun jika ia dalam keadaan lemah atau memakai sandal, ia harus melakukan apa yang ia bisa, dan dianjurkan untuk turun  dengan anggota sebelah kanan dan berdiri dengan  sebelah kiri, karena ketika Rasulullah -ﷺ- sujud, beliau akan meletakkan kedua lututnya  sebelum  kedua tangannya, dan ketika beliau bangun, beliau akan mengangkat kedua tangannya sebelum kedua  lututnya. Dan Sunnah mengucapkan 'Takbir" untuk sujud sesuai apa yang telah kami riwayatkan... (sampai beliau berkata)...

ثم رفع رأسه مكبرا للنهوض" أي القيام بالركعة الثانية "بلا اعتماد على الأرض بيديه" إن لم يكن به عذر "وبلا قعود" قبل القيام يسمى جلسة الاستراحة عند الشافعي سنة "والركعة الثانية" يفعل فيها "كالأولى" وعلمت ما شملته "إلا أنه" أي المصلي "لا يثني" لأنه للافتتاح فقط "ولا يتعوذ" لعدم تبدل المجلس"و" لا يرفع يديه إذ "لا يسن رفع اليدين" في حالتي الركوع وقيامه ولا يفسد الصلاة في الصحيح فلا يسن "إلا عند افتتاح كل صلاة وعند تكبير القنوت في الوتر وتكبيرات الزوائد في العيدين" لاتفاق الأخبار 

Kemudian  mengangkat kepalanya sambil mengucapkan “Allahu Akbar” untuk bangun, yaitu untuk melakukan rakaat kedua “tanpa bertumpuan dengan kedua tangannya di tanah, jikalau tidak punya udzur, “dan tanpa duduk” sebelum bangun, itu disebut dengan  duduk istirahat menurut Imam  Syafi'iy disunnahkan, “dan rakaat kedua” dilakukan di dalamnya “seperti rakaat pertama” 

dan telah diketahui  apa saja yang termasuk di dalamnya “kecuali itu” Artinya, orang yang shalat “tidak memuji” karena hanya untuk pembukaan, “dan dia tidak berlindung” karena tidak adanya perubahan majlis, “dan dia tidak mengangkat tangannya, karena “tidak disunnahkan mengangkat tangan” dalam rukuk dan berdirinya, dan tidak membatalkan shalat menurut pendapat yang shahih, tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan “kecuali pada awal setiap shalat dan pada saat takbir takbir qunut pada shalat witir dan takbir takbir tambahan  pada shalat dua idul fitri” karena kesepakatan banyak Khabar.

III)-MENURUT MADZHAB IMAM MALIK BIN ANAS

SUNNAH BERTUMPU PADA KEDUA TANGAN ketika bangkit dari sujud

TANPA DUDUK ISTIRAHAT ketika bangun dari sujud yang kedua

DAN MAKRUH menjulurkan kedepan salahsatu dari kedua kakinya

قال الإمام أبو الحسن, علي بن أحمد بن مكرم الصعيدي العدوي المالكي (ت ١١٨٩هـ) في كتابه حاشية العدوي على شرح كفاية الطالب الرباني / كتاب الصلاة / باب في صفة العمل في الصلاة (ج ١ ص ٢٧٢):

(ثُمَّ) بَعْدَ فَرَاغِك مِنْ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ (تَقُومُ مِنْ الْأَرْضِ كَمَا أَنْتَ مُعْتَمِدًا عَلَى يَدَيْك) تَقَدَّمَ أَنَّ هَذَا الِاعْتِمَادَ مُسْتَحَبٌّ، 

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Abu Al-Hasan Ali bin Ahmad bin Makram Al-Sha'idiy Al-Adawiy Al-Malikiy (w. 1189 H) mengatakan dalam Kitabnya Hashiyatu Al-Adawi Syarhu Kifayatu Ath Thalib Ar Rabbaniy  / Kitab Shalat / Bab Ciri-Ciri Amalan Dalam Sholat (Vol. 1, Hal. 272):

(Kemudian) setelah kamu menyelesaikan sujud kedua (kamu bangun dari tanah sebagaimana adanya, BERTUMPU  PADA TANGANMU) telah  dinyatakan bahwa BERTUMPU INI DISUNNAHKAN,

وقال الإمام أبو العباس شهاب الدين أحمد بن إدريس بن عبد الرحمن المالكي الشهير بالقرافي (ت ٦٨٤هـ) في كتابه الذخيرة / كتاب الصلاة / الباب الرابع في أركان الصلاة (ج ٢ ص ١٩٦):

فَإِذَا قَامَ مِنَ الْجِلْسَةِ الْأُولَى قَامَ مُعْتَمِدًا عَلَى يَدَيْهِ اتِّفَاقًا وَكَرِهَ (ش) تَقْدِيمَ إِحْدَى الرِّجْلَيْنِ 

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Abu Abbas Syihabuddin Ahmad bin Idris bin Abdurrahman Al-Malikiy yang terkenal dengan Al-Qarafiy (w. 684 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Dzakhirah / Kitab Shalat / Bab Empat Tentang Rukun Sholat (Vol .2, Hal.196):

Ketika dia bangun dari duduk yang pertama, maka dia berdiri dengan menumpukan kedua tangannya ketanah sesuai dengan  kesepakatan, dan MAKRUH  mengedepankan salah satu dari kedua kakinya.

وقال الإمام أبو القاسم، محمد بن أحمد بن محمد بن عبد الله، ابن جزي الكلبي الغرناطي المالكي (ت ٧٤١هـ) في كتابه القوانين الفقهية / الباب الرابع عشر في الجلوس وفيه مسألتان (ص ٤٦):

فِي آدابه وَهِي ثَمَانِيَة أَن يُجَافِي بَين رُكْبَتَيْهِ وَبَين مرفقيه وجنبيه وَبَين بَطْنه وفخذيه وَهُوَ التَّفْرِيج وَلَا تفرج الْمَرْأَة وَأَن يرفع ذِرَاعَيْهِ من الأَرْض وَأَن يسْجد بَين كفيه وَأَن يضع يَدَيْهِ بِالْأَرْضِ قبل رُكْبَتَيْهِ خلافًا لَهُم وَأَن يعْتَمد على يَدَيْهِ عِنْد الرّفْع وَأَن ينْهض من السَّجْدَة الثَّانِيَة دون جُلُوس وَخِلَافًا للشَّافِعِيّ 

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Abul-Qasim, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah, Ibnu Juzai Al-Kalbiy Al-Gharnatiy Al-Malikiy (w. 741 H) mengatakan dalam Kitabnya Al Qawanin Al Fiqhiyyah / Bab Empat Belas Dalam  Duduk Dan Didalamnya Memuat Dua Persoalan ( Hal.46):

Dalam adabnya sujud ada delapan, yaitu ia harus merenggangkan kedua lutut, siku, kedua lambung badannya, serta antara perut dan pahanya, dan itu adalah perenggangan (tafrij), dan seorang wanita tidak boleh merenggangkan satu pun, dan hendaknya ia mengangkat tangannya dari tanah, dan sujud di antara kedua telapak tangannya, dan meletakkan kedua tangannya di tanah sebelum kedua lututnya, menyelisihi mereka (yang mendahulukan lutut Sebelum kedua tangannya), DAN BERTUMPU PADA KEDUA TANGANNYA KETIKA BANGUN, dan supaya bangun dari sujud yang kedua TANPA DUDUK (ISTIRAHAT), dan menyelisihi pendapat Al-Syafi'iy.

IV)-MENURUT MADZHAB IMAM AHMAD BIN HANBAL

BERTAKBIR MENGANGKAT KEPALANYA DARI SUJUD berdiri diatas kedua telapak kaki dan kedua tangannya  bertumpu pada kedua pahanya dan dilarang kedua tangannya bertumpu diatas tanah baik dengan duduk istirahat atau tidak

BOLEH BERTEKANAN DENGAN KEDUA TANGAN DITANAH BAGI ORANGTUA RENTA yang sudah tidak mampu tanpa ada perselisihan pendapat

TIDAK DISUNNAHKAN duduk istirahat

MAKRUH menjulurkan salah satu kakinya ke depan

قال الإمام إبراهيم بن محمد بن عبد الله بن محمد ابن مفلح، أبو إسحاق، برهان الدين الحنبلي (ت ٨٨٤ هـ) في كتابه المبدع في شرح المقنع / باب صفة الصلاة / الرفع من السجود وصفته (ج ١ ص ٤٠٧):

(ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مُكَبِّرًا) لِأَنَّهُ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - كَانَ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ رَفْعٍ، وَخَفْضٍ (وَيَقُومُ عَلَى صُدُورِ قَدَمَيْهِ مُعْتَمِدًا عَلَى رُكْبَتَيْهِ) نُصَّ عَلَيْهِ لِحَدِيثِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: «نَهَى النَّبِيُّ -ﷺ- أَنْ يَعْتَمِدَ الرَّجُلُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا نَهَضَ فِي الصَّلَاةِ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَلِأَنَّهُ أَشَقُّ فَكَانَ أَفْضَلَ كَالتَّجَافِي، 

قَالَ الْقَاضِي: لَا يَخْتَلِفُ قَوْلُهُ إِنَّهُ لَا يَعْتَمِدُ عَلَى الْأَرْضِ، سَوَاءٌ قُلْنَا يَجْلِسُ لِلِاسْتِرَاحَةِ أَوْ لَا (إِلَّا أن يشق عَلَيْهِ فَيَعْتَمِدُ بِالْأَرْضِ) لِمَا رَوَى الْأَثْرَمُ «عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ إِذَا نَهَضَ أَنْ لَا يَعْتَمِدَ بِيَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ» ، وَذَكَرَ فِي " الشَّرْحِ " أَنَّهُ إِذَا شَقَّ عَلَيْهِ واعْتَمَدَ عَلَى الْأَرْضِ لَا نَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا، وَاقْتَضَى كَلَامُهُ أَنَّهُ لَا يَجْلِسُ جِلْسَةَ الِاسْتِرَاحَةِ، وَهُوَ الْمَذْهَبُ الْمَنْصُورُ عِنْدَ أَصْحَابِنَا،

وَفِي " الْغُنْيَةِ " يُكْرَهُ أَنْ يُقَدِّمَ إِحْدَى رِجْلَيْهِ،

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Muflih Abu Ishaq  Burhanuddin Al-Hanbaliy (w. 884 H) mengatakan dalam kitabnya Al Mubdu'  Syarhu Al-Muqni' / Bab Ciri-ciri Sholat / Bangkit Dari Sujud dan Deskripsinya (Vol. 1, Hal. 407):

(Kemudian dia mengangkat kepalanya sambil فيmengucapkan “Allahu Akbar”) karena beliau -ﷺ- biasa mengucapkan “Allahu Akbar” setiap kali beliau bangkit dan turun  (dan beliau berdiri di atas kedua kakinya, bertumpu  pada kedua  lututnya) menetapkan atasnya berdasarkan hadits Wa'il bin Hujr, dan berdasarkan hadits  dari Ibnu 'Umar radliyyAllahu 'anhuma beliau berkata: “Nabi  -ﷺ- melarang seseorang bertumpu pada kedua tangannya ketika dia bangun dalam shalat.” ((Diriwayatkan oleh Abu Dawud)), dan karena dipandang lebih sulit maka ada yang lebih utama, seperti syirik. 

Al Qadli  berkata: Tidak ada bedanya pernyataannya bahwanya tidak boleh bertumpu di tanah, baik kita katakan dia duduk istirahat atau tidak (kecuali ia merasa kesulitan dan kemudian ia bertumpu di tanah) sesuai dengan apa yang diriwayatkan Al-Atsram dari Ali. 

Beliau berkata: SEBAGIAN SUNNAH SHALAT FARDHU adalah ketika seseorang bangun, IA TIDAK BOLEH MELETAKKAN TANGANNYA DI TANAH kecuali dia sudah tua dan tidak mampu melakukannya, dan dia menyebutkan dalam Asy Syarhu :  “Jika sulit baginya dan dia boleh  bertumpu pada tanah, kami tidak mengetahui adanya perselisihan mengenai hal itu , dan kata-katanya menunjukkan bahwa dia tidak boleh duduk  istirahat, dan itu adalah madzhab Manshur menurut para sahabat kami (Hanabillah),

Dalam “Al-Ghunyah” MAKRUH apabila  menjulurkan salah satu kakinya ke depan.

وقال الإمام أبو محمد عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الحنبلي (٥٤١ - ٦٢٠ ه) في كتابه المغني/ باب صفة الصلاة / مسألة جلسة الاستراحة في الصلاة (ج ١ ص ٣٨٠):

وَقَالَ أَبُو الْحَسَنِ الْآمِدِيُّ: لَا يَخْتَلِفُ أَصْحَابُنَا أَنَّهُ لَا يُلْصِقُ أَلْيَتَيْهِ بِالْأَرْضِ فِي جَلْسَةِ الِاسْتِرَاحَةِ، بَلْ يَجْلِسُ مُعَلَّقًا عَنْ الْأَرْضِ. وَعَلَى كِلْتَيْ الرِّوَايَتَيْنِ يَنْهَضُ إلَى الْقِيَامِ عَلَى صُدُورِ قَدَمَيْهِ مُعْتَمِدًا عَلَى رُكْبَتَيْهِ، وَلَا يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ. 

قَالَ الْقَاضِي: لَا يَخْتَلِفُ قَوْلُهُ، أَنَّهُ لَا يَعْتَمِدُ عَلَى الْأَرْضِ، سَوَاءٌ قُلْنَا: يَجْلِسُ لِلِاسْتِرَاحَةِ أَوْ لَا يَجْلِسُ. 

وَقَالَ مَالِكٌ، وَالشَّافِعِيُّ: السُّنَّةُ أَنْ يَعْتَمِدَ عَلَى يَدَيْهِ فِي النُّهُوضِ؛

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Hanbaliy (541 - 620 H) mengatakan dalam Kitabnya Al-Mughni / Bab Ciri-ciri Sholat / Masalah Duduk  Istirahat Dalam Sholat (Vol 1, Hal. 380) :

Abu Al-Hasan Al-Amidi berkata: Para sahabat kami (Hanabilah) tidak berselisih bahwa tidak menempelkan pantatnya ke tanah ketika duduk  istirahat, melainkan duduk bergelantungan diatas tanah. Menurut kedua riwayat tersebut, dia bangun berdiri dengan kedua kakinya, bertumpuan pada lututnya, DAN TIDAK BERTUMPU PADA TANGANNYA. 

Al Qadli berkata:  tidak berbeda, pernyataannya bahwa dia tidak bertumpu di tanah, baik kami  mengatakan: dia duduk istirahat atau tidak. 

Imam Malik dan Syafi’iy berkata: SUNAHNYA ADALAH BERTUMPU PADA TANGAN KETIKA BANGUN.

وقال الإمام محمد بن أبي بكر بن أيوب بن سعد شمس الدين ابن قيم الجوزية الحنبلي (ت ٧٥١هـ) في كتابه زاد المعاد في هدي خير العباد / فصول في هديه صلى الله عليه وسلم في العبادات / فصل في كيفية سجوده صلى الله عليه وسلم والقيام منه (ج ١ ص ٢١٧):

أَنَّ الْبَعِيرَ إِذَا بَرَكَ فَإِنَّهُ يَضَعُ يَدَيْهِ أَوَّلًا وَتَبْقَى رِجْلَاهُ قَائِمَتَيْنِ، فَإِذَا نَهَضَ فَإِنَّهُ يَنْهَضُ بِرِجْلَيْهِ أَوَّلًا وَتَبْقَى يَدَاهُ عَلَى الْأَرْضِ، وَهَذَا هُوَ الَّذِي نَهَى عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفَعَلَ خِلَافَهُ. وَكَانَ أَوَّلُ مَا يَقَعُ مِنْهُ عَلَى الْأَرْضِ الْأَقْرَبَ مِنْهَا فَالْأَقْرَبَ، وَأَوَّلُ مَا يَرْتَفِعُ عَنِ الْأَرْضِ مِنْهَا الْأَعْلَى فَالْأَعْلَى.وَكَانَ يَضَعُ رُكْبَتَيْهِ أَوَّلًا ثُمَّ يَدَيْهِ ثُمَّ جَبْهَتَهُ. وَإِذَا رَفَعَ رَفَعَ رَأْسَهُ أَوَّلًا ثُمَّ يَدَيْهِ ثُمَّ رُكْبَتَيْهِ، وَهَذَا عَكْسُ فِعْلِ الْبَعِيرِ، وَهُوَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى فِي الصَّلَاةِ عَنِ التَّشَبُّهِ بِالْحَيَوَانَاتِ، فَنَهَى عَنْ بُرُوكٍ كَبُرُوكِ الْبَعِيرِ، وَالْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ، وَافْتِرَاشٍ كَافْتِرَاشِ السَّبُعِ، وَإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الْكَلْبِ، وَنَقْرٍ كَنَقْرِ الْغُرَابِ،

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ayoub bin Saad Syams al-Din Ibnu Qayyim al-Jawziyyah al-Hanbali (w. 751 H) mengatakan dalam kitabnya Zad al-Ma'ad fi Bimbingan Hamba Terbaik / Bab tentang bimbingannya, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, dalam beribadah / Sebuah bab tentang bagaimana dia, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian, sujud dan berdiri (( Bagian 1, hal. 217):

Jika seekor unta datang ke air, ia meletakkan tangannya terlebih dahulu dan kakinya tetap tegak. Jika ia bangun, maka ia bangun terlebih dahulu dengan kakinya dan tangannya tetap tegak. Ke bumi, dan inilah dia, semoga Tuhan memberkatinya. dan memberinya kedamaian, melarang dan melakukan sebaliknya. Yang pertama jatuh ke tanah adalah yang paling dekat dengannya, lalu yang paling dekat, dan yang pertama kali bangkit dari tanah adalah yang tertinggi, lalu yang tertinggi, lututnya dulu, lalu tangannya, lalu keningnya. Ketika dia mengangkat, dia mengangkat kepalanya terlebih dahulu, lalu kedua tangannya, lalu kedua lututnya, hal ini berlawanan dengan perbuatan unta, dan dia, semoga Allah SWT yang shalawat dan saw, melarang saat salat yang Dia gunakan untuk mengobati. binatang, maka dia melarang mengayun-ayun seperti mengayun unta, berguling-guling seperti berguling-guling rubah, beristirahat seperti binatang buas, dan jongkok seperti jongkok anjing. Dan dia mematuk seperti mematuk burung gagak,

قال الإمام زين الدين عبد الرحمن بن أحمد بن رجب بن الحسن، السَلامي، البغدادي، ثم الدمشقي، الحنبلي (ت ٧٩٥ هـ) في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري / كتاب الآذان / ١٤٣-باب كيف يعتمد على الأرض إذا قام من الركعة (ج ٧ ص ٢٩١): 

وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْقَائِمِ إِلَى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ صَلَاةٍ: كَيْفَ يَقُومُ؟  

فَقَالَتْ طَائِفَةٌ: يَعْتَمِدُ بِيَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ، كَمَا فِي حَدِيثِ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ هَذَا. 

وَرُوِيَ عَنْ عَطَاءٍ ، وَقَالَ: يَتَوَاضَعُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. وَهُوَ مِنْ رِوَايَةِ ابْنِ لَهِيعَةَ ، عَنْهُ. وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَإِسْحَاقَ . 

وَرُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ ، أَنَّهُ كَانَ يَفْعَلُهُ، وَتَأَوَّلَهُ الْقَاضِي أَبُو يَعْلَى وَغَيْرُهُ عَلَى أَنَّهُ فَعَلَهُ لِعَجْزٍ وَكِبَرٍ. 

وَقَدْ رُوِيَ عَنْ كَثِيرٍ مِنَ السَّلَفِ، أَنَّهُ يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ فِي الْقِيَامِ إِلَى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ، مِنْهُمْ: عُمَرُ وَعُبَادَةُ بْنُ نُسَيٍّ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَمَكْحُولٌ وَالزُّهْرِيُّ - وَقَالَ: هُوَ سُنَّةُ الصَّلَاةِ - وَهُوَ قَوْلُ الْأَوْزَاعِيِّ وَغَيْرِهِ، وَرَخَّصَ فِيهِ قَتَادَةُ . 

وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: يَنْهَضُ عَلَى صُدُورِ قَدَمَيْهِ، وَلَا يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ، بَلْ يَضَعُهُمَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ، صَحَّ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ ، وَرُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ وَعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ، وَأَنَّهُ قَالَ: هُوَ مِنْ سُنَّةِ الصَّلَاةِ، وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - أَيْضًا - وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَابْنِ الزُّبَيْرِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى ، وَهُوَ قَوْلُ النَّخَعِيِّ وَالثَّوْرِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ . 

وَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ أَحْمَدَ الِاعْتِمَادُ عَلَى يَدَيْهِ، وَهُوَ خِلَافُ مَذْهَبِهِ الْمَعْرُوفِ عَنْهُ. 

وَالْأَكْثَرُونَ عَلَى أَنَّهُ لَا تَلَازُمَ بَيْنَ الْجَلْسَةِ وَالِاعْتِمَادِ، فَقَدْ كَانَ مِنَ السَّلَفِ مَنْ يَعْتَمِدُ وَلَا يَجْلِسُ لِلِاسْتِرَاحَةِ، مِنْهُمْ: عُبَادَةُ بْنُ نُسَيٍّ ، وَحَكَاهُ عَنْ أَبِي رَيْحَانَةَ الصَّحَابِيِّ. 

╾─⃟ꦽ⃟𖧷۪۪‌ᰰ᪇ 💫Imam Zainuddin Abdurrahman ibn Ahmad ibn Rajab ibn Al-Hasan, Al-Sulamiy Al-Baghdadiy, lalu Al-Dimsyaqiy, Al-Hanbaliy (w. 795 H) mengatakan dalam kitabnya Fathu  Al-Bariy Syarhu  Shahih Al-Bukhariy / Kitab Adzan / 143-Bab Cara Bertumpu Di Tanah Jika Bangkit Berdiri Dari Rakaat (Vol. 7 Hal. 291):

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang berdiri hingga rakaat kedua: Bagaimana cara berdirinya?

Sekelompok orang berkata: Dia menumpukan  tangannya di tanah, seperti dalam hadis Malik bin Al-Huwairits  ini.

Diriwayatkan dari Atha', dan dia berkata: Dia merendahkan dirinya di hadapan Allah 'Azza Wa Jalla. Diriwayatkan oleh Ibnu Lahi’ah, darinya. Dan berpegangan dengan pendapat tersebut Imam Malik, Al-Syafi’iy  dan Ishaq.

Diriwayatkan dari hadis Ahmad bahwa beliau biasa melakukan hal tersebut, dan Qadli Abu Ya’la serta yang lain menafsirkannya dengan mengatakan bahwa beliau melakukan hal tersebut karena ketidakmampuannya dan faktor usia tua.

Diriwayatkan dari banyak ulama salaf (pendahulu) bahwa BELIAU MENUMPUKAN KEDUA TANGANNYA UNTUK BERDIRI PADA RAKAAT KEDUA, antara lain: Umar, Ubadah bin Nasi, dan 'Umar bin Abdul_ Aziz, Makhul, dan Al-Zuhri - dan beliau berkata: ITU ADALAH SUNNAH DALAM SHALAT, dan ini adalah ucapan Al-Auza'iy  dan yang lainnya, dan Qatada membolehkannya.

Sebagian kelompok berkata: BELIAU BERDIRI DENGAN KEDUA KAKINYA, DAN TIDAK BERTUMPU  PADA TANGANNYA, MELAINKAN MELETAKKANNYA DI ATAS LUTUTNYA. Hal ini disahkan dari Ibnu Mas'ud radliyyAllahu 'anhu, dan diriwayatkan dari  Utsman bin Affan dan Ali Ibnu Abi Thalib radliyyAllahu 'anhuma, dan dia berkata: Itu berasal dari Sunnah shalat, dan berdasarkan riwayat dari Ibnu 'Umar – juga – dan Ibnu Abbas Dan Abu Sa'id Al-Khudriy, Ibnu Al-Zubair, dan Abdurrahman bin Abi Laila radliyyAllahu 'anhum, dan demikianlah pendapat Al-Nakha'i, Al-Tsauriy, Abu Hanifah, dan Ahmad.

Ibn Al-Mundzir meriwayatkan dari  Ahmad tentang bertumpu dengan kedua tangannya, yang bertentangan dengan madzhabnya yang masyhur.

Sebagian besar berpendapat bahwa tidak ada penetapan antara duduk dan bersandar, sebagaimana di antara para pendahulu ada yang bertumpu pada telapak tangan dan tidak duduk istirahat, mereka di antaranya adalah: Ubadah bin Nusayyi, dan dia meriwayatkan dari Abu Raihanah Ash Shahabiy radliyyAllahu 'anhu.

وقال الإمام محمد بن إسماعيل الأمير اليمني الصنعاني (١١٨٢ هـ) في كتابه سبل السلام شرح بلوغ المرام / باب صفة الصلاة / الدعاء في القعود بين السجدتين (ج ١ ص ٢٧٥):

وَفِي الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى شَرْعِيَّةِ هَذِهِ الْقَعْدَةِ بَعْدَ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى، وَالرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ، ثُمَّ يَنْهَضُ لِأَدَاءِ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ، وَتُسَمَّى جِلْسَةَ الِاسْتِرَاحَةِ، وَقَدْ ذَهَبَ إلَى الْقَوْلِ بِشَرْعِيَّتِهَا الشَّافِعِيُّ فِي أَحَدِ قَوْلَيْهِ، وَهُوَ غَيْرُ الْمَشْهُورِ عَنْهُ، وَالْمَشْهُورُ عَنْهُ وَهُوَ رَأْيُ الْهَادَوِيَّةِ وَالْحَنَفِيَّةِ وَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ: أَنَّهُ لَا يُشْرَعُ الْقُعُودُ، مُسْتَدِلِّينَ بِحَدِيثِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ فِي صِفَةِ صَلَاتِهِ -ﷺ-  بِلَفْظِ: «فَكَانَ إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السَّجْدَتَيْنِ اسْتَوَى قَائِمًا» أَخْرَجَهُ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ إلَّا أَنَّهُ ضَعَّفَهُ النَّوَوِيُّ، 

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Muhammad bin Ismail Al Amir  Al Yamaniy Al-San'aniy (1182 H), mengatakan dalam Kitabnya Subulu Al-Salam Syarhu Bulughu  Al-Maram / Bab Ciri-Ciri Sholat / Doa Duduk di Antara Dua Sujud (Vol. 1 , Hal.275):

Hadits tersebut terdapat dalil Disyari'atkannya duduk setelah sujud kedua dari  rakaat yang  pertama dan  rakaat ketiga, kemudian bangun untuk melakukan rakaat kedua atau keempat, dan itulah yang disebut jduduk istirahat. Dan Al-Syafi'iy  sependapat dengan disyari'atkannya duduk istirahat  pada salah satu dari dua pendapatnya, dan tidak masyhur darinya, dan yang terkenal darinya adalah pendapat ulama Hadawiyyah,  Hanafiyyah, Malik, Ahmad, dan Ishaq: Tidak disyari'atkannya duduk istirahah, dengan mengutip hadits Wa'il bin Hujr radliyyAllahu 'anhu tentang uraian shalatnya Rasulullah -ﷺ-  dengan kalimat: “Ketika beliau  mengangkat kepalanya dari dua sujud, beliau  berdiri tegak.” Al-Bazzar memasukkannya ke dalam Musnadnya, namun status haditsnya  dilemahkan oleh Imam Al-Nawawiy.

V)-MENURUT MADZHAB IMAM DAWUD ADZ DZOHIRIY 

BERTUMPU DENGAN KEDUA TANGAN menyelisihi shalatnya Rasulullah -ﷺ- tanpa ada perbedaan pendapat, karena menyerupai duduknya orang orang yang dimurkai yaitu duduknya bertekanan dengan kedua tangan

قال الإمام أبو محمد علي بن أحمد بن سعيد بن حزم الأندلسي [الظاهري] في كتابه المحلى بالآثار / أوقات الصلاة / مسألة تعمد وضع يده على خاصرته في الصلاة (ج ٢ ص ٣٣٥ - ٣٣٦):

وَالِاعْتِمَادُ عَلَى الْيَدِ فِي الصَّلَاةِ خِلَافُ صَلَاتِهِ - عَلَيْهِ السَّلَامُ -، بِلَا خِلَافٍ مِنْ أَحَدٍ. وَرُوِّينَا مِنْ طَرِيقِ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ لِإِنْسَانٍ: مَا يُجْلِسُك فِي صَلَاتِك جِلْسَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَكَانَ رَآهُ مُعْتَمِدًا عَلَى يَدَيْهِ. اهـ

💫᪇𖧷۪۪‌ᰰ⃟ꦽ⃟  ╌╸Imam Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin Hazm Al-Andalusiy [Al-Dzahiriy] mengatakan dalam Kitabnya Al-Muhalla Bi  al-Atsar / Waktu Sholat / Masalah Sengaja Meletakkan Tangan Di Sisinya Saat Sholat (Vol. 2, Hal.335-336):

Menumpukan kedua tangan dalam shalat bertentangan dengan shalatnya Nabi -ﷺ-, tanpa perselisihan dari siapapun. Diriwayatkan dari riwayat Nafi’ pada riwayat Ibnu Umar radliyyAllahu 'anhuma bahwa beliau berkata kepada seseorang: Yang membuat kamu duduk dalam shalat sama duduknya dengan orang yang dimurkai, dan beliau melihat duduknya bertumpu pada kedua tangannya.

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات

Magelang : 

٢٠ جمادى الأولى ١٤٤٥ ه‍ـ

24 Desember 2023 M